• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

2.4. Persepsi masyarakat tentang kesehatan dan sarana kesehatan

Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu. Hal ini sangat berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan perilaku. Suatu objek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang. Menurut Jordan dan Sudarti yang

dikutip oleh sarwono dalam Bangun (2008) persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seseorang.

Perbedaan persepsi masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia merasa tidak mengidap penyakit. Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman masa atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis layanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut.

2.5. HIV/AIDS 2.5.1. Definisi HIV

HIV atau Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Zein, 2006). Ketika virus ini masuk ke dalam tubuh, tidak timbul gejala apa-apa sehingga orang yang terinfeksi tampak sehat dan segar, walaupun virus tersebut telah berpotensi menular kepada orang lain. Virus ini membutuhkan waktu 5-10 tahun untuk menunjukkan gejala-gejalanya seperti batuk, flu dan diare yang sulit untuk disembuhkan, selain itu tubuh akan mudah terserang penyakit lainnya (Lasmadiwati, 2005).

HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut T-Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga “sel CD-4” (Zein, 2006). Adapun yang menjadi fungsi sel ini adalah seperti saklar yang menghidupkan dan menghentikan kegiatan sistem kekebalan tubuh (Lasmadiwati, 2005). Akibatnya sel darah putih akan semakin berkurang dan lama-kelamaan sistem kekebalan tubuh melemah (Yatim, 2006)

2.5.2. Definisi AIDS

AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome berarti kumpulan gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit, Deficiency berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, dan Aquired berarti diperoleh atau didapat. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah terserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal.

AIDS adalah sindroma penyakit yang pertama kali dikenal pada Tahun 1981. Sindrom ini menggambarkan tahap klinis akhir dari infeksi HIV. Beberapa minggu hingga beberapa bulan sesudah terinfeksi, sebagian orang akan mengalami penyakit self-limited mononucleosis-like akut yang akan berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Orang yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan tanda atau simptom selama beberapa bulan atau tahun sebelum manifestasi klinis lain muncul. Berat ringannya infeksi opportunistic atau munculnya kanker setelah terinfeksi HIV, secara umum

terkait langsung dengan derajat kerusakan sistem kekebalan yang diakibatkannya (Chin, 2000).

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan Tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS di mana berdasarkan hasil tes Elisa yang tiga kali diulang menyatakan positif, namun hasil tes Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan hasilnya negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia dan termasuk jenis non-progessor, artinya kondisi kesehatan dan kekebalannya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan dan sudah dikonfirmasi dengan Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002 (Djoerban, 2010).

Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum masih rendah, tetapi Indonesia sudah digolongkan sebagai Negara dengan tingkat epidemik yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic) yaitu adanya lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya penjaja seks dan penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya). Tingkat epidemik ini menunjukkan tingkat perilaku berisiko yang cukup aktif menularkan penyakit di dalam suatu sub populasi tertentu. Selanjutnya perjalanan epidemik akan ditentukan oleh jumlah dan sifat hubungan antara kelompok berisiko dengan populasi umum (Depkes RI, 2006).

Menurut Yatim (2006), pada orang dewasa AIDS dapat diduga apabila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan paling sedikit satu gejala minor tanpa sebab imunosupresi lain yang diketahui seperti kanker, malnutrisi atau penyebab lain. Gejala mayor, antara lain :

a. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu singkat b. Demam lebih dari satu bulan (intenmiten atau kontinu) c. Diare kronik lebih dari satu bulan.

Gejala minor, antara lain : a. Batuk lebih dari satu bulan b. Kelainan kulit dan iritasi (gatal)

c. Herpes simplecs (kulit melepuh dan terasa nyeri) yang menyebar dan bertambah parah

d. Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan

e. Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, yang teraba di bawah telinga, leher, ketiak dan lipat paha.

f. Limfadenopati generalisasi

2.5.3. Stadium HIV/AIDS

Stadium HIV/AIDS di kategorikan oleh Djoerban, dkk (2010) menjadi : 1. Fase Pertama

Beberapa hari atau beberapa minggu sesudah terjadi infeksi HIV untuk pertama kali, seseorang mungkin akan menjadi sakit dengan keluhan dan gejala-gejala mirip seperti flu, yaitu :

a. Demam.

b. Rasa lemah dan lesu. c. Sendi-sendi terasa nyeri. d. Batuk.

e. Nyeri tenggorokan. 2. Fase Kedua

Fase kedua ini disebut window period yang berlangsung antara 3-6 bulan. Pada fase ini hasil tes untuk mendeteksi antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif ( HIV- ). Orang yang sudah memasuki tahap ini sudah dapat menularkan kepada orang lain.

3. Fase Ketiga

Hasil tes laboratorium pada tahap ini sudah menunjukkan hasil positif ( HIV+ ). Tahap ini belum dapat disebut dengan gejala AIDS. Fase ini berlangsung selama 2-10 tahun. Mulai timbul gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lain, yaitu :

a. Demam berkepanjangan.

b. Penurunan berat badan ( lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan ).

c. Kelemahan tubuh yang menggangu/menurunkan aktivitas fisik sehari-hari. d. Pembengkakan kelenjar di leher, lipatan paha dan ketiak.

e. Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas.

f. Batuk dan sesak nafas lebih dari satu bulan secara terus menerus, kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan.

3. Fase Keempat

Pada tahap ini penderita mudah diserang penyakit lain, dan disebut infeksi oportunistik. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh virus lain, seperti bakteri, jamur atau parasit ( yang bisa hidup dalam tubuh kita ) yang bila sistem kekebalan tubuh baik, kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini pengidap HIV+ telah berkembang menjadi penderita AIDS. Infeksi opportunistik yang biasa diderita, yaitu :

a. Radang paru : TBC.

b. Radang saluran pencernaan.

c. Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan.

d. Kulit : Herpes Simplecs, kanker kulit yang biasa terjadi yaitu Sarkoma caposii. e. Gangguan susunan saraf : Toxoplasmosis.

f. Alat kelamin : Herpes genitalis.

2.5.4. Penularan HIV / AIDS

HIV hanya ditularkan dari satu orang kepada yang lainnya melalui pertukaran cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu. HIV/AIDS ditularkan melalui :

1. Hubungan seks.

2. Penggunaan jarum suntik yang pernah dipakai orang lain yang terular HIV. 3. Transfusi darah yang mengandung HIV.

5. Hubungan perinatal, yakni dari ibu hamil kepada janin atau bayi yang disusuinya (Zein, 2006).

Penularan HIV melalui hubungan seks mencapai lebih dari 90%. Penularan melalui hubungan seks heteroseksual yang paling dominan. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang keluar dan masuk ke dalam tubuh seseorang dapat meningkat jika ada luka pada alat kelamin. Masyarakat dianjurkan untuk berperilaku seksual yang lebih bertanggung jawab (lebih berhati-hati) agar jangan tertular HIV. Apalagi karena hubungan seks adalah perilaku sehari-hari dalan kehidupan manusia (Zein, 2006).

HIV tidak menular lewat pergaulan sehari-hari, karena HIV bukan virus yang menular seperti virus flu atau kuman penyakit kulit. HIV tidak menular karena kita berjabatan tangan, bersentuhan atau merangkul orang lain. HIV tidak menular karena makan bersama, minum bersama atau berenang di kolam yang sama. HIV juga tidak menular melalui gagang telepon atau lewat WC yang habis dipakai penderita AIDS (Yatim, 2006). Keterbatasan informasi yang didapat masyarakat Indonesia tentang penyakit ini, mengakibatkan banyak penderita HIV/AIDS yang dikucilkan dari lingkungannya (Djoerban, 2010).

Adapun kelompok yang mempunyai risiko untuk tertular HIV menurut Zein (2006) adalah pasangan seksual pengidap HIV, pecandu narkoba suntik dan pasangan seksualnya, wanita pekerja seks dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya, waria sebagai pekerja seks dan pelanggannya dan pasangan pelanggannya, petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah dan sekret penderita HIV, janin yang dikandung oleh penderita HIV.

2.5.5. Pencegahan dan Pengobatan HIV/AIDS

Dewasa ini pencegahan merupakan satu satunya upaya penanggulangan AIDS. 5 langkah untuk mencegah tertular HIV/AIDS dalam Noe (2010), yaitu :

A = Abstinence of Sex (jauhi seks bebas) B = Be Faithful (setia pada pasangan) C = use Condom (gunakan kondom)

D = Don’t share a needle (jangan berbagi jarum suntik) E = Education (pendidikan)

Pencegahan dan penanggulangan AIDS mempunyai tiga tujuan antara lain : mencegah infeksi HIV, mengurangi dampak perorangan dan sosial dari infeksi HIV serta menggerakan dan menyatukan upaya nasional dan internasional melawan AIDS. 1. Secara seksual.

Saling setia dengan mitra seksual merupakan sesuatu yang penting. Tapi jika bermaksud saling setia, hal yang harus diperhatikan adalah :

a. Pemilihan mitra seksual anda berkaitan dengan risiko terinfeksi karena hal ini tergantung dari besarnya kemungkinan bahwa mitra anda adalah termasuk kelompok risiko tinggi.

b. Jumlah mitra seksual yang makin besar akan memperbesar kemungkinan mendapatkan mitra yang terinfeksi.

c. Penggunaan kondom yang tepat dan konsisten mulai dari awal hingga akhir untuk semua penetrasi seksual (vagina, oral dan anal)

2. Pencegahan Penularan melalui Darah

Untuk pencegahan penularan HIV melalui darah dan produk darah yang terinfeksi, pendekatan yang telah terbukti efektif adalah mengambil donor sukarela, melakukan skrining darah donor terhadap HIV dan mendidik petugas kesehatan untuk mengurangi transfusi yang tidak perlu. Pencegahan penularan di antara pengguna narkoba suntik haruslah sejalan dengan usaha pencegahan secara seksual di antara mereka, termasuk menurunkan permintaan akan obat, menurunkan penggunaan obat suntik dan mensterilkan alat suntik dan jarum dengan memasaknya atau menggunakan pemutih.

4. Pencegahan Penularan dari Ibu kepada Anaknya

Strategi terbaik dalam pencegahan dari ibu kepada anaknya tentu saja dengan mencegah penularan HIV secara seksual kepada wanita usia subur. Pencegahan sekunder tergantung pada upaya menghindari kehamilan dari wanita usia subur yang diketahui atau dicurigai terinfeksi HIV. Pelayanan konseling dan kontrasepsi harus tersedia untuk wanita (Djoerban, 2010)

Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga muncul berbagai infeksi opurtunistik yang dapat berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif, sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok (Depkes RI, 2006) sebagai berikut :

a. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik dan pemberian vitamin.

b. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma dan Cryptotosporidium), jamur (Kandidiasis), virus (Herpes, cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll). Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus-menerus.

c. Pengobatan antiretroviral (ARV), ARV bekerja langsung menghambat enzim reverse transcriptase atau menghambat kinerja enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV.

Dokumen terkait