• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga

Bono (2007) mengatakan bahwa persepsi adalah cara individu memandang sesuatu, perasaan dan reaksi ditentukan berdasar apa yang individu lihat dalam realitas di balik semua itu. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan. Selanjutnya Gunawan dan Setyono (2006)

commit to user

30

mengatakan persepsi adalah apa yang dapat individu lihat dengan mata pikiran individu, persepsi individu dibatasi oleh pengalaman, pengetahuan dan imajinasi yang individu miliki.

Winarno (2007) menyebutkan persepsi merupakan penerimaan (receiving) dari suatu peristiwa yang mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok. Rakhmat (2005) juga mengemukakan persepsi adalah pengalaman terhadap objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi. Sedangkan menurut Hude (2006) juga mendefinisikan persepsi sebagai tindak lanjut dari sensasi, tidak ada proses persepsi tanpa sensasi, karena persepsi sebenarnya adalah pemberian makna pada stimulus yang ditangkap oleh alat-alat indera. Persepsi seperti halnya sensasi amat bergantung pada faktor personal dan situasional (faktor fungsional dan struktural). Persepsi membantu manusia bertindak dan memahami dunia sekelilingnya.

Walgito (2004) menyatakan persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris, lalu diteruskan ke proses persepsi dimana individu melakukan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang terintegrasi dalam diri individu. Sobur (2003) persepsi adalah keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia.

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat bahwa persepsi adalah suatu rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia. b. Pengertian Keharmonisan Keluarga

Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 1977). Pengertian keharmonisan menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan yang selaras atau serasi. Menurut Gunarsa (2004) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial. Sedangkan menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , maka interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga itu akan tercipta. Keluarga yang mempunyai komitmen agama yang kuat menempati peringkat tinggi untuk tercapainya keharmonisan rumah tangga.

Basri (1999) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif dan menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi bahan

commit to user

32

kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan bahwa anak yang hubungan perkawinan orangtuanya bahagia akan mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup karena makin sedikit masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga yang tercipta adalah tidak menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin karena secara emosional suasana tersebut akan mempengaruhi masing-masing anggota keluarga untuk bertengkar dengan lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa keharmonisan keluarga adalah berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga.

c. Pengertian Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga

Persepsi dapat diketahui adalah suatu rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia. Selanjutnya, keharmonisan keluarga adalah berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui persepsi terhadap keharmonisan keluarga adalah rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan

commit to user

tanggapan mengenai setiap anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga

Basri (1999) mengungkapkan beberapa ciri dari keluarga yang harmonis/ keharmonisan keluarga, yaitu:

1) Dasar-dasar hubungan yang efektif.

Kelahiran makhluk baru di permukaan bumi ini mudah-mudahan adalah merupakan buah dari perasaan cinta dan kasih sayang di antara kedua orang tuanya. Perasaan yang penuh keindahan dan keluhuran itu hendaknya masih kuat berkelanjutan dalam keseluruhan proses pendidikan dan kehidupan anak selanjutnya. Kasih sayang dan kemesraan yang berkembang dalam kehidupan suami-isteri dan kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas baru dalam keluarga dan masyarakat serta bangsa, akan disambut dengan penuh kasih sayang. Dasar kasih sayang yang murni akan sangat membantu perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan selanjutnya. Perpaduan kasih ayah sepanjang galah dan kasih ibu sepanjang jalan akan membuahkan anak-anak yang berkembang sehat lahir dan batin serta berbahagia dan sejahtera. Kepribadian yang utuh dan teguh yang berbuah dalam tingkah laku yang baik dan normatif akan sangat bermanfaat dijadikan bekal anak dalam mengarungi lautan kehidupan selanjutnya. Sebenarnya pelaksanaan pendidikan dan pengajaran terhadap anak yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang adalah merupakan pemenuhan kewajiban agama dalam kehidupan manusia. Memang

commit to user

34

ajaran agama yang mengajarkan dan kewajiban manusia agar bersungguh-sungguh dalam mendidik anak dan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab. Ajaran agama dengan tuntutan akhlak dan ibadah serta aqidah jika dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh akan mampu menghasilkan

perkembangan dan pertumbuhan anak-anak yang saleh dan cukup

membahagiakan kehidupan keluarga. 2) Hubungan anak-anak dengan orang tua.

Sejak anak-anak dilahirkan di dunia ketergantungan anak-anak terhadap kedua orang tua sangat besar. Dengan penuh kasih sayang kedua orang tuanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya yang masih belum berdaya. Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan yang bersifat individual, sosial dan kegiatan keagamaan.

3) Hubungan anak remaja dengan orang tua.

Remaja pada umumnya sedang mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dan perkembangan mental yang cukup membingungkan remaja. Pikiran, perasaan, perasaan tanggung jawab, kemauan dan nilai-nilai kehidupan memang sedang mengalami perkembangan dan kematangan menuju taraf kemasakan atau kedewasaannya. Masa remaja adalah masa peralihan anak meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan kemauan bermain dan akan memasuki masa dewasa yang memerlukan perasaan bertanggung jawab yang maksimal. Bermacam-macam permasalahan yang khas remaja dialami oleh anak-anak

commit to user

remaja, baik yang berhubungan dengan kondisi biologis, psikis, sosial dan kebingungan terhadap keadaan dirinya sendiri. Semua permasalahan tersebut disebakan perubahan-perubahan fisik-biologis, nilai-nilai kehidupan yang belum sempurna diketahui serta mungkin pula karena kurangnya upaya persiapan kedua orang tuanya dalam mengantarkan ke alam remaja yang penuh pertanyaan dan kebingungan.

4) Memelihara komunikasi dalam keluarga.

Kurang lancarnya komunikasi dalam kehidupan keluarga merupakan salah satu penyebab timbul dan berkembangnya beberapa permasalahan yang gawat dalam keluarga. Permasalahan yang terjadi dalam keluarga sangat perlu dikemukakan secara terbuka dengan yang lain, terutama antara suami-isteri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri keharmonisan keluarga adalah adanya dasar-dasar hubungan yang efektif, hubungan anak-anak dengan orang tua, hubungan anak remaja dengan orang tua, dan memelihara komunikasi dalam keluarga.

e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga 1) Aspek Persepsi

Sobur (2003) mengemukakan terdapat tiga aspek dalam persepsi berdasarkan proses terjadinya persepsi, yaitu :

a) Aspek kognitif

Aspek kognitif yaitu aspek yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek yang dipersepsi. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek yang dipersepsi tersebut.

commit to user

36

b) Aspek afektif

Aspek afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimiliki individu yang bersangkutan.

c) Aspek konatif

Aspek konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek yang dipersepsikannya.

Selanjutnya Walgito (2004) menyebutkan ada tiga aspek persepsi berdasarkan kemampuan jiwa, yaitu:

a) Komponen kognitif

Komponen kognitif adalah kemampuan manusia menerima stimulus dari luar, kemampuan ini berhubungan dengan pengenalan.

b) Komponen konatif

Komponen konatif adalah kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi dalam jiwanya, kemampuan ini berhubungan dengan motif, kemauan. c) Komponen emosi

Komponen emosi adalah kemampuan manusia yang berhubungan dengan perasaan .

Berdasarkan kedua uraian diatas dapat dilihat aspek yang diungkapkan Sobur (2003) dan Walgito (2004) memiliki kesamaan, yakni: aspek kognitif, afektif dan konatif.

commit to user

2) Aspek Keharmonisan Keluarga

Hawari (1997) mengemukakan enam aspek keharmonisan keluarga berdasarkan pegangan hubungan perkawinan bahagia adalah:

a) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.

Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya.

b) Mempunyai waktu bersama keluarga.

Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.

c) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Orang tua yang bijaksana selalu tepat mempergunakan kesempatan yang baik untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Sebaliknya merupakan saat yang kurang tepat jika anak-anak sedang menghadapi tamu atau orang-orang lain yang dihormatinya, sedang makan, sedang akan istirahat, sedang belajar menghadapi

commit to user

38

setumpuk tugas sekolah atau PR, atau mungkin jika anak sedang tergesa-gesa akan berangkat ke sekolah, dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian biasanya hasil komunikasi yang dilakukan kurang mampu memberikan hasil yang memuaskan semua pihak.

d) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih luas.

e) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.

f) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.

Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling menghargai.

commit to user

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan aspek-aspek keharmonisan keluarga adalah menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar anggota keluarga. Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya.

3) Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga

Berdasarkan aspek-aspek persepsi yang dikemukakan Sobur (2003) dan Walgito (2004) yakni : kognitif, afektif dan konatif. Selanjutnya aspek keharmonisan keluarga dikemukakan Hawari (1997) yakni : menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar anggota keluarga. Dapat diketahui aspek persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga adalah cara remaja memberikan tanggapan secara kognitf, afektif dan konatif atas kehidupan keluarga yang beragama , mempunyai waktu bersama, komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kualitas dan kuantitas konflik yang minim, dan hubungan mengikat yang erat antar anggota keluarga (Hawari, 1997).

commit to user

40

3. Konformitas Teman Sebaya a. Pengertian Teman Sebaya

Teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis (Sudarsono, 1997).

Peer group atau teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Selanjutnya Johnson (Sarwono, 2005) kelompok sebaya adalah kumpulan dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama.

b. Pengertian Konformitas

Konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang diperoleh karena keinginan untuk mengikuti keyakinan atau standar orang lain (Feldman, 1999). Menurut Sarwono (2006) konformitas adalah kesesuaian antara perilaku individu dengan perilaku kelompoknya atau perilaku individu dengan harapan orang lain tentang perilakunya. Konformitas didasari oleh kesamaan antara perilaku dengan perilaku atau antara perilaku dengan norma. Senada dengan hal tersebut Baron & Byrne (2005) memberikan pengertian mengenai konformitas sebagai suatu jenis

commit to user

pengaruh sosial yang mengubah sikap dan tingkah laku individu agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

Allan (dalam Kuppuswamy, 1990) telah mendefinisikan konformitas secara operasional sebagai perubahan perilaku seseorang karena hasil pengaruh kelompok dalam meningkatkan kesesuaian antara individu dengan kelompok. Konformitas mengakibatkan kecocokan atau kesesuaian antara individu dan kelompok. Sementara itu menurut Chaplin (2004), konformitas adalah kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Chaplin juga mendefinisikan konformitas sebagai cirri pembawa kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya.

Willis (dalam Sarwono, 2006) mengungkapkan perilaku konformitas yang murni adalah usaha terus menerus dari individu untuk selaras dengan norma yang diharapkan oleh kelompok. Jika persepsi individu tentang norma-norma kelompok (standar sosial) berubah, maka individu akan mengubah pula tingkah lakunya. Perilaku konformitas diperkirakan akan timbul secara maksimal jika kompetensi (kemampuan) kelompok atau partner lebih tinggi dari kompetensi individu, individu menganut sikap yang fleksibel dan ganjaran akan lebih besar jika respons selaras dengan norma kelompok.

Di samping itu, masih menurut Willis (dalam, Sarwono, 2006) perlu dibedakan antara konformitas dan konformitas psikologis. Konformitas adalah keselarasan dan gerak yang berkaitan dengan standar sosial yang objektif, sedangkan konformitas psikologis berkaitan dengan standar sosial yang

commit to user

42

dipersepsikan oleh seseorang. Ditegaskan oleh Krech dkk (dalam Kuppuswamy, 1990) esensi konformitas adalah menyerah pada tekanan kelompok.

Sementara itu Sears dkk. (1994) berpendapat bahwa seseorang atau organisasi seringkali berusaha agar pihak lain menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak lain tersebut tidak ingin melakukannya. Bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut, hal ini disebut konformitas. Bila individu menampilkan perilaku tertentu karena ada tuntutan, meskipun mereka lebih suka tidak menampilkannya disebut ketaatan atau kepatuhan. Konformitas dapat dipandang sebagai bentuk khusus dari ketaatan – dilakukan karena ada tekanan kelompok – tetapi sebenarnya konformitas merupakan gejala penting yang harus dipandang secara terpisah.

Menurut Zebua dan Nurdayadi (2001) konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu. Sedangkan menurut Davidoff (1991) konformitas didefinisikan sebagai perubahan perilaku dan sikap sebagai akibat dari tekanan (nyata atau tidak nyata). Sependapat dengan hal ini Kiesler dan Kiesler (dalam Rakhmat, 2005) memandang konformitas sebagai perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan. Orang-orang yang konformis akan bersikap, berperilaku atau bertindak sesuai dengan norma kelompok, menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok (Baron & Byrne, 2005).

commit to user

Individu yang tergolong mudah konform itu, biasanya taat pada peraturan dan norma yang sudah berlaku lama sekali. Mereka tidak memperlihatkan kekuatan ego yang mudah toleran terhadap hal yang kurang jelas, bertanggung jawab, spontan dan cepat memperoleh pemahaman dibandingkan dengan mereka yang sulit konform (Davidoff, 1991). Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformis, antara lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sanksi kelompok (Surya, 1999).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat konformitas diartikan bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena orang lain/kelompok menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sehingga terhindar dari sanksi kelompok.

c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya

Teman sebaya dapat diketahui adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. Selanjutnya, konformitas diartikan bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena orang lain/kelompok menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok, diakuinya eksistensi

commit to user

44

sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sehingga terhindar dari sanksi kelompok. Dapat diketahui konformitas teman sebaya adalah bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena teman sebaya menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok teman sebaya, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok sebaya, menjaga hubungan dengan kelompok sebaya, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sebaya sehingga terhindar dari sanksi kelompok sebaya.

d. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears,dkk (1994) mengemukakan secara eksplisit aspek konformitas berdasarkan adanya ciri-ciri yang khas sebagai berikut :

1) Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.

commit to user

2) Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Tekanan kelompok membuat adanya kesepakatan dalam kelompok tersebut. 3) Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.

Selanjutnya Wiggins (1994) membagi aspek konformitas menjadi dua berdasarkan tindakan yang dilakukan individu, yaitu :

1) Kerelaan

Rela mengikuti apapun pendapat kelompok yang diinginkan atau diharapkan agar memperoleh hadiah berupa pujian dan untuk menghindari celaan, keterasingan, cemooh yang mungkin diberikan oleh kelompok jika tidak dikerjakan salah satu dari anggota kelompok tersebut.

2) Perubahan

Saat terjadi perubahan dalam suatu melakukan konformitas, ketidakhadiran anggota kelompok lebih dianggap sesuai dengan perilaku dan tindakan anggota kelompok yang hadir. Jadi maksud dari perubahan di sini adalah proses

Dokumen terkait