• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1.3 Persistensi Laba

Persistensi laba menjadi pusat perhatian bagi para pengguna laporan keuangan, khususnya bagi mereka yang mengharap persistensi laba yang tinggi. Penman (2001) dalam Zaenal (2010) mengungkapkan bahwa laba yang persisten adalah laba yang dapat mencerminkan

17

keberlanjutan laba {sustainable earnings) di masa depan. Pengertian persistensi laba pada prinsipnya dapat dipandang dalam dua sudut pandang. Pandangan pertama menyatakan bahwa persistensi laba berhubungan dengan kinerja keseluruhan perusahaan yang tergambarkan dalam laba perusahaan. Pandangan ini menyatakan laba yang persisten tinggi terefleksi pada laba yang dapat berkesinambungan {sustainable) untuk suatu periode yang lama. Menurut Schipper (2004) dalam Zaenal (2010) pandangan ini berkaitan erat dengan kinerja perusahaan yang diwujudkan dalam laba perusahaan yang diperoleh pada tahun beijalan. Laba yang persisten jika laba tahun berjalan dapat menjadi indikator yang baik untuk laba perusahaan di masa yang akan datang. Sedangkan pandangan kedua menyatakan persistensi laba berkaitan dengan kineija harga saham pasar modal yang diwujudkan dalam bentuk imbal hasil, sehingga hubungan yang semakin kuat antara laba perusahaan dengan imbal hasil bagi investor dalam bentuk return saham menunjukkan persistensi laba yang tinggi.

Persistensi laba menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Persistensi laba dapat dilihat dari inovasi laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham (Scott, 2009 dalam Sonya, 2013). Semakin permanen perubahan laba dari waktu ke waktu maka akan semakin tinggi koefisien respon laba yang menunjukkan kualitas labanya baik.

18 2.1.4 Struktur Modal

Struktur modal mengacu pada sumber pendanaan perusahaan, pendanaan dapat diperoleh dari modal ekuitas yang relatif permanen hingga sumber pendanaan jangka pendek sementara yang lebih beresiko. Saat memperoleh pendanaan, perusahaan akan menginvestasikannya pada berbagai aset. Aset mencerminkan sumber keamanan sekunder bagi pemberi pinjaman dan diperoleh dari pinjaman yang dijamin oleh aset tertentu hingga aset yang tersedia sebagai pengaman umum bagi kreditor tanpa jaminan. Hal ini dan faktor lainnya menghasilkan perbedaan risiko yang terkait dengan berbagai aset dan sumber pendanaan. Pemberi pinjaman melindungi diri mereka dari kemungkinan gagal bayar perusahaan dan tekanan keuangan dengan persyaratan utang pada perjanjian pinjaman. Persyaratan utang ini menetapkan kondisi gagal bayar sering kali berdasarkan ukuran akuntansi pada tingkat yang memberikan kesempatan pada pemberi pinjaman kesempatan untuk menagih pinjaman sebelum terjadinya kesulitan keuangan yang parah (Subramanyam dan John J. Wild, 2010).

Subramanyam dan John J. Wild (2010:263) menyatakan bahwa persyaratan utang biasanya dirancang untuk:

1. Menekankan ukuran kekuatan keuangan utama seperti rasio lancar dan rasio utang terhadap ekuitas.

19

3. Memastikan tidak adanya pengeluaran sumber daya perusahaan melalui dividen yang berlebihan atau akuisisi.

Persyaratan utang tidak dapat melindungi pemberi pinjaman terhadap kerugian operasi yang merupakan sumber kesulitan keuangan. Persyaratan utang dan pasal-pasal perlindungan juga tidak dapat menggantikan kewaspadaan kita serta pengawasan atas hasil operasi dan kondisi keuangan perusahaan. Jumlah pendanaan utang negara dan swasta yang makin besar telah mengarah pada beberapa pendekatan standar untuk melakukan analisis dan evaluasi.

Struktur modal merupakan pendanaan ekuitas dan utang pada suatu perusahaan yang sering dihitung berdasarkan besaran relatif berbagai sumber pendanaan. Stabilitas keuangan perusahaan dan risiko gagal melunasi utang bergantung pada sumber pendanaan serta jenis dan jumlah berbagai aset yang dimiliki perusahaan. Kepentingan untuk menganalisis struktur modal berasal dari berbagai perspektif, salah satunya adalah perbedaan antara utang dan ekuitas. Ekuitas mengacu pada risiko modal suatu perusahaan, karakteristik modal ekuitas mencakup pengembaliannya yang tidak pasti dan tidak tentu serta tidak adanya pola pembayaran kembali. Modal ekuitas memberikan kontribusi pada stabilitas dan solvabilitas perusahaan. Modal ini biasanya memiliki sifat permanen, tangguh di saat-saat sulit, dan tidak memiliki persyaratan dividen wajib. Perusahaan dapat menginvestasikan pendanaan ekuitas pada aset jangka

20

panjang dan menggunakan modal ini pada usaha yang berisiko tanpa menghadapi ancaman penarikan modal.

Berbeda dengan modal ekuitas, baik modal utang (debt) jangka pendek maupun jangka panjang harus dibayar kembali. Makin panjang periode pembayaran kembali utang dan makin longgarnya ketentuan pembayaran kembali, maka makin mudah bagi suatu perusahaan untuk melunasi modal utang. Namun, utang tetap harus dibayar kembali pada waktu tertentu tanpa memerhatikan kondisi keuangan perusahaan, begitu pula halnya dengan bunga berkala untuk sebagian besar utang. Kegagalan membayar pokok utang dan bunga biasanya menyebabkan proses hukum di mana pemegang saham mungkin kehilangan kendali atas perusahaan dan sebagian atau seluruh investasi mereka. Makin besar proporsi utang pada struktur modal suatu perusahaan, makin tinggi beban tetap dan komitmen pembayaran kembali yang ditimbulkan. Kemungkinan perusahaan tidak mampu membayar bunga dan pokok pinjaman saat jatuh tempo dan kemungkinan kreditor mengalami kerugian juga turut meningkat. Bagi investor saham biasa, utang mencerminkan risiko kerugian investasi dengan diimbangi oleh potensi keuntungan dari

leverage keuangan. Leverage keuangan (financial leverage) merupakan

penggunaan utang untuk meningkatkan laba. Leverage memperbesar keberhasilan (laba) dan kegagalan (rugi) manajerial. Utang yang terlalu besar menghambat inisiatif dan fleksibilitas manajemen untuk mengejar kesempatan yang menguntungkan. Kreditor lebih menyukai peningkatan

21

modal ekuitas sebagai pelindung atas kerugian pada saat-saat sulit. Menurunkan modal ekuitas sebagai proporsi pendanaan perusahaan akan menurunkan perlindungan kreditor terhadap kerugian sehingga meningkatkan risiko kredit. Analisis common size dan rasio struktur modal umumnya mengukur risiko struktur modal perusahaan. Makin tinggi proporsi utang, makin besar beban bunga tetap dan pembayaran kembali utang, dan makin besar kemungkinan gagal bayar pada periode penurunan laba atau masa sulit. Ukuran struktur modal digunakan sebagai alat penyaring. Misalnya, jika rasio utang terhadap modal ekuitas relatif kecil, tidak ada masalah terhadap aspek kondisi keuangan perusahaan analisis mungkin lebih baik diarahkan ke tempat lain. Perkembangan terakhir dalam inovasi keuangan untuk menilai risiko bawaan pada struktur modal perusahaan. Suatu perusahaan dapat meningkatkan risiko dan potensi pengembalian pemegang saham dengan meningkatkan utang. Misalnya, pembelian menggunakan utang (leverage buyout) untuk mengambil alih kepemilikan perusahaan dengan membeli saham. Pembeli ini mengandalkan arus kas masa depan untuk melunasi utang yang meningkat dan pada antisipasi penjualan aset untuk mengurangi utang. Potensi manfaat utang lainnya adalah beban yang dapat mengurangi pajak, sementara dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tidak mengurangi pajak. Namun, mengganti ekuitas dengan utang menghasilkan struktur modal yang lebih berbahaya. Karena itu, obligasi yang digunakan untuk membiayai beberapa leverage buyout disebut obligasi sampah (junk

Dokumen terkait