• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (STUDI KORELASI PADA SISWA SMA UTAMA 2 BANDAR LAMPUNG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (STUDI KORELASI PADA SISWA SMA UTAMA 2 BANDAR LAMPUNG)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA

TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN

KONFORMITAS TEMAN SEBAYA

(STUDI KORELASI PADA SISWA SMA

UTAMA 2 BANDAR LAMPUNG)

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.

Disusun Oleh Dian Mulyasri G0106005

Pembimbing 1. Dra. Emi Dasiemi, MS 2. Tri Rejeki Andayani S.Psi, M.Si

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal dengan judul : Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas (Studi Korelasi pada Siswa SMU Utama 2 Bandar Lampung)

Nama Peneliti : Dian Mulyasari

NIM : G0106005

Tahun : 2006

Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada :

Hari : ………..

Tanggal : ………..

Pembimbing I

Dra. Emi Dasiemi MS NIP. 130358922

Pembimbing II

Tri Rejeki Andayani, S.Psi, M.Si NIP. 197411091998022001

Koordinator Skripsi

(3)

commit to user

iii MOTTO

”Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu” (Q.S. Al-Mu`min: 60)

“Sesungguhnya semua urusan apabila Allah menghendaki segala sesuatunya, Allah hanya berkata : “Jadilah”, maka jadilah”

(4)

commit to user

iv

PERSEMBAHAN

Amazing spirit, hope, and energy has been sent to me so I

can finish this simple work, and I would like to say thank

you so much for this honour to:

1. Hasyim & Wahyuni

The greatest parent in the world who always on my side

and standing by with their unbelievable love.

2. Hayudian Utomo, Haris Munandar & Yogi Sugama. My brothers who always keep me warm with their love

and support.

(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Allhamdullilahrabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, hanya dengan rahmat dan hidayahNya-lah penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dorongan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, dan dengan segala kerendahan hati diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., M.S selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

3. Rin Widya Agustin M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Dra. Emi Dasiemi, MS selaku pembimbing utama penulisan skripsi meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang berarti bagi penyelesaian skripsi ini. .

5. Tri Rejeki Andayani S.Psi, M.Si selaku pembimbing pendamping, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan dalamn penyusunan skripsi ini.

6. Dra.Suci Murti Karini, M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan arahan selama penulis menempuh studi di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran.

(6)

commit to user

vi

8. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Prodi Psikologi. 9. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

10.Drs. H. Suyitno selaku Kepala Sekolah SMA Utama 2 Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung.

11.Siswa-siswi SMA Utama 2 Bandar Lampung yang membantu proses pengumpulan data.

12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya penelitian di bidang psikologi.

Surakarta, Oktober 2010

(7)

commit to user

ii

KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA

Dian Mulyasari

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Abstrak

Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara umum dapat diketahui pada masa transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik, psikis dan sosial. Keluarga merupakan fondasi primer bagi perkembangan remaja. Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja yaitu konformitas teman sebaya. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Teman yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja.

Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang diperoleh dengan teknik cluster random sampling dengan merandom lima kelas didapat dua kelas yang masing-masing berjumlah 40 siswa. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Skala Konformitas Teman Sebaya yang dengan menggunakan metode Skala Likert, Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dengan menggunakan metode Skala Diferensi Semantik, dan Kuesioner Kenakalan Remaja dengan metode dikotomi. Metode analisis data menggunakan metode analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk menguji hipotesis hubungan persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Selanjutnya, untuk menguji hipotesis hubungan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja menggunakan analisis Chi square.

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Momen ( Pearson) diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitungan korelasi Chi square diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Hasil penelitian ini juga menunjukan ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja.

(8)

commit to user

iii

ADOLESCENT DELINQUENCY BASED ON THE ADOLESCENT’S PERCEPTION ON THE FAMILY HARMONY AND PEER CONFORMITY

Dian Mulyasari

Psychology Department of Medical Faculty Sebelas Maret University

Abstract

Adolescence is the transition time from childhood to adult. Generally, it can be found that during transition time it is impossible for the physical, psychical and social. The family is the primary foundation for the development of adolescents. Adolescent perceptions of family harmony are realized in a good family relationships and home atmosphere which support the development of adolescents, so that adolescents become responsible adults and avoid anti-social behavior/ immoral. In addition to socializing in a family environment, adolescents do one very well known form of socialization in adolescence that peer conformity. Teenagers who have peers who do delinquency increase the risk to become perpetrators of delinquency. A Peers who is selected will determine the direction of teenagers to do. This research aims to find out the relationship between the adolescent’s perception on the family harmony and peer conformity, and the adolescent delinquency.

The population of research was the students of SMA Utama 2 Bandar Lampung. The sample consisted of 80 students, technique used was cluster random sampling one,by took randomly five classes be obtained two classes, each of which numbered 40 students.The instrument of collecting data employed in this research was: attitudinal Scale Peer Conformity with Likert Scale method, Scale Adolescent Perception on the Family Harmony with Semantic Differentiation Scale method , and Questionnaire Adolescent Delinquency with Dichotomy method. Method of analyzing data used was Pearson’s Product Moment correlation analysis one to test the hypothesis of the relationship between the adolescent’s perception on the family harmony and the adolescent delinquency. Next, in order to test the hypothesis of the relationship between peer conformity and the adolescent delinquency, the Chi Square analysis was used

Considering the result of (Pearson) Product Moment correlation calculation, it can be found the correlation coefficient of -0.489 with p value < 0.05 (α), therefore the

hypothesis proposed can be supported. Next, considering the result of Chi Square correlation calculation, it can be found the correlation coefficient of 0.966 with p value < 0.05 (α), therefore the hypothesis proposed can be supported.

The result of research shows that there is a negative relationship the adolescent’s perception on the family harmony and the adolescent delinquency. It also shows that there is a positive relationship the peer conformity and the adolescent delinquency.

(9)

commit to user

iv

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. LANDASAN TEORI ... 12

1. KENAKALAN REMAJA ... 12

a. Pengertian Remaja ... 12

(10)

commit to user

v

c. Karakteristik Remaja Nakal ... 15

d. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja ... 18

e. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Kenakalan Remaja ... 24

2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga ... 29

a. Pengertian Persepsi ... 29

b. Pengertian Keharmonisan Keluarga ... 31

c. Pengertian Persepsi Keharmonisan Keluarga ... 32

d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga... 33

e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga 35 3. Konformitas ... 40

a. Pengertian Teman Sebaya ... 40

b. Pengertian Konformitas... 40

c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya ... 43

d. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya ... 44

4. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja ... 46

a. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja ... 46

(11)

commit to user

vi

Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan

Kenakalan Remaja ... 48

6. Hipotesis ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 50

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 50

1. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga ... 50

2. Konformitas Teman Sebaya ... 51

3. Kenakalan Remaja ... 52

C. Populasi, Sampel, dan Sampling ... 52

D. Teknik Pengumpulan Data ... 53

1. Sumber Data ... 53

2. Metode Pengumpulan Data ... 53

E. Metode Analisis Data... 62

1. Validitas Instrumen Penelitian ... 62

2. Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 63

3. Uji Hipotesis ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Persiapan Penelitian ... 66

1. Orientasi Kancah Penelitian ... 66

2. Persiapan Penelitian ... 66

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 68

B. Pelaksanaan Penelitian ... 76

(12)

commit to user

vii

2. Penelitian ... 77

C. Hasil Analisis Data Penelitian ... 77

1. Uji Asumsi ... 78

2. Uji Hipotesis ... 79

3. Analisis Deskriptif ... 82

D. Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

LAMPIRAN ... 97

(13)

commit to user

viii

Tabel 1 Blueprint Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga ... 55

Tabel 2 Blueprint Skala Konformitas Teman Sebaya... 58

Tabel 3 Blueprint Kuesioner Kenakalan Remaja... 59

Tabel 4 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga ... 69

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Coba... 70

Tabel 6 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Konformitas Teman Sebaya... 72

Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Setelah Uji Coba ... 73

Tabel 8 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Kuesioner Kenakalan Remaja ... 74

Tabel 9 Distribusi Aitem Kuesioner Kenakalan Remaja Setelah Uji Coba 75 Tabel 10 Hasil Uji Normalitas ... 78

Tabel 11 Uji Linearitas... 79

Tabel 12 Hasil korelasi Product Momen ( Pearson) Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja ... 80

Tabel 13 Hasil Chi Square Konformitas Teman Sebaya ... 81

Tabel 14 Hasil Contingency Coefficient Konformitas Teman Sebaya ... 82

Tabel 15 Deskripsi Data Penelitian... 82

(14)

commit to user

ix

Tabel 17 Kriteria kategori Skala Konformitas Teman Sebaya dan distribusi skor subjek ...84

Tabel 18 Kriteria kategori Kuesioner Kenakalan Remaja dan distribusi skor subjek

(15)

commit to user

x

Bagan 1 Kerangka Berpikir “Hubungan antara Persepsi terhadap Keharmonisan

Keluarga dan Konformitas Dengan Perilaku Kenakalan Remaja di SMA

(16)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Alat Ukur Sebelum Penelitian ... 97

Lampiran B Data Butir Skala Penelitian ... 110

Lampiran C Uji Validitas & Reliabilitas Aitem ... 114

Lampiran D Alat Ukur Penelitian (Setelah Uji Coba) ... 122

Lampiran E Data Penelitian ... 133

Lampiran F Analisis Data Penelitian ... 140

(17)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ditinjau dari psikologi perkembangan, masa remaja merupakan masa transisi

dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara umum dapat diketahui pada masa

transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik,

psikis dan sosial dalam rangka remaja mencari jati dirinya. Masa remaja memiliki

ciri sebagai masa progresif yang dapat dilihat pada optimalisasi cara berfikir,

bersosialisasi dan berbuat sesuai dengan kemampuannya. Sisi lain pada masa

remaja belum memiliki kestabilan emosi dan mudah terpengaruh oleh kondisi

sekitar, sehingga tidak mengherankan jika hal tersebut membuat remaja bertindak dengan resiko yang paling tinggi.

Masa remaja merupakan masa transisi, usianya berkisar antara 13 sampai 17

tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan.

Pada masa remaja terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis,

maupun secara sosial (Hurlock, 1999).

Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang

tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak mulai mencari jati diri.

Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga

dapat dianggap sebagai orang dewasa disatu sisi remaja ingin bebas dan mandiri,

lepas dari pengaruh orang-tua, disisi lain pada dasarnya remaja tetap

(18)

commit to user

2

Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi

antara anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam

hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran,

intelegensi dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan sosial-emosional meliputi

perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, baik lingkungan

keluarga maupun lingkungan sekitar, dalam emosi, kepribadian, dan konsep diri.

Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis,

yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada

kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang

mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kondisi kepribadian yang kurang matang

akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan

perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang

biasanya disebut dengan kenakalan remaja.

Kenakalan Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile

delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh

satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, remaja mengembangkan bentuk

perilaku yang menyimpang atau tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial

sampai pelanggaran hingga tindak kriminal (Kartono, 2003).

Bentuk gangguan-gangguan perilaku yang ditimbulkan remaja antara lain:

(19)

commit to user

pelanggaran ringan hingga tindakan pelanggaran yang merujuk pada semua

tindakan kriminal (Santrock dalam Gunarsa, 2004). Bentuk tindakan yang tidak

dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai-nilai dan

norma-norma yang ada pada masyarakat seperti berkata-kata kasar kepada guru

atau orang tua. Tindakan pelanggaran ringan seperti melarikan diri dari rumah dan

membolos dari sekolah, sedangkan tindakan pelanggaran yang merujuk pada

semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti merampok,

menodong, mencuri, memperkosa, membunuh, menganiaya, seks pranikah serta

penggunaan dan penjualan obat-obatan terlarang (narkoba).

Sebuah survei yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008

yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan

SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya

melakukan aborsi. Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan

remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan (Suara Karya, 6 Februari 2009).

Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN

mengatakan, persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah

tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya. Berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008,

dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di

Indonesia, 54 persen adalah remaja (Suara Karya, 6 Februari 2009).

(20)

commit to user

4

1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi aset bangsa jika remaja dapat

menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi petaka jika

remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam

kenakalan remaja.

Masalah kenakalan remaja juga menjadi masalah yang serius di kota-kota

berkembang seperti Bandar Lampung. Mengingat pembangunan kota Bandar

Lampung yang berkembang dari budaya agraris menuju budaya industri seiring

derap moderenisasi. Kemajuan teknologi yang bertujuan mencapai kemakmuran

dan kesejahteraan umat manusia ternyata membawa dampak yang tidak

diharapkan yakni lahirnya kepincangan sosial (pathology social) seperti:

kemiskinan, pengangguran, pelacuran, gelandangan, kenakalan remaja, pemerkosaan dan tindak kekerasan yang menimbulkan kegelisahan, keresahan dan

ketidaktentraman ( Tanpaka, Lampung Post 2004).

Setiap tahun masalah kenakalan remaja di Bandar Lampung terus meningkat.

Berdasarkan data Reserse dan Kriminal (Reskrim) Poltabes Bandar Lampung,

jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Bandar Lampung dari tahun 2003-2008

adalah 249 orang, menggambarkan 70% diantaranya berusia antara 15-19 tahun.

Kondisi ini mengalami peningkatan 30% dari tahun 1998-2003 sebanyak 172

orang. Data perkelahian pelajar di Bandar Lampung tahun 2004 tercatat 86 kasus

perkelahian pelajar. Tahun 2006 meningkat menjadi 102 kasus dengan

menewaskan tiga pelajar, tahun 2008 terdapat 127 kasus dengan korban

(21)

commit to user

Lampung memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20

tahun sebanyak 60% dari 532 orang yaitu sebanyak 319 orang. Angka-angka di

atas cukup mencengangkan, bagaimana mungkin anak remaja yang masih muda,

polos, energik, potensial yang menjadi harapan orangtua, masyarakat dan

bangsanya dapat terjerumus dalam limbah kenistaan, sungguh sangat

disayangkan, bahkan angka-angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat.

Berdasarkan data di atas terlihat jumlah kenakalan pada remaja di Bandar

Lampung mengalami peningkatan. Untuk itu, Poltabes bekerjasama dengan

Pemerintah Kota, Departemen Agama dan Dinas Kesehatan mengadakan

sosialisasi dampak kenakalan remaja ditinjau dari sisi hukum, agama dan

kesehatan ke sekolah- sekolah dari SMP hingga SMA yang telah dilaksanakan pada tanggal 3-20 Agustus 2009 lalu.

Kenakalan remaja di Bandar Lampung, saat ini sedang mendapat perhatian

khusus dari Gubernur Lampung, Sjachroedin Z.P yang mencanangkan program

pembinaan anggota keluarga masyarakat Lampung dalam rangka memperingati

Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke- 16 dan Hari Upaya Kependudukan Dunia

2009. Program dimaksudkan untuk menanggulangi masalah kemerosotan akhlak,

perlakuan sewenang-wenang terhadap orang tua, kenakalan remaja yang menjurus

ke kriminalitas, kebebasan seks di luar nikah, minuman keras dan penyalahgunaan

narkoba (BKKBN, 2009).

Keluarga menempati posisi penting dalam program tersebut karena

(22)

commit to user

6

perkembangan remaja, karena keluarga merupakan tempat remaja untuk

menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan

sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial.

Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan

serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis

bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Salah satu faktor penyebab timbulnya

kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi

anak (Hawari, 1997).

Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan

hubungan yang tidak menyenangkan dengan orang-orang di luar rumah (Hurlock,

1999). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang matang akan menjadi pemicu

timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang

melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat.

Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber pada keadaan keluarga yaitu

suasana rumah yang tidak menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja

menjadi anak atau orang dewasa yang tidak bertanggung jawab dan melakukan

perbuatan anti-sosial dan amoral (Gunarsa, 2007). Keluarga dan keharmonisan

hidup keluarga berpengaruh atas perkembangan remaja dan menentukan

dasar-dasar kepribadian bagi remaja.

Persepsi remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan

(23)

commit to user

menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, pada

umumnya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, orang tua menghargai

pendapat anak dan hangat. Anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan

mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena

semakin sedikit masalah antara orangtua dengan anak, maka semakin sedikit

masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kenakalan remaja adalah pengaruh

teman sebaya, teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan akan

meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan (Santrock, 2003). Pada

umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun

akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang

bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008).

Konformitas adalah sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma

kelompok, sehingga menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota

kelompok (Baron & Byrne, 2005). Norma (norms) merupakan aturan yang

berlaku pada seluruh anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan

konformitas pada setiap anggota kelompok tersebut (Santrock, 2003). Remaja

cenderung mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja.

Melihat kondisi tersebut konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku

remaja.

(24)

commit to user

8

Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformis, antara

lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya

eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok,

mempunyai ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sanksi

kelompok (Surya, 1999).

Konformitas adalah bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku

sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat individu tinggal, konformitas

berarti proses penyesuaian diri dengan cara mentaati norma dan nilai-nilai

masyarakat atau kelompok, konformitas pada umumnya akan melahirkan

kepatuhan dan ketaatan (Maryati dan Suryawati, 2001). Remaja biasanya

melakukan konformitas pada kelompok teman bermain. Konformitas yang remaja lakukan akan mengarahkan perilaku dan pandangan yang ada dalam diri remaja

sebelumnya.

Berdasarkan data diatas masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang

kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia, sehingga peneliti tertarik untuk

meneliti kenakalan remaja, khususnya di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung.

Berdasarkan informasi hasil wawancara dengan guru BK setempat memberikan

informasi seringnya terjadi perilaku pelanggaran dan penyimpangan di SMA

UTAMA 2 Bandar Lampung seperti: membolos sekolah setiap harinya dua hingga

lima siswa yang tidak hadir tanpa keterangan, pelanggaran tata-tertib sekolah

seperti kerapian dalam berpakaian dan penampilan, merokok, tertangkap lima

(25)

commit to user

yang kurang baik seperti dalam bulan Februari di tahun ini terjadi tiga perkelahian

antar siswa. Tahun ajaran 2008-2009 tercatat 23 orang terlibat perkelahian antar

siswa.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa diperlukannya persepsi

remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan

keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja,

sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar

dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga,

remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa

remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja yang memiliki teman

sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan

kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan

diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat

menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Oleh karena itu,

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kenakalan Remaja

ditinjau dari Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas

Teman Sebaya (Studi Korelasi Pada Siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung) ”.

B.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

(26)

commit to user

10

2. Apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan

remaja?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga

dengan perilaku kenakalan remaja.

2. Mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan

remaja.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat

teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan masukan kepada pihak sekolah untuk melakukan kajian dan diskusi mengenai kenakalan remaja dalam kaitannya dengan persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya.

b. Dapat menjadi wacana bagi kalangan akademisi atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian terhadap tema yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang upaya-upaya

menciptakan keharmonisan keluarga sebagai langkah antisipasi terhadap hal-hal

yang tidak diinginkan.

b. Memberi masukan kepada siswa cara-cara pemilihan kelompok yang memiliki

norma-norma dan nilai-nilai yang meningkatkan kemampuan kerjasama dan

(27)

commit to user

c. Manfaat penelitian bagi sekolah, bila penelitian ini terbukti maka dapat

digunakan sebagai tindakan preventif terhadap kenakalan remaja dengan

(28)

commit to user

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kenakalan Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence)

terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,

perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral

(Salzman, dalam Yusuf, 2005). Dalam budaya Amerika, periode remaja

dipandang sebagai masa “Strom and Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan

krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, dalam

Yusuf, 2005).

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau

peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi

memiliki status anak-anak. Masa remaja secara global berlangsung antara umur 12

dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18

tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir

(Monks dkk, 2004). Masa remaja awal (early adolescence) terjadi kira-kira sama

dengan sekolah menengah pertama, biasanya pada masa ini terfokus kebanyakan

pada perubahan pubertas. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) mulai

(29)

commit to user

remaja pertengahan dibandingkan remaja awal, akibatnya remaja kerap kali

mengalami kebingungan-kebingungan (identity confusion). Masa remaja akhir

(late adolescence) ditandai dengan menikmati identitas yang terbentuk pada masa

remaja pertengahan, mulai melakukan koping terhadap tantangan sebagai seorang

dewasa, mampu berpikir abstrak dan mampu untuk membuat keputusan di dalam

kehidupannya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa

remaja adalah individu yang menjalani masa transisi dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa, yang berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian

12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja

pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Masa remaja awal terfokus pada perubahan pubertas, masa remaja pertengahan mengeksplorasi

identitas secara mendalam seringkali terjadi identity confusion dan masa remaja

akhir menikmati identitas yang terbentuk pada masa remaja pertengahan.

Fenomena perilaku menyimpang remaja seringkali terjadi pada masa remaja

pertengahan dalam rentang usia 15-18 tahun, hal ini dikarenakan adanya

kebingungan identitas (identity confusion) pada periode tesebut.

b. Pengertian Kenakalan Remaja

Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku negatif atau

kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada

anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial,

(30)

commit to user

14

tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal

(Kartono, 2003).

Semua tindakan perusakan yang tertuju ke luar tubuh atau ke dalam tubuh

remaja dapat digolongkan sebagai kenakalan remaja (Gunarsa, 2004). Kenakalan

remaja merujuk pada tindakan pelanggaran suatu hukum atau peraturan oleh

seorang remaja. Pelanggaran hukum atau peraturan bisa termasuk pelanggaran

berat seperti membunuh atau pelanggaran seperti membolos, menyontek.

Pembatasan mengenai apa yang termasuk sebagai kenakalan remaja dapat dilihat

dari tindakan yang diambilnya, tindakan yang tidak dapat diterima oleh

lingkungan sosial, tindakan pelanggaran ringan/ status offenses dan tindakan

pelanggaran berat/ index offenses (Santrock , 2003).

Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang

melanggar hukum atau kejahatan yang pada umumnya dilakukan oleh anak

remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa

maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan

remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana

tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk

penjara.

Mulyadi, dkk (2006) mendefinisikan kenakalan remaja merupakan keinginan

untuk mencoba segala sesuatu yang kadang-kadang menimbulkan

kesalahan-kesalahan, yang menyebabkan kekesalan lingkungan dan orangtua. Sarwono

(31)

commit to user

bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan

mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1995) juga

menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari

perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti berpendapat bahwa

kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang melakukan tindakan merusak dan

menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain hingga tingkah laku

yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana.

c. Karakteristik Remaja Nakal

Menurut Kartono (2003), remaja nakal mempunyai karakteristik umum yang

sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup : 1) Perbedaan struktur intelektual

Pada umumnya inteligensi remaja nakal tidak berbeda dengan inteligensi remaja

yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda

biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas

prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Remaja nakal

kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigius pada umumnya remaja kurang

mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai

pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.

2) Perbedaan fisik dan psikis

Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri

(32)

commit to user

16

3) Ciri karakteristik individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang,

seperti :

a) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang,

bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.

b) Kebanyakan dari remaja nakal terganggu secara emosional.

c) Remaja nakal kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak

mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara

sosial.

d) Remaja nakal senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang

merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

e) Pada umumnya remaja nakal sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.

f) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

g) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga remaja menjadi liar

dan jahat.

Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa karakteristik yang terlihat pada remaja

delinkuen, diantaranya adalah :

1) Remaja yang delinkuen lebih sering merasa deprivasi (keterasingan)

dibandingkan dengan remaja non delinkuen. Remaja delinkuen cenderung merasa

tidak aman, sengaja berusaha melanggar hukum dan peraturan (defiant).

(33)

commit to user

menunjukkan bahwa remaja tidak mampu memikirkan dengan baik konsekuensi

dari setiap tindakan yang remaja delinkuen ambil. Penggunaan obat-obatan

terlarang dan putus sekolah merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan

munculnya kenakalan remaja.

3) Remaja yang delinkuen tidak menyukai sekolah dan oleh sebab itu remaja

seringkali membolos. Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu

kontributor dari delinkuensi (Santrock dalam Gunarasa 2004)

4) Sikap yang menonjol pada remaja delinkuen: bersikap menolak (resentful),

bermusuhan (hostile), penuh curiga, tidak konvensional, tertuju pada diri sendiri

(self-centered), tidak stabil emosinya, mudah dipengaruhi, ekstrovert dan suka

bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu (Cole dan Rice dalam Gunarsa 2004).

5) Remaja yang delinkuen menyukai aktivitas yang penuh tantangan akan tetapi

tidak menyukai kompetisi.

6) Remaja yang delinkuen cenderung tidak matang secara emosional, tidak

stabil,dan cenderung frustrasi. Keadaan-keadaan demikian yang membuat remaja

delinkuen tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik di rumah, sekolah dan

masyarakat (Cole dalam Gunarsa 2004).

Kedua uraian di atas, terlihat penjelasan Kartono (2003) lebih menyeluruh.

Uraian yang diberikan Gunarsa (2004) melengkapi penjelasan karakteristik remaja

nakal yang diungkapkan oleh Kartono (2003), sehingga dapat diketahui bahwa

(34)

commit to user

18

d. Bentuk- Bentuk Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi

menjadi empat, bentuk perilaku yang dikemukakan dibagi berdasarkan faktor

penyebab dan ciri-ciri tingkah laku yang ditimbulkan, yaitu :

1) Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya

remaja nakal tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal remaja nakal

didorong oleh faktor-faktor berikut :

a) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi,

kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.

b) Remaja nakal kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang

kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima,

mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.

c) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan

mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua

kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Geng remaja nakal

memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.

d) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan

supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak

sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasnya, delinkuen

(35)

commit to user

mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60

% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini

disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya

tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang

baru.

2) Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang

cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa

bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri perilakunya adalah :

a) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam,

dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

b) Perilaku kriminal remaja nakal merupakan ekspresi dari konflik batin yang

belum terselesaikan, karena perilaku jahat merupakan alat pelepas ketakutan,

kecemasan dan kebingungan batinnya.

c) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan

jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh

korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

d) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada

umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah,

dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

(36)

commit to user

20

f) Motif kejahatannya berbeda-beda.

g) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

3) Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari

kepentingan umum dan segi keamanan, remaja delinkuen psikopatik merupakan

oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku remaja delinkuen

psikopatik adalah :

a) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam

lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga,

berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan

mereka, sehingga remaja delinkuen psikopatik tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab

dan baik dengan orang lain.

b) Remaja delinkuen psikopatik tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa,

atau melakukan pelanggaran.

c) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau

dan tidak dapat diduga. Remaja delinkuen psikopatik pada umumnya sangat

agresif dan impulsif, biasanya remaja delinkuen psikopatik residivis yang

berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

d) Remaja delinkuen psikopatik selalu gagal dalam menyadari dan

menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli

(37)

commit to user

e) Kebanyakan dari remaja delinkuen psikopatik juga menderita gangguan

neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai

berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah

bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial

dan hukum. Remaja delinkuen psikopatik sangat egoistis, anti sosial dan selalu

menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap

siapapun tanpa sebab.

4) Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,

kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada

disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah

mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga

tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, remaja delinkuen selalu ingin

melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa

kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada

kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan

instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah.

Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.

Remaja nakal merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan remaja

(38)

commit to user

22

residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls

dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 %

mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang

salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi

penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar.

Jensen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat

bentuk berdasarkan kerugian yang ditimbulkan yaitu:

1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian,

perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.

2) Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan, pencurian,

pencopetan, pemerasan dan lain- lain.

3) Kenakalan sosial yang menimbulkan bahaya diri sendiri dan orang lain:

pelacuran, penyalahgunaan obat terlarang, kebut-kebutan dan hubungan seks

bebas.

4) Kenakalan yang melawan status menimbulkan pelanggaran hukum atau aturan,

misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat

dari rumah, membantah perintah.

Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi

dalam empat bentuk berdasarkan perilaku yang ditampilkan, yaitu:

1) Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain hingga menimbulkan

korban fisik, seperti berkelahi, tawuran, menodong, membunuh.

(39)

commit to user

3) Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua

dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan

kabur dari rumah.

4) Perilaku yang membahayakan dan merugikan diri sendiri dan orang lain,

seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa, pelacuran dan

menggunakan senjata tajam.

Santrock (2003) menjelaskan bentuk kenakalan remaja berdasarkan tingkah

laku yang ditampilkan menjadi tiga, yaitu :

1) Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan

dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat contoh : berkata kasar kepada

guru dan orang tua dll.

2) Tindakan pelanggaran ringan seperti membolos sekolah, kabur pada jam mata

pelajaran tertentu dll.

3) Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang

dilakukan oleh remaja seperti : mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan

terlarang dll.

Pendapat mengenai bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh

Santrock (2003) sesuai dengan fenomena yang terjadi sehari-hari. Terdiri dari

tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan pelanggaran

(40)

commit to user

24

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kenakalan Remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (2003) secara rinci

dijelaskan sebagai berikut :

1) Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam

Santrock, 2003) masa remaja ada pada tahap krisis identitas versus difusi identitas

harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua

bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan

konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih

dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang

dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson (dalam Santrock, 2003) percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan

kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan

aspek-aspek peran identitas. Erikson (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja

yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi

individu dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat

individu merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada individu

tersebut, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa

dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh

karena itu, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas,

(41)

commit to user

2) Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk

mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak

gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang

lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari

perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak

dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.

Remaja mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang

tidak dapat diterima, atau mungkin remaja sebenarnya sudah mengetahui

perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai

dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku remaja. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (2003) menunjukkan bahwa

ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola

asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang

konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya

pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai

atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

3) Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan

penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak

yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti

(42)

commit to user

26

kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada

usia 21 sampai 23 tahun. Masih menurut Kartono (2003) kenakalan remaja paling

banyak dilakukan remaja dibawah usia 22 tahun, dengan jumlah tertinggi pada

usia 15-19 tahun. Sesudah usia tersebut biasanya kenakalan yang dilakukan mulai

menurun.

4) Jenis kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada

perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) menunjukkan pada

umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok

gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

5) Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang

rendah terhadap pendidikan di sekolah. Remaja nakal merasa bahwa sekolah tidak

begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai remaja nakal

terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk

sekolah. Riset yang dilakukan oleh Chang dan Lee (2005) mengenai pengaruh

orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik

siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor

yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak,

sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan

(43)

commit to user

6) Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.

Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap

aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang

orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Remaja yang

hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang

buruk dengan orang-orang di luar rumah (Hurlock, 1999). Melihat kondisi

tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat

kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai

penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan

dan norma yang ada di masyarakat. Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber pada keaadaan keluarga yaitu suasana rumah yang tidak menyokong

perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yang

tidak bertanggung jawab dan melakukan perbuatan anti-sosial dan amoral

(Gunarsa, 2007).

7) Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan

risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003)

terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan

di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang

memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

(44)

commit to user

28

ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana

remaja yang bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008). Konformitas adalah

sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma kelompok sehingga

menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok (Baron &

Byrne, 2005). Norma (norms) merupakan aturan yang berlaku pada seluruh

anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan konformitas pada setiap

anggota kelompok tersebut (Santrock, 2003). Remaja cenderung mengikuti

aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja. Melihat kondisi ini

konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Banyak tujuan

yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformitas, antara lain supaya

ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai

ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sangsi kelompok

(Surya, 1999).

8) Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas

sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di

antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki

banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan

kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan

ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa

(45)

commit to user

bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering

ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil

meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

9) Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja.

Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati

berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau

penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai

dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas

menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan

yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab

kenakalan remaja adalah identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan

terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman

sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.

2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga

a. Pengertian Persepsi

Bono (2007) mengatakan bahwa persepsi adalah cara individu memandang

sesuatu, perasaan dan reaksi ditentukan berdasar apa yang individu lihat dalam

realitas di balik semua itu. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai

(46)

commit to user

30

mengatakan persepsi adalah apa yang dapat individu lihat dengan mata pikiran

individu, persepsi individu dibatasi oleh pengalaman, pengetahuan dan imajinasi

yang individu miliki.

Winarno (2007) menyebutkan persepsi merupakan penerimaan (receiving)

dari suatu peristiwa yang mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok.

Rakhmat (2005) juga mengemukakan persepsi adalah pengalaman terhadap objek,

peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan

informasi. Sedangkan menurut Hude (2006) juga mendefinisikan persepsi sebagai

tindak lanjut dari sensasi, tidak ada proses persepsi tanpa sensasi, karena persepsi

sebenarnya adalah pemberian makna pada stimulus yang ditangkap oleh alat-alat

indera. Persepsi seperti halnya sensasi amat bergantung pada faktor personal dan situasional (faktor fungsional dan struktural). Persepsi membantu manusia

bertindak dan memahami dunia sekelilingnya.

Walgito (2004) menyatakan persepsi merupakan suatu proses yang didahului

oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indera atau juga disebut proses sensoris, lalu diteruskan ke proses persepsi

dimana individu melakukan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap

stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan

merupakan respon yang terintegrasi dalam diri individu. Sobur (2003) persepsi

adalah keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan

(47)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat bahwa persepsi adalah

suatu rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke

proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia.

b. Pengertian Keharmonisan Keluarga

Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam

kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang

paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan

kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 1977). Pengertian keharmonisan

menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan yang selaras atau serasi.

Menurut Gunarsa (2004) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh anggota

keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya

(eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan

sosial. Sedangkan menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga itu akan

terwujud apabila masing-masing anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan

berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama ,

maka interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga itu akan

tercipta. Keluarga yang mempunyai komitmen agama yang kuat menempati

peringkat tinggi untuk tercapainya keharmonisan rumah tangga.

Basri (1999) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggung jawab juga

memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu

(48)

commit to user

32

kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan

pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya

kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan

bahwa anak yang hubungan perkawinan orangtuanya bahagia akan

mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup

karena makin sedikit masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang

dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh

kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga yang tercipta adalah tidak

menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin karena

secara emosional suasana tersebut akan mempengaruhi masing-masing anggota

keluarga untuk bertengkar dengan lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa keharmonisan

keluarga adalah berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana

mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta

interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga.

c. Pengertian Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga

(49)

commit to user

tanggapan mengenai setiap anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga

Basri (1999) mengungkapkan beberapa ciri dari keluarga yang harmonis/

keharmonisan keluarga, yaitu:

1) Dasar-dasar hubungan yang efektif.

Kelahiran makhluk baru di permukaan bumi ini mudah-mudahan adalah

merupakan buah dari perasaan cinta dan kasih sayang di antara kedua orang

tuanya. Perasaan yang penuh keindahan dan keluhuran itu hendaknya masih kuat

berkelanjutan dalam keseluruhan proses pendidikan dan kehidupan anak selanjutnya. Kasih sayang dan kemesraan yang berkembang dalam kehidupan

suami-isteri dan kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas baru dalam

keluarga dan masyarakat serta bangsa, akan disambut dengan penuh kasih sayang.

Dasar kasih sayang yang murni akan sangat membantu perkembangan dan

pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan selanjutnya. Perpaduan kasih ayah

sepanjang galah dan kasih ibu sepanjang jalan akan membuahkan anak-anak yang

berkembang sehat lahir dan batin serta berbahagia dan sejahtera. Kepribadian

yang utuh dan teguh yang berbuah dalam tingkah laku yang baik dan normatif

akan sangat bermanfaat dijadikan bekal anak dalam mengarungi lautan kehidupan

selanjutnya. Sebenarnya pelaksanaan pendidikan dan pengajaran terhadap anak

(50)

commit to user

34

ajaran agama yang mengajarkan dan kewajiban manusia agar

bersungguh-sungguh dalam mendidik anak dan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang

dan tanggung jawab. Ajaran agama dengan tuntutan akhlak dan ibadah serta

aqidah jika dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh akan mampu menghasilkan

perkembangan dan pertumbuhan anak-anak yang saleh dan cukup

membahagiakan kehidupan keluarga.

2) Hubungan anak-anak dengan orang tua.

Sejak anak-anak dilahirkan di dunia ketergantungan anak-anak terhadap

kedua orang tua sangat besar. Dengan penuh kasih sayang kedua orang tuanya

memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya yang masih belum berdaya.

Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu

mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan

yang bersifat individual, sosial dan kegiatan keagamaan.

3) Hubungan anak remaja dengan orang tua.

(51)

commit to user

remaja, baik yang berhubungan dengan kondisi biologis, psikis, sosial dan kebingungan terhadap keadaan dirinya sendiri. Semua permasalahan tersebut disebakan perubahan-perubahan fisik-biologis, nilai-nilai kehidupan yang belum sempurna diketahui serta mungkin pula karena kurangnya upaya persiapan kedua orang tuanya dalam mengantarkan ke alam remaja yang penuh pertanyaan dan kebingungan.

4) Memelihara komunikasi dalam keluarga.

Kurang lancarnya komunikasi dalam kehidupan keluarga merupakan salah

satu penyebab timbul dan berkembangnya beberapa permasalahan yang gawat

dalam keluarga. Permasalahan yang terjadi dalam keluarga sangat perlu

dikemukakan secara terbuka dengan yang lain, terutama antara suami-isteri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri keharmonisan keluarga

adalah adanya dasar-dasar hubungan yang efektif, hubungan anak-anak dengan

orang tua, hubungan anak remaja dengan orang tua, dan memelihara komunikasi dalam keluarga.

e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga

1) Aspek Persepsi

Sobur (2003) mengemukakan terdapat tiga aspek dalam persepsi berdasarkan

proses terjadinya persepsi, yaitu :

a) Aspek kognitif

Aspek kognitif yaitu aspek yang tersusun atas dasar pengetahuan atau

informasi yang dimiliki seseorang tentang objek yang dipersepsi. Dari

pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek

(52)

commit to user

36

b) Aspek afektif

Aspek afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.

Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau

sistem nilai yang dimiliki individu yang bersangkutan.

c) Aspek konatif

Aspek konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang

berhubungan dengan obyek yang dipersepsikannya.

Selanjutnya Walgito (2004) menyebutkan ada tiga aspek pers

Gambar

Tabel 18 Kriteria kategori Kuesioner Kenakalan Remaja dan distribusi skor subjek
BlueprintTabel 1  Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga
Tabel 2 Blueprint Skala Konformitas Teman Sebaya
  Tabel 3 Blueprint
+7

Referensi

Dokumen terkait

konformitas teman sebaya sebesar 0,004. Karena kurang dari tarafnya yakni 0,05 maka hipotesis ditolak. Artinya terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dengan resiliensi pada remaja awal. Subjek penelitian

Adapun sebab-sebab yang menimbulkan adanya konformitas remaja pada perilaku seksual teman sebaya antara lain : rasa takut terhadap celaan sosial dan adanya pengaruh

Validitas dan Reliabilitas Skala Konformitas Teman Sebaya Berdasarkan hasil penghitungan validitas terhadap skala konformitas teman sebaya diperoleh hasil bahwa dari 12 item

Hipotesa ketiga dalam penelitian ini berbunyi: ada hubungan signifikan antara pola asuh otoritarian dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja.Asumsinya bahwa

Apabila remaja dapat menerima lingkungan teman sebayanya dengan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk maka hal itu akan berpengaruh positif pada remaja, namun

Adanya hubungan positif antara konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan pembelian impulsif pada remaja dalam penelitian ini tidak lepas dari trend fashion dikalangan

Penelitian yang dilakukan dalam kaitannya dengan konformitas teman sebaya terhadap perilaku delinkuen pada remaja di LAPAS anak Kutoarjo juga.. belum pernah dilakukan