• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.5. Persepsi Stakeholders tentang Dukungan terhadap

Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran menyatakan dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan praktik kedokteran. Pasal 21 permenkes tersebut menyatakan pembinaan dan pengawasan tersebut diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi.

Pasal 22 Permenkes Nomor 512 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan praktik kedokteran. Adapun sanksi administratif yang dimaksud adalah peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan Surat Izin Praktik (SIP).

5.5. Persepsi Stakeholders tentang Dukungan terhadap Pengaturan Praktik Dokter 3 (Tiga) Tempat

Berdasarkan jawaban dari seluruh informan, maka dapat dilihat bahwa stakeholders memiliki persepsi yang sama, yaitu mendukung adanya pengaturan praktik dokter 3 (tiga) tempat. Persepsi mereka ini disebabkan oleh pengetahuan dan latar belakang pendidikan, di mana seluruh informan merupakan lulusan perguruan tinggi sehingga memengaruhi wawasan dan pola pikir mereka ketika memberikan persepsinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh stakeholders menyatakan setuju diberlakukannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Pengaturan Praktik Dokter 3

(Tiga). Mereka berpendapat dengan adanya pengaturan jumlah praktik dokter, maka kualitas pelayanan medis yang diberikan kepada masyarakat akan lebih baik. Hal ini juga didukung oleh fenomena yang terjadi saat ini, di mana masyarakat lebih memilih untuk berobat ke luar negeri karena merasa lebih nyaman dan senang dengan pelayanan yang diberikan di sana.

Hasil penelitian memberikan gambaran persepsi informan tentang dukungan penerapan sanksi terhadap pelanggaran praktik dokter 3 (tiga) tempat. Sebanyak 8 orang informan setuju jika sanksi tersebut diterapkan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan yang mewakili Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Kota Medan, yang menyatakan setuju dengan penerapan sanksi karena peraturan harus diikuti oleh sanksi agar dapat dilaksanakan dengan baik.

Hal yang berbeda diungkapkan oleh informan yang mewakili Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Medan, yang menyatakan tidak setuju dengan pemberian sanksi terhadap pelanggaran pengaturan praktik dokter 3 (tiga) tempat. Alasannya, karena di dunia profesi kedokteran ada etika, norma-norma dan cita-cita luhur kedokteran yang tidak bisa diatur begitu saja.

Seluruh informan yang setuju dengan penerapan sanksi terhadap pelanggaran praktik dokter 3 (tiga) tempat, menyatakan jenis sanksi yang diberikan cukup dalam bentuk sanksi administratif. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan yang mewakili masyarakat, yang menyatakan lebih setuju diberikan sanksi administratif, tetapi jika dokter masih melakukan pelanggaran yang sama hingga berkali-kali, maka sanksi pidana dapat diberlakukan.

Soeroso (2008) menyatakan bahwa undang-undang merupakan salah satu sumber hukum formal, di samping kebiasaan, traktat (perjanjian internasional), yurisprudensi (keputusan hakim) dan doktrin (ajaran pakar atau ahli hukum). Adapun hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang, mempunyai sifat memaksa serta mempunyai daya yang mengikat fisik dan psikologis, sehingga hukum dapat menghukum siapa yang salah, hukum dapat memaksa agar peratutan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.

Hasil penelitian juga memberikan gambaran persepsi informan tentang dibutuhkannya Peraturan Walikota (Perwal) Medan untuk mengatur dan melaksanakan praktik dokter 3 (tiga) tempat secara khusus di Kota Medan. Ada 8 informan mendukung jika praktik dokter 3 (tiga) tempat diatur dalam Perwal Medan. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan yang mewakili DKK Medan, yang menyatakan bahwa hal itu sangat diperlukan, namun hingga saat ini belum terealisasi. Adapun 1 informan lain yang tidak setuju praktik dokter 3 (tiga) tempat diatur dalam perwal, menyatakan peraturan tersebut cukup diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

Adapun alasan pentingnya pembentukan perwal tentang pelaksanaan praktik dokter 3 (tiga) tempat adalah untuk mengatur secara khusus pelaksanaannya di daerah karena masing-masing daerah berbeda kebutuhan jumlah dokter dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Sebagai contoh, di Kota Medan jumlah dokter umum dan dokter spesialis sudah mencukupi, namun jumlah dokter sub spesialis masih kurang dan sangat dibutuhkan oleh rumah sakit, sehingga dibutuhkan pengaturan secara

khusus agar dokter tidak menjadi takut karena telah melanggar Pasal 37 ayat 2 UU Nomor 29 tahun 2004, yaitu melakukan praktik lebih dari 3 (tiga) tempat.

UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan menyatakan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah : (1) UUD 1945, (2) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) , (3) Peraturan Pemerintah (PP), (4) Peraturan Presiden (Perpres) dan (5) Peraturan Daerah (Perda). Perda adalah salah satu jenis produk hukum daerah yang bersifat pengaturan (regeling). Adapun produk hukum daerah adalah segala ketentuan di daerah yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah menyatakan salah satu jenis produk hukum daerah adalah peraturan kepala daerah, yaitu peraturan gubernur maupun peraturan bupati/peraturan walikota, yang dibuat dan dikeluarkan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan sifatnya mengatur.

Sejak UU Nomor 29 Tahun 2004 diberlakukan pada Tanggal 6 Oktober 2005, bentuk peraturan selanjutnya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan undang-undang tersebut adalah Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Hingga saat ini, belum ada satu pun daerah di Indonesia yang membuat peraturan secara khusus di daerahnya tentang pelaksanaan praktik dokter 3 (tiga) tempat, baik dalam bentuk peraturan daerah, peraturan kepala daerah (gubernur, bupati/walikota) maupun bentuk peraturan lainnya.

UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mendukung pembentukan peraturan secara khusus mengenai praktik dokter 3 (tiga) tempat. Dalam Pasal 14 ayat (1) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang meliputi 16 bidang, di mana salah satunya adalah penanganan bidang kesehatan.

Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Artinya, di luar ke enam urusan tersebut, pemerintah daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah dapat ditingkatkan.

Dokumen terkait