• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Persepsi Tentang Sehat-Sakit dan Perilaku Sakit

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefenisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural (Sari, 2008).

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan simptom yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Namun pengertian sehat yang sering digunakan adalah definisi sehat menurut WHO yakni sehat adalah Keadaan sejahtera fisik, mental, dan spiritual tidak hanya bebas sakit, cacat dan kelemahan tetapi juga harus berproduktifitas (Sarwono, 2005).

Menurut Elwes dan Sinmett (1994) gagasan orang tentang “sehat” dan “sakit” sangatlah bervariasi. Gagasan ini dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan, di samping juga pandangan mereka tentang apa yang akan mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan untuk menjalankan peran mereka (Sari, 2008).

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu personalistik dan naturalistik. Personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia (tukang sihir atau tukang tenung) (Anderson, 2009).

Berlawanan dengan personalistik, naturalistik menjelaskan tentang penyakit dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, di sini agen yang aktif tidak menjalankan peranannya. Dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan model keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh ”humor”, yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat. Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar maupun dalam oleh kekuatan-kekuatan alam seperti panas, dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka terjadilah penyakit (Anderson, 2009).

Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (2005), mengatakan bahwa persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa

lalu, di samping unsur sosial budaya. Pada penelitian penggunaan pelayanan kesehatan di propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1990, hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas-dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak (Syafrina, 2007).

Menurut Sudarti dalam Sarwono (2005) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak ada nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia 2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin. 3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).

Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan

bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit (Syafrina, 2007).

2.2.2 Perilaku Sakit

Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Von Mering, studi yang benar mengenai makhluk manusia yang sakit berpendapat bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, medikal dan sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik spesifik maupun non spesifik (Anderson, 2009).

Tingkah laku sakit, yakni istilah yang paling umum, didefinisikan sebagai “cara-cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi, dan diperankan oleh seorang individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi tubuh yang kurang baik” (Anderson, 2009).

Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa adanya peranan sakit. Misalnya seorang dewasa yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, ia harus memutuskan, apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan, atau memanggil dokter. Namun hal ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu telah didefenisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan

seseorang tidak dapat melakukan sebagian atau seluruh peranan normalnya, yang berarti mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan orang-orang di sekelilingnya, maka barulah dikatakan bahwa seseorang itu melakukan peranan sakit. Sebagaimana dikatakan Jaco, ketika tingkah laku yang berhubungan dengan penyakit disusun dalam suatu peranan sosial, maka peranan sakit menjadi suatu cara yang berarti untuk bereaksi dan untuk mengatasi eksistensi dan bahaya-bahaya potensial penyakit oleh suatu masyarakat (Anderson, 2009).

Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Dalam hal ini bila seseorang sakit maka ia akan mengalami beberapa tahapan yang dimulai dari timbulnya gejala-gejala yang menunjukkan suatu kondisi sakit hingga si sakit mencari pengobatan. Sedangkan perilaku sehat adalah segala tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat ini dipertunjukkan oleh individu- individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat (Sarwono, 2005).

Menurut Mechanic yang dijabarkan oleh Sarwono (2005), m enjelaskan bahwa terjadi proses dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan. Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit, antara lain :

a) Dikenalinya atau dirasakannnya gejala-gejala atau tanda-tanda ang menyimpang dari keadaan biasa

b) Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya. c) Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan

dalam kegiatan sosial lainnya.

d) Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.

e) Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit itu.

f) Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakit itu. g) Perbedaan interperetasi terhadap gejala yang dikenalnya.

h) Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku untuk mengatasi gejala sakit tersebut.

i) Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai Sarana tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut, dan sebagainya).

Dokumen terkait