• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ke   Lebak   Bulus

4.5. Persepsi Masyarakat

re s p onde n jenis pendidikan

seperti Tangerang dan Jakarta.

Suku asli di kelurahan ini adalah Betawi atau Betawi pinggiran. Saat ini penduduk asli Kecamatan Ciputat Timur sebesar 40% sedangkan sisanya (60%) adalah pendatang dari berbagai macam wilayah. Meskipun begitu kehidupan sehari-hari antara para pendatang dan penduduk asli dapat berjalan dengan harmonis. Dikelurahan ini tidak hanya etnis yang beragam tapi agama yang dianut pun sangat beragam yakni agama Islam 19.434 jiwa, Kristen 2.361 jiwa, Katolik 1.562 jiwa, Hindu 116 jiwa dan Budha 69 jiwa.

4.5. Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat diperoleh melalui wawancara 34 orang penduduk dengan panduan kuesioner. Sebagian besar responden adalah pria (79,42 %) dengan penduduk aslinya sebanyak 15 orang sedangkan pendatang sebanyak 19 orang. Rentang usia responden sangat beragam dimulai dari usia 23 tahun hingga usia 60 tahun. Mereka sebagian besar berkerja sebagai wiraswasta. Pendidikan terakhir mereka juga sangat bervariasi dan yang terbanyak adalah SMA (16 orang). Variasi ini dapat dilihat dalam diagram berikut (Gambar 27).

Gambar 27. Diagram variasi jenis pendidikan responden.

Lama responden tinggal disini juga bervariasi 14,71 % telah tinggal kurang dari 5 tahun, 8,82% selama 5-10 tahun, 2,94 % selama 11-15 tahun, 23,53% selama 15-20 tahun, 5,88% 21-30 tahun, dan 32,35 % selama lebih dari 40 tahun. Mereka merasa betah tinggal disana. Mereka tinggal disana karena keluarga mereka tinggal disana 64,71%, pekerjaan 20,59% dan lainnya 14,71 %.

Terdapat beragam jawaban dalam perubahan yang terjadi. Jumlah responden yang menyatakan banyak perubahan sebanyak 26 orang, sedikit perubahan 3 orang, dan tidak berubah 5 orang. Hal ini berkaitan dengan lama mereka tinggal disana. Semakin lama mereka tinggal disana maka semakin banyak perubahan yang terlihat.

Meskipun keadaan telah berubah para responden tidak terlalu terganggu dengan perubahan tersebut. Sebanyak 58,82 % responden merasa biasa saja terhadap perubahan, 32,35% responden mengatakan lingkungan masih nyaman atau lebih nyaman dan 8,32% responden mengatakan tidak nyaman.

Ada berbagai macam perubahan yang terjadi. Menurut responden perubahan yang paling menonjol terjadi berturut-turut adalah perubahan lingkungan atau lanskap kawasan, aktivitas masyarakat dan lainnya. Sebanyak 18 responden mengatakan perubahan lanskap yang terjadi adalah kebun berubah menjadi pemukiman, sebanyak 6 responden menyatakan perubahan terjadi dari empang menjadi pemukiman dan sebanyak 5 responden mengatakan bahwa perubahan yang terjadi dari sawah menjadi pemukiman.

Berdasarkan hasil wawancara, terjadinya perubahan diawali dengan pembangunan Jalan Gunung indah. Jalan tersebut membuat akses masuk ke kawasan lebih mudah dan menjadikannya wilayah yang terbuka (tidak terisolir). Kemudahan akses ini memicu masuknya para pendatang dan kemudian menetap disana. Kedatangan mereka membuat kawasan semakin ramai dan pembangunan pemukiman semakin meningkat.

Responden yang mengaku menghetahui sejarah Situ Gintung sebanyak 20 orang dan yang tidak tahu ada 14 orang. Mereka menghetahui sejarah tersebut dari cerita orang tua dan pengalaman mereka. Selain itu mereka juga menghetahui karakteristik lanskap disana yakni sebagai kebun campuran 79,3 % responden dan lahan pertanian 20,7 % responden.

Mayoritas responden mengetahui fungsi situ sebagai area konservasi 30,51%, rekreasi 28,81%, irigasi 25,42% dan budidaya ikan 15,25%. Diantara semua fungsi tersebut fungsi yang paling diharapkan tetap ada adalah rekreasi dan konservasi. Seluruh responden menyatakan bahwa Situ Gintung perlu dilestarikan karena situ tersebut dapat menambah kenyamanan kota, memiliki pemandangan

yang bagus, memiliki sejarah, menjamin ketersediaan air tanah dan sebagainya. Meskipun begitu, responden yang ikut berpatisipasi dalam pelestarian hanya 12 orang. Bentuk partisipasi mereka seperti ikut kegiatan penanaman pohon (reboisasi) dan ikut masyarakat peduli Situ Gintung.

Semua responden beranggapan bahwa bendungan harus dibangun kembali. Ada 4 responden yang berharap situ tersebut dibangun seperti bendungan semula yakni bendungan urugan karena terlihat lebih alami. Dua puluh lima responden berharap situ dibangun dengan konstruksi yang lebih kokoh dan 5 responden tidak mengharapkan apapun dan mengikuti kebijakan pemerintah.

4.6. Pengelolaan Lanskap 4.6.1. Pengelolaan Situ Gintung

Laksono (2010) mengatakan bahwa Situ Gintung merupakan kewenangan dan tanggung jawab yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWS CC). Hal ini berdasarkan pada peraturan menteri pekerjaan umum No 13/PRT/M/2006 tanggal 17 Juli 2006 dan peraturan menteri pekerjaan umum no 114 tahun 2006 tentang kriteria dan penempatan wilayah sungai.

Lebih lanjut Laksono (2010) juga mengungkapkan kelemahan dan kekurangan dalam pengelolaan Situ Gintung yakni tidak adanya dana yang dialokasikan secara khusus dan rutin atau secara berkala terhadap situ-situ yang ada. Tidak adanya sistem pendanaan yang jelas untuk setiap situ dan dana operasional sebatas untuk petugas kebersihan dan penjaga pintu air. Dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan tidak ada pengawasan dan pemantauan langsung terhadap kondisi situ baik fisik /non fisik yang dilakukan secara berkala. Pengawasan dan pemantauan hanya dilakukan bila ada laporan warga.

Berdasarkan hasil wawancara BBWS CC bertangung jawab terhadap pengelolaan konstruksi bendungan, badan air dan daerah hilir yang terkena dampak. Pada saat ini telah disusun rencana kegiatan pengelolaan salah satunya adalah pengerukan sendimentasi yang akan dilakukan setiap tahun. Kegiatan pengelolaan yang berkaitan dengan kebersihan dan keamanan situ belum disusun dan nanti akan dibuat berdasarkan kesepakatan dengan Bappeda Tangerang Selatan.

Pada saat ini masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan situ terutama dalam menjaga kebersihan situ. Setiap malam diadakan pembersihan situ dari sampah-sampah. Aksi bersih-bersih ini didanai dari uang retribusi yang didapatkan dari pengunjung dan pedagang situ sebesar Rp 2.000,00/ orang.

4.6.2. Rencana Rekonstruksi

Bappeda Kota Tangerang Selatan, 2009, Situ Gintung akan ditata kembali sebagai daerah konservasi air melalui tindakan rehabilitas dan rekonstruksi. Penataan kembali dilakukan pada daerah hilir yang terkena dampak bencana. Penataan tersebut meliputi area konstruksi kaki tanggul yang termasuk dalam area sempadan situ, badan sungai sebagai pengendali banjir, infrastruktur lingkungan. Infrastruktur lingkungan mencangkup jalan lingkungan yang baru, jalan inspeksi sepanjang sungai, jalan inspeksi tanggul, jembatan pedestrian (sepanjang jalur inspeksi), gardu listrik, saluran drainase dan lokasi tempat pembuangan sampah dan jaringan air bersih. Rencana penggunaan lahan di daerah hilir ini dapat dilihat pada Gambar 28.

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Selatan.

Gambar 28. Rencana penggunaan lahan pada daerah hilir. Tanpa Skala Legenda: 1. Area konstruksi

kaki tanggul Situ Gintung 2. Badan sungai / kanal sebagai pengendali banjir. 3. Perumahan. 4. Bangunan non perumahan eksisting. 5. Fasilitas lingkungan 6. RTH 7. Infrastruktur lingkungan (tersebar di daerah hilir yang terkena bencana) 2 1 6 4 3 5 3 6 4 6

Selain itu dilakukan juga penataan pemukiman dengan pengkavlingan, perpetakan dan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Area yang memiliki bangunan non perumahan seperti kampus UMJ dan mesjid tidak diubah. Selain itu, dilakukan juga pembangunan fasilitas lingkungan yakni monument peringatan (civic center / situ center), taman bermain, fasilitas olah raga, warung dan ruang terbuka hijau.

Ruang Terbuka Hijau tersebar di sepanjang alignment sungai dengan batas garis sempadan sungai, perumahan, tempat pemakaman umum Raudhatul Jannah dan di tempat lainnya seperti daerah yang berbatasan dengan Town House Jl.Gunung Raya dan daerah depan Fakultas Hukum UMJ.

Rekonstruksi dilakukan pada bangunan bendungan dengan wilayah sempadan situ 50 m (Gambar 29, dan 30). Wilayah sempadan situ ini akan ditata menjadi ruang terbuka hijau dan bisa digunakan sebagai tempat rekreasi bagi penduduk. Sedangkan pada areal situ, Situ Gintung yang akan dibangun mempunyai elevasi lebih rendah 50 cm dari tinggi elevasi awalnya. Ketinggian badan tanggul terutama di bagian puncak tidak berubah yaitu 15 meter dari elevasi tanah di hilir bendungan. Desain Situ Gintung juga dilengkapi dengan jalur evakuasi dan kanal serta saluran selebar 6 meter memanjang 1 km menuju Sungai Pesangrahan.

Sementara itu di sisi kanan dan kiri dibuat sempadan sungai dengan lebar masing-masing 10 meter. Daerah sempadan ini akan digunakan sebagai jalur hijau atau ruang terbuka hijau dan jalan inspeksi yang juga sebagai jalur evakuasi. Untuk itu pemukiman atau lahan yang sudah terbangun disekitar bendungan terpaksa akan direlokasi.

Biaya penanganan Situ Gintung sebesar Rp. 97 Miliyar. Dana tersebut akan dialokasikan untuk biaya rekontruksi bangunan utama tanggul, rekonstruksi alur sungai sepanjang 1.025 m dan pembebasan tanah untuk alur sungai di hilir pelimpahan.

Sumber:Departemen Pekerjaan umum

Gambar 29. Bendungan yang baru tahun 2011

Sumber:Departemen Pekerjaan umum

Gambar 30. Potongan bendungan tahun 2011

4.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Situ Gintung