• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

II. BAHAN DAN METODE

2.3 Parameter Penelitian

3.1.2 Parameter Biolog

3.1.2.4. Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)

Pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan pada M0 sampai M4 (Gambar 13). Hasil Pengukuran pertambahan bobot pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 11).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 13. Pertumbuhan bobot mutlak (PBM) ikan nila pada susbtrat berbeda selama 4 minggu 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 0 1 2 3 4 P e rt ambahan   Pa n ja n g   Mutlak   (cm) Lama Perlakuan (Minggu) sekam Serabut Kayu Jerami 0 0.2 0.4 0.6 0.81 1.2 1.4 1.6 0 1 2 3 4 P e rt ambahan   Bobot   Mutlak   (gr) Lama Pemeliharaan (Minggu ke‐) sekam Serabut Kayu Jerami

15 3.2 Pembahasan

Pada kegiatan akuakultur, tiga komponen utama yang terlibat didalamnya adalah biota yang dipelihara (ikan), lingkungan (media pemeliharaan), dan pakan. Lingkungan akan memberikan pengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, air sebagai media hidup ikan harus terjaga kualitasnya. Kualitas air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungn hidup ikan. Kualitas air akan mempengaruhi secara langsung terhadap fungsi fisiologis yang ada di dalam tubuh ikan. Selain berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan, secara tidak langsung kualitas air juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam periode atau waktu tertentu. Apabila kualitas air berada pada kondisi optimal untuk hidup ikan dan fungsi fisiologis berjalan dengan baik, maka energi yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jika kualitas air kurang baik, energi dari pakan yang diperoleh akan banyak digunakan untuk proses osmoregulasi sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Effendie, 1997). Oleh karena itu, seringkali ditemukan pada kondisi perairan yang buruk ikan dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya sangat lambat atau bahkan tidak mengalami pertumbuhan.

Kisaran kualitas air yang mencangkup suhu pada media pemeliharaan ikan nila masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan nila. Suhu pada media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 26-27 0C, seperti terlihat pada Gambar 4. Menurut Prihatman (2000) suhu optimal untuk ikan nila berkisar antara 25-30 0C. Huet (1971) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi produksi ikan dan dapat mempengaruhi aktivitas penting pada ikan seperti pernafasan, pertumbuhan, reproduksi, dan selera makan. Kisaran suhu yang diperoleh menunjukan suhu ideal untuk pemeliharaan ikan nila BEST, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan baik.

Kisaran pH selama penelitian pada semua perlakuan berkisar antara 5-8, seperti terlihat pada Gambar 6. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan pertumbuhan optimal pada nilai pH

16 sekitar 7,00-8,50. Menurut Pescod (1973) ikan masih dapat menyesuaikan diri pada pH 6,50-8,50. Pada perlakuan serabut kayu memiliki pH dibawah standar optimal untuk pertumbuhan yaitu berkisar antara 5,00-5,17 hal ini disebabkan karena kandungan zat terpentin yang terdapat pada serabut kayu tersebut. Pada pH dengan kisaran 5,00-6,50 berdampak pada pertumbuhan ikan yang terhambat atau tidak mengalami pertumbuhan (Abadi, 2012). Nilai pH dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Makin tinggi pH air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk melokul dapat menembus membran sel lebih cepat dari pada amonia dalam bentuk ion (Kordi dan Tancung, 2007).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, oksigen terlarut yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 3,17-7,00 seperti terlihat pada Gambar 5. Kandungan oksigen di perairan sangat dipengaruhi oleh kelimpahan fitoplankton yang melakukan proses fotosintesis pada siang hari, namun pada saat proses respirasi kandungan oksigen dalam perairan akan berkurang. Menurut Boyd (1982), oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd (1990), kenaikan dan penurunan kandungan oksigen di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Menurut Effendi (2003), makin tinggi kepadatan ikan maka jumlah ikan yang mengkonsumsi oksigen meningkat dan limbah metabolisme yang dikeluarkan akan semakin banyak sejalan dengan bertambahnya bobot ikan, maka tingkat konsumsi oksigen dan limbah metabolisme per ekor ikan meningkat pula. Jumlah kepadatan ikan yang tinggi sejalan dengan proses nitrifikasi. Bakteri

nitrosomonas dan nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80% saturasi untuk proses normal (Kordi dan Tancung, 2007). Kelarutan oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam kegiatan akuakultur, sehingga pengaruh DO sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1990).

Kadar amonia media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan substrat sekam, jerami, dan serabut kayu terjadi kenaikan jumlah amonia selama masa

17 pemeliharaan. Kisaran nilai amonia pada semua perlakuan berkisar antara 0,021- 0,132 mg/L seperti terlihat pada Gambar 7. Pada perlakuan substrat dengan sekam padi, kandungan amonia berkisar antara 0,0022-0,035 mg/L, pada perlakuan serabut kayu memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,116-0,132 mg/L, sedangkan pada perlakuan dengan substrat jerami padi kandungan amonia berkisar antara 0,021-0,039 mg/L. Hal ini diduga karena kelimpahan bakteri pengurai berada dalam jumlah yang sedikit. Menurut Pillay (1993), konsentrasi amonia yang mematikan bagi ikan adalah 0,02 mg/L, meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0,00-2,00 mg/L. Berdasarkan penelitian dari Hermiati (2011) mengenai “Ketahanan dan Pertumbuhan Beberapa Strain Ikan Nila Pada Media Ber-pH Asam”, pemeliharaan ikan nila best dengan bobot 0,98 g dan panjang 3,68 cm yang dipelihara pada media normal tanpa filter memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,26-2,29 mg/L. Nilai tersebut berada diatas batas maksimum nilai amonia bagi ikan menurut Pillay (1993) yaitu 0,02 mg/L.

Peningkatan jumlah amonia tersebut disebabkan oleh limbah dari aktivitas budidaya ikan seperti sisa pakan, feses, dan urin yang merupakan sumber bahan pencemar nitrogen. Limbah dari sisa pakan, feses, dan urin ikan sangat nyata dapat memperburuk kualitas air karena dapat meningkatkan konsentrasi total nitrogen yaitu nitrit, nitrat, amonia dan bahan organik terlarut lainnya di dalam akuarium, sedangkan oksigen terlarut akan mengalami penurunan (Abadi, 2012). Nilai amonia rendah diduga karena adanya bakteri heterotrof. Bakteri telah memanfaatkan sumber karbon yang telah diberikan untuk mensintesis protein.

Konsentrasi nitrit yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,013 – 0,034 mg/L, seperti pada Gambar 8. Swingle (1996) menyatakan bahwa nitrit merupakan senyawa nitrogen yang tidak stabil diperairan dan bersifat toksik terhadap ikan, sifat toksik dapat menyebabkan kematian. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa perbedaan substrat memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antara substrat serabut kayu dengan substrat sekam dan jerami terhadap nitrit. Konsentrasi nitrit yang berkisar antara 0,003 – 0,856 mg/L masih menghasilkan tingkat kelangsungan hidup 70% untuk ikan yang dipelihara pada sistem resirkulasi (Murtiati et al., 2010). Menurut Boyd (1982), kadar nitrit dalam perairan dapat bersifat racun pada batas nilai

18 <0,5 mg/L. Kisaran konsentarsi nitrit yang diperoleh selama penelitian berada dibawah batas nilai namun masih mampu memberikan laju pertumbuhan sesuai dengan pernyataan Murtiati et al (2010).

Nitrat merupakan senyawa nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut, jika oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air akan teroksidasi menjadi nitrat. Proses nitrifikasi oleh bakteri mengubah sekitar 93- 96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofilter (Abadi, 2012). Hasil penelitian pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan substrat berbeda menunjukan bahwa nilai nitrat berkisar antara 0,023-0,128 mg/L seperti terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil penelitian Gunawati (1984) mengenai pengaruh pembusukan kelampis terhadap kuantitas dan kualitas plankton menyatakan bahwa perairan yang memiliki kadar nitrat <0,226 mg/L dikategorikan dalam perairan yang kurang subur. Oleh karena itu, kerja bakteri nitrifikasi terganggu sehingga perubahan nitrit menjadi nitrat tidak berjalan dan tidak mengalami penguraian secara sempurna.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan ikan nila BEST yaitu selama 4 minggu, diperoleh kualitas air yang terbaik dengan penggunaan substrat jerami padi. Berdasarkan literatur, jerami memiliki bentuk berupa tabung sehingga dapat menyimpan air untuk sementara. Selain itu, jerami mempunyai daya serap air dan kelembaban yang lebih tinggi dari serbuk gergaji (Suryaningrum et al., 2000). Substrat yang memiliki daya serap air yang tinggi maka akan mampu mempertahankan suhu dingin lebih lama (Prasetiyo, 1993).

Kandungan C/N pada jerami sebesar 18,88 menunjang untuk pertumbuhan bakteri heterotrof. Peningkatan pengambilan nitrogen karena pertumbuhan bakteri heterotrof dapat menurunkan konsentrasi amonia lebih cepat dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi. Beberapa faktor kunci pengembangan bakteri heterotrof dalam budidaya yaitu: (1) padat tebar tinggi, (2) aerasi yang cukup untuk mempertahankan pencampuran (mixing) air, dan (3) input bahan organik yang tinggi yang akan dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh ikan dan bakteri, serta dapat menciptakan keseimbangan nutrient yang dibutuhkan bakteri seperti karbon dan nitrogen (McCarty dan Haug, 1971).

19 Nilai C/N rasio harus berada dalam komposisi yang tepat bagi bakteri, karena kerja bakteri tidak akan efisien pada media yang mengandung terlalu banyak karbon atau terlalu banyak nitrogen (Chamberlain et al., 2001). Kandungan C/N pada jerami sebesar 18,88 menunjang perombakan bakteri nitrogen dengan cepat jika dibandingkan dengan kandungan C/N pada sekam padi yaitu sebesar 13,33 dan kandungan C/N pada serabut kayu sebesar 50. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beristain et al. (2005), menyatakan bahwa proses perombakan nitrogen berlangsung cepat pada C/N rasio 5-14, cukup cepat pada 15-25, dan lambat pada C/N rasio > 26.

Secara umum penggunaan substrat berbeda menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air media budidaya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan dan penurunan kualitas air pada berbagai parameter. Hal ini terlihat dari perubahan nilai parameter kualitas air yang terjadi pada masing-masing substrat. Walaupun terjadi penurunan, kualitas air media budidaya masih berada pada kisaran yang memungkinkan ikan nila hidup dengan baik. Namun, demikian perubahan kualitas air tersebut cenderung mempengaruhi beberapa parameter kehidupan ikan nila antara lain pertumbuhan, dan kelangsungan hidup.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan nila berada diatas 50% dari total ikan yang ditebar, seperti terlihat pada Gambar 10, rata-rata tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan sekam padi adalah sebesar 69±6,93%, serabut kayu sebesar 53±3,33%, dan jerami padi sebesar 71±1,92%. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan substrat serabut kayu menunjukan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan substrat sekam dan jerami terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila. Kisaran nilai kelangsungan hidup dari masing-masing perlakuan perbedaan substrat dianggap masih cukup baik. Faktor yang mungkin dapat menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang tinggi adalah kualitas air yang telah menurun serta pengaruh warna air terhadap penglihatan ikan dalam mengambil makanan.

Warna air pada serabut kayu yaitu berwarna merah pekat, berbeda dengan sekam padi dan jerami padi berwarna bening kekuning-kuningan. Akan tetapi pada air dengan sekam padi terdapat sedikit minyak pada bagian permukaan

20 airnya, hal ini karena pada sekam padi mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Warna merah pekat pada serabut kayu memungkinkan ikan sulit untuk mencari makanan (pakan).

Gambar 14. Penampang Warna Air Pada Substrat. (a) Jerami Padi, (b) Sekam Padi, dan (c) serabut kayu

Laju pertumbuhan spesifik (SGR) menggambarkan persentase pertambahan bobot ikan nila setiap harinya. Laju pertumbuhan spesifik pada akhir pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan memiliki nilai yang berbeda. Pada perlakuan susbtrat jerami memiliki nilai SGR sebesar 2,67±0,006%, perlakuan sekam padi sebesar 2,62±0,012% dan pada perlakuan serabut kayu sebesar 1,42±0,086% seperti terlihat pada Gambar 11. Perbedaan laju pertumbuhan spesifik pada ikan dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas air dan pakan pada masing-masing perlakuan.

Berdasarkan analisis statistika ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%, diperoleh bahwa perlakuan substrat serabut kayu memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan substrat sekam padi dan jerami padi terhadap pertambahan panjang mutlak (seperti terlihat pada Gambar 12) dan pertambahan bobot mutlak (seperti terlihat pada Gambar 13) ikan nila yang dipelihara selama masa pemeliharaan.

21 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan substrat yang berbeda untuk pemeliharaan ikan nila BEST

Oreochromis sp. dengan sistem filter undergravel mampu memberikan perubahan kualitas air media pemeliharaan selama masa pemeliharaan. Substrat jerami memberikan hasil yang terbaik dalam proses perbaikan kualitas air dan pertumbuhan ikan tersebut dengan tingkat kelangsungan hidup selama 4 minggu yaitu sebesar 71±1,92% dan nilai laju pertumbuhan harian selama 4 minggu sebesar 2,67±0,021%.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap aplikasi sistem filter

undergravel dengan substrat jerami secara outdoor serta pengaruhnya terhadap kondisi kualitas air dan pertumbuhan ikan Nila BEST.

22 DAFTAR PUSTAKA

Abadi, R. M. 2012. Kualitas Media Budidaya dan Produksi Ikan Lele Sangkuriang

Clarias sp. yang Dipelihara Pada Sistem Resirkulasi Dengan Kepadatan Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta. 89 hal.

Anonim. 2011. Undergravel Filter. www.school-of-tropical-fish.com. [16 Oktober 2012].

Arddhiagung, G. F. 2010. Kinerja Produksi Benih Ikan Patin Pangasius hypophthalmus Ukuran 3 Inch Dalam Sistem Resirkulasi Dengan Debit Air Yang Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Beristain, B. T, Pilarcyzk, B, Verdegem, M, Verreth M. C. J, dan Verreth J. A. J, 2005. Effect of C/N Ratio and Oxic Condition On Organic Matter Decompisition On La-Scale Intensive Fresh Water System. Di Dalam : Organic Matter Decomposition In Simulated Aquaculture Ponds. PhD Thesis. Fish Culture and Fishering Group. Wageningen Institut of Animal Science. Wageningen University. Netherlands.

Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elseiver Science Publishing Co. Birmingham, Alabama.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality In Ponds for Aquaculture. Auburn University. Birmingham Publishing Co. Birmingham, Alabama.

Chamberlain, G, Avnimelech, Y, McIntosh R. P, dan Velasco, M, 2001. Advantages of Aerated Microbial Reuse System With Balanced C/N : Nutrien Transformation and Water Quality Benefits. Global Aquaculture Alliance.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Fardiansyah, E. 2011. KKP Menargetkan Produksi Ikan Nila Pada 2011 Naik

23 Fikri, M. R. 2012. Perubahan Kualitas Media dan Produksi Ikan Nila Pada

Budidaya Intensif Sistem Imta Outdoor Dengan Kepadatan Yang Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gunawati, I. 1984. Pengaruh Pembusukan Kelampis Air (Mimosa pigra) Terhadap Kuantitas dan Kualitas Plankton. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York

Hermiati, S. S. 2011. Ketahanan dan Pertumbuhan Beberapa Strain Nila Pada Media Ber-pH Asam. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Huet, M. 1971. Text book of Fish Culture, Breeding, and Cultivation of Fish.

Fishing New Book Ltd., London.

Huisman, E. A. 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture, Wageningen University, The Netheland.

Istikowati, W. T. 2011. Kimia Kayu. http://medianindo.com [19 Mei 2012]. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Kordi, M. G dan Tancung, A, B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Makarim, A. K, Sunarnotanian, dan Suyamto. 2007. Jerami Padi, Pengelolaan dan Pemanfaatannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. [Artikel]. http://pustakadepatan.go.id [19 Mei 2012].

Maspary. 2011. Analisa Kandungan Kompos Jerami Padi. Purwokerto : Gerbang Pertanian.

McCarty, P.L dan R. T. Haug. 1971. Nitrogen Removal from Waste Water by Biological Nitrification and Denitrification. In The Society for Applied Bacteriology Symposium Series No. 1. Microbial Aspect for Pollution. G. Sykes and F. A. Skinner (Eds.). Academic Press, London. 289 P. Mulyono, N dan Anton, A. 2004. Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Damar.

24 Murtiarti, Dana, D, Dan Laksana, M. 2010. Perekayasaan Teknik Perbaikan

Kualitas Air dan Kesehatan Ikan Pada Sistem Resirkulasi. http://www.bbat-sukabumi.tripod.com. [13 Juni 2012].

Muslih, I. 1996. Rancangan Media Pengisi Kemasan Untuk Transportasi Udang Windu Tambak (Penaeus monodon) Hidup Dalam Media Bukan Air. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Paramita, A. 2010. Sekam Padi, Sumber Energi Yang Mulai Dilirik. [Artikel]. http://baubiologie.go.id [19 Mei 2012].

Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stram Standards for Tropical Countries. Asian Institut Technology. Bangkok.

Pillay, T.V.R. 1993. Aquaculture Principles and Practices. Fishing News (Books). Ltd. London.

Prasetiyo. 1993. Kajian Kemasan Dingin Untuk Transportasi Udang Hiudp Secara Kering. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prihatman, K. 2000. Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus). [Artikel]. http://ristek.go.id [19 Mei 2012].

Putro, A. L dan Didik, P. 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Institut Teknologi Sepuluh Bandung. Akta Kimindo Vol. 3 : 33-36.

Spotte, S. 1970. Fish and Invertebrate Culture : Water Management in Closed System, Wiley Intersci, Pub. New York.

Suryaningrum, T. D, Indriati, N, dan Amini, S. 2000. Penelitian Model Kemasan Transportasi Hidup Ikan Kerapu Sistem Kering. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000, Sukamandi, 21-22 September 2000 hlm 278-284.

Swingle, H. S. 1996. Standardization of Chemical Analysis for Water and Muds. FAO. Rep. 44 (4) : 397-421 p.

25 Lampiran 1. Pola Sistem Filter Undergravel

Keterangan:

• Dimensi bak fiber 50 X 30 X 25 cm3  • Tinggi substrat ¼ dari tinggi total bak fiber  • Tinggi air 20 cm 

26 Lampiran 2. Data suhu dan Analisis statistik suhu

Parameter Perlakuan Ulangan

minggu ke- 0 1 2 3 4

Dokumen terkait