• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB. IV KONDISI UMUM LOKASI KEBUN

4.5. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

5.1.1. Kegiatan pemeliharaan

5.1.2.1. Persiapan panen

Persiapan panen yang akurat akan mempelancar pelaksanaan panen. Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Kegiatan persiapan panen di kebun EMAL meliputi: kegiatan sensus buah, rotasi dan kapel panen, sistem hanca panen, persiapan teknis lapang, peralatan panen, kriteria matang panen dan mutu buah serta angka kerapatan panen (AKP) dan perhitungan tenaga kerja pemanen. Dalam persiapan panen terdapat aspek khusus yang diamati mahasiswa yaitu kegiatan sensus buah, kriteria matang panen dan mutu buah serta perhitungan angka kerapatan panen.

a) Sensus buah

Kegiatan sensus buah merupakan kegiatan mendata tanaman kelapa sawit dengan cara menghitung buah yang akan matang panen dalam jangka waktu 1 – 6 bulan kedepan sebagai dasar penghitungan produksi buah satu semester ke depan. Kegiatan sensus buah digunakan sebagai penyusunan estimasi produksi yang tersusun dalam rencana anggaran biaya.

Dalam kegiatan sensus buah mahasiswa tidak melaksanakan bersamaan dengan kegiatan sensus buah kebun EMAL. Hal ini disebabkan kegiatan sensus buah kebun dilakukan pada bulan Desember 2007 – Januari 2008 untuk semester I dan semester II dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2008. Mahasiswa melaksanakan kegiatan sensus buah bulan Maret 2008.

Tabel 8. Pengamatan Sensus Buah Blok J Tahun Tanam 1994 Variabel Nilai Luas (ha) 59.84 Jumlah pokok 7 480 Pengamatan • Jumlah pokok • Jumlah tandan 315 1 234 BJR (Kg) 16.4 Estimasi (Kg) 480 562.69

Sumber: Pengamatan Data Lapangan 2008

Dari Tabel 8 dapat dilihat estimasi produksi di divisi III blok J tahun tanam 1994 untuk 6 bulan ke depan adalah 480 562.69 kg. Hasil perhitungan perolehan estimasi produksi tersebut didapat dari membagi jumlah tandan dari pokok sampel dengan jumlah pohon sampel yang didapat dikalikan jumlah total pohon di blok tersebut dan dikalikan BJR (bobot janjang rata – rata). Estimasi ini tidak sesuai dengan estimasi kebun yang mencapai 510 338 kg. Selisih perhitungan mahasiswa dengan kebun mencapai 29 775.31 kg (5.83 %). Selisih perhitungan dapat disebabkan kurang telitinya mahasiswa dalam menghitung buah dalam pohon sampel yang diamati sehingga perhitungan estimasi produksi berbeda.

b) Rotasi dan kapel panen

Rotasi panen adalah waktu yang dibutuhkan antara panen terakhir dengan panen berikutnya dalam satu kapel panen yang sama. Kapel panen adalah luasan areal panen yang dibagi menjadi beberapa bagian. Rotasi panen ditentukan berdasarkan kerapatan panen dan umur tanaman dalam satu pohon. Rotasi panen yang digunakan di PT. EMAL divisi III adalah 7/ 8. Artinya terdapat 7 kapel panen dan dipanen lagi pada kapel yang sama setelah 8 hari. Pada saat kondisi buah sedikit yang disebabkan karena sedang mengalami musim trek (jarang buah) rotasi panen dapat mencapai < 9 hari. Disaat buah banyak rotasi panen dapat mencapai > 12 hari yang disebabkan banyaknya buah tertinggal (buah restan) di lapangan. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas buah.

Apabila rotasi panen semakin panjang (lama), maka kerapatan panen semakin meningkat, tetapi kualitas panen cenderung menurun. Rotasi yang terlalu cepat dapat mengakibatkan pemanen memotong buah mentah (untuk mengejar basis borong) yang dikarenakan kerapatan panen telah menurun. Luasan areal panen di divisi III dibagi menjadi 7 kapel panen. Dasar perhitungan pembagian luas rata – rata per kapel panen adalah sebagai berikut:

• Luasan total tanaman menghasilkan divisi III: 702.91 Ha • Luas rata – rata per kapel panen : 702.91/ 7 = 100.42 Ha

Pada kenyataannya luas kapel panen tidak selalu sama dengan perhitungan di atas. Luasan kapel panen tiap hari biasanya berbeda dari kenyataannya. Perbandingan luas perhitungan kapel panen dengan luas aktual kapel panen divisi III dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan Luas Perhitungan dengan Luas Aktual Kapel Panen

Kapel Luas perhitungan (Ha) Luas aktual (Ha)

1 100.42 93.72 2 100.42 119.26 3 100.42 97.12 4 100.42 90.94 5 100.42 96.51 6 100.42 107.68 7 100.42 129.14 Rata - rata 100.42 104.91

Sumber: Kantor Estate 2007

Dari Tabel 9 dapat dilihat luas perhitungan dan luas aktual kapel panen di divisi III berbeda. Hal ini dapat disebabkan adanya beberapa faktor yang menyebabkan pembagian kapel panen menjadi berbeda. Faktor tersebut antara lain:

1. Curah hujan tinggi

Curah hujan yang tinggi menyebabkan keadaan jalan becek dan rusak. Jalan utama (main road), jalan koleksi (collection road), dan jalan bantu sulit untuk dilewati alat – alat transportasi panen seperti traktor buah dan truk buah dalam mengangkut buah. Hal ini mengakibatkan kapel panen menjadi berubah karena kegiatan pemanenan akan dialihkan ke blok lain yang memiliki keadaan jalan yang tidak becek (kering) dan rusak.

2. Keadaan topografi

Keadaan topografi di divisi III relatif bergelombang sehingga sulit untuk dilewati alat – alat transportasi panen dalam mengangkut buah ke loading

ramp dan pabrik. Hal ini mengakibatkan perubahan kapel panen karena

kegiatan panen dialihkan sementara ke blok lain yang masih dapat dilewati alat – alat transportasi panen.

3. Buah tertinggal di lapangan (buah restan)

Buah restan adalah buah yang tidak terangkut ke pabrik dan masih tertinggal di lapangan terutama di piringan dan TPH (tempat pengumpulan hasil). Semakin banyak buah restan maka pembagian kapel panen menjadi berubah. Kegiatan pemanenan akan dialihkan ke blok lain yang tidak memiliki buah restan di lapangan.

c) Sistem hanca panen

Sistem ancak (hanca) panen bergantung pada keadaan topografi lahan dan ketersediaan tenaga. Panen yang paling ideal adalah dengan cara membagi areal dalam suatu luasan tertentu, sehingga kegiatan panen dapat dilaksanakan secara efektif selama 5 – 7 hari dalam seminggu. Hanca panen adalah luasan areal panen yang harus dipanen pada hari itu juga oleh pemanen. Rata – rata luasan hanca panen di PT. EMAL mencapai 2.5 – 3 ha/ pemanen.

Di kebun EMAL sistem ancak yang digunakan adalah sistem hanca giring tetap. Pada sistem hanca giring tetap, pemanen diberi hanca dengan luasan tertentu oleh mandor panen dan apabila hanca telah selesai dikerjakan, maka pemanen berpindah ke hanca berikutnya dengan digiring oleh mandornya sesuai dengan nomor hanca. Kelebihan ancak giring tetap antara lain jumlah tenaga kerja dapat diatur sesuai kebutuhan, persaingan yang sehat antara mandor, mandor aktif melaksanakan pengawasan dan senantiasa terbiasa untuk berfikir. Kelemahan sistem ini antara lain: sulit untuk menggantikan pemanen yang tidak masuk, hanca tidak seragam sehingga sering ada pemanen yang ketinggalan dan pemanen sering meninggalkan hancanya karena tertinggal dengan pemanen lain.

d) Persiapan teknis lapang

Persiapan teknis lapang di kebun EMAL meliputi kegiatan pemeliharaan TPH (tempat pengumpulan hasil) dan kegiatan pemeliharaan titi panen. Kegiatan pemeliharaan TPH merupakan salah satu hal penting dalam persiapan teknis lapangan yang harus diperhatikan. Di kebun EMAL, ratio pasar pikul dengan ketersediaan TPH adalah 2 : 1 dimana pengertiannya adalah setiap dua pasar pikul terdapat satu TPH. Kegiatan pemeliharaan TPH dilakukan dengan kegiatan pembabadan gulma di TPH hingga bersih. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah mempermudah pemanen mengumpulkan buah di TPH dan mempermudah kegiatan muat buah dengan alat transportasi panen.

Pemeliharaan titi panen bertujuan untuk mempermudah pekerja dalam melaksanakan kegiatan panen dan pemeliharaan. Pembuatan titi panen disebabkan banyaknya parit atau sungai kecil yang terdapat di lapangan. Titi panen yang digunakan di kebun EMAL adalah berbentuk balok kayu dan beton. Untuk titi panen balok kayu ukuran yang digunakan adalah lebar 30 cm dan panjang 2 – 3 meter. Sedangkan untuk titi panen beton memiliki lebar 50 cm dan panjang 2 – 3 meter. Berdasarkan pengamatan penulis titi panen beton lebih disukai oleh para pekerja karena kuat, tahan lama, tidak mudah terbawa air ketika banjir dan tidak licin dilewati ketika musim hujan. Pemasangan titi panen di kebun EMAL dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia. Di kebun EMAL, ratio pasar pikul dengan ketersediaan titi panen adalah 3 : 1 yang artinya setiap tiga pasar pikul terdapat satu titi panen. Titi panen yang digunakan di kebun EMAL sebagian besar terbuat dari balok kayu. Tapi pada kenyataannya ketersediaan titi panen di beberapa divisi kebun EMAL masih kurang mencukupi. Hal ini disebabkan banyak titi panen yang rusak akibat banjir dan belum dilaksanakan pergantian titi panen yang baru.

e) Peralatan panen

Alat – alat kerja yang digunakan untuk kegiatan pemanenan berbeda berdasarkan tinggi tanaman, kondisi areal, dan umur tanaman. Alat dan perlengkapan harus tersedia pada saat kegiatan panen. Pada kebun EMAL alat – alat yang digunakan adalah alat memotong TBS (dodos besar, pisau egrek, dan kampak), alat untuk bongkar muat TBS (gancu dan tojok) dan alat mengangkut

TBS dan brondolan ke TPH (angkong dan karung goni bekas pupuk). Alat dan perlengkapan panen di kebun di kebun EMAL dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Peralatan Panen di Kebun EMAL

No. Nama alat Penggunaan Spesifikasi

1 Dodos Memotong tandan bergagang panjang

Lebar mata 14 cm, lebar tengah 12 cm, tebal tengah 0.5 cm, tebal pangkal 0.7 cm, diameter gagang 4.5 cm, panjang total 18 cm 2 Egrek Memotong buah umur > 9

tahun

Berat 0.5 kg, panjang pangkal 20 cm, panjang pisau 45 cm, sudut lengkung dihitung pada sumbu 135

3 Angkong Tempat buah dan brondolan untuk diangkut ke TPH

4 Karung goni Tempat untuk mengumpulan brondolan

5 Tali nilon Pengikat pisau egrek 0.55 mm dipilin 3, 1 kg memiliki panjang 43 m, dan untuk 5 egrek 6 Batu asah Penagasah dodos dan pisau

egrek

7 Allumunium pole Gagang pisau egrek

8 Gancu Memuat dan membongkar TBS dari dan ke alat transport

Besi beton 3/ 8 “ dan panjang sesuai dengan kebiasaan setempat 9 Tojok Memuat dan membongkar

TBS dari dan ke alat transport

Disesuaikan dengan kebiasaan setempat

Sumber: Kantor Estate 2007

Kebun EMAL menggunakan egrek untuk memanen tanaman dan memotong pelepah. Hal ini disebabkan tanaman sawit di kebun EMAL sudah cukup tinggi yaitu sekitar 7 – 12 meter dengan umur tanaman 8 – 14 tahun. Dodos dan kampak biasa digunakan untuk memotong pelepah bergagang panjang. Secara umum ketersediaan peralatan panen di kebun EMAL mencukupi. Kondisi peralatan panen juga baik. Apabila terjadi kerusakan peralatan panen, maka para pemanen dapat menggantinya di gudang. Peralatan – peralatan panen tersebut merupakan inventaris perusahaan yang dipinjamkan kepada pemanen.

f) Kriteria matang panen dan mutu buah

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free

fatty acid (ALB atau FFA) minimal (Fauzi et al. 2002). Standar kriteria matang

panen yang digunakan di kebun EMAL adalah fraksi 2 dan fraksi 3, yaitu 25 % sampai 75 % buah luar membrondol dan berwarna merah mengkilat sampai orange.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa persentase buah matang (fraksi 2 dan 3) yang dipanen kebun EMAL rendah (38.24 %) dan persentase buah kurang matang terpanen cukup tinggi (44.21 %). Kondisi ini disebabkan para pemanen tidak menaati standar kriteria matang panen perusahaan dengan memanen buah mentah dan kurang matang. Para pemanen cenderung memotong buah kurang matang untuk mencapai basis dan mendapatkan premi panen yang lebih besar karena jumlah buah matang di divisi III sedikit. Sehubungan dengan hal ini, maka manajer akan menginstruksikan dengan keras pelarangan panen buah mentah dan kurang matang karena akan menghasilkan kandungan minyak CPO dengan rendemen yang rendah.

Tabel 11. Pengamatan Kriteria Matang Panen Berdasarkan Fraksi Panen

Fraksi Mandor A Mandor B Total %

(tandan sampel) (tandan sampel) sampel Mentah 00 7 - 7 0.9 0 60 45 105 13.65 Kurang matang 1 195 145 340 44.21 Matang 2 156 120 276 35.90 3 2 16 18 2.34 Lewat matang 4 20 3 23 3 5 - - - - Total 440 329 769 100

Untuk mencegah para pemanen memanen buah mentah dan kurang matang maka dapat dilakukan dengan pengurangan basis panen. Basis panen yang digunakan di divisi III yaitu 1 000 kg/ hari dengan rata – rata 60 janjang/ hari (BJR = 16 kg/ janjang). Pengurangan basis panen dapat mencapai 200 kg/ hari sehingga basis panen yang digunakan adalah 800 kg/ hari dengan rata – rata 50 janjang/ hari. Pengurangan basis panen akan mengurangi jumlah buah yang harus dipanen per hari dengan syarat hasil panen baik dan sesuai dengan standar kriteria matang panen perusahaan. Dengan begitu para pemanen mendapatkan premi panen karena basis panen sudah dikurangi asalkan mereka tidak memanen buah mentah dan kurang matang. Apabila mereka masih memanen buah mentah dan kurang matang, maka mereka tidak akan mendapatkan premi panen dan akan memperoleh potongan denda panen. Penentuan basis panen sebaiknya didasarkan pada perhitungan angka kerapatan panen kebun.

Mutu buah ditentukan berdasarkan buah bergagang panjang. Standar maksimal panjang gagang TBS yang dipanen di kebun EMAL adalah 3 cm. Apabila panjang gagang TBS terlalu panjang (lebih dari 3 cm), maka akan mempengaruhi kualitas minyak CPO yang dihasilkan dalam proses pengolahan di pabrik. Tandan bergagang panjang tersebut banyak mengandung air yang akan bercampur dengan minyak CPO sehingga kualitas minyak CPO yang dihasilkan rendah.

Tabel 12. Jumlah Buah Bergagang Panjang

Panjang gagang

No. TPH Total

janjang % I II III IV V VI VII VIII IX X

≤ 3 cm 11 10 11 12 13 14 9 10 13 10 113 76.87 > 3 cm 4 4 3 4 2 1 4 6 2 4 34 23.13

Total 15 14 14 16 15 15 13 16 15 14 147 100

Sumber: Pengamatan Data Lapangan 2008

Persentase standar perusahaan untuk buah bergagang panjang adalah 0 % yang artinya tidak diperbolehkan adanya buah yang panjang gagangnya lebih dari 3 cm. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa TBS bergagang panjang di divisi III masih cukup banyak (23.13 %). Hal ini disebabkan kurang telitinya pemanen

dalam memotong gagang, sehingga mereka sering tidak tahu bahwa gagang yang telah mereka potong pada tandan masih cukup panjang. Untuk itu pengawasan panen perlu diperketat dan diberlakukan sistem denda agar tidak ditemukan lagi buah bergagang panjang di tiap TPH (tempat pengumpulan hasil).

g) Angka kerapatan panen (AKP)

Kerapatan panen adalah sejumlah angka yang menunjukkan tingkat kerapatan pohon matang panen di dalam suatu areal baik itu pada sistem blok maupun pada sistem grup. Tujuannya adalah untuk mendapatkan minimal satu pohon yang dapat dipanen buahnya.

Tabel 13. Pengamatan Angka Kerapatan Panen

Baris sampel Blok K - 23 Blok L - 25 A B A B 5 4 29 5 32 15 3 27 2 30 25 4 31 3 32 35 3 29 4 29 45 5 32 4 29 55 3 28 4 31 65 4 30 5 32 Total 26 206 27 215

Sumber: Pengamatan Data Lapangan 2008 A = Jumlah tandan matang

B = Jumlah pokok sampel

Tabel 14. Rekapitulasi Angka Kerapatan Panen

Blok Total pokok Pokok sampel

Tandan matang di pokok sampel

Kerapatan Panen (%)

K - 23 2138 206 26 12.62

L - 25 2086 215 27 12.56

Sumber: Pengamatan Data Lapangan 2008

Pada Tabel 13 dan Tabel 14 dapat dilihat bahwa angka kerapatan panen (AKP) di dua blok tersebut berkisar antara 12 % - 13 % yang artinya setiap delapan pohon hanya ada satu pohon yang dapat dipanen buahnya. Lubis (1992) menyatakan bahwa kisaran nilai angka kerapatan panen 0 % - 14 % menunjukkan produksi rendah, nilai AKP 15 % - 20 % menunjukkan produksi sedang dan nilai

AKP 25 % - 100 % menunjukkan produksi tinggi. Berdasarkan pernyataan tersebut maka produksi buah divisi III blok K – 23 dan L – 25 divisi III rendah.

h) Tenaga kerja pemanen

Tenaga kerja pemanen adalah faktor penting yang diperlukan dalam kegiatan pemanenan. Perencanaan dan pengorganisasian tenaga pemanen penting dilakukan dalam menjamin TBS yang akan dipanen pada hari yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Kebutuhan tenaga pemanen dapat diketahui berdasarkan luas areal panen yang akan dipanen. Di kebun EMAL, standar hanca panen setiap pemanen sebesar 3 ha dengan jumlah tenaga pemanen 30 orang tiap divisi. Dasar perhitungan tenaga kerja pemanen di divisi III adalah: TK pemanen = Luas rata – rata kapel panen divisi III/ standar luasan pemanen

= 100.42 ha : 3 ha/ orang = 33 orang

Dari perhitungan tenaga kerja pemanen diatas dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kerja pemanen di divisi III sebanyak 33 orang. Jumlah ini hampir sesuai dengan standar jumlah tenaga pemanen perusahaan yaitu 30 orang sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga pemanen divisi III sudah mencukupi.

Dokumen terkait