Simpang susun / interchange adalah suatu bentuk persimpangan jalan yang tidak sebidang dimana bangunan ini diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi dan aksesbilitas suatu jalan ke lokasi tertentu seperti pusat pertumbuhan, lokasi industri, tempat wisata, pelabuhan dan jalan masuk kejaringan jalan nasional arteri primer.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam geometrik simpang tak sebidang adalah topografi medan, proyeksi dan karakter lalu lintas, lahan yang tersedia, dampak terhadap daerah sekitarnya serta lingkungan keseluruhan, kelangsungan hidup ekonomi, serta kendala-kendala segi pembiayaan.
Bentuk simpang tak sebidang yang paling sederhana dan umumnya paling murah adalah bentuk belah ketupat (Diamond). Bentuk ini terutama digunakan pada situasi dimana jalan bebas hambatan memotong jalan arteri bukan jalan bebas hambatan. Aliran lalu lintas pada jalan bebas hambatan tidak terputus, kecuali bila terdapat lalu lintas lain yang keluar atau masuk melalui ramp, tetapi lalu lintas pada jalan arteri cukup kompleks, karena jalan harus melayani dua buag gerakan terus dan empat gerakan belok kiri. Dua diantara gerakan membelok ini harus menggunakan lajur dalam atau lajur membelok terpisah. Bila volume lalu lintas cukup besar, umumnya diperlukan lampu lalu lintas.(Oglesby, 199)
Simpang tak sebidang yang umum untuk perpotongan antara jalan bebas hambatan dan jalan arteri adalah bentuk semanggi (Cloverleaf). Pada simpang tak bersinyal pada jenis ini, jalan arteri yang memotong letaknya terpisah. Selain itu kedelapan gerakan membelok dapat dilakukan bebas dari perpotongan dimana lintasan kendaraan harus memotong. Kendaraan yang berbelok keluar dari bagian kiri jalan, kemudian memasuki simpang tak sebidang tersebut. Kemudian bergabung dengan lalu lintas pada jalan yang dimasuki. (Oglesby, 1993)
Simpang tak sebidang ini juga ada berbentuk yang lain, yaitu merupakan suatu diagram sebuah bundaran yang digabungkan dengan
sebuah lintas atas (Overcrossing) atau lintas bawah (Undercrossing). Bentuk ini efektif hanya bila digunakan untuk menarik volume lalu lintas yang relatif rendah dari beberapa jalan local. Putaran lalu lintas sebidang merupakan kelemahan bundaran. Hal ini karena kendaraan yang akan berbelok ke kanan harus berbelok ke kiri dan harus memutar 270o sepanjang jalur yang cukup panjang. Walaupun tidak berbahaya, gerakan ini tidak menyenangkan karena jari-jari kelengkungan kecil serta landainya relatif curam. (Oglesby, 1993)
Adapun secara umum dapat dikatakan bahwa keuntungan, kerugian, dan ciri-ciri simpang tidak sebidang adalah sebagai berikut :
1. Dapat menampung lalu lintas yang tinggi
2. Tundaan minimum, konflik ditiadakan/diminimalkan 3. Biaya pembangunan mahal dan perlu lahan luas 4. Pengaturan pergerakan didistribusikan pada tiap lajur
5. Prinsip pergerakan : manajemen pergerakan pada ruang dan waktu yang berbeda
6. Kriteria kapasitas : lamanya tunadaan dan panjang antrean
2.3.5 Jalinan
Jalinan merupakan pertemuan dua atau lebih jalur yang memiliki dua lajur sehingga mengakibatkan terjadinya titik konflik antara dua lajur tersebut. Jalinan dapat didefinisikan menurut keadaan lingkungan atau keadaan geografis lokasi jalinan. Untuk mencari lebar masuk rata-rata (WE) adalah :
2 W W
WE= 1+ 2 ...(56)
Rasio dihitung dengan membagi antara lebar masuk rata-rata dengan lebar jalinan antara lebar masuk. Kemudian hitung rasio antara lebar jalinan dan panjang jalinan.
Untuk mencari kapasitas dasar jalinan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
CO = 135 x WW1,3 x ( 1 + WE/WW )1,5 x ( 1 – pw/3 )0,5 x ( 1 + WW/LW )-1,8
Dimana :
WW : Lebar jalinan
WE/WW : Rasio lebar masuk rata-rata / lebar jalinan pw : Rasio menjalin
WW/LW : Rasio lebar / panjang jalinan
Kapasitas bagian jalinan masing-masing dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
C = CO x FCS x FRSU (smp/jam) ...(58)
Dimana :
C : Kapasitas CO : Kapasitas dasar
FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor.
2.3.5.1Jalinan Bundaran
Pada umumnya bundaran dengan peraturan hak jalan (prioritas dari kiri) digunakan didaerah perkotaan dan pedalaman bagi
persimpangan antara jalan dengan arus lalu lintas sedang. Pada arus lalu lintas yang tinggi dan kemacetan pada daerah keluar simpang, bundaran tersebut mudah terhalang yang mungkin menyebabakan kapasitas terganggu pada semua arah.
Bundaran paling efektif jika digunakan untuk persimpangan antara jalan dengan ukuran dan tingkat arus yang sama. Karena itu bundaran sangat sesuai untuk persimpangan antara dua lajur atau empat lajur. Perubahan dari simpang bersinyal atau tak bersinyal menjadi bundaran dapat juga didasari oleh keselamatan lalu lintas, untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas antara kendaraan yang berpotongan. Bundaran mempunyai keuntungan yaitu mengurangi kecepatan semua kendaraan yang berpotongan, dan membuat mereka hati-hati terhadap resiko konflik dengan kendaraan lain.
Tingkat kecelakaan lalu lintas pada bundaran empat lengan diperkirakan sebesat 0,30 kecelakaan/juta kendaraan masuk, dibandingkan dengan 0,43 pada simpang bersinyal dan 0,60 pada simpang tak bersinyal, karena itu bundaran lebih aman dari persimpangan sebidang yang lain. Dampak terhadap keselamatan lalu lintas akibat beberapa unsur perencanaan geometrik antara lain : 1. Dampak denah bundaran
Hubungan antara tingkat kecelakaan dan jari-jari bundaran tidak jelas. Jari-jari yang lebih kecil mengurangi kecepatan pada daerah keluar yang menguntungkan bagi keselamatan pejalan kaki yang menyeberang. Jari-jari yang kecil juga memaksa kendaraan masuk memperlambat kecepatannya sebelum memasuki daerah konflik yang mungkin menyebabkan tabrakan depan belakang lebih banyak dari bundaran yang lebih besar.
2. Dampak pengaturan lalu lintas
Pengaturan tanda “ beri jalan “ pada pendekat, yang memberikan prioritas pada kendaraan yang berada dalam bundaran mengurangi tingkat kecelakaan bila dibandingkan dengan prioritas dari kiri (tidak diatur). Jika ditegakkan cara ini juga efektif untuk menghindari penyumbatan bundaran.
Pengaturan sinyal lalu lintas sebaiknya tidak diterapkan pada bundaran, karena dapat mengurangi keselamatan dan kapasitas.
Sebagai prinsip umum, bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin. Beberapa saran umum lainnya tentang perencanaan bundaran adalah sebagai berikut :
a) Bagian jalinan bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin.
b) Bundaran dengan hanya satu tempat masuk adalah lebih aman daripada bundaran berlajur banyak.
c) Bundaran harus direncanakan untuk memberikan kecepatan terendah pada lintasan di pendekat, sehingga memaksa
kendaraan menyelesaikan perlambatannya sebelum masuk bundaran.
d) Radius pulau bundaran ditentukan oleh kendaraan rencana yang dipilih untuk membelokkan di dalam jalur lalu lintas dan jumlah lajur masuk yang diperlukan.
e) Bundaran dengan satu lajur sirkulasi sebaiknya dengan radius 10 m, dan untuk dua lajur sirkulasi radius minimum 14 m. f) Daerah masuk ke masing-masing bagian jalinan harus lebih
kecil dari lebar bagian jalinan.
g) Pulau lalu lintas tengah pada bundaran sebaiknya ditanami dengan pohon atau obyek lainyang tidak berbahaya terhadap tabrakan, yang membuat simpang mudah dilihat oleh pengemudi kendaraan yang datang.
h) Pulau lalu lintas sebaiknya dipasang dimasing-masing lengan untuk mengarahkan kendaraan yang masuk sehingga susut menjalin antara kendaraan menjadi kecil.
Adapun langkah-langkah analisa bundaran sebagai berikut :
1. Menghitung dan memasukkan jumlah kendaraan pada bundaran 2. Menghitung arus menjalin total (QW) dan arus total (Qtot) 3. Menghitung rasio menjalin (PW)
Dimana :
PW = QW/Qtot ...(59)
4. Menghitung parameter geometri bagian jalan 5. Menghitung perilaku lalu lintas
Tundaan lalu lintas :
Untuk DS > 0,6 = 1 / ( 0,59186 – 0,52525DS ) – ( 1 – DS ) x 2 Untuk DS < 0,6 = 2 + 2,68982 x DS – ( 1 – DS ) x 2
...(60) Tundaan lalu lintas total :
DTtot = Q x DT ...(61)
Tundaan lalu lintas bundaran
DTR = Σ ( Qi x DTi ) / Q , masuk ; I = 1,…,n, ...(62)
D = DTR+ 4 ...(63)