• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1.5 Ukuran Perusahaan

bonds). Junk bonds, tidak seperti obligasi lain yang berkualitas tinggi,

merupakan bagian dari struktur modal risiko tinggi di mana pembayaran bunga dapat dilunasi laba secara minimal (Subramanyam dan John J. Wild, 2010:284).

2.1.5 Ukuran Perusahaan

Menurut Asnawi da Chandra (2006) dalam Haggi (2016) keputusan keuangan seringkali mempertimbangkan ukuran perusahaan. Proksi ukuran biasanya adalah total aset perusahaan. Karena aset dapat sangat besar nilainya, dan untuk menghindari bias skala, maka besar aset perlu di kompres. Secara umum proksi ukuran dipakai logaritma (Log) atau logaritma natural (Ln) asset.

Pengelompokkan perusahaan atas dasar skala operasi (besar atau kecil) dapat dipakai oleh investor sebagai salah satu variabel dalam menentukan keputusan investasi. Tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan, antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan total aktiva (Ferry dan Jones, 1979 dalam Haggi, 2016).

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Apabila suatu perusahaan mempunyai total aktiva dengan jumlah yang besar, maka hal ini mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kondisi yang relatif lebih stabil dan mampu untuk menghasilkan laba yang lebih besar

23

dibandingkan dengan perusahaan yang hanya memiliki total aktiva yang sedikit (Sadiah, 2015). Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan pada total aset perusahaan (Machfoedz, 1994 dalam Haggi, 2016). Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian yang lebih besar dari pada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika ia berinvestasi pada perusahaan itu (Yolana dan Martani, 2005 dalam Haggi, 2016).

Perusahaan yang berukuran besar juga dapat mempengaruhi respon pasar dan biasanya lebih diperhatikan oleh masyarakat, sehingga mereka juga harus lebih berhati-hati dalam melaporkan informasi laba pada laporan keuangan, dan dapat memberikan dampak perusahaan tersebut harus melaporkan kondisi kinerja keuangannya yang lebih akurat. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang terkandung dalam laporan keuangannya lebih transparan, sehingga lebih sedikit untuk melakukan praktik manajemen laba dan perusahaan memiliki informasi laba yang berkualitas (Sadiah, 2015).

24 2.1.6 Alokasi Pajak Antar Periode

Alokasi pajak antar periode atau interperiod tax allocation merupakan alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode - periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi. Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh pajak dan bagaimana pengaruhpengaruh tersebut harus di sajikan dalam laporan keuangan. Menurut Kieso (2007:158) Alokasi pajak antar periode (intraperiod tax allocation), yaitu alokasi dalam satu periode. Alokasi ini mengaitkan beban pajak penghasilan (terkadang disebut sebagai provisi pajak penghasilan) dari periode fiskal dengan pos-pos khusus yang meningkatkan jumlah provisi pajak. Alokasi pajak antar periode membantu para pengguna laporan keuangan memahami dengan lebih baik dampak pajak penghasilan terhadap berbagai komponen laba bersih.

Menurut Boastman (1997:107) alokasi pajak penghasilan tepat pada beberapa kasus yaitu:

1. Situasi-situasi di mana keuntungan dan kerugian kurs transaksi yang kena pajak dimasukkan kedalam laba rugi pada periode yang berbeda untuk tujuan laporan keuangan dan untuk tujuan pelaporan pajak penghasilan (alokasi pajak penghasilan antarperiode).

2. Situasi di mana pengaruh pajak yang potensial di masa yang akan datang menutupi sebagian kenaikkan atau penurunan aktiva bersih

25

yang berasal dari penyesuaian penjabaran (alokasi pajak penghasilan antar periode).

3. Situasi di mana beberapa pajak penghasilan periode berjalan dapat dikenakan terhadap keuntungan dan kerugian kurs transaksi dan penyesuaian penjabaran pada ekuitas pemegang saham (alokasi pajak penghasilan dalam satu periode).

4. Situasi tertentu yang mencerminkan perbedaan sementara antara aktiva dan kewajiban asing yang muncul setelah perubahan kurs (alokasi pajak pendapatan antarperiode).

Akrual laba antarperusahaan dan transfer dividen harus dimasukkan dalam perhitungan beban pajak penghasilan untuk periode tersebut. Pengaruhnya tergantung tingkat kepemilikan dan status pelaporan pajak dari perusahaan. Karena perusahaan pada umumnya diperbolehkan untuk mengurangi 80% dari dividen yang diterima (100% jika paling tidak memiliki 80% saham berhak suara), perusahaan dikenakan pajak pada tarif pajak efektif yang relatif lebih rendah (20% dikalikan tarif pajak marginal atas dividen tersebut). Pada saat investor dan investee melaporkan SPT konsolidasi, dividen antarperusahaan dan akrual pendapatan dieliminasi dalam perhitungan laba kena pajak. Karena eliminasi tersebut, maka tidak perlu ada akrual pajak tangguhan pada saat timbul perbedaan temporer timbul antara pengakuan pendapatan investasi oleh investor dan realisasi melalui transfer dividen dari investee. Situasi dimana perusahaan dapat melaporkan SPT konsolidasi sangat terbatas. Investor harus mempunyai

26

paling tidak 80% saham investee dan harus memilih untuk melaporkan SPT konsolidasi. Jika investor dan investee melaporkan SPT terpisah, investor dikenai pajak atas dividen yang diterimanya dari investee bukan atas jumlah pendapatan investasi yang dilaporkan. Jumlah beban pajak yang dilaporkan dalam laporan laba rugi oleh investor tiap periode harus berdasarkan laba dari operasi investor sendiri dan dari laba yang diakui dari investasi antarperusahaan. FASB Statement No. 109, “Accounting for Income Taxes” (FASB 109), menjelaskan situasi di mana akrual pajak

tangguhan tambahan diharuskan sebagai akibat perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan untuk tujuan pelaporan keuangan dan yang digunakan untuk menentukan laba kena pajak. Jika investor melaporkan investasinya menggunakan metode biaya, beban pajak penghasilan yang dicatat oleh investor atas pendapatan investasi dan jumlah pajak yang dibayarkan berdasarkan dividen yang diterima dari investee. Tidak ada alokasi pajak penghasilan antarperiode yang diharuskan dalam metode biaya karena pendapatan diakui di periode yang sama untuk tujuan pelaporan keuangan dan pajak tidak ada perbedaan temporer. Jika investasi dilaporkan menggunakan metode ekuitas dan melaporkan SPT terpisah, investor melaporkan bagiannya atas laba investee dalam laporan laba rugi tetapi hanya melaporkan bagiannya atas dividen dari investee dalam SPT. Jika jumlah dividen investee berbeda dengan labanya, timbul perbedaan temporer dan alokasi pajak antarperiode diharuskan untuk investor. Dalam situasi ini, pajak penghasilan tangguhan harus diakui atas

27

perbedaan antara pendapatan metode ekuitas yang dilaporkan investor dalam laporan laba rugi dan pendapatan dividen yang dilaporkan dalam SPT. Standar akuntansi saat ini umumnya mengharuskan beban pajak penghasilan yang dilaporkan investor dihitung seakan-akan semua pendapatan investasi yang diakui investor berdasarkan metode ekuitas telah diterima. Oleh karena itu, beban pajak investor dicatat melebihi pajak yang dibayar jika laba investee lebih besar dari dividen dan umumnya dicatat lebih kecil dibandingkan pajak yang dibayar jika dividen lebih besar dibandingkan laba investee (Richard, 2005:91).

2.1.7 Likuiditas

Likuiditas (liquidity) mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Secara konvensional, jangka pendek dianggap periode hingga satu tahun meskipun jangka waktu ini dikaitkan dengan siklus operasi normal suatu perusahaan (periode waktu yang mencakup siklus pembelian, produksi, penjualan dan penagihan). Likuiditas adalah salah satu indikator untuk menilai apakah suatu perusahaan mempunyai masalah dalam sumber aliran kas untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin besar jumlah kelipatan aset lancar terhadap kewajiban lancar, maka semakin besar pula keyakinan bahwa kewajiban lancar perusahaan dapat dibayar pada saat jatuh tempo. Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas dinyatakan dalam perbedaan tingkatan,

28

kurangnya likuiditas menghalangi perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari diskon atau kesempatan mendapatkan keuntungan. Ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya merupakan masalah likuiditas yang lebih ekstrem. Masalah ini daoat mengarah pada penjualan investasi dan aset lainnya yang dipaksakan, dan kemungkinan yang paling parah mengarah pada insolvabilitas dan kebangkrutan. Bagi pemegang saham perusahaan, kurangnya likuiditas dapat meramalkan hilangnya kendali pemilik atau kerugian investasi modal. Saat pemilik perusahaan memiliki kewajiban tak terbatas (pada perusahaan perorangan atau persekutuan), kurangnya likuiditas membahayakan aset pribadi mereka. Bagi kreditor perusahaan , kurangnya likuiditas dapat menyebabkan penundaan pembayaran bunga dan pokok pinjaman atau bahkan tidak dapat ditagih sama sekali. Pelanggan serta pemasok produk dan jasa perusahaan juga merasakan masalah likuiditas jangka pendek. Implikasinya antara lain mencakup ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kontrak serta merusak hubungan dengan pelanggan dan pemasok penting. Berbagai skenario ini memperlihatkan penyebab ukuran likuiditas sangat penting dalam analisis suatu perusahaan. Jika suatu perusahaan gagal memenuhi kewajiban lancarnya, maka kelangsungan usahanya dipertanyakan. Dilihat dari sisi ini, semua ukuran analisis menjadi kurang penting dibandingkan likuiditas. Meskipun ukuran akuntansi mengasumsikan kelangsungan hidup perusahaan, analisis perlu selalu menilai keabsahan asumsi ini dengan menggunakan

29

ukuran likuiditas dan solvabilitas. Modal kerja merupakan ukuran likuiditas yang banyak digunakan. Modal kerja (working capital) adalah selisih aset lancar setelah dikurangi kewajiban lancar. Modal kerja merupakan ukuran aset lancar yang penting yang mencerminkan pengaman bagi kreditor. Modal kerja juga penting untuk mengukur cadangan likuiditas yang tersedia untuk memenuhi kontinjensi dan ketidakpastian yang terkait dengan keseimbangan antara arus kas masuk dan arus kas keluar perusahaan (Subramanyam dan John J. Wild, 2010:241).

Menurut Samryn (2012:416) rasio likuiditas secara umum ada 4 yaitu:

1. Current Ratio

Rasio ini dinyatakan dengan desimal dan menunjukkan kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar.

Current ratio = Aktiva Lancar

Kewajiban jangka pendek 2. Quick Ratio

Rasio ini dinyatakan dengan desimal dan menunjukkan kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar selain persediaan.

Quik Ratio = Aktiva lancar – Persediaan Kewajiban jangka pendek

30

3. Rasio persediaan terhadap modal kerja bersih

Rasio ini dinyatakan dengan desimal dan menujukkan saldo persediaan yang dapat melindungi kelebihan aktiva lancar di atas kewajiban jangka pendek dari pengaruh perubahan persediaan yang tidak menguntungkan.

Rasio persediaan terhadap modal kerja bersih = Persediaan

Aktiva lancar – Kewajiban jangka pendek

4. Rasio kas

Rasio ini dinyatakan dengan desimal dan digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan modal yang tertanam dalam kas selain setara kas. Rasio kas = Kas – Setara kas

Kewajiban jangka pendek

Dokumen terkait