• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persoalan Kemiskinan dan Peran Negara

Dalam dokumen TEORI EKONOMI MAKRO PENDEKATAN EKONOMI ISLAM (Halaman 170-172)

moneter hanyalah „instrumen ekonomi‟ untuk menggerakkan sektor riil dan kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat terwujud dari perkembangan pada

KEBIJAKSANAAN FISKAL

8.4. Persoalan Kemiskinan dan Peran Negara

Kemiskinan adalah masalah kronis dalam perekonomian yang menjadi musuh bagi semua negara di dunia terutama di negara-negara berkembang. Kemiskinan merupakan ekses negatif yang ditimbulkan dari proses pembangunan yang di satu sisi memberikan banyak manfaat dalam bentuk peningkatan kesejahteraan ekonomi, produksi barang dan jasa bertambah, kesempatan kerja dan pendapatan meningkat. Namun pada sisi lain ekses dari proses pembangunan juga menyisakan persoalan kemiskinan yang menimpa sebagian anggota masyarakat yang tidak mampu mengambil peran dalam proses pembangunan.

Integrasi ekonomi dan globalisasi memberikan ruang dalam percepatan pembangunan bagi negara-negara di dunia. Namun proses pembangunan lebih banyak pendmemberikan porsi keuntungan pada negara-negara besar, sedangkan sebagian negara- negara berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak justru menghadapi tekanan ekonomi yang semakin tidak menguntung. Globalisasi dalam banyak hal menyebabkan kesenjangan ekonomi semakin lebar antara negara maju dan negara berkembang. Banyak agenda aksi yang telah dirumuskan negara-negara di dunia untuk mengatasi masalah pembangunan termasuk masalah kemiskinan. KTT negara-negara di dunia yang diadakan di New York pada tahun 2000 telah merumuskan Deklarasi Milenium (The Millenium Declaration) yang berisi kesepakatan untuk mencapai target-target pembangunan milenium (The Millenium Development Goals) termasuk diantaranya upaya mengatasi kemiskinan. The Millenium Development Goals (MDGs) adalah bentuk keprihatinan masyarakat dunia terhadap semakin masifnya masalah kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi yang menimpa sebagian negara-negara berkembang di balik melimpahnya kekayaan negara-negara maju.

Pengertian kemiskinan dikaitkan dengan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Ada dua pengertian pokok kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diartikan dengan ketidamampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar ekonominya yang dikaitkan dengan gars kemiskinan (poverty line). Orang atau masyarakat yang ada di garis kemiskinan

atau di bawah garis kemiskinan dikatakan sebagai orang atau masyarakat yang miskin dan sebaliknya orang dan masyarakat yang ada di atas garis kemiskinan di katakan orang yang tidak miskin. Kemiskinan relatif dikatakan sebagai kemskinan yang dihubungankan dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran orang lain. Jadi orang atau masyarakat dikatakan miskn jika pendapatan atau pengeluarannya lebih rendah dari rata-rata pendapatan atau pengeluaran orang atau masyarakat lainnya.

Orang miskin disebabkan oleh rendahnya kompetensi dan kapasitas yang dimilikinya sehingga ada dua kelompok orang miskin yaitu orang miskin yang mampu bekerja dan memenuhi kebutuhannya sendiri dan orang miskin yang tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Orang miskin kelompok yang pertama disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pekerjaannya. Kondisi disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan dan aspek kesehatan sehingga tidak mempunyai akses dan daya saing dalam memasuki dunia kerja. Mereka mengandalkan sektor-sektor informal yang hanya memberikan imbalan yang kecil dan tidak menentu.. Sedangkan orang miskin yang tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri disebabkan oleh faktor-faktor difabilitas fisik dan psikis sehingga hidupnya menggantungkan pada bantuan belas kasihan orang lain.

Ada beberapa indikator dalam menentukan kemiskinan menurut para ahli dan lembaga pembangunan internasional. Menurut Prof Sayogyo batas garis kemiskinan ditentukan oleh pemenuhi kebutuhan beras per kapita per bulan untuk daerah pedesaan dan perkotaan. Ukuran kemiskinan di daerah pedesaan setara dengan 20 kg beras per kapita per bulan, artinya bahwa orang di daerah pedesaan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan beras sebanyak itu maka dia termasuk dalam kategori orang miskin. Sedangkan ukuran kemiskinan di daerah perkotaan setara dengan jumlah 30 kg beras per orang per bulan. Orang yang tinggal di perkotaan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan beras setara dengan 30 kg beras per orang per bulan, maka dia masuk dalam kategori orang miskin.

Ukuran kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu berdasarkan pemenuhan kebutuhan kalori per orang per hari. Orang dimasukkan dalam kategori orang miskin manakala tidak mampu memenuhi kebutuhan kalori sebesar 2.100 kalori per orang per hari. BPS kemudian menambahkan kriteria garis kemiskinan berdasarkan konsumsi beras yaitu sebesar 320 kg beras per kapita per tahun bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan 480 kg beras per kapita pe. r tahun bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Ukuran garis kemiskinan versi BPS juga ditentukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Orang atau masyarakat dikatakan miskin tergantung pada kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 52 macam dan komoditas non pangan sebanyak 26 macam bagi mereka yang tinggal di pedesan dan 27 macam bagi mereka yang tinggal di perkotaan.

Sam F. Poli menyatakan ukuran kemiskinan setara dengan pemenuhan kebutuhan beras sebanyak 27 kg per kapita per bulan bagi yang tinggal di pedesaan dan 40 kg beras per kapita per bulan bagi yang tinggal di perkotaan. Kriteria Sam F. Poli sama dengan Prof.

Sayogyo dalam hal penentuan jenis komoditasnya yaitu beras, namun berbeda dalam ukurannya. Standar minimal pemenuhan kebutuhan beras menurut Sam F. Poli lebih tinggi dibandingkan menurut Prof. Sayogyo baik bagi mereka yang tinggal di pedesaan maupun yang tinggal di perkotaan.

Bank Dunia (World Bank) menetapkan kemiskinan berdasarkan rata-rata pendapatan nasional suatu negara. Orang yang pendapatan lebih rendah dari sepertiga dari rata-rata pendapatan nasional, maka termasuk dalam kategori orang miskin. Jadi misalnya pendapatan rata-rata Indonesia sebesar 1.200 dollar AS per tahun, maka mereka yang pendapatannya kurang dari 400 dollar AS masuk dalam kategori orang miskin. Secara umum Bank Dunia menetapkan garis batas kemiskinan pendapatan atau pengeluaran sebesar 1 dollar AS bagi mereka yang tinggal di pedesaan dan 2 dollar AS bagi mereka yang tinggal di perkotaan.

Kemiskinan juga bisa muncul karena faktor alam misalnya mereka yang tinggal di daerah gurun pasir yang tandus berpotensi mengalami kemiskinan karena kondisi alamnya tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Faktor bencana alam baik karena faktor alam maupun ulah manusia seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, pencemaran air laut, longsor, wabah penyakit menular, dsb juga berpotensi menghasilkan kemiskinan. Individu dan masyarakat akan kehilangan banyak waktu, tenaga dan dana untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mereka terjebak dalam kubangan kemiskinan.

Kemiskinan juga merebak karena konflik politik dan peperangan yang berkepanjangan. Konflik kepentingan mendorong masyarakat berada dalam situasi yang saling menghilangkan satu sama lain sehingga tidak ada kesempatan untuk membangun dan memperbaiki nasib. Energi hidup dan kesempatan dihabiskan untuk menghabisi lawan politiknya sehingga tidak ada kesempatan untuk mengkonsolidasi diri untuk memanfaatakan potensi diri dan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kasus peperangan di belahan negara-negara dunia ke tiga seperti di Afrika, Asia Selatan, dan Indochina menyisakan banyak kasus kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi.

Kemiskinan juga timbul karena kesalahan dalam pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan amanah (good governance). Kasus-kasus korupsi dan manipulasi dana pembangunan menyebabkan rendahnya kualitas pembangunan sehingga menimbulkan kemiskinan di tengah masyarakat. Dana pembangunan yang dikumpulkan dari pajak untuk peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur jalan, pasar, bandara, subsdi sosial daerah bencana, jaminan sosial kesehatan, tunjangan dan gaji pegawai negeri, belanja barang modal, dsb. Jika dana pembangunan digunakan dengan benar dan sesuai dengan peruntukan, maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan serta ketimpangan pendapatan. Namun apabila dana

pembangunan banyak „disunat‟ akan mengurangi kualitas pembangunan misalnya jalan jadi

mudah rusak, jembatan cepat rusak, bangunan mudah ambrol, jatah subsidi bagi masyarakat dikurangi, kualitas layanan sosial kesehatan tidak optimal, kualitas layanan pendidikan berkurang, akibatnya menimbulkan kemiskinan rakyat.

Dalam dokumen TEORI EKONOMI MAKRO PENDEKATAN EKONOMI ISLAM (Halaman 170-172)