• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Penggunaan Sekam Padi, Jerami Padi dan Serabut Kayu Sebagai Filter Dalam Sistem Filter Undergravel Pada Pemeliharaan Ikan Nila BEST Oreochromis sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Penggunaan Sekam Padi, Jerami Padi dan Serabut Kayu Sebagai Filter Dalam Sistem Filter Undergravel Pada Pemeliharaan Ikan Nila BEST Oreochromis sp."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

4

ABSTRAK

FEBI LUSIANTI.

Efektifitas Penggunaan Sekam Padi, Jerami Padi, dan Serabut Kayu Sebagai Filter Dalam Sistem Filter Undergravel Pada Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis sp. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO, LIES SETIJANINGSIH, dan YUNI PUJI HASTUTI.

Permintaan ikan nila yang semakin meningkat serta diperlukannya antisipasi terhadap penurunan produksi akuakultur akibat penyusutan lahan budidaya dan penurunan kualitas perairan menyebabkan budidaya ikan nila harus dilakukan secara intensif; Salah satu alternatifnya melalui pemanfaatan sistem filter

undergravel untuk menjaga kualitas air. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan berbagai parameter kualitas air meliputi suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, ammonia, nitrit, dan nitrat akibat benih ikan nila yang diperlihara dengan sistem filter undergravel. Bahan yang digunakan sebagai filter undergravel pada penelitian ini yaitu sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu. Benih ikan nila dengan bobot rata-rata 1,056 g/ekor dipelihara dalam bak fiber dengan volume 30 L dengan jumlah tebar 30 ekor per bak fiber. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur parameter perubahan fisika-kimia air dalam rangka mengevaluasi efektifitas penggunaan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu sebagai filter dalam sistem filter undergravel pada pemeliharaan ikan nila. Parameter yang diamati adalah Tingkat Kelangsungan Hidup (SR), Laju Pertumbuhan Harian (SGR), pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak dan parameter kualitas air yang meliputi suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, amonia, nitrit dan nitrat. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan bahan filter yang berbeda menunjukan perubahan kualitas air yang masih dalam kisaran normal untuk pembesaran ikan nila. Perlakuan jerami paling baik dibandingkan perlakuan lain. Nilai kandungan amonia pada akhir pemeliharaan sebesar 0,039±0,002 mg/L dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila sebesar 71±1,924% selama pemeliharaan.

(2)

5

ABSTRACT

FEBI LUSIANTI.

Effectiveness of Using Rice Husk, Rice Straw, and Wood Fibers As Filters In The Undergravel Filter System To Maintain Tilapia Oreochromis sp. Supervised by EDDY SUPRIYONO, LIES SETIJANINGSIH and YUNI PUJI HASTUTI.

Tilapia demand increasing as well as the need of anticipation of a decrease in the production of aquaculture of the shrinking of land cultivation and quality loss cultivating tilapia caused waters to do an intensive one of the alternative through the use undergravel filter system to maintain water quality. The study design used was completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 3 replications. The research was conducted to assess change in the various water quality parameters including temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite, and nitrate on seed raised tilapia with undergravel filter. Material used in this study is rice husk, rice straw, and wood fibers. Seed stocking tilapia with average weight of 1.056 g kept in a 30 liter fiber tub volume by the number of stocking 30 fish per fiber tub. The purpose of this study was to measure some physical-chemical changes in the water in order to evaluate the effectiveness of the rice husk, rice straw, and wood fiber as undergravel filter system on the maintenance of tilapia. The parameters observed were survival rate (SR), specific growth rate (SGR), growth in absolute weight, length and absolute growth and water quality parameters include temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite, and nitrate. The results showed that the use of different filter materials showed changes in water quality that is still within the normal range for enlargement tilapia. Straw treatment better than most other treatments. value content of ammonia at the end of the maintenance of 0.039 ± 0.002 mg / L and the survival rate as tilapia was 71 ± 1.924% for maintenance.

(3)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila termasuk komoditas yang mudah dibudidayakan. Tidak hanya dapat dibudidayakan di perairan tawar, ikan nila juga dapat dibudidayakan di perairan air payau. Ikan nila salah satunya adalah ikan nila BEST yang masuk dalam komoditas unggulan perikanan budidaya ini, pada tahun 2010 produksinya mencapai 464.191 ton. Angka ini naik dibandingkan dengan angka produksi pada tahun 2009 yaitu sebesar 323.389 ton atau naik sebesar 43,54 persen (Fardiansyah, 2011). Oleh karena itu, perlu dilakukannya usaha yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, salah satunya adalah dengan sistem budidaya intensif.

Sistem budidaya intensif yakni pengelolaan kualitas air media, padat penebaran dan pemberian pakan yang bergizi tinggi serta pemberian pakan dalam jumlah besar, mengakibatkan adanya sisa pakan buatan dan penumpukan feses, sehingga menimbulkan penumpukan bahan organik di wadah pemeliharaan. Penumpukan bahan organik tersebut menimbulkan pencemaran di perairan kolam yang menyebabkan penurunan kualitas air, antara lain dengan terbentuknya amonia (NH3), asam sulfat (H2S), rendahnya oksigen dan cenderung berkembangnya penyakit yang akan membahayakan kehidupan ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Untuk menangani masalah kualitas air pada sistem pemeliharaan tersebut salah satunya pada wadah budidaya pemeliharaan ikan nila BEST, digunakan sistem filter. Filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material tertentu yang tidak dikehendaki (amonia, bahan padatan, residu organik) dan meloloskan material lain yang dikehendaki. Berdasarkan proses kerjanya, filter air dibagi atas filter fisik (mekanik), filter kimia dan filter biologi (Spotte, 1970).

(4)

2 yang berbeda (Fikri, 2012). Berdasarkan beberapa penelitian mengenai penggunaan sistem resirkulasi pada ikan air tawar, menunjukan bahwa penggunaan sistem tersebut mampu meningkatkan hasil produksi. Namun, penggunaan sistem resirkulasi masih memiliki kekurangan yaitu kualitas air yang kurang baik. Perubahan kualitas air sistem resirkulasi pada indoor tentunya berbeda dengan outdoor. Oleh karena itu, diharapkan penelitian mengenai penggunaan sistem filter undergravel ini mampu memperbaiki kualitas air pada pemeliharaan ikan secara indoor maupun outdoor untuk tahap pendederan maupun pembesaran.

Pada penelitian ini sistem filter yang digunakan adalah sistem filter

undergravel. Sistem filter undergravel adalah sebuah filter yang terletak dibawah lapisan gravel (pasir, kerikil) di dasar akuarium (Anonim, 2011). Sistem filter

undergravel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem resirkulasi diantaranya penggunaan wadah yang sedikit, penggunaan volume air yang tidak terlalu banyak, biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar, serta sedikitnya lahan yang diperlukan.

Konstruksi undergravel terdiri dari lapisan bahan anti karat (plastik) berlubang dengan kaki penopang sehingga tercipta ruang bebas dibawahnya untuk memungkinkan air bersih mengalir Pada saat air melalui gravel, air mengalami dua proses filtrasi yaitu secara mekanik, melalui pori-pori efektif lapisan gravel, dan secara biologi, melalui kontak air dengan bakteri pengurai amonia dan nitrit yang hidup pada permukaan gravel. Pada sistem filter ini, partikel organik yang terjebak pada permukaan gravel akan menjadi sumber pakan bagi jasad-jasad renik (plankton) (Anonim, 2011). Pada penelitian kali ini dilakukan penambahan substrat sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu yang digunakan sebagai pengganti gravel (pasir, kerikil) pada sistem tersebut.

(5)

3 Sekam padi dan jerami merupakan limbah pertanian yang pemanfaatannya belum optimal. Biasanya sekam padi dan jerami hanya dimanfaatkan untuk membakar batu bata sehingga energinya tidak termanfaatkan secara optimal. Padahal jumlah sekam padi dan jerami di Indonesia sangat banyak, apalagi Indonesia adalah negara agraris. Sekam padi memiliki tekstur yang baik dan seragam. Sekam padi memiliki bentuk yang menyerupai kantong yang dapat berfungsi untuk menyimpan air meskipun sementara (Muslih, 1996). Sekam padi memiliki kandungan C/N sebesar 13,33 (Paramita, 2010).

Gambar 1. Sekam Padi

Jerami merupakan tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabah) sehingga tersisa batang dan daunnya. Jerami merupakan limbah dari hasil tanaman padi yang selama ini masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat (Makarim et al., 2007). Jerami memiliki bentuk berupa tabung sehingga dapat menyimpan air untuk sementara. Selain itu, jerami mempunyai daya serap air dan kelembaban yang lebih tinggi dari serbuk gergaji (Suryaningrum et al., 2000). Substrat yang memiliki daya serap air yang tinggi maka akan mampu mempertahankan suhu dingin lebih lama (Prasetiyo, 1993). Jerami memiliki kandungan C/N sebesar 18,88 (Maspary, 2011).

(6)

4 Serabut kayu adalah substrat yang memiliki rongga udara yang lebih besar dibandingkan dengan sekam padi dan jerami padi. Serabut kayu dapat digunakan sebagai substrat karena mempunyai panas jenis yang lebih besar dari pada sekam padi, selain itu serabut kayu juga memiliki tekstur yang baik dan seragam (Junianto, 2003). Serabut kayu yang digunakan dari jenis kayu meranti. Terdapat kandungan zat dammar dan terpenten yang dapat merubah kualitas air (Mulyono dan Anton, 2004). Unsur-unsur kimia penyusun kayu yaitu sebagai berikut C/N 50, C (49-50%), H ( 6%), O (44-45%), dan N (0,1-1%) (Istikowati, 2011).

Gambar 3. Serabut Kayu Meranti

Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan penambahan substrat sekam padi, jerami padi dan serabut kayu yang digunakan sebagai filter pada sistem filter undergravel.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektifitas penggunaan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu sebagai filter dalam sistem filter undergravel

(7)

5 II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu perbedaan penggunaan bahan filter pada budidaya ikan nila BEST yang dipelihara pada sistem filter undergravel. Perlakuan meliputi sekam padi (S), Jerami padi (J), dan serabut kayu (K). Sistem undergravel yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.2.2 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan persiapan dan pemeliharaan. Persiapan wadah budidaya ikan nila yaitu bak fiber berukuran 50 X 30 X 25 cm sebanyak 9 buah. Sebelum digunakan untuk proses pemeliharaan, bak fiber dicuci terlebih dahulu dengan sabun pencuci dan dibilas hingga bersih, setelah itu dikeringkan selama satu hari. Kemudian dilakukan persiapan instalasi aerasi dan instalasi sistem filter. Instalasi sistem filter undergravel pada percobaan kali ini menggunakan fiber yang telah dilubangi pada seluruh permukaannya. Substrat yang akan digunakan, direndam terlebih dahulu dengan menggunakan air bersih selama seminggu yang bertujuan untuk menghilangkan sisa residu pada bahan tersebut. Setiap bak fiber diisi substrat yang telah dimasukan ke dalam waring yang bertujuan agar tidak mengambang ketika diberi air. Tinggi substrat yaitu ¼ dari tinggi total bak fiber yang digunakan, dan setelah itu diisi air setinggi 20 cm.

(8)

6 ikan diadaptasikan terlebih dahulu selama kurang lebih seminggu, kemudian dimasukan ikan uji sebanyak 30 ekor pada masing-masing perlakuan.

Media pemeliharaan diaerasi terus menerus dengan menggunakan aerator dan tidak dilakukan pergantian selama masa percobaan. Pemeliharaan dilakukan selama 4 minggu, diberi pakan berbentuk pellet dengan ukuran yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak at satiation

dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB.

2.3 Parameter Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO, ammonia, nitrit, nitrat, dan parameter biologi ikan yang dihitung meliputi kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan harian (SGR), pertumbuhan bobot mutlak (PBM), dan pertumbuhan panjang mutlak (PPM).

2.3.1 Kulitas Air

Pengukuran kulitas air dilakukan setiap seminggu sekali, terdiri dari sifat fisika kimia air media selama 4 minggu masa pemeliharaan yaitu suhu, pH, DO, ammonia, nitrit, dan nitrat (Tabel 1).

Tabel 1. Parameter kualitas air, satuan, peralatan, dan tempat analisis

Parameter Satuan Peralatan Tempat Analisis Fisika air

Suhu air 

C Termometer Lapangan

Kimia Air

DO mg/l DO meter Lapangan

pH pH-meter Lapangan

TAN mg/l Spektrofotometer Laboratorium

Nitrit mg/l Spektrofotometer Laboratorium

(9)

7 2.3.2 Biologi Ikan

Pengukuran biologi ikan dilakukan setiap seminggu sekali dengan jumlah sampel 10 ekor pada setiap wadah pemeliharaan untuk memperhitungkan laju pertumbuhan harian (SGR), pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan panjang mutlak.

2.3.2.1 Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup yaitu tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal pemeliharaan. Untuk itu ikan yang mati perlu dihitung jumlahnya. Tingkat Kelangsungan hidup dinyatakan dalam persen (Goddard, 1996).

SR = ( ) X 100% Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah benih ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = jumlah benih ikan yang hidup pada awal pemeliharaan (ekor)

2.3.2.2 Laju Pertumbuhan (SGR)

Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju pertambahan bobot individu dalam persen (Huisman, 1987).

SGR = ( – 1) X 100% Keterangan : SGR = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (g) Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (g) t = Lama pemeliharaan (hari)

2.3.2.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Panjang total tubuh ikan nila diukur setiap seminggu sekali dengan menggunakan jangka sorong. Pertumbuhan panjang mutlak dinyatakan dalam cm (Goddard, 1996).

PPM = Pt – Po

(10)

8 2.3.2.4 Pertambahan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot mutlak ikan nila diukur setiap seminggu sekali menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01. Pertambahan bobot mutlak dinyatakan dalam gram (g) (Goddard, 1996).

PBM = Wt - Wo

Keterangan : PBM = Pertambahan bobot mutlak (g) W0 = Bobot ikan pada hari ke-0 (g) Wt = Bobot ikan pada hari ke-t (g) 2.4 Analisis Data

(11)

9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan parameter biologi ikan.

3.1.1 Parameter Kualitas Air 3.1.1.1 Suhu

Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila berkisar antara 26-27 oC (Gambar 4). Suhu air yang terukur selama pemeliharaan cenderung stabil untuk perlakuan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu. Hasil pengukuran suhu pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat yang satu dengan substrat yang lainnya (P>0,05; Lampiran 2).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 4. Suhu air pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.2 Oksigen Terlarut (DO)

Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukan kisaran antara 3,17 – 7,10 mg/L. DO pada air media selama pemeliharaan cenderung stabil. Mengalami kestabilan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-3 kemudian mengalami kenaikan yang cukup drastis dari minggu ke-3 sampai minggu ke-4. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan

(12)

10 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat yang satu dengan substrat yang lainnya (P>0,05; Lampiran 3).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 5. Kadar Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.3 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH air media pemeliharaan ikan nila yang diukur cenderung stabil. Kisaran pH untuk perlakuan substrat sekam sebesar 7,83-8,00, untuk perlakuan serabut kayu sebesar 5,00-5,17, dan untuk perlakuan jerami sebesar 7,5-8,0 (Gambar 6). Hasil pengukuran pH pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan substrat sekam dengan substrat jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 4).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 6. Nilai pH pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

(13)

11 3.1.1.4 Amonia-Nitrogen

Nilai amonia air media pemeliharaan ikan nila mengalami kenaikan untuk semua perlakuan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Perlakuan serabut kayu mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4 dengan rentang nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,116-0,132 mg/L (Gambar 7). Hasil pengukuran amonia pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 5).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 7. Kandungan Amonia-Nitrogen pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.5 Nitrit

Kandungan nitrit pada air media pemeliharaan ikan nila pada setiap perlakuan berkisar antara 0,025 – 0,034 mg/L (Gambar 8). Nilai nitrit pada perlakuan sekam dan jerami mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4, perlakuan serabut kayu cenderung mengalami penurunan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Hasil pengukuran nitrit pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 6).

(14)

12 Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 8. Kandungan nitrit pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.6 Nitrat

Kandungan nitrat pada air media pemeliharaan ikan nila pada setiap perlakuan berkisar antara 0,023 – 0,128 mg/L (Gambar 9). Nilai nitrat semua perlakuan cenderung stabil dan mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4 pada semua perlakuan. Hasil pengukuran nitrat pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 7).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 9. Kandungan nitrat pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.2 Parameter Biologi

Parameter biologi ikan yang dihitung pada penelitian ini meliputi tingkat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), pertumbuhan panjang mutlak (PPM), dan pertumbuhan bobot mutlak (PBM).

(15)

13 3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila yang dipelihara selama pemeliharaan berkisar antara 53-71% (Gambar 10). Hasil pengukuran tingkat kelangsungan hidup (SR) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 8).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 10. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada setiap perlakuan pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan sekam, serabut kayu dan jerami mengalami kenaikan (Gambar 11). Hasil pengukuran laju pertumbuhan spesifik (SGR) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 9).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 11. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ikan nila pada substrat berbeda

selama 4 minggu

Sekam Serabut Kayu Jerami

Tingk

sekam serabut kayu jerami

(16)

14 3.1.2.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak (PPM)

Pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan selama masa pemeliharaan (Gambar 12). Hasil Pengukuran panjang mutlak pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 10).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 12. Pertumbuhan panjang mutlak (PPM) ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.2.4. Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)

Pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan pada M0 sampai M4 (Gambar 13). Hasil Pengukuran pertambahan bobot pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 11).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

(17)

15 3.2 Pembahasan

Pada kegiatan akuakultur, tiga komponen utama yang terlibat didalamnya adalah biota yang dipelihara (ikan), lingkungan (media pemeliharaan), dan pakan. Lingkungan akan memberikan pengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, air sebagai media hidup ikan harus terjaga kualitasnya. Kualitas air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungn hidup ikan. Kualitas air akan mempengaruhi secara langsung terhadap fungsi fisiologis yang ada di dalam tubuh ikan. Selain berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan, secara tidak langsung kualitas air juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam periode atau waktu tertentu. Apabila kualitas air berada pada kondisi optimal untuk hidup ikan dan fungsi fisiologis berjalan dengan baik, maka energi yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jika kualitas air kurang baik, energi dari pakan yang diperoleh akan banyak digunakan untuk proses osmoregulasi sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Effendie, 1997). Oleh karena itu, seringkali ditemukan pada kondisi perairan yang buruk ikan dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya sangat lambat atau bahkan tidak mengalami pertumbuhan.

Kisaran kualitas air yang mencangkup suhu pada media pemeliharaan ikan nila masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan nila. Suhu pada media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 26-27 0C, seperti terlihat pada Gambar 4. Menurut Prihatman (2000) suhu optimal untuk ikan nila berkisar antara 25-30 0C. Huet (1971) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi produksi ikan dan dapat mempengaruhi aktivitas penting pada ikan seperti pernafasan, pertumbuhan, reproduksi, dan selera makan. Kisaran suhu yang diperoleh menunjukan suhu ideal untuk pemeliharaan ikan nila BEST, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan baik.

(18)

16 sekitar 7,00-8,50. Menurut Pescod (1973) ikan masih dapat menyesuaikan diri pada pH 6,50-8,50. Pada perlakuan serabut kayu memiliki pH dibawah standar optimal untuk pertumbuhan yaitu berkisar antara 5,00-5,17 hal ini disebabkan karena kandungan zat terpentin yang terdapat pada serabut kayu tersebut. Pada pH dengan kisaran 5,00-6,50 berdampak pada pertumbuhan ikan yang terhambat atau tidak mengalami pertumbuhan (Abadi, 2012). Nilai pH dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Makin tinggi pH air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk melokul dapat menembus membran sel lebih cepat dari pada amonia dalam bentuk ion (Kordi dan Tancung, 2007).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, oksigen terlarut yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 3,17-7,00 seperti terlihat pada Gambar 5. Kandungan oksigen di perairan sangat dipengaruhi oleh kelimpahan fitoplankton yang melakukan proses fotosintesis pada siang hari, namun pada saat proses respirasi kandungan oksigen dalam perairan akan berkurang. Menurut Boyd (1982), oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd (1990), kenaikan dan penurunan kandungan oksigen di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Menurut Effendi (2003), makin tinggi kepadatan ikan maka jumlah ikan yang mengkonsumsi oksigen meningkat dan limbah metabolisme yang dikeluarkan akan semakin banyak sejalan dengan bertambahnya bobot ikan, maka tingkat konsumsi oksigen dan limbah metabolisme per ekor ikan meningkat pula. Jumlah kepadatan ikan yang tinggi sejalan dengan proses nitrifikasi. Bakteri

nitrosomonas dan nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80% saturasi untuk proses normal (Kordi dan Tancung, 2007). Kelarutan oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam kegiatan akuakultur, sehingga pengaruh DO sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1990).

(19)

17 pemeliharaan. Kisaran nilai amonia pada semua perlakuan berkisar antara 0,021-0,132 mg/L seperti terlihat pada Gambar 7. Pada perlakuan substrat dengan sekam padi, kandungan amonia berkisar antara 0,0022-0,035 mg/L, pada perlakuan serabut kayu memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,116-0,132 mg/L, sedangkan pada perlakuan dengan substrat jerami padi kandungan amonia berkisar antara 0,021-0,039 mg/L. Hal ini diduga karena kelimpahan bakteri pengurai berada dalam jumlah yang sedikit. Menurut Pillay (1993), konsentrasi amonia yang mematikan bagi ikan adalah 0,02 mg/L, meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0,00-2,00 mg/L. Berdasarkan penelitian dari Hermiati (2011) mengenai “Ketahanan dan Pertumbuhan Beberapa Strain Ikan Nila Pada Media Ber-pH Asam”, pemeliharaan ikan nila best dengan bobot 0,98 g dan panjang 3,68 cm yang dipelihara pada media normal tanpa filter memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,26-2,29 mg/L. Nilai tersebut berada diatas batas maksimum nilai amonia bagi ikan menurut Pillay (1993) yaitu 0,02 mg/L.

Peningkatan jumlah amonia tersebut disebabkan oleh limbah dari aktivitas budidaya ikan seperti sisa pakan, feses, dan urin yang merupakan sumber bahan pencemar nitrogen. Limbah dari sisa pakan, feses, dan urin ikan sangat nyata dapat memperburuk kualitas air karena dapat meningkatkan konsentrasi total nitrogen yaitu nitrit, nitrat, amonia dan bahan organik terlarut lainnya di dalam akuarium, sedangkan oksigen terlarut akan mengalami penurunan (Abadi, 2012). Nilai amonia rendah diduga karena adanya bakteri heterotrof. Bakteri telah memanfaatkan sumber karbon yang telah diberikan untuk mensintesis protein.

(20)

18 <0,5 mg/L. Kisaran konsentarsi nitrit yang diperoleh selama penelitian berada dibawah batas nilai namun masih mampu memberikan laju pertumbuhan sesuai dengan pernyataan Murtiati et al (2010).

Nitrat merupakan senyawa nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut, jika oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air akan teroksidasi menjadi nitrat. Proses nitrifikasi oleh bakteri mengubah sekitar 93-96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofilter (Abadi, 2012). Hasil penelitian pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan substrat berbeda menunjukan bahwa nilai nitrat berkisar antara 0,023-0,128 mg/L seperti terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil penelitian Gunawati (1984) mengenai pengaruh pembusukan kelampis terhadap kuantitas dan kualitas plankton menyatakan bahwa perairan yang memiliki kadar nitrat <0,226 mg/L dikategorikan dalam perairan yang kurang subur. Oleh karena itu, kerja bakteri nitrifikasi terganggu sehingga perubahan nitrit menjadi nitrat tidak berjalan dan tidak mengalami penguraian secara sempurna.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan ikan nila BEST yaitu selama 4 minggu, diperoleh kualitas air yang terbaik dengan penggunaan substrat jerami padi. Berdasarkan literatur, jerami memiliki bentuk berupa tabung sehingga dapat menyimpan air untuk sementara. Selain itu, jerami mempunyai daya serap air dan kelembaban yang lebih tinggi dari serbuk gergaji (Suryaningrum et al., 2000). Substrat yang memiliki daya serap air yang tinggi maka akan mampu mempertahankan suhu dingin lebih lama (Prasetiyo, 1993).

(21)

19 Nilai C/N rasio harus berada dalam komposisi yang tepat bagi bakteri, karena kerja bakteri tidak akan efisien pada media yang mengandung terlalu banyak karbon atau terlalu banyak nitrogen (Chamberlain et al., 2001). Kandungan C/N pada jerami sebesar 18,88 menunjang perombakan bakteri nitrogen dengan cepat jika dibandingkan dengan kandungan C/N pada sekam padi yaitu sebesar 13,33 dan kandungan C/N pada serabut kayu sebesar 50. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beristain et al. (2005), menyatakan bahwa proses perombakan nitrogen berlangsung cepat pada C/N rasio 5-14, cukup cepat pada 15-25, dan lambat pada C/N rasio > 26.

Secara umum penggunaan substrat berbeda menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air media budidaya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan dan penurunan kualitas air pada berbagai parameter. Hal ini terlihat dari perubahan nilai parameter kualitas air yang terjadi pada masing-masing substrat. Walaupun terjadi penurunan, kualitas air media budidaya masih berada pada kisaran yang memungkinkan ikan nila hidup dengan baik. Namun, demikian perubahan kualitas air tersebut cenderung mempengaruhi beberapa parameter kehidupan ikan nila antara lain pertumbuhan, dan kelangsungan hidup.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan nila berada diatas 50% dari total ikan yang ditebar, seperti terlihat pada Gambar 10, rata-rata tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan sekam padi adalah sebesar 69±6,93%, serabut kayu sebesar 53±3,33%, dan jerami padi sebesar 71±1,92%. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan substrat serabut kayu menunjukan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan substrat sekam dan jerami terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila. Kisaran nilai kelangsungan hidup dari masing-masing perlakuan perbedaan substrat dianggap masih cukup baik. Faktor yang mungkin dapat menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang tinggi adalah kualitas air yang telah menurun serta pengaruh warna air terhadap penglihatan ikan dalam mengambil makanan.

(22)

20 airnya, hal ini karena pada sekam padi mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Warna merah pekat pada serabut kayu memungkinkan ikan sulit untuk mencari makanan (pakan).

Gambar 14. Penampang Warna Air Pada Substrat. (a) Jerami Padi, (b) Sekam Padi, dan (c) serabut kayu

Laju pertumbuhan spesifik (SGR) menggambarkan persentase pertambahan bobot ikan nila setiap harinya. Laju pertumbuhan spesifik pada akhir pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan memiliki nilai yang berbeda. Pada perlakuan susbtrat jerami memiliki nilai SGR sebesar 2,67±0,006%, perlakuan sekam padi sebesar 2,62±0,012% dan pada perlakuan serabut kayu sebesar 1,42±0,086% seperti terlihat pada Gambar 11. Perbedaan laju pertumbuhan spesifik pada ikan dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas air dan pakan pada masing-masing perlakuan.

Berdasarkan analisis statistika ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%, diperoleh bahwa perlakuan substrat serabut kayu memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan substrat sekam padi dan jerami padi terhadap pertambahan panjang mutlak (seperti terlihat pada Gambar 12) dan pertambahan bobot mutlak (seperti terlihat pada Gambar 13) ikan nila yang dipelihara selama masa pemeliharaan.

(23)

21 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan substrat yang berbeda untuk pemeliharaan ikan nila BEST

Oreochromis sp. dengan sistem filter undergravel mampu memberikan perubahan kualitas air media pemeliharaan selama masa pemeliharaan. Substrat jerami memberikan hasil yang terbaik dalam proses perbaikan kualitas air dan pertumbuhan ikan tersebut dengan tingkat kelangsungan hidup selama 4 minggu yaitu sebesar 71±1,92% dan nilai laju pertumbuhan harian selama 4 minggu sebesar 2,67±0,021%.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap aplikasi sistem filter

(24)

1 EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SEKAM PADI, JERAMI PADI DAN

SERABUT KAYU SEBAGAI FILTER DALAM SISTEM FILTER

UNDERGRAVEL PADA PEMELIHARAAN IKAN NILA BEST

Oreochromis sp.

FEBI LUSIANTI

SKRIPSI

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(25)

2 Judul : Efektifitas Penggunaan Sekam Padi, Jerami Padi dan

Serabut Kayu Sebagai Filter Dalam Sistem Filter

Undergravel Pada Pemeliharaan Ikan Nila BEST

Oreochromis sp. Nama : Febi Lusianti

NRP : C14079001

Program Studi : Teknologi Manajemen Akuakultur Departemen : Budidaya Perairan

Waktu Pelaksanaan : Februari 2012 – April 2012

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Eddy Supriyono M. Sc Ir. Lies Setijaningsih M.Si NIP. 19630212 198903 1 003 NIP. 19610203 198703 2 004

Pembimbing III

Yuni Puji Hastuti S. Pi M.Si NIP. 19810604 200701 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc NIP. 19671013 199302 1 001

(26)

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SEKAM PADI, JERAMI PADI, DAN SERABUT KAYU SEBAGAI FILTER DALAM SISTEM FILTER

UNDERGRAVEL PADA PEMELIHARAAN IKAN NILA BEST

Oreochromis sp.

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

(27)

4

ABSTRAK

FEBI LUSIANTI.

Efektifitas Penggunaan Sekam Padi, Jerami Padi, dan Serabut Kayu Sebagai Filter Dalam Sistem Filter Undergravel Pada Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis sp. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO, LIES SETIJANINGSIH, dan YUNI PUJI HASTUTI.

Permintaan ikan nila yang semakin meningkat serta diperlukannya antisipasi terhadap penurunan produksi akuakultur akibat penyusutan lahan budidaya dan penurunan kualitas perairan menyebabkan budidaya ikan nila harus dilakukan secara intensif; Salah satu alternatifnya melalui pemanfaatan sistem filter

undergravel untuk menjaga kualitas air. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan berbagai parameter kualitas air meliputi suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, ammonia, nitrit, dan nitrat akibat benih ikan nila yang diperlihara dengan sistem filter undergravel. Bahan yang digunakan sebagai filter undergravel pada penelitian ini yaitu sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu. Benih ikan nila dengan bobot rata-rata 1,056 g/ekor dipelihara dalam bak fiber dengan volume 30 L dengan jumlah tebar 30 ekor per bak fiber. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur parameter perubahan fisika-kimia air dalam rangka mengevaluasi efektifitas penggunaan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu sebagai filter dalam sistem filter undergravel pada pemeliharaan ikan nila. Parameter yang diamati adalah Tingkat Kelangsungan Hidup (SR), Laju Pertumbuhan Harian (SGR), pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak dan parameter kualitas air yang meliputi suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, amonia, nitrit dan nitrat. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan bahan filter yang berbeda menunjukan perubahan kualitas air yang masih dalam kisaran normal untuk pembesaran ikan nila. Perlakuan jerami paling baik dibandingkan perlakuan lain. Nilai kandungan amonia pada akhir pemeliharaan sebesar 0,039±0,002 mg/L dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila sebesar 71±1,924% selama pemeliharaan.

(28)

5

ABSTRACT

FEBI LUSIANTI.

Effectiveness of Using Rice Husk, Rice Straw, and Wood Fibers As Filters In The Undergravel Filter System To Maintain Tilapia Oreochromis sp. Supervised by EDDY SUPRIYONO, LIES SETIJANINGSIH and YUNI PUJI HASTUTI.

Tilapia demand increasing as well as the need of anticipation of a decrease in the production of aquaculture of the shrinking of land cultivation and quality loss cultivating tilapia caused waters to do an intensive one of the alternative through the use undergravel filter system to maintain water quality. The study design used was completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 3 replications. The research was conducted to assess change in the various water quality parameters including temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite, and nitrate on seed raised tilapia with undergravel filter. Material used in this study is rice husk, rice straw, and wood fibers. Seed stocking tilapia with average weight of 1.056 g kept in a 30 liter fiber tub volume by the number of stocking 30 fish per fiber tub. The purpose of this study was to measure some physical-chemical changes in the water in order to evaluate the effectiveness of the rice husk, rice straw, and wood fiber as undergravel filter system on the maintenance of tilapia. The parameters observed were survival rate (SR), specific growth rate (SGR), growth in absolute weight, length and absolute growth and water quality parameters include temperature, acidity, dissolved oxygen, ammonia, nitrite, and nitrate. The results showed that the use of different filter materials showed changes in water quality that is still within the normal range for enlargement tilapia. Straw treatment better than most other treatments. value content of ammonia at the end of the maintenance of 0.039 ± 0.002 mg / L and the survival rate as tilapia was 71 ± 1.924% for maintenance.

(29)

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga Skripsi yang berjudul “Efektifitas Penggunaan Sekam Padi, Jerami Padi, dan Serabut Kayu Sebagai Filter Dalam Sistem Filter

Undergravel Pada Pemeliharaan Ikan Nila BEST Oreochromis sp.” ini berhasil diselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Dr. Ir. Eddy Supriyono, M. Sc selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Lies Setijaningsih, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, arahan selama penyelesaian skripsi ini.

3. Yuni Puji Hastuti, S. Pi M. Si selaku Pembimbing III dan sekaligus sebagai Dosen Tamu yang telah memberikan bimbingan, arahan selama studi dan penyelesaian skripsi.

4. Dr. Mia Setiawati, M.Si selaku Komisi Pendidikan atas masukan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor, atas fasilitas yang diberikan .

6. Ayahanda Eman Rochman, Ibunda Ade Sumiati dan kakak-kakakku tercinta atas kasih sayang, doa, dan dukungan semangat baik moril maupun materil.

7. Pak Jajang dan Kang Abe atas dukungan, doa, bantuan, dan persahabatannya sehingga penelitian ini berjalan lancar.

8. Pak Erie Setiadi, S.Si M.Si atas masukan, bimbingan, doa, dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

9. Kawan-kawan Comb44t, kakak-kakak BDP 43, kawan-kawan BDP 45 dan BDP 46 atas dukungan, doa, dan persahabatannya.

10.Sahabat-sahabat GC atas motivasi, senyuman dan semangatnya.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan ini. Amien.

(30)

7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 3 Februari 1990, adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah yang bernama Eman Rochman dan Ibu Ade Sumiati. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SDN Purbasari 3 Bogor lulus tahun 2001, SLTPN 14 Bogor lulus tahun 2004, MAN 1 Bogor lulus tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi ke Institut Pertanian Bogor tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah satu tahun melalui program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis masuk pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap dan kemudian pada semester 5 penulis pindah alih Program Studi ke Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di IPB, penulis pernah aktif dalam organisasi FKM-C (Forum Keluarga Muslim Perikanan) sebagai anggota pada tahun 2008-2009. Selain itu Penulis pernah mengemban amanah sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Fisika Kimia Perairan (2010/2011-2011/2012). Penulis pun pernah menjalani Praktek Lapangan Akuakultur di PT. Triwindu Graha Manunggal Anyer, Banten pada bulan Juli-Agustus 2010. Tugas akhir di perguruan tinggi, Penulis selesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul “EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SEKAM PADI, JERAMI PADI, DAN SERABUT KAYU SEBAGAI FILTER DALAM SISTEM FILTER UNDERGRAVEL PADA

(31)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR………..…. iii

DAFTAR LAMPIRAN……….... iv

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Tujuan……….... 4

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat………. 5 2.2 Metode Penelitian………... 5 2.2.1 Rancangan Penelitian……… 5 2.2.2 Prosedur Penelitian………... 5 2.3 Parameter Penelitian………... 6 2.3.1 Kualitas Air………... 6

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil………... 9 3.1.1 Parameter Kualitas Air……….. 9

3.1.1.1 Suhu……… 9 3.1.2 Parameter Biologi………...………..…. 12 3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)...………….…..…... 13 3.1.2.2 Laju Pertumbuhan Harian (SGR)………..…….. 13 3.1.2.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak (PPM)………...…... 14 3.1.2.4 Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)………... 14 3.2 Pembahasan………... 15 IV.KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan………... 21

(32)

ii

DAFTAR PUSTAKA………..……. 22

(33)

iii DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sekam Padi……… 3

2. Jerami Padi……… 3

3. Serabut Kayu Meranti……… 4

4. Grafik Suhu……… 9

5. Grafik Oksigen Terlarut (DO)……… 10 6. Grafik Derajat Keasaman (pH)……….. 10 7. Grafik Amonia-Nitrogen………...……….. 11

8. Grafik Nitrit……… 12

9. Grafik Nitrat……… 12

(34)

iv DAFTAR LAMPIRAN

(35)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila termasuk komoditas yang mudah dibudidayakan. Tidak hanya dapat dibudidayakan di perairan tawar, ikan nila juga dapat dibudidayakan di perairan air payau. Ikan nila salah satunya adalah ikan nila BEST yang masuk dalam komoditas unggulan perikanan budidaya ini, pada tahun 2010 produksinya mencapai 464.191 ton. Angka ini naik dibandingkan dengan angka produksi pada tahun 2009 yaitu sebesar 323.389 ton atau naik sebesar 43,54 persen (Fardiansyah, 2011). Oleh karena itu, perlu dilakukannya usaha yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, salah satunya adalah dengan sistem budidaya intensif.

Sistem budidaya intensif yakni pengelolaan kualitas air media, padat penebaran dan pemberian pakan yang bergizi tinggi serta pemberian pakan dalam jumlah besar, mengakibatkan adanya sisa pakan buatan dan penumpukan feses, sehingga menimbulkan penumpukan bahan organik di wadah pemeliharaan. Penumpukan bahan organik tersebut menimbulkan pencemaran di perairan kolam yang menyebabkan penurunan kualitas air, antara lain dengan terbentuknya amonia (NH3), asam sulfat (H2S), rendahnya oksigen dan cenderung berkembangnya penyakit yang akan membahayakan kehidupan ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Untuk menangani masalah kualitas air pada sistem pemeliharaan tersebut salah satunya pada wadah budidaya pemeliharaan ikan nila BEST, digunakan sistem filter. Filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material tertentu yang tidak dikehendaki (amonia, bahan padatan, residu organik) dan meloloskan material lain yang dikehendaki. Berdasarkan proses kerjanya, filter air dibagi atas filter fisik (mekanik), filter kimia dan filter biologi (Spotte, 1970).

(36)

2 yang berbeda (Fikri, 2012). Berdasarkan beberapa penelitian mengenai penggunaan sistem resirkulasi pada ikan air tawar, menunjukan bahwa penggunaan sistem tersebut mampu meningkatkan hasil produksi. Namun, penggunaan sistem resirkulasi masih memiliki kekurangan yaitu kualitas air yang kurang baik. Perubahan kualitas air sistem resirkulasi pada indoor tentunya berbeda dengan outdoor. Oleh karena itu, diharapkan penelitian mengenai penggunaan sistem filter undergravel ini mampu memperbaiki kualitas air pada pemeliharaan ikan secara indoor maupun outdoor untuk tahap pendederan maupun pembesaran.

Pada penelitian ini sistem filter yang digunakan adalah sistem filter

undergravel. Sistem filter undergravel adalah sebuah filter yang terletak dibawah lapisan gravel (pasir, kerikil) di dasar akuarium (Anonim, 2011). Sistem filter

undergravel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem resirkulasi diantaranya penggunaan wadah yang sedikit, penggunaan volume air yang tidak terlalu banyak, biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar, serta sedikitnya lahan yang diperlukan.

Konstruksi undergravel terdiri dari lapisan bahan anti karat (plastik) berlubang dengan kaki penopang sehingga tercipta ruang bebas dibawahnya untuk memungkinkan air bersih mengalir Pada saat air melalui gravel, air mengalami dua proses filtrasi yaitu secara mekanik, melalui pori-pori efektif lapisan gravel, dan secara biologi, melalui kontak air dengan bakteri pengurai amonia dan nitrit yang hidup pada permukaan gravel. Pada sistem filter ini, partikel organik yang terjebak pada permukaan gravel akan menjadi sumber pakan bagi jasad-jasad renik (plankton) (Anonim, 2011). Pada penelitian kali ini dilakukan penambahan substrat sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu yang digunakan sebagai pengganti gravel (pasir, kerikil) pada sistem tersebut.

(37)

3 Sekam padi dan jerami merupakan limbah pertanian yang pemanfaatannya belum optimal. Biasanya sekam padi dan jerami hanya dimanfaatkan untuk membakar batu bata sehingga energinya tidak termanfaatkan secara optimal. Padahal jumlah sekam padi dan jerami di Indonesia sangat banyak, apalagi Indonesia adalah negara agraris. Sekam padi memiliki tekstur yang baik dan seragam. Sekam padi memiliki bentuk yang menyerupai kantong yang dapat berfungsi untuk menyimpan air meskipun sementara (Muslih, 1996). Sekam padi memiliki kandungan C/N sebesar 13,33 (Paramita, 2010).

Gambar 1. Sekam Padi

Jerami merupakan tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabah) sehingga tersisa batang dan daunnya. Jerami merupakan limbah dari hasil tanaman padi yang selama ini masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat (Makarim et al., 2007). Jerami memiliki bentuk berupa tabung sehingga dapat menyimpan air untuk sementara. Selain itu, jerami mempunyai daya serap air dan kelembaban yang lebih tinggi dari serbuk gergaji (Suryaningrum et al., 2000). Substrat yang memiliki daya serap air yang tinggi maka akan mampu mempertahankan suhu dingin lebih lama (Prasetiyo, 1993). Jerami memiliki kandungan C/N sebesar 18,88 (Maspary, 2011).

(38)

4 Serabut kayu adalah substrat yang memiliki rongga udara yang lebih besar dibandingkan dengan sekam padi dan jerami padi. Serabut kayu dapat digunakan sebagai substrat karena mempunyai panas jenis yang lebih besar dari pada sekam padi, selain itu serabut kayu juga memiliki tekstur yang baik dan seragam (Junianto, 2003). Serabut kayu yang digunakan dari jenis kayu meranti. Terdapat kandungan zat dammar dan terpenten yang dapat merubah kualitas air (Mulyono dan Anton, 2004). Unsur-unsur kimia penyusun kayu yaitu sebagai berikut C/N 50, C (49-50%), H ( 6%), O (44-45%), dan N (0,1-1%) (Istikowati, 2011).

Gambar 3. Serabut Kayu Meranti

Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan penambahan substrat sekam padi, jerami padi dan serabut kayu yang digunakan sebagai filter pada sistem filter undergravel.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektifitas penggunaan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu sebagai filter dalam sistem filter undergravel

(39)

5 II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu perbedaan penggunaan bahan filter pada budidaya ikan nila BEST yang dipelihara pada sistem filter undergravel. Perlakuan meliputi sekam padi (S), Jerami padi (J), dan serabut kayu (K). Sistem undergravel yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.2.2 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan persiapan dan pemeliharaan. Persiapan wadah budidaya ikan nila yaitu bak fiber berukuran 50 X 30 X 25 cm sebanyak 9 buah. Sebelum digunakan untuk proses pemeliharaan, bak fiber dicuci terlebih dahulu dengan sabun pencuci dan dibilas hingga bersih, setelah itu dikeringkan selama satu hari. Kemudian dilakukan persiapan instalasi aerasi dan instalasi sistem filter. Instalasi sistem filter undergravel pada percobaan kali ini menggunakan fiber yang telah dilubangi pada seluruh permukaannya. Substrat yang akan digunakan, direndam terlebih dahulu dengan menggunakan air bersih selama seminggu yang bertujuan untuk menghilangkan sisa residu pada bahan tersebut. Setiap bak fiber diisi substrat yang telah dimasukan ke dalam waring yang bertujuan agar tidak mengambang ketika diberi air. Tinggi substrat yaitu ¼ dari tinggi total bak fiber yang digunakan, dan setelah itu diisi air setinggi 20 cm.

(40)

6 ikan diadaptasikan terlebih dahulu selama kurang lebih seminggu, kemudian dimasukan ikan uji sebanyak 30 ekor pada masing-masing perlakuan.

Media pemeliharaan diaerasi terus menerus dengan menggunakan aerator dan tidak dilakukan pergantian selama masa percobaan. Pemeliharaan dilakukan selama 4 minggu, diberi pakan berbentuk pellet dengan ukuran yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak at satiation

dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB.

2.3 Parameter Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO, ammonia, nitrit, nitrat, dan parameter biologi ikan yang dihitung meliputi kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan harian (SGR), pertumbuhan bobot mutlak (PBM), dan pertumbuhan panjang mutlak (PPM).

2.3.1 Kulitas Air

Pengukuran kulitas air dilakukan setiap seminggu sekali, terdiri dari sifat fisika kimia air media selama 4 minggu masa pemeliharaan yaitu suhu, pH, DO, ammonia, nitrit, dan nitrat (Tabel 1).

Tabel 1. Parameter kualitas air, satuan, peralatan, dan tempat analisis

Parameter Satuan Peralatan Tempat Analisis Fisika air

Suhu air 

C Termometer Lapangan

Kimia Air

DO mg/l DO meter Lapangan

pH pH-meter Lapangan

TAN mg/l Spektrofotometer Laboratorium

Nitrit mg/l Spektrofotometer Laboratorium

(41)

7 2.3.2 Biologi Ikan

Pengukuran biologi ikan dilakukan setiap seminggu sekali dengan jumlah sampel 10 ekor pada setiap wadah pemeliharaan untuk memperhitungkan laju pertumbuhan harian (SGR), pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan panjang mutlak.

2.3.2.1 Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup yaitu tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal pemeliharaan. Untuk itu ikan yang mati perlu dihitung jumlahnya. Tingkat Kelangsungan hidup dinyatakan dalam persen (Goddard, 1996).

SR = ( ) X 100% Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah benih ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = jumlah benih ikan yang hidup pada awal pemeliharaan (ekor)

2.3.2.2 Laju Pertumbuhan (SGR)

Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju pertambahan bobot individu dalam persen (Huisman, 1987).

SGR = ( – 1) X 100% Keterangan : SGR = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (g) Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (g) t = Lama pemeliharaan (hari)

2.3.2.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Panjang total tubuh ikan nila diukur setiap seminggu sekali dengan menggunakan jangka sorong. Pertumbuhan panjang mutlak dinyatakan dalam cm (Goddard, 1996).

PPM = Pt – Po

(42)

8 2.3.2.4 Pertambahan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot mutlak ikan nila diukur setiap seminggu sekali menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01. Pertambahan bobot mutlak dinyatakan dalam gram (g) (Goddard, 1996).

PBM = Wt - Wo

Keterangan : PBM = Pertambahan bobot mutlak (g) W0 = Bobot ikan pada hari ke-0 (g) Wt = Bobot ikan pada hari ke-t (g) 2.4 Analisis Data

(43)

9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan parameter biologi ikan.

3.1.1 Parameter Kualitas Air 3.1.1.1 Suhu

Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila berkisar antara 26-27 oC (Gambar 4). Suhu air yang terukur selama pemeliharaan cenderung stabil untuk perlakuan sekam padi, jerami padi, dan serabut kayu. Hasil pengukuran suhu pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat yang satu dengan substrat yang lainnya (P>0,05; Lampiran 2).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 4. Suhu air pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.2 Oksigen Terlarut (DO)

Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukan kisaran antara 3,17 – 7,10 mg/L. DO pada air media selama pemeliharaan cenderung stabil. Mengalami kestabilan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-3 kemudian mengalami kenaikan yang cukup drastis dari minggu ke-3 sampai minggu ke-4. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan

(44)

10 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat yang satu dengan substrat yang lainnya (P>0,05; Lampiran 3).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 5. Kadar Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.3 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH air media pemeliharaan ikan nila yang diukur cenderung stabil. Kisaran pH untuk perlakuan substrat sekam sebesar 7,83-8,00, untuk perlakuan serabut kayu sebesar 5,00-5,17, dan untuk perlakuan jerami sebesar 7,5-8,0 (Gambar 6). Hasil pengukuran pH pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan substrat sekam dengan substrat jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 4).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 6. Nilai pH pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

(45)

11 3.1.1.4 Amonia-Nitrogen

Nilai amonia air media pemeliharaan ikan nila mengalami kenaikan untuk semua perlakuan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Perlakuan serabut kayu mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4 dengan rentang nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,116-0,132 mg/L (Gambar 7). Hasil pengukuran amonia pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 5).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 7. Kandungan Amonia-Nitrogen pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.5 Nitrit

Kandungan nitrit pada air media pemeliharaan ikan nila pada setiap perlakuan berkisar antara 0,025 – 0,034 mg/L (Gambar 8). Nilai nitrit pada perlakuan sekam dan jerami mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4, perlakuan serabut kayu cenderung mengalami penurunan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Hasil pengukuran nitrit pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 6).

(46)

12 Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 8. Kandungan nitrit pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.1.6 Nitrat

Kandungan nitrat pada air media pemeliharaan ikan nila pada setiap perlakuan berkisar antara 0,023 – 0,128 mg/L (Gambar 9). Nilai nitrat semua perlakuan cenderung stabil dan mengalami kenaikan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4 pada semua perlakuan. Hasil pengukuran nitrat pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 7).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 9. Kandungan nitrat pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.2 Parameter Biologi

Parameter biologi ikan yang dihitung pada penelitian ini meliputi tingkat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), pertumbuhan panjang mutlak (PPM), dan pertumbuhan bobot mutlak (PBM).

(47)

13 3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila yang dipelihara selama pemeliharaan berkisar antara 53-71% (Gambar 10). Hasil pengukuran tingkat kelangsungan hidup (SR) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 8).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 10. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada setiap perlakuan pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan sekam, serabut kayu dan jerami mengalami kenaikan (Gambar 11). Hasil pengukuran laju pertumbuhan spesifik (SGR) pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 9).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 11. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ikan nila pada substrat berbeda

selama 4 minggu

Sekam Serabut Kayu Jerami

Tingk

sekam serabut kayu jerami

(48)

14 3.1.2.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak (PPM)

Pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan selama masa pemeliharaan (Gambar 12). Hasil Pengukuran panjang mutlak pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 10).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 12. Pertumbuhan panjang mutlak (PPM) ikan nila pada substrat berbeda selama 4 minggu

3.1.2.4. Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)

Pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan mengalami kenaikan pada M0 sampai M4 (Gambar 13). Hasil Pengukuran pertambahan bobot pada setiap perlakuan dan selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap substrat sekam dan jerami, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan substrat serabut kayu (P<0,05; Lampiran 11).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

(49)

15 3.2 Pembahasan

Pada kegiatan akuakultur, tiga komponen utama yang terlibat didalamnya adalah biota yang dipelihara (ikan), lingkungan (media pemeliharaan), dan pakan. Lingkungan akan memberikan pengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, air sebagai media hidup ikan harus terjaga kualitasnya. Kualitas air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungn hidup ikan. Kualitas air akan mempengaruhi secara langsung terhadap fungsi fisiologis yang ada di dalam tubuh ikan. Selain berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan, secara tidak langsung kualitas air juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam periode atau waktu tertentu. Apabila kualitas air berada pada kondisi optimal untuk hidup ikan dan fungsi fisiologis berjalan dengan baik, maka energi yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jika kualitas air kurang baik, energi dari pakan yang diperoleh akan banyak digunakan untuk proses osmoregulasi sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Effendie, 1997). Oleh karena itu, seringkali ditemukan pada kondisi perairan yang buruk ikan dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya sangat lambat atau bahkan tidak mengalami pertumbuhan.

Kisaran kualitas air yang mencangkup suhu pada media pemeliharaan ikan nila masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan nila. Suhu pada media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 26-27 0C, seperti terlihat pada Gambar 4. Menurut Prihatman (2000) suhu optimal untuk ikan nila berkisar antara 25-30 0C. Huet (1971) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi produksi ikan dan dapat mempengaruhi aktivitas penting pada ikan seperti pernafasan, pertumbuhan, reproduksi, dan selera makan. Kisaran suhu yang diperoleh menunjukan suhu ideal untuk pemeliharaan ikan nila BEST, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan baik.

(50)

16 sekitar 7,00-8,50. Menurut Pescod (1973) ikan masih dapat menyesuaikan diri pada pH 6,50-8,50. Pada perlakuan serabut kayu memiliki pH dibawah standar optimal untuk pertumbuhan yaitu berkisar antara 5,00-5,17 hal ini disebabkan karena kandungan zat terpentin yang terdapat pada serabut kayu tersebut. Pada pH dengan kisaran 5,00-6,50 berdampak pada pertumbuhan ikan yang terhambat atau tidak mengalami pertumbuhan (Abadi, 2012). Nilai pH dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Makin tinggi pH air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk melokul dapat menembus membran sel lebih cepat dari pada amonia dalam bentuk ion (Kordi dan Tancung, 2007).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, oksigen terlarut yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 3,17-7,00 seperti terlihat pada Gambar 5. Kandungan oksigen di perairan sangat dipengaruhi oleh kelimpahan fitoplankton yang melakukan proses fotosintesis pada siang hari, namun pada saat proses respirasi kandungan oksigen dalam perairan akan berkurang. Menurut Boyd (1982), oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd (1990), kenaikan dan penurunan kandungan oksigen di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Menurut Effendi (2003), makin tinggi kepadatan ikan maka jumlah ikan yang mengkonsumsi oksigen meningkat dan limbah metabolisme yang dikeluarkan akan semakin banyak sejalan dengan bertambahnya bobot ikan, maka tingkat konsumsi oksigen dan limbah metabolisme per ekor ikan meningkat pula. Jumlah kepadatan ikan yang tinggi sejalan dengan proses nitrifikasi. Bakteri

nitrosomonas dan nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80% saturasi untuk proses normal (Kordi dan Tancung, 2007). Kelarutan oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam kegiatan akuakultur, sehingga pengaruh DO sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1990).

(51)

17 pemeliharaan. Kisaran nilai amonia pada semua perlakuan berkisar antara 0,021-0,132 mg/L seperti terlihat pada Gambar 7. Pada perlakuan substrat dengan sekam padi, kandungan amonia berkisar antara 0,0022-0,035 mg/L, pada perlakuan serabut kayu memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,116-0,132 mg/L, sedangkan pada perlakuan dengan substrat jerami padi kandungan amonia berkisar antara 0,021-0,039 mg/L. Hal ini diduga karena kelimpahan bakteri pengurai berada dalam jumlah yang sedikit. Menurut Pillay (1993), konsentrasi amonia yang mematikan bagi ikan adalah 0,02 mg/L, meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0,00-2,00 mg/L. Berdasarkan penelitian dari Hermiati (2011) mengenai “Ketahanan dan Pertumbuhan Beberapa Strain Ikan Nila Pada Media Ber-pH Asam”, pemeliharaan ikan nila best dengan bobot 0,98 g dan panjang 3,68 cm yang dipelihara pada media normal tanpa filter memiliki kisaran nilai amonia sebesar 0,26-2,29 mg/L. Nilai tersebut berada diatas batas maksimum nilai amonia bagi ikan menurut Pillay (1993) yaitu 0,02 mg/L.

Peningkatan jumlah amonia tersebut disebabkan oleh limbah dari aktivitas budidaya ikan seperti sisa pakan, feses, dan urin yang merupakan sumber bahan pencemar nitrogen. Limbah dari sisa pakan, feses, dan urin ikan sangat nyata dapat memperburuk kualitas air karena dapat meningkatkan konsentrasi total nitrogen yaitu nitrit, nitrat, amonia dan bahan organik terlarut lainnya di dalam akuarium, sedangkan oksigen terlarut akan mengalami penurunan (Abadi, 2012). Nilai amonia rendah diduga karena adanya bakteri heterotrof. Bakteri telah memanfaatkan sumber karbon yang telah diberikan untuk mensintesis protein.

(52)

18 <0,5 mg/L. Kisaran konsentarsi nitrit yang diperoleh selama penelitian berada dibawah batas nilai namun masih mampu memberikan laju pertumbuhan sesuai dengan pernyataan Murtiati et al (2010).

Nitrat merupakan senyawa nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut, jika oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air akan teroksidasi menjadi nitrat. Proses nitrifikasi oleh bakteri mengubah sekitar 93-96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofilter (Abadi, 2012). Hasil penelitian pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan substrat berbeda menunjukan bahwa nilai nitrat berkisar antara 0,023-0,128 mg/L seperti terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil penelitian Gunawati (1984) mengenai pengaruh pembusukan kelampis terhadap kuantitas dan kualitas plankton menyatakan bahwa perairan yang memiliki kadar nitrat <0,226 mg/L dikategorikan dalam perairan yang kurang subur. Oleh karena itu, kerja bakteri nitrifikasi terganggu sehingga perubahan nitrit menjadi nitrat tidak berjalan dan tidak mengalami penguraian secara sempurna.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan ikan nila BEST yaitu selama 4 minggu, diperoleh kualitas air yang terbaik dengan penggunaan substrat jerami padi. Berdasarkan literatur, jerami memiliki bentuk berupa tabung sehingga dapat menyimpan air untuk sementara. Selain itu, jerami mempunyai daya serap air dan kelembaban yang lebih tinggi dari serbuk gergaji (Suryaningrum et al., 2000). Substrat yang memiliki daya serap air yang tinggi maka akan mampu mempertahankan suhu dingin lebih lama (Prasetiyo, 1993).

Gambar

Gambar 1. Sekam Padi
Gambar 3. Serabut Kayu Meranti
Gambar 5. Kadar Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila pada
Gambar 8. Kandungan nitrit pada media pemeliharaan ikan nila pada substrat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi dengan menggunakan metode optimasi E-shaped, nilai-nilai parameter dari antena yang dirancang sudah sesuai dengan spesifikasi maka dapat dilanjutkan

- Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, buku teks pelajaran bahasa Inggris yang telah lulus penilaian dari BSNP dan mendapatkan

Esktrak biji labu kuning (Cucurbita moschata) dengan konsentrasi 70,5% dapat membunuh cacing Ascaris suum pada jam ke 6 jam 24 menit setelah perlakuan dan pada

Overseas sales continued to support the sector, with new export business rising at the fastest clip in more than a year, thanks to efforts among Chinese services firms to attract

Secara parsial variabel dari Motivasi yang terdiri dari variabel Kebutuhan Eksistensi (X1), Kebutuhan Berhubungan (X2) dan Kebutuhan Berkembang (X3) hanya variabel

Buah mangga terlebih dahulu diukur nilai dielektriknya, setelah itu pada sampel mangga yang sama dan hari yang sama dilakukan pengukuran kadar gula menggunakan metode

---, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 tanggal 19 Juni 2008 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi