• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4. Pemberian Terapi

5.1 Pelayanan Dokter Spesialis di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

5.1.1 Persepsi Pasien tentag Kompetensi Dokter Spesialis

Penilian pasien rawat inap tentang kompetensi dokter spesialis berdasarkan persiapan, anamnesis, pemeriksaan fisik atau klinis, terapi, dan terminasi diuraikan di bawah ini.

1. Persiapan

Berdasarkan analisis univariat menunjukkan bahwa persiapan dokter spesialis sebelum melakukan pemeriksaaan kesehatan adalah cukup baik (51,9%) dan para pasien menyatakan cukup puas terhadap persiapan dokter spesialis (64,7%). Berdasarkan jawaban pasien bahwa permasalahan yang dihadapi RSUP HAM Medan bahwa terdapatnya keluhan berupa kurangnya perhatian dokter spesialis terhadap perilaku pasien (12,2%) dan keadaan pasien (10,7%) menunjukkan bahwa kompetensi dokter spesialis dalam hal persiapan belum maksimal.

Berdasarkan studi dan pendapat para ahli menyatakan bahwa kepuasan pasien akan terpenuhi apabila perilaku profesional dokter dalam melaksanakan tugas

profesinya harus bersifat holistic approach, menjunjung tinggi sikap humanisme, profesionalisme, etika kedokteran, dan sosial.

2. Anamnesis

Berdasarkan analisis univariat menunjukkan bahwa anamnesis yang dilakukan oleh dokter spesialis adalah cukup baik (54,2%) dan secara analisis bivariat pasien menyatakan cukup puas terhadap anamnesis yang dilakukan dokter spesialis (59,2%). Keluhan dirasakan responden pada tindakan anamnesis antara lain dokter spesialis kurang menanyakan riwayat kesehatan sebelumnya (10,7%), berarti kompetensi dokter spesialis dalam hal anamnesis masih perlu ditingkatkan lagi.

Hal ini didukung oleh pendapat Patricia dan Potter (2005) dan sesuai dengan studi pustaka bahwa anamnesis secara keseluruhan merupakan komponen terpenting dalam menegakkan suatu diagnosis. Dengan anamnesis, dokter dapat memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar (Pornomo, 2000).

3. Pemeriksaan fisik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat pemeriksaan fisik yang diberikan dokter spesialis lebih banyak pada kategori cukup yaitu 55,7% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap pemeriksaan fisik. Hal ini

menunjukkan bahwa kompetensi dokter spesislis ditanjau dari pemeriksaan fisik yang dirasakan pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Berdasarkan jawaban pasien bahwa permasalahan yang dihadapi RSUP HAM Medan bahwa masih ada pasien mengeluh tentang dokter spesialis dalam memeriksaan bagian tubuh yang dirasakan sakit oleh pasien. Sedangkan bagian tubuh lainnya tidak diperiksa, tetapi hanya ditanya tentang kondisinya saja dan mungkin dokter spesialis merasa tidak perlu memeriksa bagian tubuh lainnya. Bila indikator ini belum dikelola dengan baik, pasien merasa pelayanan di RSUP HAM Medan belum baik pula.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui adanya variasi dari keadaan normal pasien dengan cara menganalisis keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit. Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuan-temuan klinis yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu (Patricia dan Potter, 2005).

Hasil penelitian didukung oleh pendapat Patricia dan Potter (2005) bahwa ketika pemeriksaan berlangsung, dokter spesialis harus menjelaskan setiap langkah yang dilakukan, memberitahu pasien terlebih dahulu jika suatu tindakan mungkin akan menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien. Keterangan singkat harus diberikan kepada pasien mengenai tubuh pasien, metode pemeriksaan diri sendiri,

tanda-tanda dan gejala-gejala masalah yang potensial, dan seterusnya. Berbagi informasi tersebut akan membangun hubungan dan kepercayaan

4. Terapi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat terapi yang diberikan dokter spesialis lebih banyak pada kategori baik yaitu 43,5% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap persiapan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi dokter spesislis ditanjau dari pemberian terapi yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Berdasarkan jawaban pasien bahwa permasalahan yang dihadapi RSUP HAM Medan bahwa masih ada pasien mengeluh tentang dokter spesialis dokter dalam menjelaskan penyebab terjadinya penyakit yang diderita pasien. Bila indikator ini belum dikelola dengan baik, pasien merasa pelayanan di RSUP HAM Medan belum baik pula.

Terapi adalah program pengobatan yang diberikan kepada pasien oleh dokter spesialis berdasarkan penegakan diagnosis atas kesimpulan tentang penyakit yang diderita pasien berdasarkan analisis terhadap gejala, tanda, dan hasil-hasil pemeriksaan penunjang.

Yohana (2009) menyimpulkan dalam penelitiannya di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus bahwa faktor dokter memberikan diagnosa dengan tepat, dokter memberikan obat yang tidak banyak efek sampingnya, dokter ramah dan murah

senyum, merupakan faktor yang dianggap sangat penting bagi pasien tetapi dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan harapan pasien atau kurang memuaskan.

Hasil penelitian didukung pendapat Pornomo (2000) bahwa dokter spesialis dalam memberikan terapi seperti obat biasanya dokter selalu menganjurkan cara dan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi obat dan dianjurkan bagi pasien dan keluarga untuk memberikan makanan yang bergizi untuk mempercepat proses penyembuhan pasien. Selain itu, terapi dokter spesialis sesuai dengan kemampuan keluarga pasien dalam menyediakan obat-obat yang akan diberikan kepada pasien, karena biaya pembelian obat cenderung berjenis atau berbeda-beda nilainya tergantung merek dan jenisnya.

5. Terminasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat terminasi sebelum lebih banyak pada kategori cukup yaitu 61,1% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap persiapan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi dokter spesislis yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Berdasarkan jawaban pasien bahwa permasalahan yang dihadapi RSUP HAM Medan bahwa masih ada pasien mengeluh tentang dokter spesialis kurang menjelaskan pasien agar selalu menjaga kebersihan untuk mencegah terjadinya infeksi lainnya. Bila indikator ini belum dikelola dengan baik, pasien merasa pelayanan di RSUP HAM Medan belum baik pula.

Pada fase terminasi tenaga kesehatan membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan bersama keluarga. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang sekarang ditangani dan masalah kesehatan yang mungkin dialami oleh keluarga sangat penting dilakukan pada fase terminasi (Uripni, 2002).

Hasil penelitian didukung pendapat Stuart (2007) menyatakan bahwa proses terminasi petugas kesehatan-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat/ dokter, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat/dokter untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya

5.1.2 Layanan Dokter Spesialis

Penilian pasien rawat inap tentang layanan dokter spesialis berdasarkan keandalan (reliability), tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), perhatian (empathy), dan penampilan (tangibles) diuraikan di bawah ini.

1. Keandalan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat dimensi keandalan lebih banyak pada kategori cukup yaitu 42,7% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap keandalan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam oleh

dokter spesialis belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Menurut Djuhaeni (1999), bahwa pelayanan dokter spesialis yang baik akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Seorang dokter harus menjalani pendidikan profesi dokter pasca sarjana (spesialis) untuk dapat menjadi dokter spesialis sebagai tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien di rumah sakit.

Keandalan pelayanan rumah sakit merupakan kemampuan rumah sakit memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan. Menurut Zeithmal dan Berry (1990), salah satu dimensi kualitas pelayanan, yaitu dimensi keandalan merupakan dimensi menyangkut kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan dengan kualitas yang sama setiap waktu dan memberikan pelayanan secara akurat termasuk kecepatan dan ketepatan petugas didalam memberikan pelayanan.

Lukito (2012) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa dimensi keandalan berpengaruh terhadap kepuasan pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I Bukit Barisan Medan. Pasien umum menilai dimensi keandalan masih perlu ditingkatkan. Penelitian senada dilakukan Surbakti (2012) bahwa persepsi pasien umum tentang kualitas pelayanan (administrasi, dokter, perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan dan persepsi pasien umum tentang kualitas pelayanan dokter merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

Hasil penelitian sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Parasuraman, et al. (1988), yang menyatakan bahwa dimensi kualitas pelayanan jasa yang terkait dengan orang, dimensi reliability (keandalan) relatif lebih penting. Urutan dimensi berdasarkan tingkat kepentingan bagi pasien di instalasi rawat inap penyakit dalam RSUP HAM Medan ditemukan adalah mulai dari dimensi; keandalan, empati, jaminan, penampilan, dan ketanggapan. Namun hasil penelitiain ini berbeda dengan penelitian Lee, et al., (2000) yang menyatakan bahwa dimensi responsiveness lebih penting dalam industri yang berbasis orang.

Permasalahan kualitas pelayanan dokter spesialis yang dihadapi sarana pelayanan kesehatan secara umum yaitu kurang efektif dan efisiennya pelayanan juga dihadapi oleh RSUP Haji Adam Malik Medan, salah satunya indikator menghubungi dokter ketika dibutuhkan pasien masih menjadi keluhan pasien umum di ruang ruang rawat inap penyakit dalam disebabkan adanya dokter yang memiliki tanggung jawab lainnya atau pasien di rumah sakit lain. Pasien juga merasa kurang puas sewaktu pemeriksaan fisik yang didamping perawat, berbicara dengan orang lainnya tentang pasien di rumah sakit lainnya melalui telepon. Akibat dari kurang efisiennya komunikasi dokter spesialis dengan pasien sehingga menunjukkan kesan bahwa pelayanan secara keseluruhan belum efektif. Untuk itu pimpinan RSUP HAM Medan mengupayakan atau memberikan waktu berkonsultasi bagi pasien/keluarga di luar jam kunjungan dokter.

2. Tanggap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat dimensi ketanggapan dokter spesialis lebih banyak pada kategori cukup yaitu 55% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap ketanggapan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam oleh dokter spesialis belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Pasien umum rawat inap mengharapkan dokter spesialis menyampaikan informasi kesehatan tentang terapi yang dilakukan kepada pasien/ keluarga terlebih dahulu menjelaskan terapi yang dilakukan secara berulang pada saat kunjungan dokter disebabkan latar belakang pendidikan pasien yang beragam khususnya berpendidikan dasar (SD/SMP). Latar belakang pasien dapat memengaruhi tingkat pemahaman terhadap informasi kesehatan yang disampaikan. Sedangkan persepsi pasien dari segi medis, dokter spesialis memiliki kemampuan dalam pemeriksa kesehatan pasien sudah baik.

Manajemen RSUP HAM Medan perlu meningkatkan ketanggapan dokter spesialis dalam memberikan pelayanan berdasarkan tahap pendidikan dokter, terkait dengan pencapaian kompetensinya. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan SOP lokal khusus dokter, sehingga dokter memahami kewajiban dan taggungjawabnya dalam memberikan pelayanan.

Penelitian Lukito (2012) bahwa dimensi daya tanggap dalam kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien umum dan sebesar 67,9% responden menyatakan dimensi daya tanggap pelayanan kesehatan pada kategori

tidak baik pasien umum rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/BB Medan. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Baequny (2009), yang mengungkapkan bahwa pasien yang telah mendapatkan pelayanan dokter keluarga terdapat 10% yang mengeluhkan kurangnya informasi yang diberikan dokter terkait dengan penyakitnya. Mereka hanya diberikan informasi tentang hasil pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah dan pemeriksaan suhu, dokter hanya menyebutkan jenis penyakit yang mungkin dideritanya tanpa menjelaskan mengenai penyebab, cara pencegahan maupun penularan dan cara perawatan secara lebih terinci.

3. Jaminan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat dimensi jaminan kesehatan yang diberikan dokter spesialis lebih banyak pada kategori cukup yaitu 64,1% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap ketanggapan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam oleh dokter spesialis belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi. Pada dimensi ini, walaupun sudah baik, namun dokter spesialis perlu diberikan latihan-latihan penyegaran untuk mengingat kembali materi yang dipelajari saat mengikuti pelatihan.

Faktor pengetahuan, kemampuan, keterampilan dalam melaksanakan anamneses, pemeriksaan fisik dan diagnosa, pemberian terapi dan penjelasan dokter terhadap efek obat merupakan indikator-indikator dari variabel jaminan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Indikator-indikator tersebut berhubungan erat dengan kepuasan pasien. Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas

dari rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan atau kesegaran, lingkungan perawatan yang menyenangkan, dan keramahan dokter spesialis.

Kemampuan/keterampilan dokter dalam melakukan pemeriksaan dan melakukan tindakan dengan cepat, ditanggapi baik oleh pasien dan sudah sesuai dengan harapan dan kepuasan pasien. Seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman et al (1990) bahwa kemauan untuk membantu pelanggan (pasien) dan menyediakan jasa/ pelayanan dengan baik, dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Jadi faktor ini perlu dipertahankan oleh pihak manajemen RSUP H. Adam Malik Medan karena kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk/jasa akan mempengaruhi perilaku selanjutnya.

4. Perhatian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat dimensi perhatian yang diberikan dokter spesialis lebih banyak pada kategori cukup yaitu 64,9% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap ketanggapan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa variabel perhatian yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam oleh dokter spesialis belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Berdasarkan jawaban pasien bahwa permasalahan yang dihadapi RSUP HAM Medan bahwa masih ada pasien mengeluh tentang perhatian dokter spesialis atas keluhan pasien dan kurangnya perhatian dokter tentang perkembangan terapi

disebabkan dokter spesialis sudah menjelaskan kondisi perkembangan kesehatan pasien sebelumnya dan proses penyembuhan penyakit sudah dilakukan secara optimal sesuai dengan etik kedokteran dan dokter percaya bahwa apabila pasien mengikuti sarannya, maka pasien dapat pulang lebih awal. Kondisi ini perlu mendapat perhatian manajemen rumah sakit, karena pada dimensi ini harapan pasien pada urutan ke 4 dari 5 dimensi yang diukur. Manajemen RSUP HAM Medan harus berupaya meningkatkan dimensi perhatian dalam rangka meningkatkan kepuasan pasien.

Secara umum bila dilihat dari karakteristik responden yang sebagian besar adalah berjenis kelamin laki-laki (56,5%), disebabkan kurang menjaga kondisi kesehatan dibandingkan perempuan. Namun hal ini belum sejalan dengan pendapat Arifin (1999), bahwa perempuan pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit dan lebih cepat menginginkan untuk mendapatkan bantuan kesehatan jika mengalami masalah kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. Sehingga hal tersebut menuntut para perempuan atau ibu untuk menggunakan dan memperoleh pelayanan kesehatan jika mengalami gangguan kesehatan.

Lee, et al., (2000) menyatakan bahwa dimensi responsiveness lebih penting dalam industri yang berbasis orang karena dimensi tersebut berdampak terhadap kepuasan dan kinerja.

Menurut Djauzi (2004) pelayanan yang dapat menarik minat pasien untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan jasa adalah pelayanan yang memiliki

perhatian yang tinggi, yaitu; a) kemudahan pasien menghubungi petugas, b) kemampuan petugas dalam berkomunikasi dengan pasien, c) kemampuan petugas

memahami keinginan/kebutuhan pasien, dan d) kemampuan petugas membantu pasien mengatasi keluhan/rasa sakit yang diderita.

Dimensi perhatian yang belum dipenuhi akan berdampak kepada pasien untuk ingin memilih sarana pelayanan kesehatan lain jika dimungkinkan, hal ini sesuai dengan pendapat Kotler (2005) bahwa alasan pelanggan pindah dari suatu penyelenggara pelayanan kesehatan karena sikap petugas yang tidak memuaskan, waktu pelayanan yang singkat, dan kualitas pelayanan medis yang kurang baik. 5. Penampilan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara univariat dimensi penampilan kesehatan yang diberikan dokter spesialis lebih banyak pada kategori cukup yaitu 64,1% dan secara analisis bivariat pasien lebih banyak cukup puas terhadap penampilan dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diterima pasien umum di instalasi rawat inap penyakit dalam oleh dokter spesialis belum maksimal dirasakan oleh pasien/keluarga atau masih perlu ditingkatkan lagi.

Permasalahan yang dihadapi RSUP HAM Medan bahwa masih ada pasien mengeluh tentang penampilan dokter dalam pemeriksaan fisik pasien dan kenyamanan berkomunikasi dengan dokter dalam memberikan pelayanan. Bila indikator ini belum dikelola dengan baik, pasien merasa pelayanan di RSUP HAM Medan belum baik pula.

Lukito (2012) yang menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa perpsepsi pasien atas dimensi penampilan sebesar 71,4% pada kategori tidak baik dan dimensi penampilan dalam kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien umum. Dimensi penampilan yang belum dipenuhi, menyebabkan pasien menjadi kurang

loyalitas, hal ini sesuai dengan pendapat Irawan (2008) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan tergantung pada dimensi penampilan (tangible). Penampilan yang baik akan memengaruhi persepsi pasien (pelanggan) yang pada saatnya juga merupakan salah satu sumber yang memengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang baik, maka harapan pelanggan menjadi lebih tinggi.

Menurut Menurut Robbins (2006) faktor yang memengaruhi persepsi seseorang. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan jasa yang merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan jasa yang ditawarkan oleh organisasi pelayanan kesehatan berdasarkan pengalaman mereka sendiri saat bertransaksi atau mendapatkan pelayanan jasa kesehatan tersebut. Persepsi pelanggan terhadap pelayanan rumah sakit digambarkan sebagai dengan kepuasan atau ketidakpuasan.

Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Kotler (2009), yang menyatakan kualitas harus bisa dirasakan oleh pelanggan. Kualitas kerja harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan diakhiri dengan persepsi pelanggan. Pembaharuan kualitas hanya berarti bila dirasakan oleh pelanggan.

5.2 Kepuasan Pasien

Hasil pengukuran terhadap kepuasan pasien didapatkan bahwa kepuasan dengan kriteria cukup puas sebanyak 71 orang (54,2%), termasuk kriteria puas yaitu 32 orang (24,4%) dan kriteria kurang puas yaitu 28 orang (21,4%). Hal ini terlihat

dengan banyaknya pasien rawat inap di ruang penyakit dalam menyatakan kehadiran dokter ahli setiap hari untuk memeriksa pasien disebabkan dokter spesialis tidak hanya bekerja di RSUP HAM Medan, tetapi di rumah sakit lainnya dan juga ada yang mempunyai klinik sendiri. Kondisi ini dapat menyebabkan perhatian dokter spesialis terbagi dan menyebabkan pasien merasa tidak puas.

Penelitian Rachmadi (2008) bahwa kepuasan pasien rawat inap Kelas III dengan kriteria cukup (53,2%) di RSUD Kabupaten Karimun. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan, terlebih dahulu harus diketahui apakah pelayanan yang telah diberikan kepada pasien/pelanggan selama ini telah sesuai dengan harapan pasien/pelanggan atau belum.

Parasuraman, et al. (1988) menyatakan bahwa penilaian jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada kemampuan/keterampilan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, dalam melayani pasien agar penyakit yang diderita cepat sembuh serta kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.

Kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain diantaranya: hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tak puas akan memberitahu orang lain tentang pengalaman tersebut. Jacobalis menyatakan bahwa variabel non medis ikut

menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien (Jacobalis, 2000).

5.3 Hubungan Pelayanan Profesional Dokter Spesialis dengan Kepuasan Pasien

Dokumen terkait