• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legalitas sistem bisnis MLM pertama kali diakui di Amerika Serikat melalui penyidikan dan investigasi resmi US FTC (United State Federal Trade

Commission) pada tahun 1978 di perusahaan Amway. Hakim Timoty melalui

penyidikan dan investigasi resmi menegaskan bahwa pola penjualan dan pemasaran Amway (sebagai wakil dari perusahaan MLM yang sah) bukanlah pola piramid. Pertimbangannya dijelaskan sebagai berikut:137

…the Amway system does not involve an 'investment' in inventory by a new distributor. A kit of sales literature costing only $15.60 is the only requisite. And that amount will be returned if the distributor decides to leave Amway. The Amway system is based on retail sales to consumers. Respondents have avoided the abuses of pyramid schemes by (1) not having a 'headhunting' fee; (2) making product sales a precondition to receiving the performance bonus; (3) buying back excessive inventory; and (4) requiring that products be sold to consumers. Amway's buyback, 70% and ten customer rules deter unlawful inventory loading. Amway is not in business to sell distributorships and is not a pyramid distribution scheme.

Pertimbangan diatas menyatakan bahwa Perusahaan Amway tidak tergolong jenis piramid karena sistem Amway tidak melibatkan sebuah eksploitasi investasi distributor baru. Sebuah starter kit yaitu peralatan untuk memasarkan produk ke konsumen seharga $15,60 satu-satunya syarat yang diperlukan untuk menjadi distributor Amway. Biaya tersebut akan dikembalikan apabila seorang distributor Amway memutuskan untuk meninggalkan perusahaan. Sistem Amway didasarkan pada penjualan retail (eceran) ke konsumen. Para petinggi Amway (penanggung jawab perusahaan) telah menghindari penyalahgunaan Skema Piramid karena: (1) tidak memberi komisi berdasarkan perekrutan; (2) penjualan

137

93 F.T.C. 618, “In The Matter Of Amway Corporation, Inc.”, Final Order, Opinion,

produk adalah prasyarat untuk menerima bonus kinerja; (3) membeli kembali (garansi) persediaan produk distributor yang berlebihan; (4) mensyaratkan komisi atau bonus akan diberikan apabila distributor dapat membuktikan bahwa produk sungguh-sungguh telah dijual ke konsumen.

Pandangan hukum dalam menilai kelayakan sistem bisnis MLM dinyatakan dengan menguji sifat sistem itu sendiri, apakah ia bersifat etis, logis dan profesional.138 Hakim Timoty dalam pertimbangannya pada penyidikan dan investigasi pemasaran Amway (wakil dari perusahaan MLM yang sah), menyatakan sebagai berikut:139

138

Amway Is a Substantial Industrial Company. Amway's United States sales have grown from $4.3 million in 1963 to $169.1 million in 1976. Worldwide sales of Amway products in 1976 amounted to about $205 million. Amway employed over 1,500 persons in 1976 at its plant in Ada, Michigan, with an annual payroll of $19 million. The plant represents a capital investment of $56 million. In 1976, Amway paid over $60 million to its distributors, over $41 million for raw materials, and $11 million to third parties for transportation of Amway products.

All but a few of the regularline products sold under the Amway name are manufactured by Amway or its subsidiary, Nutrilite Products, Inc. Amway's plant and equipment are modern and efficient. Amway follows recognized industry standards of good manufacturing practice. It has a substantial research and development operation and expends generally as much per sales dollar as larger competitors in the personal care products field.

Amway's products have very high consumer acceptance. A market study in the record shows that of 37 brands of laundry detergent, Amway's product, with only a very small market share and no national advertising, was third in brand loyalty. Amway's dishwashing liquid soap led all 16 brands surveyed in consumer acceptance. In each of the markets for automatic dishwasher detergents, detergents for fine clothing, bleaches, rug cleaners, and laundry additives, Amway's products were second in brand loyalty. Professor Cady, a marketing specialist from the Harvard Graduate School of Business Administration, testified that:

http://www.profitclinic.com/MLM/whats-mlm/faq.html, diakses tanggal 08 Desember 2011.

139

What this means overall is that consumers are obviously well served by the products that Amway supplies them with. In fact, they are so well-served, in the face of a large number of available substitutes, they purchase Amway products to a degree which is almost unknown to other brands in the market.

Amway has achieved this consumer acceptance for its products while having no more than 1.7% of any market in which it competes and while spending a total of about two million dollars for advertising and sales promotion for the years 1972 through 1975, while its top five competitors were spending about 2.3 billion dollars for that purpose.

Amway, through its distributors, provides services to consumers not readily available when products are purchased at a retail store. Amway has a 100% moneyback guarantee which permits a customer who is not satisfied with an Amway product to return it with the choice of replacement, repair, credit, or refund of full purchase price. Distributors provide the service of home or commercial delivery at the time convenient to the customer, including weekends and evenings. Amway ditributors demonstrate and explain product use. Distributors perform water hardness tests and recommend the use of a dishwashing detergent for hard or soft water. Amway and its distributors provide advice for safe product use. Distributors leave sample products with customers for trial use before purchase.

Pertimbangan Hakim Timoty diatas antara lain menyatakan bahwa dalam waktu kurang dari 20 tahun Amway telah berhasil mendirikan sebuah perusahaan pabrikasi yang besar dengan sistem distribusi yang efisien (MLM), dan mampu memperkenalkan produk-produk baru ke pasaran. Pelanggan mendapat keuntungan dari penyediaan sumber baru tersebut dan memberikan reaksi dengan cara menunjukkan kesetiaan terhadap produk Amway. Perusahaan Amway harus dipahami sebagai wakil dari perusahaan MLM yang sah. Pengalaman sejarah membukt ikan bahwa keberhasilan Amway telah mendorong tumbuhnya berbagai perusahaan berbasis MLM di seluruh dunia. Keputusan 93 F.T.C. 618 (common

terus berkembang dan sekaligus membantu pemberantasan Skema Piramid di Amerika Serikat.140

Menurut Andrias Harefa, untuk dapat menguji keabsahan bisnis MLM harus didasarkan pada dua aspek. Aspek pertama mengenai rancangan yang dikemukakan dalam dokumen perusahaan (marketing plan) harus jelas menyatakan bahwa seseorang tidak mendapatkan komisi, bonus, atau penghargaan jika ia membeli produk untuk dipergunakan secara pribadi. Aplikasi dari tes ini adalah sama sekali tidak ada sesuatu yang salah atau ilegal dalam konsumsi pribadi. Aspek kedua adalah dalam penerapan rencana dari marketing

plan tadi, bahwa seorang mitra dalam perusahaan MLM dapat memperoleh

komisi, bahkan tanpa melakukan sponsorisasi (perekrutan downline). Penerapan

marketing plan yang baik dan sah dari suatu perusahaan MLM adalah

menyediakan suatu peluang single level untuk memperoleh keuntungan bagi mitra usaha yang memilih untuk tidak mensponsori orang lain. Kesempatan untuk mendapat komisi tambahan jika seorang mitra mensponsori orang lain tetap ada saat terjadi peningkatan penjualan (prestasi penjualan produk yang dilakukan kelompok jaringan yang dibangunnya).141

Aturan baku atau perundangan yang melindungi usaha MLM di Indonesia sebelum tahun 2000 tidak mengenal aturan tentang izin usaha khusus. Penjualan H. Legalitas Bisnis MLM di Indonesia Serta Kaitannya Terhadap Bisnis Berkedok MLM

140

Andrias Harefa, op.cit., hlm. 113-114.

141

Langsung (istilah formal yang digunakan untuk menyebut bisnis MLM) sebelum tahun 2000 cukup menggunakan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang pada masa itu merupakan surat izin untuk semua jenis usaha perdagangan di Indonesia. SIUP dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yaitu Departemen Perdagangan. Tidak adanya pengaturan khusus dalam penyelenggaraan industri MLM sebelum tahun 2000 telah memicu tumbuhnya berbagai jenis usaha ilegal berkedok MLM yang banyak merugikan masyarakat secara finansial.

Penyelenggaraan bisnis DS-MLM di Indonesia kemudian mulai diatur secara khusus oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI dengan terbitnya Keputusan Menteri No. 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang (IUPB). Ketentuan khusus tersebut kemudian sudah pernah beberapa kali diganti, dan yang sekarang dipakai adalah Permendag No. 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung serta perubahannya pada Permendag No. 47/M-DAG/9/2009, dan Permendag No. 55/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Sejak diterbitkannya ketentuan khusus tersebut, perusahaan DS-MLM di Indonesia selain harus memiliki surat izin yang bersifat umum, juga harus memiliki surat izin khusus. Surat izin yang bersifat umum sebagaimana berlaku pada semua kegiatan usaha di Indonesia meliputi: (a) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), (b) Tanda Daftar Perusahaan (TDP), (c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sedangkan surat izin khusus adalah Surat Izin Penjualan

Langsung (SIUPL). Perusahaan DS-MLM yang tidak memiliki SIUPL di Indonesia dapat digolongkan sebagai perusahaan berkedok MLM.142

Masyarakat di Indonesia yang hendak bergabung dalam bisnis DS-MLM harus berhati-hati saat memilih perusahaan DS-MLM. Cara yang paling aman adalah dengan menanyakan ada tidaknya SIUPL di perusahaan DS-MLM yang bersangkutan kepada pihak yang berwenang yaitu: (a) Kementrian Perdagangan RI; Dirjen Perdagangan Dalam Negeri; Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahan, (b) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan (c) Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Ketiga lembaga tersebutlah yang paling mengetahui perihal proses penerbitan SIUPL sehingga dianggap layak untuk dimintai konfirmasi.143

Penyelenggaraan industri bisnis MLM di Indonesia meskipun sudah diatur dalam suatu aturan yang khusus, namun ternyata belum cukup efektif untuk menghilangkan kesalahpahaman masyarakat terhadap bisnis MLM. Bisnis MLM masih saja menuai pro dan kontra. Sebagian banyak masyarakat yang kurang memahami perbedaan bisnis MLM dengan bisnis berkedok MLM cenderung menyamaratakan keduanya, bahkan tidak sedikit yang sangat anti jika mendengar kata MLM. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya penegakan hukum pidana dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM dan juga minimnya peran aktif pemerintah. Tidak adanya pengaturan yang secara tegas melarang praktek-praktek bisnis berkedok MLM akan selalu membuat masyarakat kesulitan dalam memahami perbedaan antara bisnis MLM murni dengan bisnis berkedok MLM.

142

R. Serfianto D. Purnomo, Iswi Hariyani, Cita Yustisia, op.cit., hlm 155.

143

Peran aktif pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang seluk-beluk dan bahaya program Skema Piramid juga sangat dibutuhkan untuk meluruskan kesalahpahaman masyarakat terhadap industri bisnis MLM, namun hal ini juga sangat minim di Indonesia.144

Legalitas industri bisnis MLM di Indonesia tidak akan cukup diakui oleh masyarakat apabila praktek bisnis berkedok MLM masih tetap marak. Penerbitan pengaturan khusus dalam penyelenggaraan industri bisnis MLM di Indonesia yang ditujukan untuk menyaring dan mencegah munculnya praktek-praktek ilegal berkedok MLM dinilai masih mempunyai banyak kelemahan dan membutuhkan penyempurnaan. Seperti yang diketahui hampir setiap tahun kasus-kasus penipuan berkedok MLM selalu terjadi berulang kali, dan hal ini telah berlangsung selama puluhan tahun di Indonesia. Akibatnya, masyarakat yang menjadi korban maupun yang hanya mengetahui berita-berita kasus penipuan berkedok MLM melalui media massa menjadi terpola untuk tidak lagi mempercayai industri bisnis MLM. Hal ini dikuatkan pula oleh Jhon Tafbu Ritonga, seorang pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), yang menyatakan bisnis berkedok MLM atau

money game baru berpengaruh pada industri bisnis MLM murni setelah bisnis

tersebut ditutup, “pada saat bisnis money game tersebut ditutup, pasar tentu sudah jenuh, itu membuat perspektif masyarakat terhadap MLM menjadi buruk”.145

Upaya konkrit yang selayaknya dilakukan pemerintah dan DPR dalam menanggulangi hal tersebut adalah dengan menerbitkan Undang-Undang khusus semacam Undang-Undang Anti-Piramid atau Undang-Undang Anti-Money Game.

144

Edy Zaqeus, “Mengapa Orang ‘Mau Jadi Korban’ Money Game atau Skema Piramid?,

loc.cit.

145

Dengan adanya Undang-Undang khusus ini diharapkan dapat menjadi sarana pencegahan dan pemberantasan praktek-praktek bisnis berkedok MLM. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa dengan adanya Undang-Undang khusus tersebut, kesalahpahaman masyarakat terhadap industri bisnis MLM dapat dihilangkan. Hal ini tentu saja harus didukung oleh peran aktif pemerintah serta media massa dalam menyosialisasikan pengetahuan tentang seluk-beluk dan bahaya program Skema Piramid kepada masyarakat.

Dokumen terkait