• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih pada perusahaan trisno insan mandiri mushroom (TIMMUSH) desa Cibuntu, kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih pada perusahaan trisno insan mandiri mushroom (TIMMUSH) desa Cibuntu, kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa Barat"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS

USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN

TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH)

DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Oleh : RENIE CONNIE

A 14105591

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS

USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN

TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH)

DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Oleh : RENIE CONNIE

A 14105591

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Renie Connie

NRP : A14105591

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 131 804 162

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(4)

RINGKASAN

RENIE CONNIE. Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (di bawah bimbinganYUSMAN SYAUKAT).

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki gizi masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk pangan yang sehat juga telah ikut mendorong industri jamur tiram putih. Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) merupakan pelopor usahatani jamur tiram putih di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kegiatan produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari penyiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, dan panen. Pada tahap penyiapan media tanam, proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tanam jamur tiram putih.

Dalam menjalankan usahanya, pemilik Perusahaan TIMMUSH sempat mengalami kendala pada kegiatan produksinya. Hal tersebut berkaitan dengan terjadinya kelangkaan dan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kelangkaan BBM ini telah mengubah pola penggunan minyak tanah pada proses sterilisasi di Perusahaan TIMMUSH. Mengingat proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih, maka untuk mengatasi masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah tersebut pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu dari kompor semawar ke kayu bakar.

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk membandingkan tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar; (2) mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH.

Penelitian ini dilaksanakan pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) yang berada di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

(5)

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dan titik impas.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan baik pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) maupun setelah penelitian (Agustus 2008), tingkat keuntungan dan nilai R/C rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih besar dibandingkan ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya pendapatan dan nilai R/C rasio tersebut tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi. Hasil analisis pendapatan berdasarkan data pada saat penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tersebut hanya sebesar Rp 100.000 atau 2,10 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,02 atau 1,26 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai, sedangkan berdasarkan data setelah penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah pendapatan dan nilai R/C tersebut hanya sebesar Rp 390.000 atau 9,59 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,07 atau 4,79 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai.

Hasil analisis titik impas baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian dilakukan menunjukkan bahwa pergantian alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar membuat volume minimum penjualan jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUH menjadi lebih rendah dibandingkan pada saat pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya titik impas dari kedua kondisi tersebut tidaklah jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut yaitu hanya sebesar 68,51 kilogram atau sebesar 4,80 persen berdasarkan data pada saat penelitian dan 133,09 kilogram atau 8,48 persen berdasarkan data setelah penelitian dilakukan.

Alat sterilisasi terbaik bagi Perusahaan TIMMUSH adalah kayu bakar karena memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.902.200 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,61 (Mei-Juni 2008) serta memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.458.700 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,53 (Agustus 2008). Selain itu, penggunaan kayu bakar juga dapat mengatasi terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah.

Secara umum total biaya usahatani dan jumlah pendapatan dan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, konversi bobot jamur tiram putih per baglog, jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di Perusahaan TIMMUSH baik sebelum maupun setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak berubah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa awal yang memprediksi adanya perbedaan yang signifikan dari perubahan penggunaan alat sterilisasi tersebut.

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 3 Januari 1984 dari pasangan (Alm.) Panahatan Eli Akim Sitorus dan Manur Marisi Manurung. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Kristen Satu Bakti Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SMP Negeri 4 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat atasnya di SMU Negeri 5 Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis di Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) dari bulan Mei sampai Juni 2008. Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usahatani jamur tiram putih merupakan usahatani yang menggunakan minyak tanah dalam jumlah yang cukup besar pada proses sterilisasinya. Semenjak terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bahan bakar (BBM) di Indonesia, pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu mengganti penggunaan kompor semawar dengan kayu bakar.

Penulis melihat fenomena di atas sebagai salah satu hal yang menarik untuk diteliti. Skripsi ini menganalisis bagaimana tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar. Hasil analisis dari setiap jenis alat sterilisasi tersebut kemudian akan dibandingkan, mana yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan sebagai bahan referensi dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.

Bogor, September 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setiaNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak telepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Mama, B’Podi Sitepu, dan adik-adikku tercinta (Daniel, Yoshinta, Eben) atas perhatian, doa, kasih sayang, dan dorongannya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Joko Purwono, MS sebagai dosen penguji utama dan Rahmat Yanuar, SP, MSi sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritikannya untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Dwi Rahcmina, MSi sebagai dosen evaluator pada kolokium yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan skripsi ini.

5. Bapak Trisno selaku pemilik Perusahaan TIMMUSH dan seluruh karyawan Perusahaan TIMMUSH yang telah bersedia menerima dan memberikan informasi selama penelitian.

(10)

7. Sahabat-sahabatku Perta, Santy, Ochie, Lea, Rinrin, Dea Ardiles, Chaca, Nusrat, Afnita, Baban, Renna, Nina, dan (Almh.) Nelda Yessi, serta teman-teman dari BPK Gerakan Pemuda GPIB ‘Sola Gratia’ Bogor yang selalu memberikan semangat dan selalu mendukungku dalam doa.God bless you all. 8. Rekan-rekan Ekstensi MAB 13 dan seluruh staf Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, September 2008

(11)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS

USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN

TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH)

DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Oleh : RENIE CONNIE

A 14105591

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS

USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN

TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH)

DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Oleh : RENIE CONNIE

A 14105591

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(13)

Judul : Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Renie Connie

NRP : A14105591

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 131 804 162

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(14)

RINGKASAN

RENIE CONNIE. Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (di bawah bimbinganYUSMAN SYAUKAT).

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki gizi masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk pangan yang sehat juga telah ikut mendorong industri jamur tiram putih. Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) merupakan pelopor usahatani jamur tiram putih di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kegiatan produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari penyiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, dan panen. Pada tahap penyiapan media tanam, proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tanam jamur tiram putih.

Dalam menjalankan usahanya, pemilik Perusahaan TIMMUSH sempat mengalami kendala pada kegiatan produksinya. Hal tersebut berkaitan dengan terjadinya kelangkaan dan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kelangkaan BBM ini telah mengubah pola penggunan minyak tanah pada proses sterilisasi di Perusahaan TIMMUSH. Mengingat proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih, maka untuk mengatasi masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah tersebut pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu dari kompor semawar ke kayu bakar.

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk membandingkan tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar; (2) mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH.

Penelitian ini dilaksanakan pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) yang berada di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

(15)

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dan titik impas.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan baik pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) maupun setelah penelitian (Agustus 2008), tingkat keuntungan dan nilai R/C rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih besar dibandingkan ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya pendapatan dan nilai R/C rasio tersebut tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi. Hasil analisis pendapatan berdasarkan data pada saat penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tersebut hanya sebesar Rp 100.000 atau 2,10 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,02 atau 1,26 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai, sedangkan berdasarkan data setelah penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah pendapatan dan nilai R/C tersebut hanya sebesar Rp 390.000 atau 9,59 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,07 atau 4,79 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai.

Hasil analisis titik impas baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian dilakukan menunjukkan bahwa pergantian alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar membuat volume minimum penjualan jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUH menjadi lebih rendah dibandingkan pada saat pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya titik impas dari kedua kondisi tersebut tidaklah jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut yaitu hanya sebesar 68,51 kilogram atau sebesar 4,80 persen berdasarkan data pada saat penelitian dan 133,09 kilogram atau 8,48 persen berdasarkan data setelah penelitian dilakukan.

Alat sterilisasi terbaik bagi Perusahaan TIMMUSH adalah kayu bakar karena memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.902.200 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,61 (Mei-Juni 2008) serta memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.458.700 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,53 (Agustus 2008). Selain itu, penggunaan kayu bakar juga dapat mengatasi terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah.

Secara umum total biaya usahatani dan jumlah pendapatan dan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, konversi bobot jamur tiram putih per baglog, jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di Perusahaan TIMMUSH baik sebelum maupun setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak berubah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa awal yang memprediksi adanya perbedaan yang signifikan dari perubahan penggunaan alat sterilisasi tersebut.

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 3 Januari 1984 dari pasangan (Alm.) Panahatan Eli Akim Sitorus dan Manur Marisi Manurung. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Kristen Satu Bakti Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SMP Negeri 4 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat atasnya di SMU Negeri 5 Bogor.

(18)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis di Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) dari bulan Mei sampai Juni 2008. Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usahatani jamur tiram putih merupakan usahatani yang menggunakan minyak tanah dalam jumlah yang cukup besar pada proses sterilisasinya. Semenjak terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bahan bakar (BBM) di Indonesia, pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu mengganti penggunaan kompor semawar dengan kayu bakar.

Penulis melihat fenomena di atas sebagai salah satu hal yang menarik untuk diteliti. Skripsi ini menganalisis bagaimana tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar. Hasil analisis dari setiap jenis alat sterilisasi tersebut kemudian akan dibandingkan, mana yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan sebagai bahan referensi dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.

Bogor, September 2008

(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setiaNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak telepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Mama, B’Podi Sitepu, dan adik-adikku tercinta (Daniel, Yoshinta, Eben) atas perhatian, doa, kasih sayang, dan dorongannya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Joko Purwono, MS sebagai dosen penguji utama dan Rahmat Yanuar, SP, MSi sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritikannya untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Dwi Rahcmina, MSi sebagai dosen evaluator pada kolokium yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan skripsi ini.

5. Bapak Trisno selaku pemilik Perusahaan TIMMUSH dan seluruh karyawan Perusahaan TIMMUSH yang telah bersedia menerima dan memberikan informasi selama penelitian.

(20)

7. Sahabat-sahabatku Perta, Santy, Ochie, Lea, Rinrin, Dea Ardiles, Chaca, Nusrat, Afnita, Baban, Renna, Nina, dan (Almh.) Nelda Yessi, serta teman-teman dari BPK Gerakan Pemuda GPIB ‘Sola Gratia’ Bogor yang selalu memberikan semangat dan selalu mendukungku dalam doa.God bless you all. 8. Rekan-rekan Ekstensi MAB 13 dan seluruh staf Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, September 2008

(21)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Usahatani ... 8

2.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani ... 8

2.3 Analisis Pendapatan Usahatani ... 9

2.4 Analisis Titik Impas ... 10

2.5 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ... 11

2.6 Manfaat Jamur Tiram ... 12

2.7 Penelitian Terdahulu ... 13

2.7.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 13

2.7.2 Analisis Titik Impas ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 17

3.2 Hipotesa ... 18

IV. METODE PENELITIAN ... 20

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 20

4.3 Metode Analisis Data ... 21

4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 21

4.3.2 Analisis Titik Impas ... 22

4.4 Konsep Pengukuran Variabel ... 23

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 26

5.1 Sejarah Perusahaan ... 26

5.2 Keadaan Geografis Perusahaan ... 26

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... 27

5.4 Sumberdaya Perusahaan ... 30

5.4.1 Sumberdaya Manusia ... 30

5.4.2 Sumberdaya Fisik ... 31

5.5 Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH ... 33

5.5.1 Persiapan Media Tanam ... 34

5.5.2 Pemeliharaan ... 38

(22)

ii 5.5.4 Penanganan Pasca Panen ... 41 5.5.5 Pemasaran ... 42 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45 6.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 45 6.1.1 Penerimaan Usahatani ... 45 6.1.2 Pengeluaran Usahatani ... 46 6.1.3 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani ... 48 6.2 Analisis Titik Impas ... 49 6.2.1 Biaya ... 49 6.2.2 Analisis Perbandingan Titik Impas ... 50 6.3 Analisis Perbandingan Pendapatan dan Titik Impas Usahatani

(23)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perkembangan PDP Hortikultura Tahun 2003-2006

(Milyar Rp) ... 2 2 Urutan Negara Penghasil Beberapa Jenis Jamur

Berdasarkan Tingkat Produksinya ... 3 3 Jumlah Log dan Produksi Jamur Tiram Putih di Bogor

Tahun 2005-2007 ... 4 4 Jenis Pekerjaan dan Jumlah Tenaga Kerja pada

Perusahaan TIMMUSH ... 30 5 Rincian Ruang Produksi Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMUSH ... 33 6 Rincian Penerimaan Usahatani Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam ... 46 7 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jamur

Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu

Musim Tanam ... 48 8 Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur

Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu

Musim Tanam ... 50 9 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jamur

Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus

2008 ... 52 10 Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur

Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus

(24)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(25)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Gambar Bangunan di Perusahaan TIMMUSH ... 61 2 Peralatan yang digunakan Perusahaan TIMMUSH dalam

Menjalankan Usahatani Jamur Tiram Putih beserta Fungsinya ... 62 3 Tahap-tahap Proses Produksi Jamur Tiram Putih pada

Perusahaan TIMMUSH ... 63 4 Gambar Peralatan di Perusahaan TIMMUSH ... 64 5 Rincian Biaya Penyusutan pada Perusahaan TIMMUSH ... 65 6 Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) ... 66 7 Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) ... 67 8 a. Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan

TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) ... 68 b. Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan

TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) ... 68 9 a. Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) ... 69 b. Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (setelah menggunakan kayu bakar) ... 70 10 Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di

Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 (menggunakan kompor semawar) ... 71 11 Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di

(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional. Selain memberikan sumbangan yang besar dalam perekonomian nasional, sektor pertanian juga berperan secara signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan nasional.1 Sektor pertanian terdiri

dari sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Dari keempat sub sektor tersebut, hortikultura merupakan salah satu sub sektor yang mempunyai peran penting dalam sektor pertanian.2

Pada dasarnya, sub sektor hortikultura dikelompokkan ke dalam empat kelompok komoditas yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka (tanaman obat-obatan). Sub sektor hotikultura terdiri dari 323 jenis komoditas, yaitu buah-buahan 60 jenis, sayuran 80 jenis, biofarmaka 66 jenis, dan tanaman hias 117 jenis.3 Sejauh ini sub sektor hortikultura menyumbang nilai Produk

Domestik Bruto (PDB) yang cukup signifikan di tingkat nasional. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kontribusi sub sektor hortikultura pada pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya dan PDP untuk komoditas sayuran menempati urutan kedua setelah buah-buahan.

(27)

2

Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2003-2006 (Milyar Rp)

Nilai PDB No. Kelompok Komoditas

2003 2004 2005 2006

1 Buah-buahan 28.246 30.765 31.694 35.448

2 Sayuran 20.573 20.749 22.630 24.694

3 Biofarmaka 565 722 2.806 3.762

4 Tanaman Hias 4.501 4.609 4.662 4.734

Total Hortikultura 53.885 56.844 61.792 68.639 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008

Pada Tabel 1 terlihat bahwa PDP hortikultura untuk komoditas sayuran dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. PDP tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 24,694 milyar. Peningkatan ini terjadi karena terjadinya peningkatan produksi di berbagai sentra peningkatan luas areal panen disamping nilai ekonomi komoditas sayuran yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya.4

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trendbaru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk; pestisida kimia sintetis; dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Jamur tiram merupakan salah satu jenis sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki gizi masyarakat. Sayuran jenis jamur tiram diproduksi tanpa pupuk dan pestisida, tanaman ini tumbuh murni dengan memanfaatkan unsur hara pada kayu dengan demikian

(28)

3

jamur tiram diproduksi dengan bahan organik.5

Kesadaran masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk pangan yang sehat juga telah ikut mendorong industri jamur tiram. Peluang bisnis ini kemudian menarik minat masyarakat untuk turut mengembangkannya dan lokasi-lokasi budidaya jamur tiram pun bermunculan. Indonesia kemudian menjadi salah satu negara penghasil jamur tiram yang cukup besar. Tabel 2 menunjukkan beberapa negara penghasil jamur utama di dunia.

Tabel 2. Urutan Negara Penghasil Beberapa Jenis Jamur Berdasarkan Tingkat Produksinya

Jenis Jamur Negara Penghasil

Jamur Champignon Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Cina, Taiwan, Australia, Skandinavia

Jamur Shiitake Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Indonesia, Amerika Serikat Jamur Merang Cina, Taiwan, Filipina, Thailand, Korea, Indonesia, Malaysia

Jamur Tiram Cina, Taiwan, Thailand, Pakistan, Indonesia, Singapura, Jerman, Belanda

Sumber : Suriawiria, 2000 dalam Nugraha, 2006

Beberapa jenis jamur tiram yang mulai banyak dibudidayakan diantaranya jamur tiram putih, abu-abu, cokelat, dan merah muda. Namun, jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) atau yang dikenal dengan nama Shimeiji White merupakan jenis jamur tiram yang paling banyak dikenal dan dibudidayakan oleh petani jamur Indonesia.6

Daerah penghasil jamur tiram putih di Indonesia masih didominasi oleh Jawa Barat. Salah satu daerah di Jawa Barat yang banyak mengusahakan jamur tiram putih adalah Bogor. Jamur tiram putih sudah dibudidayakan di wilayah Bogor sejak tahun 1982, tetapi baru berkembang menjelang tahun 2000.7 Data

5 Istuti, W, T. Siniati, dan E. Retnaningtyas. 2002. “Visitor Plot Jamur Tiram (Pleurotus spp.)”

http://www.iptek.net.id Tanggal 30 Juni 2008

(29)

4

perkembangan jumlah log dan produksi jamur tiram putih di Kota Bogor dari tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Log dan Produksi Jamur Tiram Putih di Bogor Tahun 2005-2007

Tahun Jumlah (log) Produksi (kg)

2005 665 196

2006 1.170 585

2007 1.822 911

Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Bogor Tahun 2005 - 2007 (diolah)

Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah log dan produksi jamur tiram putih di Bogor semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram putih di wilayah Bogor memiliki prospek yang cukup baik. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang sesuai bagi pertumbuhan jamur tiram putih. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usahatani jamur tiram putih ini.

(30)

5

mudah untuk diadopsi, sehingga untuk jangka panjang pengembangan usahatani jamur tiram putih ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.

1.2 Perumusan Masalah

Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) merupakan salah satu usaha agribisnis yang telah cukup lama mengusahakan jamur tiram putih, yaitu semenjak pertengahan bulan Mei tahun 2000. Perusahaan TIMMUSH merupakan pelopor usahatani jamur tiram putih di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain jamur tiram putih sebagai komoditas utamanya, perusahaan ini juga memproduksi bibit dan baglog jamur tiram putih.

Kegiatan produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari penyiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, dan panen. Pada tahap penyiapan media tanam, proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tanam jamur tiram putih.

(31)

6

kayu bakar. Perubahan alat sterilisasi ini dilakukan pemilik perusahaan untuk mengatasi terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.

Kenaikan harga BBM, terutama minyak tanah memiliki dampak yang amat besar bagi kelangsungan usahatani jamur tiram putih. Kenaikan harga minyak tanah ini akan berdampak pada proses produksi, distribusi, hingga pola konsumsi konsumen yang mempengaruhi permintaan akan jamur tiram putih. Dalam proses produksi, peningkatan harga BBM akan meningkatkan biaya yang diperlukan baik dalam penggunaan bahan bakar secara langsung dalam proses produksi maupun kenaikan secara tidak langsung berupa kenaikan harga bahan baku. Sementara dalam proses produksi jamur tiram putih, peningkatan harga bahan bakar akan meningkatkan biaya distribusi secara langsung, mengingat alat transportasi yang tersedia berbasis pada bahan bakar minyak.

(32)

7

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Membandingkan tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar.

2. Mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH.

1.4 Kegunaan Penelitian

(33)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang di tempat itu diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh tanah-tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1994). Menurut Rifai dalam Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja (1983) usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.

Usahatani biasanya diartikan bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu-waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) dengan sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1995).

2.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani

(34)

9

Biaya tunai merupakan biaya-biaya rutin yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Biaya tunai yang dikeluarkan terbagi atas dua jenis, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa biaya air dan pajak tanah, sedangkan biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga.

Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri berdasarkan tingkat upah yang berlaku. Contoh biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan biaya tenaga kerja keluarga (biaya variabel).

2.3 Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan dapat didefinisikan sebagai jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, setelah dikurangkan dari penerimaan (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.

(35)

10

total biaya dalam satu periode tertentu. Semakin besar nilai R/C rasio, maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dikeluarkan.

Suatu usahatani dapat dikategorikan efisien jika nilai R/C lebih besar dari 1 (R/C  1), artinya setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya, kegiatan usahatani dikategorikan tidak efisien jika memiliki nilai R/C rasio kurang dari satu (R/C < 1), yang berarti untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C rasio sama dengan satu (R/C = 1), berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal.

2.4 Analisis Titik Impas

Titik impas adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama. Tidak ada laba maupun rugi pada titik impas. Untuk mencapai titik impas, target laba adalah nol (Carter dan Usry, 2005). Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut.

(36)

11

diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain, biaya listrik dan air, sewa tanah, pajak, dan lain sebagainya. Biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi (Soekartawi, 1995).

2.5 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram putih yang dalam bahasa latinnya disebut Pleurotus ostreatus merupakan jamur konsumsi, disebut jamur tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat dengan diameter antara 3-15 cm, lonjong, melengkung seperti cangkang tiram, dan berwarna putih susu sampai kekuning-kuningan. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung tetapi agak ke pinggir. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam satu media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak.

Secara alami, jamur tiram putih ditemukan di hutan di bawah pohon berdaun lebar atau di bawah tanaman berkayu. Jamur tiram putih tidak memerlukan cahaya matahari yang banyak, ditempat terlindung miselium jamur akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari berlimpah. Kelembaban ruangan optimal 90-96 persen yang harus dipertahankan dengan menyemprotkan air secara teratur.

(37)

12

23-28C terdapat pada daerah dataran tinggi kira-kira pada ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut.

2.6 Manfaat Jamur Tiram

Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang enak dimakan serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan jamur lainnya.

J

amur tiram memiliki manfaat sebagai antitumor, meningkatkan sistem kekebalan, menurunkan kolesterol, dan efek antioksidan. Di samping itu, kandungan proteinnya tinggi dengan asam amino yang bagus, kecuali triptopan; serta mengandung lemak rendah yang bermanfaat karena adanya omega enam, asam lemak, asam linoleat, dan asam oleat. Jamur tiram juga sangat kaya vitamin, seperti vitamin B (B1, B2, B3, B6, biotin, dan B12); vitamin C; dan bioflavonoid. Mengandung beberapa mineral seperti sodium, potasium, fosfor, Mn (mangan), Mg (magnesium), Fe (besi), Co (kobal), selenium, dan Zn (seng), yang jumlahnya tergantung dari tempat tumbuhnya. Jika ditanam di media tanam yang subur, asam lemak esensial akan meningkat. Mengandung cukup serat yang kaya akan chitin.
(38)

13

krim. Jamur tiram tersebut berfungsi unik, yakni sebagai penyeimbang makanan berlemak yang dikonsumsi (Widyastuti, N. dan Koesnandar, 2005).

2.7 Penelitian Terdahulu

Usahatani jamur tiram putih sudah mulai banyak diusahakan, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan pada usahatani jamur tiram putih baik dari segi budidaya maupun dari segi ekonominya. Berikut adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang terdiri dari analisis pendapatan usahatani dan titik impas.

2.7.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya yang dilakukan dalam menjalankan usahatani tersebut. Untuk mengukur tingkat efisiensi dari suatu usahatani jamur tiram putih dilakukan perbandingan R/C rasio. Menurut penelitian Maharany (2007) dan Ruillah (2006), petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat diklasifikasikan menjadi tiga skala. Maharany (2007) mengelompokkan skala usahataninya berdasarkan jumlah log yang dihasilkan, yaitu skala kecil (kurang dari 10.000 log), skala menengah (10.000 – 24.000 log), dan skala besar (lebih dari 24.000 log). Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, skala usahatani menengah (10.000 – 24.000 log) adalah yang paling efisien.

(39)

14

analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai untuk petani skala I lebih besar dari skala II dan III, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi yang lebih menguntungkan adalah petani skala I. Sedangkan jika dilihat dari nilai R/C rasio, diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total untuk petani skala III lebih besar dibandingkan skala I dan II.

Yanti (2003), menyatakan bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya total yang lebih dari satu. Penelitian yang dilakukan oleh Rahwana (2003) memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Rahwana menganalisis usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cicurug dan Parung Kuda, Kabupaten Sukabumi berdasarkan skala usaha dan teknologi yang digunakan. Berdasarkan skala usahanya, usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cicurug dan Parung Kuda dapat dikelompokkan menurut jumlah log yang dihasilkan, yaitu mulai dari 5.000 sampai 20.000 log. Sedangkan menurut teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan berdasarkan alat sterilisasi, yaitu drum dan autoklaf.

(40)

15

Merajuk pada penelitian Windyastuti (2000), usahatani jamur tiram putih Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dapat dikatakan menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu.

2.7.2 Analisis Titik Impas

Pada penelitian Rahwana (2003) disebutkan bahwa berdasarkan pendekatan Titik Impas Produksi (TIP), dari delapan contoh petani yang ada untuk teknologi drum efisien pada skala usaha 20.000 log, sedangkan untuk teknologi autoklaf, efisien pada skala usaha 10.000 log. Pada pendekatan ini, teknologi drum efisien pada skala usaha yang lebih besar dan untuk teknologi autoklaf efisien pada skala usaha yang lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan besarnya skala usaha, harga input, jumlah input, dan teknologi yang digunakan antara skala usaha 20.000 log dengan skala usaha yang lainnya.

Nilai titik impas produksi jamur tiram putih yang dihasilkan pada saat penelitian di Usaha Agribisnis Supa Tiram Mandiri (UA STM), Kebun Percobaan Cikabayan, Faperta IPB, Dermaga, Bogor, Jawa Barat adalah 1.065,75 kilogram per bulan sedangkan produksi jamur tiram putih yang dihasilkan oleh UA STM adalah 4.398,88 kilogram per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya usaha jamur tiram putih yang dilakukan oleh UA STM telah memperoleh keuntungan karena produksi yang dihasilkan telah melebihi produksi pada saat titik impas.

(41)

16

antara produksi jamur tiram putih dengan titik impas, berarti laba atau keuntungan yang diperoleh UA STM semakin besar juga. Hal tersebut dijelaskan dalam penelitian Wati (2000).

Selain Rahwana dan Wati, analisis titik impas juga dilakukan oleh Damayanti (2004) dan Diana (2003). Penelitian Damayanti (2004) dilakukan pada salah satu perusahaan perekebunan teh yang terletak di wilayah Jawa Barat. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada titik impas perusahaan akibat adanya penerapan harga pokok prroduksi alternatif. Diana (2003) melakukan penelitian tentang analisis harga pokok dan titik impas produksi benih padi bersertifikat pada PT. Pertani (Persero) SPB Karawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan produksi aktualnya, maka pada umumnya produksi titik impas produksi di kedua perusahaan tersebut telah mendapatkan keuntungan.

(42)

17

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dalam menjalankan usahanya, pemilik perusahaan sempat mengalami kendala pada kegiatan produksinya. Hal tersebut berkaitan dengan terjadinya kelangkaan dan kelangkaan harga BBM di Indonesia. Kelangkaan BBM ini telah mengubah pola penggunan minyak tanah pada proses sterilisasi di Perusahaan TIMMUSH. Usahatani jamur tiram putih merupakan salah satu usahatani yang memerlukan bahan bakar berupa minyak tanah dalam jumlah yang cukup banyak. Mengingat proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih, maka untuk mengatasi masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah tersebut pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya.

Pada awalnya, alat sterilisasi yang digunakan di Perusahaan TIMMUSH untuk mengukus atau memasak baglog jamur tiram putihnya adalah kompor semawar. Untuk menyalakan kompor semawar tersebut dibutuhkan bahan bakar berupa minyak tanah sekitar 60 liter per proses sterilisasi. Namun, semenjak awal bulan November 2007 pemilik perusahaan mengganti penggunaan kompor semawar ke kayu bakar.

(43)

18

Proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH

Terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar akibat kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah di Indonesia

Memberikan informasi mengenai sistem produksi yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH

 Analisis Pendapatan Usahatani  Analisis Titik Impas

[image:43.595.83.504.38.798.2]

alat sterilisasi tersebut. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan dan titik impas usahatani. Hasil analisis ini kemudian akan dijadikan referensi bagi Perusahaan TIMMUSH dalam menentukan alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH. Kerangka pemikiran operasional di atas dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional.

3.2 Hipotesa

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesa awal dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(44)

19

1. Tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik Perusahaan TIMMUSH setelah menggunakan kayu bakar pada alat sterilisasinya diduga akan meningkat secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli kayu bakar selama satu musim tanam lebih rendah dibandingkan untuk membeli minyak tanah.

2. Kemampuan produksi per baglog jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH per musim tanam diduga akan menurun setelah menggunakan kayu bakar karena proses pengapian pada saat menggunakan kayu bakar kurang stabil dibandingkan pada saat menggunakan kompor semawar. 3. Jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di

Perusahaan TIMMUSH diduga akan berubah setelah pemilik perusahaan mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar. Hal tersebut dikarenakan penggunaan kayu bakar kurang praktis dibandingkan dengan kompor semawar, dengan demikian diduga jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja di Perusahaan TIMMUSH akan meningkat setelah menggunakan kayu bakar pada alat sterilisasinya.

(45)

20

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) yang berada di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data dilakukan secara dua tahap, yaitu pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) dan setelah penelitian dilakukan(Agustus 2008).

4.2 Jenis dan Sumber Data

(46)

21

4.3 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dan titik impas.

Tahap analisis data yang dilakukan melalui tahap transfer data, pengeditan serta pengolahan data dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan program Excel. Hasil pengolahan data tersebut akan dinyatakan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif.

4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani jamur tiram putih yang dilakukan di Perusahaan TIMMUSH. Perhitungan usahatani tersebut dilakukan dengan menghitung semua pengeluaran dan penerimaan selama proses produksi berlangsung dari awal hingga akhir.

Total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi. Total pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Total pendapatan adalah total penerimaan dikurangi dengan dan total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 1999). Rumus pendapatan usahatani jamur tiram putih adalah sebagai berikut :

Y

Y Q

P TR 

TVC TFC

TC 

TC TR 

(47)

22

dimana :

= pendapatan usahatani jamur tiram putih (Rp)

Y

P = harga jamur tiram putih (Rp)

Y

Q = jumlah produksi jamur tiram putih per musim tanam (Kg)

TR = penerimaan total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) TC = biaya total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) TFC = biaya tetap total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) TVC = biaya variabel total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp)

Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lainnya apabila rasio output terhadap inputnya menguntungkan dan dikatakan layak untuk diusahakan apabila keuntungannya melebihi nilai nol

0

. Untuk

menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan, maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C rasio. Analisis R/C rasio digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :

R/C ratio TC TR

 ...

 

4.2

Bila nilai R/C rasio yang diperoleh melebihi nilai satu, maka usahatani tersebut dapat dikatakan efisien. Sebaliknya bila nilai R/C rasio kurang dari nilai satu maka usahatani tersebut dapat dikatakan tidak efisien. Semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani semakin menguntungkan.

4.3.2 Analisis Titik Impas

(48)

23

Pada analisis titik impas ini, biaya-biaya yang digunakan dikelompokkan ke dalam biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Rumus yang digunakan dalam menghitung titik impas adalah sebagai berikut :

TC TR

TVC TFC Q

P  

AVC Q

TFC Q

P   

P AVC

TFC

Q  

AVC P

TFC Q

 ... (4.3)

dimana :

Q = volume titik impas (kg)

AVC = biaya variabel rata-rata usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp/Kg)

4.4 Konsep Pengukuran Variabel

Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani jamur tiram putih yang diusahakan di Perusahaan TIMMUSH, Kampung Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam menganalisis pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih, variabel-variabel yang diukur adalah :

1. Seluruh proses produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH adalah 120 hari atau sekitar empat bulan lamanya.

(49)

24

3. Konversi bobot hasil per musim tanam adalah 0,5 kilogram per baglog (baik pada saat pemilik Perusahaan TIMMUSH masih menggunakan kompor semawar maupun setelah menggunakan kayu bakar).

4. Modal adalah barang ekonomi berupa bangunan, alat-alat pertanian, dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan produksi jamur tiram putih. 5. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP) dengan lama kerja 8 jam per hari.

6. Produksi total adalah hasil jamur tiram putih yang didapat dari hasil pemanenan jamur tiram putih. Satuan yang digunakan adalah kilogram. 7. Harga produk adalah harga jamur tiram putih ditingkat petani pada saat

penelitian. Satuan yang digunakan adalah rupiah per kilogram.

8. Penerimaan petani adalah nilai semua produk yang dihasilkan usahatani jamur tiram putih yang diukur berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan dikali dengan tingkat harga yang berlaku di tingkat petani pada saat penelitian.

9. Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada volume produksi atau tidak habis dalam satu kali produksi. Biaya ini terdiri dari biaya listrik dan gaji kepala kebun dan wakilnya.

10. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian sarana produksi (bahan baku dan bahan penunjang pembuatan jamur tiram putih) dan upah tenaga kerja bagian persiapan sampai bagian panen dan pasca panen.

(50)

25

tunai, hanya diperhitungkan saja untuk melihat pendapatan petani bila faktor produksi milik sendiri dibayar. Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan dan sewa lahan milik sendiri (tempat pembuangan sisa baglog jamur tiram putih).

12. Biaya penyusutan merupakan biaya karena pemakaian peralatan. Biaya penyusutan diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Rumus yang digunakan yaitu :

Biaya Penyusutan (Rp) = Nilai beli (Rp) — Nilai sisa (Rp) Jumlah umur pemakaian (thn)

13. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani yang diukur dalam satuan rupiah.

14. R/C rasio adalah imbangan antara penerimaan dengan biaya untuk mengetahui keuntungan usahatani jamur tiram putih.

(51)

26

BAB V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah Perusahaan

Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) adalah sebuah nama home industry budidaya jamur tiram putih yang didirikan oleh Bapak Trisno pada pertengahan bulan Mei tahun 2000. Alasan pemilik Perusahaan TIMMUSH memilih untuk berusahatani jamur tiram putih karena pada saat itu masih jarang orang yang mengusahakan komoditas tersebut dan karena prospek usahatani jamur tiram putih yang cukup menjanjikan. Selain memproduksi jamur tiram putih dalam bentuk segar, perusahaan ini juga memproduksi bibit dan media tanam jamur tiram putih (baglog).

Tujuan dari pendirian perusahaan ini adalah menjadikan Perusahaan TIMMUSH sebagai perusahaan pertanian yang mampu memberikan keuntungan dan menjadi sumber penerimaan bagi pemiliknya dengan memproduksi jamur tiram putih yang mampu bersaing di pasar dan diterima oleh konsumen. Selain itu, perusahaan ini juga berfungsi sebagai tempat pelatihan ataupun sumber informasi bagi orang-orang yang tertarik dengan usahatani jamur tiram putih.

5.2 Keadaan Geografis Perusahaan

Perusahaan TIMMUSH terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Batas-batas wilayah Desa Cibuntu adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara : Desa Cicadas

(52)

27

Pemimpin/Pemilik Perusahaan d. Sebelah timur : Desa Cinangka

Secara umum daerah penelitian memiliki suhu 28C dan kelembaban 70 persen. Dengan kondisi demikian, usahatani jamur tiram putih cocok untuk dibudidayakan di daerah tersebut karena pada umumnya jamur tiram putih tumbuh dengan baik di daerah dengan suhu rata-rata 23-28C dan kelembaban 60-80 persen.

Lokasi usahatani jamur tiram putih ini cukup strategis dan mudah dijangkau, sehingga sangat menguntungkan dalam kegiatan operasional perusahaan dan pemasaran hasil produksi. Selain itu, lokasi usaha ini juga berada di tengah pemukiman yang tidak padat penduduk. Sebagian besar lingkungan yang ada di sekitarnya merupakan kawasan pertanian dimana masyarakat memanfaatkannya untuk bercocok tanam padi, buah-buahan dan sayur-sayuran.

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan

(53)

28

Bagian Administrasi & Keuangan Bagian Produksi

[image:53.595.46.519.37.842.2]

Tenaga Kerja Pria

Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan TIMMUSH.

Melihat struktur organisasi Perusahaan TIMMUSH, tampak bahwa Perusahan TIMMUSH dipimpin oleh pemilik perusahaan langsung. Dalam melaksanakan tugasnya, pemilik perusahaan dibantu oleh bagian administrasi dan keuangan dan bagian produksi. Kedua bagian tersebut kemudian membawahi tenaga kerja tetap pria. Adapun tugas dan wewenang masing-masing bagian adalah sebagai berikut :

1. Tugas dan wewenang pimpinan :

a. Membawahi dan bertanggung jawab atas operasional sehari-hari dan pada semua bagian yang terdapat di dalam perusahaan.

b. Mengkoordinasi dan mengawasi seluruh kegiatan karyawan pada masing-masing bagian.

c. Memberikan arahan kepada karyawan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan.

d. Mengambil keputusan yang menyangkut kemajuan usahanya.

e. Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan serta quality control dalam mendukung kegiatan usahanya.

(54)

29

2. Tugas dan wewenang bagian administrasi dan keuangan :

Pada bagian ini, isteri dari pemilik perusahaan yang bertanggung jawab dalam melakukan proses administrasi untuk bahan baku, pembagian gaji karyawan, dan membuat catatan panen.

3. Tugas dan wewenang bagian produksi :

Menangani segala hal yang berhubungan dengan kegiatan produksi, mulai dari persiapan sampai dengan panen dan pasca panen. Pada bagian ini terdapat dua orang yang bertindak sebagai koordinator yang membawahi 16 orang tenaga kerja tetap pria.

4. Tugas tenaga kerja pria :

a. Melakukan proses pencampuran, pengadukan, pengayakan, dan pemberian air terhadap bahan-bahan baku untuk membuat jamur tiram putih.

b. Melakukan pengisian media ke dalam plastikpolipropilen.

c. Melakukan proses sterilisasi, yaitu memasak atau mengukus baglog jamur tiram putih.

d. Melakukan proses inokulasi, yaitu memasukkan bibit jamur tiram putih kedalam baglog.

e. Menyusun baglog-baglog yang telah diberi bibit kedalam rak-rak di ruang penumbuhan.

f. Melakukan proses pemeliharaan terhadap produksi jamur tiram putih, seperti penyiraman; pengendalian hama dan penyakit; dan melakukan kegiatan pemanenan dan pasca panen.

(55)

30

Sumberdaya yang terdapat di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari dua jenis, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik yang meliputi lahan bangunan dan alat-alat produksi.

5.4.1 Sumberdaya Manusia

Perusahaan dalam industri kecil lebih berfungsi sebagai industri padat karya yang memanfaatkan tenaga kerja terutama tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Sumberdaya manusia yang berada di dalam Perusahaan TIMMUSH umumnya tidak diperlukan tenaga kerja yang berlatar belakang pendidikan tinggi dan berketerampilan khusus. Kebanyakan dari mereka mempunyai tingkat pendidikan yang cukup rendah, yaitu lulusan SD dan SMP.

Sumberdaya yang dimiliki oleh Perusahaan TIMMUSH saat ini berjumlah 16 orang. Tenaga kerja tersebut berasal dari daerah sekitar perusahaan, yaitu Desa Cibuntu dan Gunung Bunder. Perekrutan karyawan dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pada saat itu dan tanpa ada ikatan, dalam arti karyawan yang telah direkrut dapat masuk dan keluar sesuai dengan keinginannya. Pembagian kerja dan jumlah tenaga kerja pada Perusahaan TIMMUSH dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Pekerjaan dan Jumlah Tenaga Kerja pada Perusahaan TIMMUSH

No. Jenis Pekerjaan Tenaga Kerja (orang)

1 Pengayakan dan pencampuran 2

2 Pengisian media ke dalam plastik 4

3 Sterilisasi 2

4 Pembibitan 4

5 Pemeliharaan 2

6 Panen dan pasca panen 2

Jumlah 16

(56)

31

Jam kerja bagi karyawan Perusahaan TIMMUSH dimulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat dari pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Tenaga kerja bekerja selama delapan jam per hari dengan hari kerja selama tujuh hari dalam satu minggu.

Pembayaran gaji bagi karyawan tetap dilakukan setiap akhir bulan, yaitu sebesar Rp 360.000 per orang. Sistem penggajian yang diberlakukan di Perusahaan TIMMUSH adalah sistem gaji harian yang pembayarannya dilakukan setiap akhir bulan. Gaji yang diberikan kepada masing-masing tenaga kerja yaitu sebesar Rp 12.000 per hari (HKP).

5.4.2 Sumberdaya Fisik

Sumberdaya fisik yang dimiliki oleh Perusahaan TIMMUSH terdiri dari tiga jenis yaitu lahan, bangunan, dan alat-alat produksi.

1. Lahan

Luas lahan keseluruhan yang dimiliki oleh Perusahaan TIMMUSH adalah satu hektar, tetapi yang digunakan untuk budidaya jamur tiram putih hanya seluas 4000 meter persegi.

2. Bangunan

(57)

32

a. Ruang Persiapan

Ruang persiapan yaitu ruangan yang digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran, pengomposan, dan pewadahan (pengisian media ke dalam plastik). Kegiatan pengayakan, pencampuran, dan pewadahan pada Perusahaan TIMMUSH dilakukan secara manual.

b. Ruang Inokulasi

Ruang inokulasi adalah ruangan yang digunakan untuk kegiatan memasukkan bibit pada media tanam. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain.

c. Ruang Inkubasi dan Produksi

(58)

33

Tabel 5. Rincian Ruang Produksi Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH

No. Uraian Luas

(m2)

Jumlah Rak (unit) Kapasitas Produksi (baglog) 1 2

Ruang Produksi 1 (atas)

Ruang Produksi 2 (bawah)

46,8 × 16,8

35,8 × 16,8

42

38

185.000

170.000

Sumber : Perusahan TIMMUSH, 2008

d. Ruang Pembibitan

Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan untuk proses produksi bibit. Ruang produksi bibit ini harus benar-benar steril karena peluang terjadinya kontaminasi sangat besar pada proses pembuatan bibit jamur tiram putih.

3. Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan pada Perusahaan TIMMUSH tidak jauh berbeda dengan yang digunakan oleh petani jamur lainnya di daerah tersebut. Peralatan yang digunakan pada Perusahaan TIMMUSH masih tergolong sederhana. Lampiran 2 menunjukkan alat-alat yang digunakan oleh Perusahaan TIMMUSH dalam menjalankan usahatani jamur tiram putih.

5.5 Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH

(59)

34

kelembaban ruangan merupakan keadaan yang dibutuhkan oleh jamur tiram putih.

Proses produksi jamur tiram putih pada Perusahaan TIMMUSH terdiri beberapa tahapan. Skema tahap-tahap proses produksi jamur tiram dapat dilihat pada Lampiran 3.

5.5.1 Persiapan Media Tanam

Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan media tanam jamur tiram putih adalah :

(1) Serbuk Kayu

Serbuk kayu merupakan salah satu bahan utama yang dibutuhkan dalam pembuatan media tanam. Pembuatan media tanam menggunakan serbuk yang berasal dari kayu Albasia, karena sifat kayunya yang keras dan tidak mengandung bahan pengawet alami. Jangan dipilih kayu dari jenis pinus karena senyawa terpentin yang terdapat di dalamnya dapat menghambat pertumbuhan jamur. Kondisi serbuk yang akan digunakan harus terjaga dengan baik. Serbuk sebaiknya berasal dari kayu yang tidak bergetah karena kayu yang bergetah akan menyebabkan kegagalan akibat getah yang meleleh saat proses sterilisasi. Serbuk gergaji berperan sebagai sumber selulosa untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan jamur.

(2) Dedak

(60)

35

(3) Kapur

Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian atau Calsium Carbonat (CaCO3). Kapur berperan sebagai sumber mineral dan pengatur pH agar

keasaman media tidak mudah berubah. Setelah semua bahan terkumpul, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Persiapan

Serbuk kayu, dedak, dan kapur disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Perbandingan kebutuhan bahan-bahan yang digunakan untuk sekali proses persiapan media tanam, yaitu serbuk kayu sebanyak 100 karung, dedak 300 kilogram, dan kapur sebanyak 100 kilogram. Setiap satu kali proses produksi dapat menghasilkan 4000 baglog jamur tiram putih.

(2) Pengayakan Bahan

Proses pengayakan bahan dilakukan sebelum proses pencampuran bahan. Serbuk kayu yang telah disiapkan tersebut kemudian diayak untuk menghilangkan potongan-potongan kayu besar yang berasal dari penggergajian kayu. Pengayakan dilakukan dengan melemparkan serbuk kayu tersebut ke arah ayakan dan dilakukan berulang-ulang.

(3) Pencampuran Bahan

(61)

36

(4) Pemberian Air

Bahan-bahan yang telah dicampur tersebut kemudian disiram air hingga kandungan airnya mencapai 50-65 persen. Secara sederhana, untuk mengetahui kadar air 50-65 persen dapat dilakukan dengan cara mengepalkan bahan-bahan tersebut. Apabila bahan-bahan tersebut dalam kepalan mengeluarkan air terlalu banyak maka kandungan air dalam bahan tersebut terlalu tinggi. Campuran bahan yang baik adalah apabila bahan-bahan itu dikepal membentuk suatu gumpalan, tetapi mudah dihancurkan kembali. Campuran bahan yang terlalu banyak mengandung air akan memacu pertumbuhan mikroba lain, terutama jenis kapang yang dapat merusak media, sehingga media tanam maupun jamur yang tumbuh menjadi cepat busuk (Cahyana, dkk, 2005).

(5) Pengisian Baglog

Pengisian baglog di Perusahaan TIMMUSH masih dilakukan dengan cara manual. Campuran bahan-bahan yang telah diberi air tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik polipropilen(PP) berukuran 17 cm 25 cm. Kedua ujung kantong plastik kemudian dilipat ke dalam agar baglog dapat berdiri tegak. Selanjutnya, baglog dipadatkan dengan menggunakan alat yang terbuat dari pipa paralon, sehingga kantong plastik terisi sampai ¾ bagian. Baglog harus dipadatkan agar tidak mudah rusak dan hancur, serta tidak menghambat pertumbuhan miselium jamur. Setelah baglog padat, bagian atsnya dilipat, kemudian disusun dan siap untuk disterilisasi.

(6) Sterilisasi

(62)

37

drum sterilisasi (Lampiran 4a). Perusahaan TIMMUSH memiliki empat buah drum sterilisasi, masing-masing berkapasitas 1000 baglog.

Pada awalnya alat sterilisasi yang digunakan oleh pemilik perusahaan yaitu kompor semawar (Lampiran 4b). Untuk menyalakan kompor semawar tersebut diperlukan minyak tanah tanah sekitar 60 liter per proses sterilisasi. Semenjak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga BBM di Indonesia, pemilik Perusahaan TIMMUSH mengganti penggunaan kompor semawar dengan kayu bakar (Lampiran 4c). Untuk menyalakan kayu bakar tersebut tidak perlu menggunakan minyak tanah lagi, cukup dari sisa serbuk kayu dan plastik baglog yang telah rusak. Kayu bakar yang digunakan pemilik Perusahaan TIMMUSH berasal dari tempat penggergajian kayu di sekitar lokasi perusahaan (Leuwiliang, Tenjo Laya, Cinangneng, dan lain sebagainya).

(63)

38

(7) Inokulasi (Pembibitan)

Baglog yang telah didiamkan selama delapan jam tersebut kemudian dibuka kembali lipatannya untuk diberikan bibit. Bibit yang digunakan biasanya bibit dari turunan ke-2 (F2) yang merupakan bibit produksi. Pembibitan harus

dilakukan dengan tempat, alat dan pelaksana yang steril. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi bakteri dan mikroba yang dapat mengakibatkan kegagalan saat pembibitan. Pensterilan tempat, alat, dan pelaksana dilakukan dengan menyemprot tempat, mencuci alat dan tangan pelaksana dengan alkohol 70 persen. Pemilik perusahaan menggunakan bibit F2 yang digunakan untuk

menginokulasi 20 baglog berukuran 17 cm  25 cm. Setelah diberi bibit, pada leher baglog diberi cincin bambu lalu ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang.

5.5.2 Pemeliharaan

(64)

39

Pada tahap pemutihan ini dilakukan juga penyortiran untuk memisahkan media yang gagal. Biasanya penyortiran dilakukan saat proses pemutihan telah berjalan tiga minggu. Media yang gagal ditandai dengan timbulnya warna hijau pada media dan miselium tidak tumbuh memenuhi media.

Setelah miselium tumbuh merata memenuhi media, bagian atas media tersebut kemudian dibuka agar seluruh permukaan atas media kontak dengan udara. Pada saat jamur mulai membentuk tubuh buah, media tidak boleh dalam keadaan basah karena dapat terjadi pembusukan. Penyiraman sebaiknya dilakukan di sekitar media, bukan langsung ke tubuh buah yang sedang terbentuk.

Tujuh hari setelah media dibuka, mulai terlihat pembentukan pinhead (bakal buah jamur) dan dua sampai tiga hari kemudian badan buah jamur akan mekar. Setelah tudung buah terbuka secara maksimal menyerupai payung berwarna putih, jamur dipetik bagian dasarnya. Pengambilan tubuh jamur harus dilakukan dari pangkal batangnya karena jika batangnya tersisa akan terjadi pembusukan. Akibat pembusukan ini yaitu terjadi hambatan pada pertumbuhan tubuh jamur lainnya. Kadang calon bakal buah sudah tumbuh di bagian bawah plastik yang belum terbuka. Bagian plastik tersebut harus dilubangi untuk memberi kesempatan tubuh buah keluar dan tumbuh. Pengeringan bagian media yang telah dibuka dapat dihindari dengan menyemprotkan air pada media dan dinding ruangan.

(65)

40

hari. Penyiraman dilakukan dengan cara pengabutan. Penyiraman ini dilakukan setelah panen agar jamur tidak terkena air yang akan membuat jamur menjadi mudah busuk dan menguning. Gunakan air yang bersih (bukan dari selokan atau kolam ikan misalnya) atau air yang bekas sisa klor (misal dari air PAM) karena sisa klor akan dapat menghambat pertumbuhan serat-serat jamur. Air sumur atau air pompa merupakan jenis air yang sangat tepat untuk penyiraman substrat tanaman (Suriawiria, 1989).

5.5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang sering merusak substrat tanaman jamur dan merugukan diantaranya adalah kutu, ulat, nyamuk, kumbang, dan rayap. Hama ini bersarang di dalam substrat. Penyakit yang banyak mengganggu substrat tanaman jamur tiram putih umumnya disebabkan oleh bakteri dan jamur lain. Berbagai jenis jamur dan bakteri cepat tumbuh di dalam substrat tanam, sehingga menjadi busuk dan akibatnya jamur tidak tumbuh. Penyebab timbulnya penyakit pada jamur tiram putih karena proses sterilisasi yang tidak sempurna, bibit yang tidak murni, alat yang kurang bersih dan kandungan air media terlalu tinggi.

(66)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional.
Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan TIMMUSH.
Gambar 3. Jalur Pemasaran pada Perusahaan TIMMUSH.

Referensi

Dokumen terkait

5. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup KTT 16 Perubahan Iklim di Cancun Meksiko Menghasilkan keputusan yang berimbang antara negara maju dan berkembang dalam

Hal ini sesuai dengan konsep yang menyatakan bahwa kematian jaringan otak pada pasien stroke dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan

rRabnb.&amp;,a'l!h!/gPiP!ru*.

Komponen sistem induksi udara terdiri dari throttle body yang berfungsi sebagai saluran utama yang dilalui oleh udara sebelum masuk ke intake manifold, MAF berfungsi

Dalam hal ini pembinaan yang dilakukan oleh tutor terhadap anak jalanan bertujuan agar ibadah mereka sesuai dengan norma agama, maka diperlukan suatu pembinaan yang dapat

Tabel 2 : Rancangan Skala Peran Ayah Dalam Pendidikan Seksualitas 41 Tabel 3 : Sebaran item Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri. 46 Tabel 4 : Sebaran Item Peran

Setelah melakukan analisa dan perancangan sistem class dan inheritance bangun datar , maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan dan saran sesuai dengan

Dengan memahami demokrasi dan musyawarah yang sesungguhnya, maka akan terciptanya pengaplikasian nilai-nilai demokrasi maupun musyawarah tersebut dengan baik