Siri’ dalam pengertian orang Bugis-Makassar adalah menyangkut
segala sesuatu yang paling peka dalam diri mereka, seperti martabat atau harga diri, reputasi, dan kehormatan, yang semuanya harus dipelihara dan ditegakkan dalam kehidupan nyata. Siri’ bukan hanya berarti rasa malu
seperti pada umumnya terdapat dalam hal kehidupan sosial masyarakat etnis lain.
35
Konsep nilai siri’ na pacce dalam budaya Bugis-Makassar memiliki
hubungan dengan islam sebagai agama yang mengajarkan tauhid dan kebenaran akan adanya Allah. Nilai siri’ na pacce memiliki pola hubungan
timbal balik antara islam, adat, dan manusia baik sebagai individu, maupun sebagai anggota kelompok sosial pada masyarakat Bugis-Makassar.36
Ahlak atau perilaku dalam islam adalah yang terwujud melalui proses aplikasi sistem nilai norma yang bersumber dari Quran dan al-Hadist. Seperti firman Allah swt. dalam (Q.S. Ali Imran: 159-160).
) ١٥٩ ( ) ١٦٠ ( Terjemahannya:
“maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadapa mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mukmin”.37
Menurut Ibnu Qutaibah yang dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani, bahwa sifat malu dapat menghalangi dan menghindarkan seseorang untuk melakukan kemaksiatan sebagai iman, seperti sesuatu dapat diberi nama
36
Nasruddin Anshory(Anre’ gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis) Yogyakarta: Tiara Wacana,2009, h. xxiv-xx
37
dengan nama lainnya yang dapat menggantikan posisinya, Rasulullah saw Bersabda: ه ق : ق ،ه أ . ئ ع ، : ة س أ . Terjemahannya:
“sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh masyarakat adalah: “jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari)Sifat malu merupakan ahlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran islam”.38
Mendalami makna siri’ dengan segenap permasalahannya. Antara
lain dapat di ketahui dari lontara La Toa. Kata La Toa sendiri sejati memiliki arti petuah-petuah, dimana juga memiliki hubungan yang erat dengan peranan siri’ dalam pola hidup atau adat istiadat masyarakat
Bugis-Makassar.39
Nilai Siri’ yaitu nilai yaitu nilai yang paling utama yang terkandung
dalam Falsafah Siri’ sebagai uraian yang pertama adalah rasa malu dan
harga diri.40 Begitu sakralnya kaya siri’ itu, sehingga apabila seseorang
kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya ia
menempuh kehidupan manusia. Siri’ dapat d maknai sebagai harga diri
atau kehormatan, juga dapat diartikan sebagai pernyataan sikap tidak serakah terhadap kehidupan duniawi. Nilai tersebut dibangun dari
38
Http://Belajarislam.Com/Hadits/Hadist-Jika-Engkau-Tak-Malu-Perbuatlah-Sesukamu
39
Bugis Makassar Trip http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce-dalam-nilai-dan-falsafah.html (16 September 2018)
40
beberapa unsur-unsur nilai yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar, yakni: 41
a. Alempureng (kejujuran)
Alempuareng berasal dari kata lempu’ yang berarti jujur. Menurut
makna etimologinya, lempu’ artinya lurus- antonim dari bengkok. Dalam
berbagai konteks, kata ini juga berarti ikhlas, benar, baik, dan adil. Antonimnya adalah culas, curang, dusta, khianat, seleweng, buruk, tipu, aniaya dan semacamnya. Sejumlah pengertian ini didasarkan pada kata
lempu’ sebagai dalam ungkapan Bugis atau lontara’.Lontara mengisahkan
bahwa Tociung, cendekiawan luwu, diminta nasehatnya oleh calon Raja (datu) Soppeng , La Manussa’ Toakkarangeng, menyatakan bahwa ada
empat perbuatan jujur, yaitu:42
1. Memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya
2. Dipercaya lalu tak curang, artinya disadari lalu tak berdusta 3. Serakah terhadap hal yang bukan haknya
4. Tidak memandang kebaikan kalau hanya untuk dirinya, baginya
kebaikan mesti dinikmati bersama. b. Amaccang (kearifan)
Kearifan dan kejujuran dalam Lontara’ diletakkan secara
berbarengan, oleh karena kedua istilah ini saling melengkapi. Sebagai
41
A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 145
42
contoh berikut ini: “jangan sampai engkau ketiadaan kearifan dan kejujuran.”43
Adapun yang dimaksud arif adalah tidak ada yang sulit dilaksanakan. Tidak ada pembicaraan yang sulit disambut dengan kata-kata yang lemah lembut lagi mempercayai orang lain. Yang dinamakan jujur ialah perbuatan baik, pikiran benar, tingkah laku sopan lagi takut kepada tuhan.44
c. Asitinajang (kepatutan)
Asitinajang kepatutan, kepantasan, kelayakan, adalah terjemahan
dari kata asitinajang. Kata asitinajang ini secara leksikal berasal dari kata
tinaja yang berarti cocok, sesuai, pantas atau patut. Perbuatan mappasitinaja mengambil sesuatu dan menempatkannya pada tempatnya.
Nilai Asitinajang ini erat hubungannya nilai kemampuan jasmaniah dan rohaniah.45
Ada empat hal yang merusak tatanan nilai asitinajang, yakni : 1. Tamak atau keserakahan akan menghilangkan rasa malu 2. Kekerasan akan melenyapkan kasih sayang didalam negeri 3. Kecurangan, akan memutuskan hubungan kekeluargaan 4. Ketegaan akan menjauhkan kebenaran di dalam kampung.46 d. Agettengeng ( keteguhan)
43
A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis (Ujungpandang: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1985), h. 152
44
A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 152
45
A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 157
46
Agettengeng berasal dari getteng yang berarti teguh. Selain
bermakna teguh, kata ini pun berarti tetap azas atau setia pada keyakinan atau kuat dan tangguh dalam pendirian, erat memegang sesuatu. Seperti halnya dengan nilai alempureng, amaccang, dan asitinajang, agettengeng ini terkait pada makna positif. Hal ini tergambar dalam empat perbuatan
agettengeng , yaitu: a) tidak mengingkar janji, b) tidak mengkhianati
kesepakatan, c) tidak membatalkan keputusan, d) jika berbicara dan berbuat, tidak berhenti sebelum rampung.47
Pandangan syariat islam tentang falsafah siri’ :
a. Siri’ yang berarti malu
Siri’ bila diterjemahkan sebagai perasaan malu apabila melakukan
perbuatan yang tercela dan upaya untuk tetap menjaga sikap agar tidak menyebabkan rendahnya harga diri seseorang., maka hal tersebut sesuai dengan ajaran islam.
Maksud dari hadist tersebut, yaitu perasaan malu yang dimiliki oleh seseorang harus dipertaruhkan karena akan membuahkan kebaikan, baik pada dirinya maupun pada orang disekitarnya, dan apabila seseorang memiliki perasaan tersebut, maka dia akan berhati-hati dalam berbicara dan bertingkah laku.48
Perasaan malu (siri’) bila di pandang dari segi syariat islam, maka
perasaan malu tersebut termasuk sebagian dari iman. Hadist tersebut
47
A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 39
48
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
dapat terlihat apabila pengertian siri’ diarahkan ke hal-hal yang positif,
maka orang yang berpegang pada falsafah tersebut termasuk orang yang memperkokoh agama Allah SWT.
Perasaan malu atau sifat kemalu-maluan adalah salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berkelakuan baik dan menjauhi yang buruk dan jahat. Maksudnya apabila seseorang sudah tidak memiliki rasa mali lagi, maka dia tidak akan segan-segan melakukan segala pelanggaran moral dan perbuatan dosa.
Pemahaman tentang falsafah siri’ ini pada masyarakat suku
Makassar pada dasarnya pemaknaannya sama dengan konsep yang ada dalam syariat islam. Hal ini tergambar dari ketika di masyarakat tersebut ada yang kawin lari, perzinahan, perkosaan, perbuatan salimarak yaitu perbuatan hubungan seks yang dilarang karena adanya hubungan keluarga yang terlalu dekat, misalnya perkawinan antara ayah dengan putrinya, ibu dengan putranya, maka dianggap perbuatan siri’.49
b. Siri’ yang berarti dorongan untuk berusaha dan bekerja
Selain itu, bila siri’ diterjemahkan sebagai dorongan untuk berusaha
dan bekerja demi memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka hal tersebut, sesuai dengan firman Allah SWT:” sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri mereka”.
49
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa apabila seseorang ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka dia harus berusaha dengan kemampuannya sendiri. Kaitannya dengan Budaya siri’ yaitu
apabila seseorang menganggap siri’ bila tidak mampu memperoleh
kehidupan yang layak dan hal ini menjadi faktor pendorong untuk berusaha memperbaiki hidupnya maka Budaya siri’ tersebut sesuai
dengan ajaran syariat islam.50
c. Siri’ diartikan sebagai dorongan untuk membinasakan orang lain
Apabila siri’ diterjemahkan sebagai dorongan untuk membinasakan
orang lain, maka untuk menanggapi persoalan ini, maka harus diketahui terlebih dahulu penyebab lahirnya dorongan siri’ tersebut. Adapun penyebab
lahirnya dorongan siri’ ini antara lain:
1. Karena dipermalukan atau direndahkan harga diri, keluarga atau kerabatnya. Dalam islam dianjurkan untuk saling memaafkan, sehingga apabila ada seseorang yang melakukan penghinaan terhadap orang lain maka sebaiknya digunakan jalan damai atau saling memaafkan.
2. Karena dipermalukan atau direndahkan agamanya. Dalam islam apabila seseorang telah menghina dan menginjak injak kehormatan Agam ]a Islam, maka orang tersebut halal diperangi. Seseorang yang melaksanakan siri’ tersebut semakin memperkokoh
50
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
keimanannya kepada Allah SWT, siri’ mempunyai perangai saja’ah
BAB III