• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

B. Personality Characteristics and Stress Reaction

Perbedaan antara individu satu dengan yang lain terletak pada ciri-ciri kepribadiannya untuk pengaruh dalam stress. Seseorang yang kepribadiannya cenderung neurotik memiliki reaksi stress yang tinggi. Stress (variabel situasi) mempengaruhi orang dengan kognitif yang berbeda dan karakteristik emosional sebelum stressor (variabel orang) dengan cara yang berbeda.

Karakteristik kepribadian dalam mempengaruhi konsekuensi kesehatan dari stress terbagi menjadi Kepribadian tipe A. Sebagian orang bereaksi biasa terhadap tekanan dan persaingan dunia. Untuk sebagian orang, bermain video game merupakan pengalih perhatian yang menyenangkan, sedangkan bagi orang lain itu merupakan masalah hidup dan mati. Beberapa subjek bereaksi terhadap game dengan denyut jantung, tekanan darah, dan kolesterol yang meningkat. Meyer Friedman dan Ray Rosenman (1974), berdasarkan medical test nya, melihat banyak dari pasiennya yang menderita penyakit jantung, khususnya pria muda yang berumur 30 sampai 60 tahun, dan memiliki perilaku yang sama. Berikut adalah karakteristik Type A personality: a. Kompetitif dan ambisius

b. Bekerja tergesa-gesa c. Gila bekerja

d. Berbicara keras atau lantang e. Perfeksionistis dan penuntut f. Tidak bersahabat dan agresif

Type A behavior memiliki hubungan dengan penyakit jantung berdasarkan dua faktor yang paling mempengaruhi, yaitu tekanan darah tinggi dan kolesterol. Untungnya, ada bukti bahwa kebencian dapat dikurangi melalui beberapa tipe dari psikoterapi.

Person Variables in Reactions to Stress: Gender and Ethnicity

Ada fakta yang muncul bahwa perbedaan gender dan etnik termasuk dalam stress dan coping. Ketika mempelajari perbedaan antara gender atau kelompok etnik, bagaimanapun juga kita harus ingat bahwa tidak semua anggota dalam kelompok berlaku sama.

a. Gender Differences in Response to Stress. Perempuan lebih mungkin mengalami reaksi traumatik yang mendalam daripada pria. Oleh karena itu, mereka lebih mengalami kecemasan, depresi, dan gangguan tidur setelah trauma. Sebagai contoh, sebuah penelitian terhadap perempuan dan pria yang selamat dari kecelakaan mobil menemukan bahwa keduanya terpengaruh oleh trauma setelah kejadian, tetapi perempuan lebih tertekan secara emosional dan mengalami masalah tidur dibandingkan pria. Sekali lagi, bagaimanapun juga, kita membahas tentang perbedaan secara rata- rata.

b. Gender Differences in the Benefits of Marriage. Menikah dan hubungan lainnya adalah sumber penting dari social support untuk kedua belah pihak. Bagi pria dan perempuan, orang yang menikah jauh lebih sehat dibandingkan dengan orang yang tidak menjalin hubungan. Perempuan yang tidak menikah memiliki 50% tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang sudah menikah, tetapi pria yang belum menikah memiliki 250% tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang telah menikah. Janice Kiecolt-Glaser dan Tamara Newton (2001) memberikan dua alasan. Pertama, perempuan cenderung memiliki lebih banyak social support dari teman dekat daripada pria, jadi

perempuan tetap memiliki social support baik dia menikah ataupun tidak. Pria cenderung mengandalkan isteri mereka dalam social support untuk menyangga mereka dari efek stress. Kedua, perempuan lebih memungkinkan untuk mengajak pasangannya untuk merawat dirinya secara medis dibandingkan pria.

c. Fight-or-Flight and Tend-and-Befriend. Psikolog Shelley Taylor dan rekan-rekannya setuju bahwa fight-or-flight syndrome penting baik bagi pria maupun perempuan. Taylor yakin bahwa perempuan lebih mungkin menanggapi stress dengan apa yang biasanya disebut dengan respon tend- and-befriend. Ketika mereka menghadapi tekanan atau stress, seperti kebakaran atau bencana alam, perempuan biasanya menanggapi dengan menjaga anak mereka. Mereka secepatnya menjumpai anak mereka dan berinteraksi dengan mereka seperti memegang tangan dan menyentuhnya untuk mengurangi respon psikologis anak terhadap stressor. Pada kasus pekerja pria dan perempuan, perempuan yang memiliki stress di kantor pada siang hari cenderung masih dapat mengasuh anak pada malam hari. Ibu menarik diri dari anak setelah bekerja, hanya jika mereka mengalami stress yang luarbiasa di kantor pada hari itu. Para ayah cenderung lebih cepat marah atau menarik diri dari anggota keluarga jika mereka mengalami hari yang sedikit tertekan di kantor. Begitulah menurut Taylor, kita tidak dapat mengerti sepenuhnya reaksi emosional terhadap stress dan hubungan reaksi psikologis terhadap ancaman.

d. Ethnic Differences in Stress. Ada bukti yang menunjukkan bahwa anggota dari etnik ras minoritas dalam pengalaman sosial lebih merasa stress dibandingkan dengan anggota budaya yang mayoritas. Ada beberapa alasan yang mengatakannya demikian. Pertama, kelompok etnik ras yang minoritas cenderung memiliki keuntungan yang lebih sedikit (pendidikan yang layak, pemasukan, asuransi kesehatan yang baik, dan lain-lain) dalam melindunginya dari stress. Kedua, kelompok minoritas sering mengalami stress dalam berinteraksi dengan kelompok mayoritas yang berdasarkan

kepada stereotip, prasangka, dan rasisme. Ketiga, keluarga imigran sering mengalami stress melihat dari begitu cepatnya akulturasi budaya terhadap anak-anak mereka. Orangtua terkadang stress dengan perubahan sikap dari anak mereka, dan anak-anak terkadang stress oleh tekanan dari orangtua yang mempertahankan bahasa dan standar budaya mereka. Kalimat yang baru dan penting dari penelitian ini bagi psikolog akan membawa banyak pengertian kedepannya, tetapi ini topik dimana banyak anggota dari kelompok etnik minoritas yang sudah mengerti dengan baik.

Coping with stress (mengatasi stress)

Coping adalah usaha yang dilakukan oleh individu untuk berdamai atau mengatasi stress atau penyebab stress dan/atau mengontrol reaksi mereka terhadap stress atau penyebabnya.

Ada 2 jenis Coping, yaitu efektif coping atau ineffective coping. A. Effective Coping

Ada bebarapa jenis coping yang dianggap efektif, yaitu: 1. Menghilangkan atau mengurangi stress

Salah satu cara yang efektif untuk menangani stress adalah dengan cara menghapus atau menguranginya dari kehidupan kita. Contohnya apabila seorang pekerja stress akan pekerjaannya, maka cara yang dapat dia lakukan untuk menangani masalahnya adalah dengan mengurangi pekerjaannya atau bahkan mengajukan resign.

2. Cognitive coping

Kognisi(cara berfikir dan berpersepsi) seseorang mempengaruhi reaksinya terhadap stress. Ada 3 strategi coping cognitive yang efektif, yaitu dengan mengubah cara kita berfikir terhadap stress, mengalihkan perhatian kita dari masalah yang tidak dapat diubah/selesaikan, dan dengan menyelesaikannya dengan cara religious.

Reappraisal adalah salah satu metode menyelesaikan stress dengan cara mengubah cara kita berfikir atau mengartikan suatu masalah.

3. Mengatur reaksi stress

Ada penyebab stress yang memang tidak dapat dihindari atau dihilangkan. Oleh karena itu cara mengatasi lainnya yang juga efektif adalah dengan mengatur psikologis dan reaksi psikologis kita terhadap stress atau penyebab stress tersebut. Contohnya seseorang yang baru membuka took baju. Pada tahun pertama, akan terjadi banyak sekali hal yang membuatnya stress. Misalkan seperti ramainya pembeli yang mengunjungi tokony. Ia tidak mungkin menghapus penyebab stress(toko baju), oleh karena itu cara yang harus digunakan adalah dengan mengatur reaksi psikologisnya terhadap masalah tersebut. Misalkan dengan pergi ke pijat refleksi untuk merelaksasikan diri atau dengan pergi jalan-jalan dengan sahabat.

Dokumen terkait