• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

V.3. Persepsi Masyarakat

Pada poin B mengenai persepsi masyarakat akan ditampilkan beberapa

tanggapan responden tentang setuju dan ketidaksetujuannya terhadap normalisasi

sungai Deli, alasan ketidaksetujuan responden terhadap normalisasi sungai Deli,

kemudian tanggapan responden terhadap kondisi dan bentuk sungai Deli

dikembalikan seperti keadaan semula, selanjutnya mengenai frekuensi banjie

sebelum dan sesudah adanya normalisasi sungai Deli yang terjadi dalam setahun,

serta ada tidaknya harta benda/kekayaan yang dibebaskan sehubungan dengan

adanya normalisasi sungai Deli. Untuk mengetahui secara rinci mengenai data

serta analisisnya dapat dilihat sebagai berikut ini.

Tabel 28

Tanggapan Responden Terhadap Normalisasi Sungai Deli

NO Kategori Frekuensi %

1 Setuju 6 6

2 Tidak setuju 94 94

Jumlah 100 100

Sumber: Data Primer

Data pada table 28 menunjukkan bahwa 94 reponden (94 %) menyatakan

ketidaksetujuannya akan normalisasi sungai Deli. Hal ini membuktikan bahwa

normalisasi sungai Deli ternyata tidak membawa manfaat sama sekali bagi

masyarakat Sei mati. Ternyata normalisasi justru mendatangkan kerugian yang

besar bagi masyarakat. Adapun kerugian yang di derita masyarakat adalah:

Pertama, normalisasi menimbulkan dampak lingkungan yang buruk seperti

frekuensi banjir meningkat, dan juga tanah longsor yang mengakibatkan rumah

warga di sekitar bantaran sungai ikut rusak akibat penimbunan di sekitar bantaran

sungai. Kedua, normalisasi menyebabkan tergusurnya rumah warga akibat

dikeluarkan oleh warga untuk pindah dan mendirikan rumah yang baru lagi di

tempat yang lain. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa ada oknum tertentu

yang meresahkan masyarakat, dimana oknum tersebut sering membawa-bawa

nama Pemko Medan dalam melakukan negosiasi dengan warga, sehingga ketika

warga mematok harga yang sesuai pasaran agar bisa membeli rumah lagi di

daerah pinggiran, banyak yang takut akibat intimidasi secara halus yang dilakukan

oleh oknum tersebut. Ketiga, persoalan baru juga muncul akibat normalisasi

sungai Deli yakni terhambatnya aktivitas sosial ekonomi seperti berkurangya

penghasilan warga khususnya mereka yang bekerja sebagai pedagang dan

pengrajin, mereka terpaksa merasakan kehilangan dan kerusakan sebahagian

barang dagangan dan perlengkapan kerjanya akibat banjir yang melanda

kelurahan tersebut. Disamping itu juga terganggunya aktivitas belajar para murid

SD akibat sekolah mereka terendam banjir. Dengan demikian ketidaksetujaun

responden terhadap normalisasi sungai deli sangatlah jelas setelah dipaparkannya

dampak buruk yang diakibatkan normalisasi tersebut.

Sementara itu, dari table diatas kita juga dapat melihat bahwa ternyata ada

juga yang setuju terhadap normalisasi sungai Deli dengan jumlah responden

sebanyak 6 orang (6 %). Menurut dugaan peneliti dan juga berdasarkan data-data

dan fakta dilapangan yang diperoleh, bahwa responden yang setuju ternyata

adalah orang-orang yang telah mendapatkan ganti rugi ataupun kompensasi yang

diberikan oleh developer yang cukup menggiurkan sehingga mereka mengatakan

bahwa normalisasi sungai deli adalah suatau langkah untuk mengendalikan banjir,

walaupun sebenarnya mereka mengetahui banwa normalisasi tersebut ternyata

Sementara itu, kita dapat lihat pada table 30 tentang tanggapan responden

mengenai kondisi sungai Deli dikembalikan seperti semula. Data dari table

tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden setuju sungai Deli dikembalikan

seperti keadaan semula, padahal ada 6 responden yang setuju terhadap normalisasi

sungai deli. Hal ini menandakan bahwa hati nurani tidak bisa dibohongi, sebab ke

enam responden yang setuju tadi ternyata setuju sungai deli dikembalikan seperti

semula. Artinya, mereka ingin sungai deli itu seperti dahulu kala, dimana banjir

jarang terjadi dan tidak pernah terjadi longsor.

Data selanjutnya yang akan disajikan adalah mengenai alasan

ketidaksetujuan responden terhadap Normalisasi sungai Deli. Apa yang menjadi

alasan responden sehingga mereka tidak setuju dengan normalisasi ini? Untuk itu

berikut ini telah disajikan analisis dari data tersebut.

Tabel 29

Alasan Ketidaksetujuan Responden Terhadap Normalisasi Sungai Deli

No Kategori Frekuensi %

1 Menimbulkan dampak lingkungan yang negatif

85 85

2 Banyak rumah warga yang terpaksa tergusur 7 7 3 Berkurangnya penghasilan warga 2 2 Total 94 94

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Data pada tabel 29 diatas dapat diketahui bahwa alasan

ketidaksetujuan responden terhadap normalisasi sungai Deli adalah dikarenakan

(1) menimbulkan dampak lingkungan yang negatif, (2) banyak rumah warga yang

dilihat bahwa untuk kategori menimbulkan dampak lingkungan yang negatif

memiliki frekuensi yang paling banyak yakni 91 responden (91 %). Hal ini

menunjukkan bahwa ternyata normalisasi sungai Deli telah menimbulkan dampak

buruk bagi lingkungan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat.

Kemudian telah disajikan data pada table 30 tentang tanggapan responden

terhadap kndisi dan bentuk sungai Deli dikembalikan seperti keadaan semula.

Untuk mengetahui penjelasan dan analisisnya dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 30

Tanggapan Responden Terhadap Kondisi dan Bentuk Sungai Deli Dikembalikan Seperti Keadaan Semula

NO Kategori Frekuensi %

1 Setuju 100 100

2 Tidak setuju 0 0

Jumlah 100 100

Sumber: Data primer

Data dari table 30 diatas menunjukkan bahwa seluruh responden

menyatakan kesetujuannya terhadap kondisi dan bentuk sungai Deli dikembalikan

seperti keadaaan semula. Artinya bahwa masyarakat ingin penimbunan,

peenembokan dan rencana pelurusan terhadap sungai Deli harus segera dihentikan

dan sungai yang telah diluruskan agar segera dikembalikan seperti alur kelokan

aslinya. Selain itu tumbuh-tumbuhan dan bebatuan yang telah dihilangkan harus

ditanami dan diisi kembali seperti semula supaya mahluk hidup dan biodata air

dapat hidup dan lestari dan juga supaya frekuensi banjir tidak lagi terjadi secara

drastic.

di seluruh dunia terutama oleh negara Barat seperti Amerika Serikat, Jerman,

Belanda, dan Jepang. Namun dampak negatif perubahan ini terhadap ekologi

sangat besar. Konsep ini telah ditinggalkan.banyak negara Barat. Oleh karena itu,

para negara yang pernah melakukan normalisasi daerah aliran sungai (DAS) telah

mengembalikan kondisi sungainya pada kondisi alaminya, dengan

mengembalikan aliran sungai ke alur kelokan asli, mengisi bebatuan di sungai dan

menanami kembali tepian sungai dengan tumbuhan aslinya.

Lalu, kita akan melihat frekuensi banjir sebelum adanya normalisasi

sungai Deli. Dibawah ini telah disajikan data pada table 31 mengenai frekuensi

tersebut. Berikut akan dipaparkan analisis tentang frekuensi banjir sebelum

adanya normalisasi sungai Deli

Sebelum adanya normalisasi sungai Deli ternyata banjir sangat jarang

terjadi di kelurahan Sei Mati. Berdasarakn penjelasan dari responden bahwa

dalam setahun banjir terjadi hanya dua atau tiga kali dalam setahun. Namun

setelah adanya normalisasi ini, banjir bisa terjadi 10 atau lebih dari 13 kali dalam

setahun. Hal ini berarti bahwa sebelum adanya penimbunan di bantaran sungai

dan penembokan bibir sungai serta pemindahan arus sungai di kelurahan kampung

baru yang bersebelahan dengan kelurahan Sei Mati ternyata banjir sangat jarang

Tabel 31

Frekuensi Banjir Sebelum adanya Normalisasi Sungai Deli yang Terjadi Dalam Setahun No Kategori Frekuensi % 1 1 kali 15 15 2 2 kali 71 71 3 3 kali 14 14 Jumlah 100 100

Sumber: Data Primer

Selanjutnya, pada table 31 disajikan data mengenai frekuensi banjir

sesudah adanya normalisasi sungai Deli yang terjadi dalam setahun. Untuk

mengetahui frekuensi, persentasi dan analisisnya dapat dilihat pada table berikut

ini.

Tabel 32

Frekuensi Banjir Sesudah Adanya Normalisasi Sungai Deli yang Terjadi Dalam Setahun

NO Kategori Frekuensi %

1 7-9 kali 24 24

2 10-12 41 41

3 Lebih dari 13 kali 35 35

Jumlah 100 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data pada table 32 diatas dapat dilihat bahwa, setelah adanya

normalisasi sungai Deli ternyata telah menimbulkan dampak buruk bagi

masyarakat kelurahan Sei Mati. Akibat normalisasi menyebabkan frekuensi banjir

meningkat jika terjadi hujan yang lebat. Sebelum adanya normalisasi sungai Deli

biasanya frekuensi banjir terjadi hanya 2 atau 3 kali dalam setahun, dan semenjak

drastic dengan frekuensi banjir mencapai 10 dan bahkan lebih dari 13 kali dalam

setahun. Menurut data yang diperoleh kedalaman banjir bisa mencapai 2 meter

dari permukaan tanah sehingga masyarakat terpaksa harus merelakan rumah dan

harta bendanya rusak dan hilang akibat terendam banjir. Disamping itu banjir juga

menyebabkan masyarakat harus terpaksa pindah sementara ke tempat yang lebih

tinggi menunggu banjir reda.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI (Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia), Dr Gadis Sri Haryani, dalam Seminar Nasional bertema

Pengelolaan Sumber Daya Perairan Darat Secara Terpadu di Indonesia, di

Jakarta,. "Masalah banjir hendaknya tidak diatasi secara simptomatik sehingga

mengakibatkan over- engineering atau terlalu berlebihan. Seharusnya dengan cara

mengerti atau mencari penyebab yang paling fundamental.

Menurutnya ternyata berbagai sungai besar seperti Ciliwung dan Cisadane

dan sungai kecil di kawasan Jabodetabek, telah dan akan dinormalisasi.

Normalisasi ini dilakukan dengan melakukan pelurusan dan pengerasan dinding

sungai, pembuatan tanggul dan pengerukan, serta penghilangan tumbuhan,

lumpur, pasir, dan batuan di tepi sungai. Hal ini mengakibatkan hilangnya fungsi

daerah peralihan dua ekosistem lahan kering dan basah di tepi sungai. Dampaknya

adalah hilang pula kemampuan sungai mengontrol aliran energi dan nutrien yang

diperlukan biota yang hidup di sana. Dampak lebih lanjut adalah menurunnya

keragaman hayati berbarengan karena hilangnya spesies di lahan tersebut. Ini pada

akhirnya mengakibatkan perubahan ekosistem, hingga timbulnya bencana erosi

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan diatas maka sangat jelas

bahwa normalisasi sungai Deli ternyata bukanlah solusi untuk mengatasi banjir,

malah normalisasi tersebut justru menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem,

biodata air, dan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan data yang telah

dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan masyarakat, dapat diambil

kesimpulan bahwa normalisasi sungai Deli telah mengakibatkan frekuensi banjir

meningkat secara drastic dan apabila normalisasi ini tidak segera dihentikan akan

menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yang akan dirasakan oleh

masyarakat.

Akhirnya, Kita akan melihat data pada tabel 33 yang telah disajikan

dibawah ini. Untuk mengetahui penjelasan dan analisis dari data tersebut, maka

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 33

Ada Tidaknya Harta Benda / Kekayaan yang Dibebaskan Sehubungan Dengan Adanya Normalisasi Sungai Deli

No Kategori Frekuensi %

1 Ada 5 5

2 Tidak ada 95 95

Jumlah 100 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh bahwa ada 30 kepala

keluarga yang tanah dan rumahnya dibebaskan. Dari 30 kk tersebut ada 9

responden yang rumahnya dibebaskan. Menurut informasi dan hasil wawancara di

lapangan bahwa ganti rugi atau kompensasi yang diberikan oleh pihak developer

lain dan mendirikan rumah yang baru lagi. Bahkan warga sering diintimidasi

secara halus oleh para oknum tertentu yang meresahkan masyarakat, dimana

oknum tersebut sering membawa-bawa nama Pemko Medan dalam melakukan

negosiasi dengan warga, sehingga ketika warga mematok harga yang sesuai

pasaran agar bisa membeli rumah lagi di daerah pinggiran, banyak yang takut

akibat intimidasi secara halus yang dilakukan oleh oknum tersebut

Sementara itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu aktivis

Kontras, bahwa ada juga sebahagian masyarakat mendapatkan kompensasi atau

ganti rugi yang cukup tinggi, walaupun yang menerimanya tidak sebanding

dengan jumlah masyarakat yang menerima ganti rugi yang nilainya cukup rendah.

Menurut informasi, tanah yang mereka jual permeternya bisa mencapai 1 hingga 2

juta per meternya, dan ini sudah melebihi standar harga tanah yang sudah

ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan mereka yang sudah menjual ada yang

mendapatkan harga senilai 500 juta hingga 1 miliar dan ini harga yang cukup

Dokumen terkait