• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.5 Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan

5.5.1 Persiapan Media Tanam

Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan media tanam jamur tiram putih adalah :

(1) Serbuk Kayu

Serbuk kayu merupakan salah satu bahan utama yang dibutuhkan dalam pembuatan media tanam. Pembuatan media tanam menggunakan serbuk yang berasal dari kayu Albasia, karena sifat kayunya yang keras dan tidak mengandung bahan pengawet alami. Jangan dipilih kayu dari jenis pinus karena senyawa terpentin yang terdapat di dalamnya dapat menghambat pertumbuhan jamur. Kondisi serbuk yang akan digunakan harus terjaga dengan baik. Serbuk sebaiknya berasal dari kayu yang tidak bergetah karena kayu yang bergetah akan menyebabkan kegagalan akibat getah yang meleleh saat proses sterilisasi. Serbuk gergaji berperan sebagai sumber selulosa untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan jamur.

(2) Dedak

Dedak berfungsi sebagai sumber gula, lemak, dan protein yang diperlukan sebagai sumber energi jamur dan sangat dianjurkan dalam pembuatan media tanam jamur tiram putih. Dedak yang baik adalah dedak yang masih baru, tidak berbau dan tidak mudah rusak (Cahyana dkk, 2005).

35

(3) Kapur

Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian atau Calsium Carbonat (CaCO3). Kapur berperan sebagai sumber mineral dan pengatur pH agar

keasaman media tidak mudah berubah. Setelah semua bahan terkumpul, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Persiapan

Serbuk kayu, dedak, dan kapur disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Perbandingan kebutuhan bahan-bahan yang digunakan untuk sekali proses persiapan media tanam, yaitu serbuk kayu sebanyak 100 karung, dedak 300 kilogram, dan kapur sebanyak 100 kilogram. Setiap satu kali proses produksi dapat menghasilkan 4000 baglog jamur tiram putih.

(2) Pengayakan Bahan

Proses pengayakan bahan dilakukan sebelum proses pencampuran bahan. Serbuk kayu yang telah disiapkan tersebut kemudian diayak untuk menghilangkan potongan-potongan kayu besar yang berasal dari penggergajian kayu. Pengayakan dilakukan dengan melemparkan serbuk kayu tersebut ke arah ayakan dan dilakukan berulang-ulang.

(3) Pencampuran Bahan

Pencampuran serbuk kayu dilakukan secara manual dengan menghamparkan serbuk kayu di ruangan bernaungan. Serbuk ditumpuk setinggi 20-30 cm, kemudian bahan lainnya ditaburkan diatasnya. Campuran kemudian diaduk menggunakan sekop. Pencampuran dilakukan sampai campuran merata.

36

(4) Pemberian Air

Bahan-bahan yang telah dicampur tersebut kemudian disiram air hingga kandungan airnya mencapai 50-65 persen. Secara sederhana, untuk mengetahui kadar air 50-65 persen dapat dilakukan dengan cara mengepalkan bahan-bahan tersebut. Apabila bahan-bahan tersebut dalam kepalan mengeluarkan air terlalu banyak maka kandungan air dalam bahan tersebut terlalu tinggi. Campuran bahan yang baik adalah apabila bahan-bahan itu dikepal membentuk suatu gumpalan, tetapi mudah dihancurkan kembali. Campuran bahan yang terlalu banyak mengandung air akan memacu pertumbuhan mikroba lain, terutama jenis kapang yang dapat merusak media, sehingga media tanam maupun jamur yang tumbuh menjadi cepat busuk (Cahyana, dkk, 2005).

(5) Pengisian Baglog

Pengisian baglog di Perusahaan TIMMUSH masih dilakukan dengan cara manual. Campuran bahan-bahan yang telah diberi air tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik polipropilen(PP) berukuran 17 cm 25 cm. Kedua ujung kantong plastik kemudian dilipat ke dalam agar baglog dapat berdiri tegak. Selanjutnya, baglog dipadatkan dengan menggunakan alat yang terbuat dari pipa paralon, sehingga kantong plastik terisi sampai ¾ bagian. Baglog harus dipadatkan agar tidak mudah rusak dan hancur, serta tidak menghambat pertumbuhan miselium jamur. Setelah baglog padat, bagian atsnya dilipat, kemudian disusun dan siap untuk disterilisasi.

(6) Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tumbuh jamur tiram putih. Plastik yang telah berisi campuran bahan-bahan tadi dimasukkan ke dalam

37

drum sterilisasi (Lampiran 4a). Perusahaan TIMMUSH memiliki empat buah drum sterilisasi, masing-masing berkapasitas 1000 baglog.

Pada awalnya alat sterilisasi yang digunakan oleh pemilik perusahaan yaitu kompor semawar (Lampiran 4b). Untuk menyalakan kompor semawar tersebut diperlukan minyak tanah tanah sekitar 60 liter per proses sterilisasi. Semenjak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga BBM di Indonesia, pemilik Perusahaan TIMMUSH mengganti penggunaan kompor semawar dengan kayu bakar (Lampiran 4c). Untuk menyalakan kayu bakar tersebut tidak perlu menggunakan minyak tanah lagi, cukup dari sisa serbuk kayu dan plastik baglog yang telah rusak. Kayu bakar yang digunakan pemilik Perusahaan TIMMUSH berasal dari tempat penggergajian kayu di sekitar lokasi perusahaan (Leuwiliang, Tenjo Laya, Cinangneng, dan lain sebagainya).

Tidak ada perbedaan lama pelaksanaan sterilisasi antara menggunakan kompor semawar dengan kayu bakar. Keduanya sama-sama dilakukan selama delapan jam dengan suhu alat mencapai 100C agar media matang dengan sempurna. Lain halnya dengan waktu pelaksanaan sterilisasi. Ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar, kegiatan sterilisasi dilakukan dari pukul 15.00 sampai pukul 23.00. Setelah menggunakan kayu bakar, kegiatan sterilisasi dilakukan pada pagi hari yaitu dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00. Perubahan waktu sterilisasi ini dilakukan pemilik pemilik Perusahaan TIMMUSH untuk mengurangi pengeluaran upah lembur bagi karyawan yang berjaga malam dan tingkat kegagalan produksi akibat kecerobohan karyawan. Setelah dilakukan sterilisasi, baglog-baglog tersebut kemudian didinginkan selama delapan jam sebelum nantinya diberi bibit.

38

(7) Inokulasi (Pembibitan)

Baglog yang telah didiamkan selama delapan jam tersebut kemudian dibuka kembali lipatannya untuk diberikan bibit. Bibit yang digunakan biasanya bibit dari turunan ke-2 (F2) yang merupakan bibit produksi. Pembibitan harus

dilakukan dengan tempat, alat dan pelaksana yang steril. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi bakteri dan mikroba yang dapat mengakibatkan kegagalan saat pembibitan. Pensterilan tempat, alat, dan pelaksana dilakukan dengan menyemprot tempat, mencuci alat dan tangan pelaksana dengan alkohol 70 persen. Pemilik perusahaan menggunakan bibit F2 yang digunakan untuk

menginokulasi 20 baglog berukuran 17 cm  25 cm. Setelah diberi bibit, pada leher baglog diberi cincin bambu lalu ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang.

Dokumen terkait