SKRIPSI
Disusun Oleh :
DWI SEPTIAN WIDIANTO PUTRI NPM. 0741010010
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SURABAYA
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pelayanan Jamkesda Ditinjau Dari Perspektif Transparansi Dan
Akuntabilitas (Studi Kasus Di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Pemerintah
Kota Mojokerto. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
kurikulum Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra.
Susi Hardjati, M.AP sebagai dosen pembimbing serta DR. Slamet Sriyono, Msi sebagai dosen pembimbing pendamping yg telah meluangkan waktunya untuk membimbing. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan skripsi ini diantaranya:
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak DR. Lukman Arif, M.Si, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Diana Hertati, Msi, Sekertaris Program Studi Ilmu Administrasi
data.
6. Kedua Orangtua’Q yang selalu mendukung dan memberi semangat serta doa-nya selama ini.
7. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan.
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga dengan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya bagi penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para
pembaca.
Surabaya, Juni 2011
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 12
1.3. Tujuan Penelitian ... 13
1.4. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 14
2.2. Landasan Teori... 17
2.2.1. Pelayanan ... 17
2.2.1.1. Konsep Pelayanan ... 17
2.2.1.2. Asas-asas Pelayanan ... 18
2.2.1.3. Prinsip-prinsip Pelayanan ... 19
2.2.1.4. Transparansi Pelayanan Publik ... 21
2.2.2.3. Jenis Akuntabilitas ... 31
2.2.3. Kualitas Pelayanan ... 35
2.2.3.1. Konsep Kualitas Pelayanan ... 35
2.2.3.2. Dimensi Kualitas Pelayanan ... 36
2.2.4. Pelayanan Kesehatan ... 38
2.2.4.1. Konsep Pelayanan Kesehatan ... 38
2.2.4.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan ... 39
2.2.4.3. Sifat Upaya Penyelenggaran Pelayanan Kesehatan ... 40
2.2.4.4. Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan ... 41
2.2.5. Kemiskinan ... 41
2.2.5.1. Konsep Kemiskinan ... 41
2.2.5.2. Bentuk-bentuk Kemiskinan ... 42
2.2.5.3. Penyebab Kemiskinan ... 43
2.2.5.4. Kategori Orang Miskin ... 45
2.2.5.5. Perangkap Kemiskinan ... 46
2.2.5.6. Masalah Kemiskinan ... 47
2.2.5.7. Upaya Penaggulangan Kemiskinan ... 48
2.2.6. Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ... 50
2.2.6.1. Konsep Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ... 50
3.2. Fokus Penelitian ... 56
3.3. Lokasi Penelitian ... 59
3.4. Sumber Data... 59
3.5. Jenis Data ... 60
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 61
3.7. Analisis Data ... 64
3.8. Keabsahan Data ... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Tempat Penelitian ... 68
4.1.1. Gambaran Umum RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto ... 68
4.1.2. Visi dan Misi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto 69 4.1.3. Sruktur Organisasi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto ... 70
4.1.4. Karakteristik Pegawai RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto ... 71
4.1.5. Saranana Pendukung Pelayanan RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto ... 77
4.2.2. Akuntabilitas ... 104
4.3. Pembahasan... 111
4.3.1. Transparansi ... 111
4.3.2. Akuntabilitas ... 120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 125
5.2. Saran ... 127
Tabel 1.2 Data Jumlah Peserta Penerima Bantuan Jamkesda di Kota
Mojokerto ... 8 Tabel 4.1 Karakteristik Pegawai di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota
Mojokerto Berdasarkan Tingkat Golongan ... 72
Tabel 4.2 Karakteristik Pegawai di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 73
Tabel 4.3 Karakteristik Pegawai di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Berdasarkan Jenis Kelamin ... 74 Tabel 4.4 Karakteristik Pegawai di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota
Mojokerto Berdasarkan Jenis Pekerjaan Medis ... 75 Tabel 4.5 Karakteristik Pegawai di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota
Mojokerto Berdasarkan Jenis Pekerjaan Non Medis... 76 Tabel 4.6 Sarana Pendukung Pelayanan Berdasarkan Ruangan, Kelas
dan Jumlah Tempat Tidur (TT) ... 77
Tabel 4.7 Data Jumlah Peserta Jamkesda Penerima Bantuan di Kota
Mojokerto ... 81
Tabel 4.8 Data Peserta Jamkesda Rawat Inap di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto ... 98
Gambar 2 Analisis Interaksi ... 64
Gambar 3 Stuktur Organisasi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota
Lampiran 2 :Daftar Pertanyaan
Lampiran 3:Tugas Pokok Dan Fungsi RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto
Lampiran 4:Sarana dan Prasarana RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota
Mojokerto
Lampiran 5:Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 6: Dokumen Foto
AKUNTABILITAS (STUDI KASUS DI RSU Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO)
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan satu variabel yaitu tentang pelayanan jamkesda.
Fenomena yang terjadi adalah masih banyaknya masyarakat yang kurangnya informasi secara langsung tentang pelayanan administrasi pada proses pelayanan jamkesda. Kurangnya informasi tentang program jamkesda yang diperoleh masyarakat dapat menghambat proses pelayanan. Sehingga mereka berharap dengan adanya posko informasi atau pengaduan dapat membantu mereka yang membutuhkan.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Pelayanan Jamkesda Ditinjau Dari Perspektif Transparansi Dan Akuntabilitas (Studi Kasus di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Pemerintah Kota Mojokerto). Tujuan untuk Mengetahui Pelayanan Jamkesda Ditinjau Dari Perspektif Transparansi Dan Akuntabilitas (Studi Kasus di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Pemerintah Kota Mojokerto).
Fokus dalam penelitian ini ada 2 yaitu 1. Tentang transparansi pelayanan publik dengan sasaran kajian: (sistem prosedur, persyaratan administrasi, biaya), 2. Tentang akuntabilitas pelayanan publik dengan sasaran kajian: (sistem prosedur, persyaratan administrasi, biaya).
Informan dalam penelitian ini adalah peserta jamkesda rawat inap dan rawat jalan, Wakil Direktur serta petugas loket atau bagian administrasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah 1. Transparansi pelayanan publik dengan sasaran kajian: (sistem prosedur, persyaratan administrasi, biaya) bahwa transparansi yang dilakukan Rumah Sakit sudah dilakukan baik karena dengan adanya informasi yang jelas masyarakat dapat mengakses pelayanan dengan mudah. 2. Akuntabilitas pelayanan publik dengan sasaran kajian: (sistem prosedur, persyaratan administrasi, biaya) bahwa pertanggung jawaban yang dilakukan Rumah Sakit sudah dilakukan dengan baik dengan adanya informasi yang terbuka dan jelas serta sudah dilakukan sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan.
1.1.Latar Belakang Masalah
Dibentuknya suatu pemerintahan, pada hakekatnya adalah
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan dibentuk tidak
untuk melayani diri sendiri tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya untuk tujuan bersama. Pemerintah
merupakan harapan dari kehendak rakyat, karena itu harus memperhatikan
kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi rakyat melalui proses dan
mekanisme pemerintahan.
Pemerintah memiliki peranan untuk melaksanakan fungsi
pelayanan dan pengaturan warga Negara. Untuk mengimplementasikan
fungsi tersebut pemerintah melakukan aktivitas pelayanan, pengaturan,
pembinaan, koordinasi dan pembangunan dalam berbagai bidang. Pelayanan
disediakan pada berbagai lembaga institusi pemerintah dengan aparat
sebagai pemberi pelayanan secara langsung kepada masyarakat.
Di bidang pemerintahan, masalah pelayanan tidaklah kalah
penting, perannya lebih besar karena menyangkut kepentingan umum,
bahkan menjadi kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pelayanan yang
diselenggarakan oleh pemerintah semakin terasa dengan adanya kesadaran
pelayanan. Informasi yang ditemukan secara langsung dan melalui berbagai
media massa cetak maupun elektronik seringkali mengungkapkan berbagai
kelemahan pelayanan pemerintah yang mencerminkan ketidakpuasan
masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan yang mahal, kaku dan
berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat, pelayanan yang suka menuntut
imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan fasilitas pelayanan yang kurang
memuaskan dan sebagainya, ini merupakan fenomena-fenomena yang kerap
kali mewarnai proses hubungan antara pemerintah dan masyarakat berkaitan
dengan proses pelayanan. (effendi dalam Widodo, 2001:156).
Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks menuntut adanya
suatu pelayanan yang semakin berkualitas, yang mana dalam hal ini
pemerintah sebagai penyedia harus lebih intensif didalam memperhatikan
pelayanan tersebut karena diberbagai kesempatan pemerintah senantiasa
menjanjikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, namun dalam
kenyataannya belum dilaksanankan secara optimal.
Sejak diberlakukan penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 dam rangka penyelenggaraan otonomi daerah penyerahan, pelimpahan
dan penugasan urusan pemerintah kepada daerah secara nyata dan
bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk pertimbangan
keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah. Sebagai daerah otonom
penyelenggara pemerintah dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkan
Tujuan dari otonomi daerah adalah Kabupaten dan Kota
mempunyai kewenangan, kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan
kebijakan menurut prakarsa maupun aspirasi masyarakat setempat kecuali
kewenangan-kewenangan yang tetap melekat pada pemerintah Pusat
(Adisubrata, 1999:10). Pemberian otonomi daerah bukan hanya soal strategi
saja, melainkan mempunyai fungsi yang lebih penting adalah memberikan
pelayanan publik. Memberikan pelayanan publik daerah secara baik dan
professional hanya bisa dilakukan dengan didukung sistem akuntabilitas
kebijakan yang bisa dikontrol oleh segenap masyarakat daerah yang
bersangkutan.
Pelayanan dan kepuasan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena dengan adanya kepuasan maka pihak terkait dapat saling
mengkoreksi sampai dimana pelayanan yang diberikan apakah bertambah
baik atau buruk. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh setiap aparat petugas
dalam memberikan pelayanan, dengan kata lain pelayanan yang dapat
memuaskan adalah pelayanan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang
berlaku dan dapat memahami apa yang diminta masyarakat dari jurusan
pelayanan itu sendiri.
Berdasarkan Undang Dasar 1945 pasal 28H dan
Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor
40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menetapkan bahwa
setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap
terhadap kesehatanya, dan bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak
hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi rakyat miskin dan tidak
mampu.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus investasi
untuk keberhasilan pembangunan bangsa, oleh karena itu perlu
diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
Departemen Kesehatan telah melaksanakan penjaminan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini telah
berjalan sejak tahun 2005 dengan nama ASKESKIN yang kemudian ditahun
2008 berganti nama menjadi JAMKESMAS.Yang tidak masuk dalam
program Jamkesmas. Pada tahun 2007 sudah ada SK Walikota tentang
penetapan Keluarga Miskin yang mana kemudian data inilah yang diakses
Depkes sebagai acuan Pemberian Dana Miskin, yang selanjutnya disebut
JAMKESMAS. Karena banyak terjadi komplain dalam pelaksanaanya
kemudian diadakan pendataan ulang. Yang mana data jumlah jiwa miskin
menjadi lebih banyak sehingga ada keluarga miskin yang tidak terdanai
(tercakup) dalam program JAMKESMAS. Untuk itu Pemerintah Daerah
perlu untuk memberikan Dana tambahan untuk diberikan kepada
Dana ini diambilkan dari APBD perubahan yang yang selanjutnya disebut
JAMKESDA.
Salah satu upaya dari pemerintah dalam mewujudkan masyarakat
yang memiliki derajad kesehatan yang baik adalah dengan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan mudah diakses. Jamkesda adalah upaya
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang kurang mampu dan belum sempat tercover oleh program
Jamkesmas. Akses dan mutu pelayanan kesehatan sering menjadi hambatan.
Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sesuai
dengan (Pedoman Buku Jamkesda, 2010: 1) antara lain:
a Tingginya beban sosial ekonomi masyarakat
b Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai faktor
seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan
dan kedokteran
c Pola pembiayaan kesehatan yang digunakan masyarakat kita, sebagian
besar berbasis pembayaran dari kantong sendiri (Out of Pocket).
d Kondisi geografis yang sulit untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Tingginya beban sosial ekonomi masyarakat dikarenakan
peningkatan angka pengangguran, peninggkatan rumah tangga miskin dan
kerentaan struktur sosial sebagai akibat hilangnya kemampuan keluaraga
miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar akibat harga barang dan
Peserta Program Pelayanan Kesehatan yang dijamin Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota adalah setiap penduduk miskin
(kuota dan non kuota) Jawa Timur yang memiliki Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau Kartu Susunan Keluarga (KSK) termasuk bayi baru lahir.
Sementara itu jumlah masyarakat di Kota Mojokerto terdapat 120.196 jiwa
sedangkan dari jumlah diatas terdapat masyarakat miskin atau tidak mampu.
Berikut data masyarakat miskin di Kota Mojokerto, tersebut pada tabel 1.2
dibawah ini:
Tabel 1.2
Data Jumlah Masyarakat Miskin di Kota Mojokerto No Nama Kelurahan Jumlah Masyarakat
(KK)
I. Kecamatan Prajurit Kulon
II. Kecamatan Magersari
Berdasakan tabel diatas menjelaskan jumlah masyarakat miskin
yang terdiri dari dua Kecamatan yaitu Kecamatan Prajurit Kulon dan
Kecamatan Magersari dengan jumlah 25.773 KK, ini yang mendapatkan
bantuan kesehatan jamkesda (Non Kuota) dengan jumlah 7.861 KK .
Dengan adanya masyarakat miskin yang terlalu banyak maka
masyarakat sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Maka pemerintah
membuat program Jamkesda agar masyarakat miskin mendapatkan
pelayanan dengan lebih mudah dan lebih baik serta tidak dipunggut biaya.
Tujuan dari jamkesda diharapkan dapat meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan yang pada akhirnya dapat meninggkatkan umur
harapan hidup, menurunkan angka kematian disamping dapat melayani
kasus-kasus di Mojokerto. (Petujuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin)
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Negara bertanggungjawab mengatur agar
terpenuhinya hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu. Departemen Kesehatan telah melaksanakan
penjaminan pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan
tidak mampu dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Masyarakat miskin peserta Jamkesmas (Maskin Kuota) di jamin
pembiayaanya melalui dana APBN, sedangkan masyarakat miskin dan tidak
mampu diluar kuota Jamkesmas (Maskin Non Kuota) pembiayaan
dana APBD. Data masyarakat miskin yang menerima bantuan di Kota
Mojokerto, tersebut pada tabel 1.1 dibawah ini:
Tabel 1.1
Data Jumlah Peserta Penerima Bantuan Jamkesda Kota Mojokerto
No Nama Kelurahan Tahun 2010 I. Kecamatan Prajurit
Kulon
II. Kecamatan Magersari
1. Balongsari 606
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Mojokerto 2010
Berdasakan tabel diatas menjelaskan bahwa berikut data
masyarakat miskin penerimaan bantuan jamkesda yang telah terdaftar sebagai
masyarakat miskin sebanyak 7.861 KK pada tahun 2010.
Dengan adanya bantuan dari pemerintah yang berupa program
jamkesda dapat membantu masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan.
pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dengan biaya efisien dan
terjangkau. Dengan program ini diharapkan memberikan manfaat atau
faedah jaminan kesehatan bagi seluruh warga masyarakat yang secara
ekonomi kurang mampu.
Dalam pelaksanaan program tersebut masyarakat miskin masih
banyak yang belum mengetahui adanya pengobatan gratis melalui Jamkesda
itu sehingga masih banyak ditemui masyarakat miskin yang enggan berobat
ke Puskesmas atau Rumah Sakit dikarenakan:
1. Tidak memiliki biaya untuk berobat
2. Ketidaktahuan masyarakat miskin terhadap adanya program jamkesda
3. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pelayanan
kesehatan
4. Kurang peduli atau antusius masyarakat terhadap kesehatan
5. Kurangnya sosialisasi dari penyedia layanan
http://kesehatan.web.id
Apabila program sudah baik, tapi masih banyak masyarakat yang
belum paham, maka perjalanan program itu menjadi kurang dirasakan
masyarakat miskin. Informasi tentang kelengkapan administrasi sangat
diperlukan dalam melakukan suatu kegiatan pelayanan. Apabila tanpa
kelengkapan persyaratan administrasi akan terjadi kendala didalam suatu
pelayanan administrasi yang akhirnya menghambat proses pelayanan.
Dengan minimnya informasi yang didapat masyarakat maka hal ini
masyarakat mendapatkan kemudahan mengakses pelayanan jamkesda.
Masih ada persoalan- persoalan lain di bawah ini:
Kendala dalam Program Jamkesda di Mojokerto terdapat di berbagai Rumah Sakit yaitu pasien penerima program Jamkesda yang tidak paham masalah proses administrasi yang lengkap serta tidak membawa persyaratan-persyaratan antara lain seperti KTP & SKM dari RT/RW,kartu berobat seperti Askes, Jamkesmas atau yang terbaru yaitu Jamkesda. Serta kendala lain dari masyarakat minimnya informasi tentang jamkesda mulai dari alur pengajuan. Saya rasa sosialisasi tentang jamkesda kemasyarakat masih sangat kurang. Sementara personil DKR terbatas dan wilayah sangat luas. Disisi lain masyarakat peserta jamkesda mempunyai keterbatasan akses informasi kata Wempi Catur Arianto DKR (Dewan Kesehatan Rakyat) Mojokerto (www.Radar Mojokerto.com).
Berdasarkan persoalan diatas dapat dikemukakan masih banyaknya
masyarakat miskin yang kurangnya informasi secara langsung masalah
kelengkapan administrasi pada proses pelayanan jamkesda. Kurangnya
informasi tentang program jamkesda yang diperoleh masyarakat dapat
menghambat proses pelayanan.
Hal serupa yang terkait dengan kurangnya informasi pelayanan
yang didapat masyarakat sehingga sering mengalami masalah dalam proses
pelayanan sebagai berikut:
proses administrasi. Sehingga dengan adanya posko petugas khusus yang bertugas untuk memberikan keterangan dari penggunaan Jamkesda dan keluhan ketika terjadi hambatan dalam pelaksanaanya sehingga dapat membantu masyarakat yang mengalami kesulitan informasi tentang pelayanan administrasi (http://majalah-soerat.blogspot.com).
Berdasarkan persoalan diatas dapat dikemukakan masih banyaknya
masyarakat yang kurangnya informasi secara langsung tentang pelayanan
administrasi pada proses pelayanan jamkesda. Kurangnya informasi tentang
program jamkesda yang diperoleh masyarakat dapat menghambat proses
pelayanan. Mereka berharap dengan adanya posko informasi atau
pengaduan dapat membantu mereka yang membutuhkan.
Permasalahan atau fenomena tersebut diatas yang menyebabkan
pelayanan di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto kurang
efektif. Dengan permasalahan tersebut maka peningkatan di bidang mutu
pelayanan dirasakan perlu, agar masyarakat mendapatkan kepuasan dibidang
pelayanan yang melibatkan peran serta masyarakat dengan pemerintah.
Dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik dari para
pegawai pemerintah, maka Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara
mengeluarkan surat keputusan Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang
”Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara”. Transparansi
penyelenggaraan pelayanan publik dilihat dari: prosedur pelayanan,
persyaratan teknis dan administratif, rincian biaya. Serta Akuntabilitas
baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan
instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dilihat dari: prosedur pelayanan, persyaratan teknis dan administratif, rincian
biaya. Dari hal diatas merupakan bagian dari fenomena yang terkait dengan
pelayanan jamkesda.
Kepuasan masyarakat dapat diwujudkan dengan memberikan
pelayanan dengan baik dan tulus kepada masyarakat, karena dalam hal ini
antara pelayanan dan kepuasan adalah dua hal yang tidak terpisahkan,
karena dengan adanya tingkat kepuasan maka pihak yang terkait dapat saling
mengoreksi sampai dimana pelayanan yang diberikan.
Sesuai masalah-masalah diatas dalam pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Daerah yang telah di jelaskan khususnya untuk wilayah
Kota Mojokerto masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak
informasi pelayanan kesehatan yang belum diketahui oleh masyarakat.
Pemilihan ini dilakukan berdasarkan bahwa RSU Dr. Wahidin Sudiro
Husodo pemerintah Kota Mojokerto adalah Rumah Sakit Umum Daerah di
Kota Mojokerto yang menerima dan memberikan pelayanan gratis melalui
program pemerintah yaitu jamkesda.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah Pelayanan Jamkesda
Ditinjau Dari Perspektif Transparansi Dan Akuntabilitas (Studi Kasus Di
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui
Pelayanan Jamkesda Ditinjau Dari Perspektif Transparansi Dan
Akuntabilitas (Studi Kasus Di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Pemerintah
Kota Mojokerto)?
1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan bacaan bagi
perpustakaan dan juga sebagai bahan tambahan literatur dan referensi
bagi penelitian sejenis dimasa mendatang.
2. Bagi Rumah Sakit Umum Kota Mojokerto
Untuk bahan pertimbangan dan evaluasi sejauh mana Pelayanan
Jamkesda Ditinjau Dari Perspektif Transparansi Dan Akuntabilitas
(Studi Kasus Di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Pemerintah Kota
Mojokerto).
3. Bagi Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan
secara nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Indasah dari Fakultas Ekonomi, Universitas Dr. Soetomo Surabaya dalam
skripsinya berjudul ” Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kelengkapan Administrasi Pelayanan Kesehatan Pasien Jamkesmas”
(Study Deskriptif Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas di RSUD
Kabupaten Kediri). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelengkapan administrasi pelayanan
kesehatan pasien jamkesmas di RSUD Kabupaten Kediri. Metode
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
Kuantitatif terlebih untuk memberikan gambaran tentang persyaratan
administrasi masih sering menjadi kendala bagi pasien Jamkesmas untuk
mendapat pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Hasil penelitian dari
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penelitian adalah: Umur
Responden, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Sumber informasi tentang
administrasi jamkesmas, Alasan pernah dan belum pernah memanfaatkan
jamkesmas, Pendidikan, Pengetahuan, Pengalaman, Kelengkapan
Persyaratan Administrasi Jamkesmas.
2. Yuni Puspita Sari Wulandari, Universitas Pembangunan Nasional
”Veteran” Jawa Timur, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu
(Pusat Kesehatan Masyarakat) Pandian Kabupaten Sumenep-Madura
Tahun 2003”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
mendiskripsikan tentang kualitas pelayanan pada puskesmas Pandiaan
Kabupaten Sumenep. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan metode Deskriptif Kualitatif yang meliputi satu variabel
yaitu kualitas pelayanan pada puskesmas pandin Kabupaten Sumenep,
adapun yanag menjadi fokus penelitian ini adalah kualitas pelayanan yang
meliputi keandalan (Realiability), Daya Tanggap (Responsiveness,
jaminan(assurance) Empati (Emphaty), dan buku langsung (Tangibles)
Sumenep-Madura, dengan teknik pengumpulan data yaitu pengamatan
wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kualitas pelayanan pola puskesmas Pandian sudah cukup baik namun ada
beberapa yang menyatakan bahwa ada pelayanan yang belum cukup baik
seperti kecepatan waktu dalam menangani pasien belum memuaskan
karena memerlukan waktu yang lama dan untuk toilet dan tempat parkr
belum baik. Karena kurangnya fentilasi udara dan letaknya yang tidak
strategis sehingga terkesan sempit sekali.
3. Kusumaningati, Dyah Ayu, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Jawa Timur, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu
Administrasi Publik yang berjudul ”Kualitas Pelayanan Terminal Bandar
Udara (Study tentang Pelayanan Pemberangkatan pada Terminal Bandar
Udara dalam Negeri di PT. (Persero) Angkasa Pura I Cabang Bandar
penelitian deskriptif yang menggambarkan kualitas pelayanan di PT.
(Persero) Angkasa Pura I Cabang Bandar Udara Juanda Surabaya yang
terdiri dari dimensi bukti langsung kehandalan, daya tanggap, jaminan,
empati. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja PT. (Persero) Angkasa
Pura I Cabang Bandar Udara Juanda Surabaya yaitu BUMN yang ditugasi
pemerintah untuk mengelola jasa kebandar udara dengan mengutamakan
keselamatan penerbanagan. Data yang diperoleh berupa data kualitatif.
Hasil penelitian pelayanan dilakukan pihak Bandar Udara Juanda
Surabaya sudah cukup baik, yang didukung fasilitas-fasilitas meliputi
ruangan kafe, keramahan petugas, tetapi kekurangan pada ruang tunggu
yang masih minim. Setelah melihat bukti langsung di lapangan Bandar
Udara Juanda akan memperbaiki fasilitas yang masih kurang agar kualitas
pelayanan menjadi lebih baik.
Dari ketiga penelitian tersebut menunjukan perbedaan yang
signifikan sesuai dengan sudut pandang peneliti ruang lingkup yang menjadi
obyek penelitian serta penggunaan metode penelitian yang ke 1. Penelitian
kuantitatif, penelitian ke 2 dan 3 menggunakan metode penelitian kualitatif.
Persamaan dari penelitian terdahulu dengan peneliti sekarang sama-sama
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pelayanan
2.2.1.1 Konsep Pelayanan
Menurut Soegiarto (2002:36) pelayanan diartikan sebagai suatu
tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain yang
tingkatan pemuasnya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani
maupun dilayani.
Menurut Ratminto dan Winarsih (2006:5) pelayanan publik adalah
segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah dipusat, di daerah dan lingkungan Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Boediono (2003:60) pelayanan adalah suatu proses
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan
keberhasilan. Berdasarkan pemikiran tentang pelayanan tersebut maka dapat
diketahui bahwa pelayanan merupakan kegiatan yang sifatnya untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari pengertian diatas, ada dua pihak
yang terlibat didalamnya yaitu pelayan (servant) dan pelanggan (customer).
Dalam hal ini pelayan merupakan pihak yang menyediakan layanan bagi
Menurut peraturan daerah Provinsi Jawa Timur No. 11 tahun 2005
tentang pelayanan publik di Provinsi Jawa Timur pelayanan publik adalah
segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan
hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan
atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara yang
terkait dengan kepentingan publik.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan publik yaitu instansi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
layanan sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas
suatu barang, jasa dan pelayanan administrasi yang tingkatan pemuasnya
hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani. Sehingga
penerima mendapatkan haknya melalui sistem prosedur dan metode tertentu
sesuai dengan perundang-undangan.
2.2.1.2 Asas-Asas Pelayanan
Menurut Ratminto (2005:19) asas-asas pelayanan publik terdiri
dari:
1. Transparan
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta secara mudah
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektifitas.
4. Partisipasi
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
2.2.1.3 Prinsip-prinsip Pelayanan
Menurut Islami (2004:4) dalam bukunya “Manajemen pelayan
publik” setiap petugas pelayanan harus memahami beberapa prinsip pokok
1. Prinsip Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan
mudah dilaksanankan.
2. Kejelasan
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau
persoalan atau sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
7. Kelengkapan sarana dan prasaran
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainya yang memadai termasuk penyedia sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi,
telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah,
serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,
tempat ibadah dan lain-lain.
2.2.1.4. Transparansi pelayanan publik
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang ”Petunjuk Teknis Transparansi
dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara”. Transparansi penyelenggaraan
pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat
dan pengawasan atau pengendalianya, serta mudah diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan informasi.
Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya
meliputi:
1. Manajemen dan Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan
publik meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
atau pengendalian masyarakat.
2. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang
berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukan adanya tahapan secara
jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka
penyelesaian suatu pelayanan.
3. Persyaratan Teknis dan Administratif Pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa
persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Rincian Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rincianya dengan nama atau
sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang
besaran dan tata cara pembayaranya ditetapkan oleh pejabat yang
5. Waktu Penyelesaiaan Pelayanan
Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian
suatu pelayanan publik mulai dari dilengkapinya atau dipenuhinya
persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan
selesainya suatu proses pelayanan.
6. Pejabat yang Berwenang dan Bertanggung Jawab
Pejabat atau petugas yang berwenang dan bertanggung jawab
memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan, persoalan atau
sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama dimeja
atau tempat kerja petugas.
7. Lokasi Pelayanan
Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak
berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan,
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai
termasuk penyedia sarana telekomunikasi dan informatika
(telematika).
8. Janji Pelayanan
Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja
pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada
masyarakat.
9. Standar Pelayanan Publik
Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar
dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan.
10.Informasi Pelayanan
Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat,
setiap unit pelayanan instansi pemerintah, wajib mempublikasikan
mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta atau janji,
motto pelayanan, lokasi serta pejabat atau yang berwenang dan
bertanggung jawab.
2.2.1.5 Unsur-Unsur Pelayanan
Menurut Moenir H.A.S (2001:8) dalam bukunya ‘manajemen
pelayanan umum” ada enam factor dalam mewujudkan pelaksanaan
pelayanan antara lain:
1. Faktor Kesadaran
Faktor ini menunjukan suatu keadaan pada jiwa seseorang yaitu
merupakan titik tentu dari berbagai pertimbangan sehingga diperoleh
suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati, dan keseimbangan dalam
jiwa yang bersangkutan sebagai pangkal tilak untuk perbuatan yang
akan dilakukan.
2. Faktor Aturan
Aturan adalah peranan penting dalam segala tindakan dan perbuatan
orang. Pada faktor manusia merupakan subyek aturan ditujukan pada
a. Kewenangan
b. Pengetahuan dan pengalaman
c. Kemampuan berbahasa dan bertutur kata
d. Pemahaman pelaksanaan
e. Disiplin pelaksanaan
3. Faktor Organisasi
Adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan
pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain baik dalam bentuk uang
maupun fasilitas dalam jangka tertentu.
4. Faktor Pendapatan
Adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan
pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain baik dalam bentuk uang
maupun fasilitas dalam jangka tertentu.
5. Faktor Kemampuan dan Ketrampilan
Adalah keadaan seseorang yang dapat melaksanakan pekerjaan atas
dasar ketentuan yang ada.
6. Faktor Sarana Pelayanan
Adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain
yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam rangka
memenuhi pekerjaan dan fungsi social dalam rangka memenuhi
Fungsi pelayanan adalah:
a. Mempercepat proses pelaksanan pekerjaan, sehingga dapat
menghemat waktu
b. Meningkatkan produktifitas baik barang maupun jasa
c. Kualitas produk yang lebih baik
d. Ketetapan susunan dan stabilitas ukuran terjamin
e. Lebih mudah dalam gerak pelakunya
f. Menimbulkan rasa nyaman bagi orang-orang
g. Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan
2.2.1.6 Teori Tentang Pelayanan
Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990:26) dalam Suparto
(Wijoyo:2006), menyebutkan ada lima hal yang berkaitan dengan kualitas
pelayanan, yaitu:
1) Keandalan (Reability)
Berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan
segera dan memuaskan.
2) Daya Tanggap (Responsiveness)
Berkaitan dengan keinginan para staff untuk membantu para pelanggan
dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3) Jaminan (Assurance)
Berkaitan dengan adanya kemampuan, kesopanan dan sifat yang dapat
dipercaya yang dimiliki setiap petugas atau pegawai, bebas dari
4) Empati (Emphaty)
Berkaitan dengan melakukan kemudahan, suatu komunikasi yang baik
dan jelas serta dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan para
pasien.
5) Berwujud (Tangibles)
Berkaitan dengan adanya fasilitas fisik, perlengkapan petugas atau
pegawai dan sasaran.
2.2.2 Akuntabilitas
2.2.2.1 Konsep Akuntabilitas
Menurut Mahsun (2005:09) akuntabilitas publik adalah pemberian
informasi atas aktivitasnya dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Penekanan utama akuntabilitas publik adalah pemberian
informasi kepada publik konstituen lainnya yang menjadi pemangku
kepentingan (stakeholder). Akuntabilitas publik juga terkait dengan
kewajiban dengan untuk menjelaskan dan menjawab petanyaan mengenai
apa yang telah, sedang, dan direncanakan akan dilakukan organisasi sektor
publik.
Menurut Kumorotomo (2005:3) akuntabilitas adalah ukuran yang
menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang
dilakukan oleh pemerintah sudah sesui dengan norma dan nilai-nilai yang
dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu
mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya. Dengan demikian
yang tugas utamanya adalah melayani rakyat harus bertanggung jawab
secara langsung maupun tidak langsung kepada rakyat.
Menurut Nisjar dalam Nasucha (2004:125) akuntabilitas sebagai
kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung
gugat atas segala tindakan kebijakan yang ditetapkannya.
Menurut Tokyo Declarations of Guidelines on Publik Akuntability
dalam Nasucha (2004:126) akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban
dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola
sumber-sumber daya publik dan yang terkait dengannya untuk dapat
menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawaban fiskal, manajerial,
dan program.
Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan dalam Modul 1 Akuntabilitas dan Good
Governance (2005:51) akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban
untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
melalui suatu media pertanggungan yang dilaksanakan secara periodik.
Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan
perwujudan kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkanbahwa akuntabilitas
adalah kewajiban aparatur pemerintah dalam mempertanggung jawabkan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungan
yang dilaksanakan secara periodik.
2.2.2.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang ”Petunjuk Teknis Transparansi
dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara”. Penyelenggaraan pelayanan publik harus
dapat dipertanggung jawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan
atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pelayanan publik meliputi:
1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan
proses yang antara lain: tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas
petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan
(termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan)
dan kedisiplinan.
b. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar
atau Akta, Janji pelayanan publik yang telah ditetapkan.
c. Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggung jawabkan
secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau
penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan
upaya perbaikan.
d. Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan
publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.
e. Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan
secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.
f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian
dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak
mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik
a. Biaya pelayanan dipunggut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya
pelayanan publik, harus ditangani oleh petugas atau pejabat yang
ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan atau Surat Penugasan dari
Pejabat yang berwenang.
3. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik
a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk
pelayanan.
b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2.2.2.3 Jenis Akuntabilitas
Menurut Lembaga Administrasi Negara dalam Widodo (2001:153)
membedakan akuntabilitas dalam lima macam, yaitu:
1. Fiscal Accountability, merupakan tanggung jawab atas dana publik
yang digunakan
2. Legal Accountability, tanggung jawab atas ketaatan dalam peraturan
perundang-undangan
3. Program Accountability, adalah tanggung jawab atas pelaksannan
program
4. Process Accountability, adalah tanggung jawab atas pelaksannan
prosedur
5. Outcome Accountability, adalah tanggung jawab atas pelaksannan
tugas
Menurut Muljadi (2006:10) akuntabilitas kinerja organisasi dapat
ditegakkan bila akuntabilitas mencakup tiga aspek yang merupakan suatu
sinerji, yaitu:
1. Akuntabilitas Manajerial ; dengan fokus pada kesanggupan pengelola
organisasi dan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya organisasi,
seperti dana, aset atau harta kekayaan, tenaga kerja maupun sumber
daya yang lain dari organisasi. Pertanggung jawaban berkaitan dengan
kesesuaian pelaksanaan dibandingkan dengan ketentuan dalam
organisasi dan pertanggung jawaban mengenai proses manajerial yang
berkelanjutan.
2. Akuntabilitas Proses ; dengan fokus pertanggung jawaban pada
kebijakan dan sinergi yang digunakan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan yang ditempuh organisasi mulai dari proses, perumusan
”perencanaan”, ”penganggaran”, ”pengorganisasian”, sampai dengan
”evaluasi” serta ”tindakan-tindakan koreksi” yang telah ditempuh,
yaitu mengenai kesesuaian kegiatan dengan misi organisasi yang
bersangkutan.
3. Akuntabilitas Program ; dengan fokus pada pencapaian hasil kegiatan
organisasi, tentang upaya pemberian kepuasan atau kenyamanan
kepada pelanggan dan pihak terkait atau yang berkepentingan
(stakeholder) serta memberikan dampak positif pada kemajuan atau
kesejahteraan masyarakat.
Menurut Lembaga Administrasi Negara dalam Widodo (2001 :
153) membedakan akuntabilitas menjadi tiga macam yaitu:
1. Akuntabilitas Keuangan
Merupakan pertanggung jawaban mengenai integritas keuangan,
pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
2. Akuntabilitas Manfaat
Pada dasarnya memberi perhatian kepada hasil kegiatan-kegiatan
3. Akuntabilitas Prosedural
Yaitu merupakan pertanggung jaweaban mengenai apakah suatu
prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah
mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan
ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan
akhir yang telah ditetapkan
Menurut Hopwood, Tomkins, Elwood dalam Mahmudi (2005:10)
dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik
tersebut, antara lain:
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran adalah akuntabilitas
lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati
ketentuan hukum yang berlaku. Sedangkan akuntabilitas kejujuran
menuntut adanya praktik organisasi yang sehat tidak terjadi mal
praktik dan mal administrasi.
2. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas Manajerial adalah pertanggung jawaban lembaga publik
Untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efesien dan efektif.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas Program adalah berkaitan dengan pertimbangan apakah
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi
telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas Kebijakan terkait dengan pertanggung jawaban lembaga
publik ataskebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan dampak dimasa depan.
5. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas Finansial pertanggung jawaban lembaga-lembaga publik
untuk menggunakan uang publik (publik money) secara ekonomi,
efektif dan efisien, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta
korupsi.
Dari sudut pandang fungsional, J.D Stewart dalam bukunya
Andrianto (2007:23) mengidentifikasi bahwa akuntabilitas publik terdiri dari
lima tingkatan:
1. Policy Accountability, yakni akuntabilitas atas pilihan-pilihan
kebijakan yang dibuat.
2. Program Accountability, yakni akuntabilitas atas pencapaian tujuan
atau hasil dan evektifitas yang dicapai.
3. Performance Accountability, yakni akuntabilitas terhadap pencapaian
kegiatan yang efisien.
4. Process Accountability, yakni akuntabilitas atas penggunaan proses,
prosedur, atau ukuran yang layak dalam melaksanakan
5. Probity and Legality Accountability, yakni akuntabilitas atas legalitas
dan kejujuran penggunaan dana sesuai anggaran yang disetujui atau
ketaatan terhadap undang-undang yang berlaku.
2.2.3 Kualitas Pelayanan
2.2.3.1 Konsep Kualitas Pelayanan
Menurut Goetch dan Davis dalam Ariani (2003:8) kualitas adalah
suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.
Feigenbaum dalam Nasution (2000:3) mengemukakan bahwa
kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction).
Suatu produk berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya
kepada konsumen sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut Gasperz (2002:181) kualitas pelayanan sering diartikan
sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan
atau kebutuhan.
Menurut Barata (2003:6) kualitas pelayanan dapat dipandang dari
dua perspektif yaitu internal berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai
organisasai atau perusahaan dengan berbagai fasilitas yang tersedia, kualitas
eksternal didasarkan pada penyedia jasa dan penyediaan barang. Poin yang
penting adalah ukuran kualitas pelayanan bukan hanya ditentukan oleh pihak
yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat
menggukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah segala upaya yang dilakukan organisasi dalam memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan dengan berdasarkan pada standar dan
asas-asas pelayanan. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal yang memegang
peranan penting dalam membentuk persepsi pelanggan sehingga organisasi
baik publik maupun swasta berlomba-lomba untuk dapat menarik pelanggan
dengan layanan yang dihasilkan karena pelayanan sering kali membentuk
image masyarakat terhadaporganisasi pelayanan publik.
2.2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut penadapat Berry dan Parasuraman dalam Nasution
(2004:5) mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh
para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu:
1. Bukti Langsung (Tangibles)
Melipiti fasilitas fisik, pelengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera dan memuaskan.
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberi pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (Assurance)
Mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
5. Empati (Emphaty)
Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan para pelanggan.
Menurut Gasperz dalam lukman (2002:2) ada beberapa dimensi
atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan
yang sebenarnya jika dijabarkan dalam 10 dimensi antara lain:
1. Ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan
proses.
2. Akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas
dari kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Ini terutama
bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal
yaitu : operator telepon, satpam, pengemudi, staf administrasi, kasir,
dan lain-lain.
4. Tanggung Jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan, dan
penangganan keluhan dari pelangan eksternal.
5. Kelengkapan : menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana
pendukung serta pelayanan komplementer lainnya.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan : berkaitan dengan banyaknya
outlet dan banyaknya petugas yang melayani.
7. Variasi model pelayanan : berkaitan dengan inovasi untuk memberikan
pola-pola baru dalam pelayanan, teatures (keistimewaan) dari
8. Pelayanan pribadi : berkaitang dengan fleksibilitas penanganan
permintaan khusus, dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi,
ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir
kendaraan, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.
10.Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, kebersihan,
ruang tunggu, fasilitas musik,AC dan lain-lain.
2.2.4 Pelayanan Kesehatan
2.2.4.1 Konsep Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan menigkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga dan ataupun masyarakat
(Levely dan Loomba yang dikutip Azwar, 1996:35).
Pengertian Pelayanan Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
binaan Masyarakat Permasyarakatan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 4 yang mentebutkan bahwa : Pelayanan Kesehatan adalah upaya
peningkatan kesehatan (promotif), usaha pencegahan (preventif), usaha
penyembuhan penyakit (kuratif), dan usaha pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) di bidang kesehatan.
Berdasarkan konsep pengertian pelayanan kesehatan adalah proses
melalui sarana alat untuk bisa terlaksana, memberikan atau mengadakan
keperluan yang dibutuhkan agar keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial setiap orang hidup produktif secara ekonomis dengan suatu keadaan
seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai
faktor yang berusaha mempengaruhinya melalui setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasai
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, ataupun masyarakat.
2.2.4.2 Tujuan Pelayanan Kesehatan
Dalam bukunya Entjang (2004:14) menjelaskan bahwa pelayanan
kesehatan bertujuan (upaya, usaha kesehatan) dimasyarakat bertujuan untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi tingginya baik jasmani maupun
sosialnya serta diharapkan berumur panjang.
2.2.4.3 Sifat Upaya Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Menurut Notoadmojo (2005:5) sifat upaya penyelenggaraan pelaku
kesehatan dibagi 3 yaitu:
1. Sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan ini adalah pelayanan kesehatan yang paling pertama bagi
kasusu-kasus atau penyakit-penyakit ringan, pelayanan kesehatan ini
adalah pelayanan kesehatan yang menyentuh kesehatan
dimasyarakat, misalkan poliklinik, puskesmas,dlsb.
Pelayanan ini adalah pelayanan kesehatan yang menangani kasus
yang belum ada, misalnya puskesmas dengan rawat inap, Rumah
Sakit Kabupaten, rumah sakit tipe D dan c dan rumah Bersalin.
3. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary health care)
Pelayanan ini adalah pelayanan kesehatan rujukan bagi kasusu yang
tak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan pelayanan
kesehatan tingkat dua, misalnya Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit
tipe B atau A.
2.2.4.4 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan
Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan jika dijabarkan menurut
pendapat Hodgets dan Cascio dalam bukunya Azwar (2001:36) menjabarkan
pelayanan kesehatan menjadi dua yaitu:
1. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang pelaksanannya ditandai dengan cara
pengorganisasian yang bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasaranya
terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan yang pelaksanannya ditandai dengan cara
pengorganisasian secara umum dengan cara bersama-sama dalam suatu
kesehatan dan mencegah penyakit, serta sasaranya terutama untuk
anggota kelompok dan masyarakat.
2.2.5 Kemiskinan
2.2.5.1 Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kondisi absolute atau relatif yang
menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah
tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai
dengan tata nilai dan norma tertentu yang berlaku didalam masyarakat
karena sebab-sebab natural, cultural dan struktur Nugroho dalam Kusnadi
(2004:165)
Kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan dan disebabkan
rendahnya ketrampilan, rendahnya produktifitas, rendahnya pendapatan,
lemahnya nilai tukar produktifitas orang miskin dan terbatasnya kesempatan
berperan serta dalam pembangunan (musbiyanto dalam Mashoed, 2004:39)
Sulistiyani dalam Kusnadi (2004:17) mengatakan kemiskinan
adalah bilamana masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas,
baik dalam aksesbilitas para faktor produksi, peluang atau kesempatan
usaha, pendidikan,fasilitas hidup lainya, sehingga dalam aktivitas maupun
usaha menjadi sangat terbatas.
Sedangkan Rahutani (2005:41) memandang kemiskinan sebagai
kondisi seseorang tidak memiliki pendapatan yang cukup, sehingga tingkat
tabunganya rendah. Berimplikasi pada tidak tersedianya modal untul
tidak meningkat, dan membawa kearah kemiskinan itu kembali. Kemiskinan
menyebabkan tidak dipunyainya akses terhadap pendidikan, layanan
kesehatan, rumah yang layak, fasilitas kredit, serta tidak memiliki jaringan
sosial, sehingga penduduk miskin tidak dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan bagi kehidupan mereka.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan kemiskinan
adalah suatu serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan karena
rendahnya ketrampilan, rendahnya produktifitas dan rendahnya pendapatan
sehingga dalam setiap aktivitas maupun usaha menjadi serba terbatas serta
ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat
menjadi ketimpangan.
2.2.5.2 Bentuk-bentuk Kemiskinan
Jamasy dalam Kusnadi (2004:30) mengemukakan beberapa bentuk
kemiskinan, masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri, keempat
bentuk tersebut adalah:
1) Kemiskinan Absolut
Yaitu apabila tingkat pendapatanya dibawah garis kemiskinan atau
sejumlah pendapatanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
minimum, antara lain : Kebutuhan pangan, sandang, kesehatan,
perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
2) Kemiskinan Relatif
Yaitu kondisi dimana pendapatanya berada pada posisi diatas garis
kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan
masyarakat sekitarnya.
3) Kemiskinan Struktural
Yaitu suatu kondisi atau situasi karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
4) Kemiskinan Kultural
Yaitu mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang
disebabkan oleh faktor budaya.
2.2.5.3 Penyebab Kemiskinan
Kartasasmita (1996:240) mengemukakan empat penyebab
kemiskinan di Indonesia yang satu sama lain saling berkaitan dan saling
mempengaruhi, adapun empat penyebab tersebut adalah:
1) Rendahnya taraf pendidikan
Tarif pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan
pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan
pekerjaan yang akan dimasuki.
2) Rendahya derajat kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya
3) Terbatasnya lapangan kerja
Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan
diberatkan oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.
4) Kondisi keterisolasian
Banyaknya penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena
terpencil dan terisolir.
Sutrisno (2001:56) penyebabkan pelestarian kemiskinan yang lain
adalah adanya pola hidup ”gali lubang tutup lubang”. Jika semula penduduk
desa memiliki mekanisme pertahanan terhadap kredit ”takut mempunyai
utang” saat ini mekanisme pertahanan seperti itu telah banyak mengalami
erosi karena semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi walaupun
dengan berhutang, karena pendapataan mereka masih rendah.
Sharp dalam Kusnadi (2004:157) penyebab kemiskinan dipandang
dari sisi ekonomi, yaitu:
1) Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas
dan kualitasnya rendah.
2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia.
Kualitas sumber daya manusia yang rendah, sehingga mendapatkan
upah yang rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini
karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
2.2.5.4 Kategori Orang Miskin
Remi (2002:2) mengatakan bahwa untuk keberhasilan pengentasan
kemiskinan, harus dimulai dengan mengidentifikasi siapa yang tergolong
miskin dan dimana mereka berada. Untuk mengidentifikasi siapa yang
tergolong orang miskin dapat dilihat dari :
1) Karakteristik penduduk antara lain adalah sumber-sumber
pendapatan, pola-pola konstansi dan pengeluaran, tingkat
ketergantungan.
2) Karakteristik demografi sosial diantaranya adalah tingkat
pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota
keluarga, dan lain-lain. Sedangkan untuk menemukan dimana orang
yang tergolong miskin adalah dengan menguji karakteristik geografi,
yaitu dimana orang miskin tersebut terkonsentrasi, apakah diwilayah
perdesaan atau perkotaan.
Gambaran pola tentang konsumsi makanan dan bukan menekan
dari kelompok komunitas (miskin dan bukan miskin, menunjukan bahwa
secara umum porsi konsumsi makanan dari rumah tangga miskin sampai
sebesar 70,6% dibandingkan dengan posisi bukan rumah tangga miskin
hanya 19,31%) Remi (2002:17).
Situasi orang miskin menurut Chambers dalam Sutrisno (2001:18)
1) Rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu
rendah, peralatan angat minim, tidak memiliki MCK sendiri,
ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi ”gali lubang tutup
lubang”.
2) Pendapatan mereka tidak menentu dan dalam jumlah yang sangat
tidak memadai, dengan pendapatan yang kecil dan tidak menentu
maka keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka peroleh saat
itu juga.
3) Keterasingan yang bisa disebabkan karena tempat tinggalnya yang
secara geografis terasing atau tadak memiliki akses terhadap
sumber-sumber informasi yang ada.
4) Kerentanan, biasanya keluarga miskin tidak memiliki cadangan baik
berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat.
Apabila terjadi keadaan darurat seperti paceklik maka mereka akan
menjual barang apa saja yang mereka miliki atau berhutang.
2.2.5.5 Perangkap Kemiskinan
Menurut Mashoed (2004:86) banyak penduduk miskin
terperangkap kedalam perangkap lingkaran kemiskinan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Property
Keadaan miskin sehinggga tidak mampu untuk membeli makanan
yang cukup lemak/tidak sehat, tidak bisa bekerja produktif, pendapatan
2) Colation
Hidup terisolasi atau tertinggal, jauh dari pusat pemberian pelayanan,
tidak mendapat pendidikan yang cukup, tidak memperoleh pinjaman
uang atau pijaman modal dan sebagainya.
3) Poweleesness
Penduduk miskin tidak berdaya karena dieksploitasi oleh orang kaya
mereka tidak punya daya untuk memperoleh akses sumber-sumber dari
negara/ pemerintah, tidak berdaya secara hukum atau perlakuan hukum
yang tidak adil, status sosialnya yang rendah, suara orang miskin tidak
didengar, tidk punya akses politik dan sebagainya.
4) Vulnerability
Kerentanan hidup sangat miskin menyebabkan mereka sangat mudah
terkena guncangan ekonomi sekecil apapun, untuk bisa bertahan hidup
sering kali mereka terpaksa harus menjual atau mengandalkan aset
produktifnya untuk bisa makan atau memperoleh pengobatan
sekedarnya.
5) Physicalweaknes
Penduduk yang fisiknya lemah tidak mungkin dapat bekerja secara
produktif, sering sakit dan tidak cukup makan.
2.2.5.6 Masalah Kemiskinan
Apabila dilihat dari posisi kemiskinan masyarakat maka terdapat
beberapa masalah kemiskinan yang menjadi perhatian (Mashoed, 2004:44)
1) Masalah kerentanan
Bahwa penanganan terhadap masalah kemiskinan masyarakat
disamping diarahkan untuk menangani masalah kesejahteraan dengan
memberikan sejumlah program peningkatan kesejahteraan, juga
diarahkan untuk kemandirian masyarakat.
2) Masalah Ketidakberdayaan
Karena masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengaktualisasikan diri, tidak mendapat kesempatan, untuk ikut
menentukan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan
masyarakat tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
3) Masalah tertutupnya akses masyarakat terhadap peluang kerja
Karena hubungan produksi didalam masyarakat tidak member peluang
kepad mereka untuk berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya tingkat
kualitas sumber daya manusia maupun tidak terpenuhinya persyaratan
kerja.
4) Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses
pada pasar lantaran aksesbilitasyang rendah dan arena kondisi alam
yang miskin .
5) Masalah kemiskinan juga terindentifikasi
Karena penghasilan masyarakat sebagain besar dihabiskan untuk
pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan dalam kuantitas dan kualitas