• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPONEN DAN TATA CARA RITUAL NGGAYUH WAHYU DI PERTAPAAN BANG LANPIR

PERTAPAAN BANG LANPIR

Allport, vernom dan Lindzey via Suriasumantri (1995: 263) mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama. Nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metode ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan manusia. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan penekanan segi kemanusiaan yang luhur. Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik. Sedangkan nilai agama atau religi merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transcendental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi karena anugrah Tuhan yang harus disyukuri.

Nilai budaya yang terkandung dalam Pertapaan Bang Lanpir dan ritualnya adalah nilai ekonomi, nilai teori, nilai sosial, nilai estetika dan nilai agama. Dari semua nilai yang terkandung, semua adalah sebagai sarana untuk menerapkan pendidikan kepada masyarakat.

3. 8. 1 Nilai Teori

Menurut Wikipedia empiris berarti suatu keadaan yang bergantung

pada bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera. Data empiris berarti data yang dihasilkan dari percobaan atau pengamatan.

Secara empiris ritual nggayuh wahyu di Pertapaan Bang Lanpir bisa dibuktikan dari kesaksian para ritualis yang pernah datang dan membuktikan manfaat dari ritual nggayuh wahyu di Pertapaan Bang Lanpir yang diceritakan pada juru kunci. Ritualis mencoba dan melakukan nasihat-nasihat yang terkandung dalam ritual dan telaah wahyu yang diterima. Nilai ini berkaitan dengan cara penalaran seseorang. Ritualis yang mendatangi pertapaan Bang Lanpir mempunyai keyakinan bahwa jika seseorang sudah mampu mencapai tingkatan tertentu dalam bersemedi dan telah berdoa dan bersesaji maka kepercayaan dirinya akan bertambah. Segala hal yang akan dilakukan untuk menuju kesuksesan harus lebih berorientasi pada kepercayaan diri sendiri serta keberanian untuk mengambil keputusan sendiri. Ritualis diajak untuk menarik kesimpulan dengan penuh pertimbangan sehingga mampu mengambil keputusan dengan penalaran yang cukup kuat. Karena banyak pengalaman semacam ini dan telah menjadi kebiasaan maka para ritualis meyakini bahwa yang mereka lakukan adalah hal yang rasional dan bisa dibuktikan secara ilmiah.

3. 8. 2 Nilai Ekonomi

Pertapaan Bang Lanpir memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar yang tampak dari dibangunnya jalan aspal di dalam desa yang tadinya masih berbentuk jalan tanah yang becek dan tidak rata. Nilai ekonomi juga dirasakan oleh juru kunci yang juga adalah penduduk dari sekitar Pertapaan Bang Lanpir. Juru kunci mendapatkan sangu atau amplopan dari pengunjung atau ritualis pertapaan, selain itu juru kunci juga berhak nglorot atau mengambil uang wajib yang sudah selesai digunakan ritualis dan ditinggal di tempat sesaji. Nilai ekonomi yang paling besar terhadap masyarakat sekitar adalah bahwa semakin banyak orang mengenal lingkungan sekitar pertapaan dan banyak pula orang yang membuka kegiatan perekonomian di sekitar pertapaan. Nilai ekonomi yang lain adalah bahwa sudah ada sarana transportasi umum yang melalui wilayah sekitar pertapaan.

3. 8. 3 Nilai Sosial

Nilai sosial yang terkandung dalam Pertapaan Bang Lanpir adalah terletak di aturan larangan. Semua yang dimaksudkan dalam larangan mungkin hanya karena keinginan tertentu saja. Pada dasarnya nilai sosial bekerja dalam aturan larangan ini bahwa hendaknya dalam setiap situasi manusia bersikap sedemikian rupa agar dalam cara berbicara, bersikap dan membawa diri hendaknya selalu menunjukkan sikap hormat kepada orang lain dan bisa menyesuaikan diri. Hal tersebut bisa membuat suasana menjadi rukun dan harmonis. Nilai ini diharapkan bisa membangun rasa wedi (takut), isin (malu), dan pekewuh (rasa sungkan, segan, dan hormat).

3. 8. 4 Nilai Estetika

Estetika selalu dihubungkan dengan keindahan. Untuk menjadikan sesuatu menjadi indah biasanya dibutuhkan kreatifitas seni yang merupakan wujud ekspresi seseorang. Dari segi bangunan, Pertapaan Bang Lanpir berbentuk angka sembilan jika dilihat dari sisi atas. Pusaka yang terdapat di dalam bangsal Prabayeksa pun adalah wujud seni. Seni yang dominan adalah seni ukir yang membuat semua pusaka di sana mepunyai nilai estetika. Patung yang ada di depan Bangsal Prabayeksa juga merupakan wujud ekspresi seni ukir yang juga dipakai untuk mengenang para tokoh Mataram. Penempatan patung yang melingkar dan diberi alas bundar semakin menambah keindahan pertapaan.

3. 8. 5 Nilai Agama

Nilai agama yang terkandung dalam Pertapaan Bang Lanpir terletak pada sesaji yang dimaksudkan sebagai persebahan, wujud niat seseorang dan rasa syukur kepada Tuhan. Hal lain yang juga mengandung nilai religi adalah dari cara bersemedi dan permenungan. Ritualis membangun sikap batin yang sesuai, ritualis tidak boleh memandang hawa nafsu sebagai sesuatu yang jahat, tapi jika hawa nafsu dituruti maka seseorang akan menjadi lemah. Menuruti hawa nafsu berarti hanya mengikuti kepentingan pribadi dan bisa menyebabkan konflik dengan sesama. Untuk mengatasi itu semua, ritualis diajak untuk mengolah batin agar dapat mengalahkan hawa nafsu dan dapat mengalami kesatuan batin dengan Tuhan juga dapat selaras dengan alam dan

lingkungan sekitar. Dengan jalan ini ritualis akan mendapatkan pulung,

BAB V PENUTUP 4. 1 Kesimpulan

Pertapaan Bang Lanpir sangat erat hubungannya dengan kerajaan Mataram. Tokoh yang menjadi intisari dan titik awal pertapaan Bang Lanpir adalah pendiri Kerajaan Mataram Islam. Tokoh yang menjadi awal mula kerajaan Mataram Islam adalah Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senapati. Ki Ageng Pemanahan mendapatkan wahyu dari perebutannya dengan Ki Ageng Giring agar keturunannya menjadi penguasa Mataram dengan jalan ritual di Pertapaan Bang Lanpir. Wahyu yang didapat adalah

berupa kembang semampir.

Sebelum berkuasa menjadi raja Mataram Panembahan Senapati mengikuti sayembara yang diadakan Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya. Sayembara yang diikuti adalah sayembara untuk mengalahkan Arya Penangsang. Siapa yang bisa mengalahkan Arya Penangsang akan diberikan hadiah berupa tanah yang disebut Bumi Mentaok. Tanah ini yang kemudian menjadi lahan wilayah Kerajaan Mataram pimpinan Panembahan Senapati.

Setelah bertahta, Panembahan Senapati bersemedi melakukan talak

broto atau laku prihatin di tempat yang sekarang bernama Pertapaan Bang Lanpir. Panembahan Senapati mendapatkan sasmita atau tanda-tanda bahwa ia harus membangun kerajaan dan negara yang berkualitas. Dari peristiwa itu diberilah nama pertapaan yang menjadi awal mula Kerajaan Mataram Islam

itu dengan sebutan Mbang Lanpir yang mempunyai kepanjangan mbangun

Setelah Mataram mulai berdiri, pertapaan itu mulai menjadi tempat yang dikeramatkan. Akhirnya Bang Lanpir menjadi tempat yang tak diketahui banyak orang termasuk dari anggota keluarga kerajaan. Hingga pada masa

pemerintahan Sultan HB IX, pertapaan Bang Lanpir diketemukan dengan laku

mistik bersama penasihat spiritualnya yaitu KI Mataram memohon petunjuk

pada Tuhan. Sultan HB IX mulai membangun dan memonumenkan Bang Lanpir pada tanggal 5 Juni tahun 1975. Pertapaan ini kemudian diberi nama

Bang Lanpir Gunung Mahenaka. Gunung adalah tempat tertinggi Tertinggi di

dunia ini. Purnama dalam bukunya Gunung Srandil dan Selok (2010: 40)

menjelaskan bahwa menurut arti nama dalam kerata basa, gunung penjabaran katanya adalah gunuk nunggal artinya gundukan tanah yang tinggi besar dan menyatu, maksudnya adalah kelemahlembutan jiwa dalam hidup yang selalu menyatu hanya kepada kekuasaan Tuhan dan penuh kepasrahan. Ini sesungguhanya arti jiwa besar. Mahe berarti tinggi dan naka berarti Jabatan tinggi. Bang Lanpir Gunung Mahenaka berarti Bangun Landheping pikir atau

membangun ketajaman pikirian dengan kelemah lembutan jiwa dalam hidup,

selalu menyatu hanya kepada kekuasaan Tuhan yang mempunyai kekuasaan tinggi yang lebih tinggi dari sebuah kerajaan. Bisa juga dimaknai membangun ketajaman pikiran dengan keteguhan hati kepada sesuatu yang lebih tinggi dari mahkota (kekuasaan Kraton), yaitu kekuasaan Tuhan.

Dalam perkembangannya Pertapaan Bang Lanpir kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai tempat diterimanya wahyu sebelum Panembahan Senapati, putra dari Ki Ageng Pemanahan berkuasa. Masyarakat ingin meniru

langkah leluhurnya yang sukses dengan melakukan tapa brata sebelum

Masyarakat yang melakukan tapa brata di Pertapaan Bang Lanpir biasanya melakukan ritual dan bersemedi untuk berdoa demi kesuksesan sebuah kekuasaan atau kedudukan tertentu. Masyarakat yang melakukan ritual disebut ritualis. Ritualis melakukan ritual dengan mempersiapkan sesaji yang berupa sekar telon, dupa, rokok klobot, lilin, minyak wangi melati dan uang wajib. Semua sesaji itu hanya sarana untuk simbol kesungguhan niat kita berdoa kepada Tuhan. Hal yang paling penting untuk disiapkan adalah hati dan pikiran. Ritualis harus mengosongkan pikiran demi tujuan yang akan dicapai dan memusatkan konsentrasi untuk bersemedi Jika semua sesaji sudah siap, ritualis akan dibantu oleh juru kunci pertapaan untuk melaksanakan ritual juru kunci kemudian menata sesaji, membakar kemenyan dalam sebuah cobek dan membakar dupa dan lilin. Setelah semua siap kemudian juru kunci mengucapkan doa terlebih dahulu dengan maksud memperkenalkan pelaku dengan menyebutkan nama dan menghaturkan maksud dan tujuan sang ritualis juga menghaturkan sesaji sebagai persembahan simbolis kepada Tuhan.

Setelah juru kunci selesai memulai ritual dengan membacakan doa, giliran ritualis untuk bersemedi dan berdoa. Dalam proses ini sang ritualis

harus mampu mencapai tahap heneng, hening,eling, lalu sampai tingkatan

mayangkara (untuk pria) dan mayang sakara (untuk wanita). Keduanya sering disebut mayang gaseta. Ritualis akan memasuki suasana alam gaib, alam rame atau alam mudita, dan alam sunya ruri untuk merenungkan semuanya. Jika ritualis bisa mencapai tahap tersebut maka biasanya ia akan menerima sebuah sasmita atau petunjuk tertentu. Petunjuk yang datang biasanya bisa berupa gambaran nyata maupun sketsa, wisik (suara), dan cahaya. Pada tahap

ritualis harus bisa menyimpulkan dan merenungkan simbol yang didapat agar bisa merencanakan langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Jika ritualis sudah mampu menemukan apa maksud simbol yang dimaksud maka dalam tahap ini dia sudah mendapatkan wahyu.

Setelah ritual selesai biasanya sang pelaku dan juru kunci saling bertukar pikiran mengenai apa petunjuk yang diterima dari semedi. Jika ritualis tak bisa mendapatkan sebuah petunjuk biasanya juru kunci biasanya

selalu mendapatkan petunjuk atau wahyu yang harus disampaikan kepada

ritualis. Biasanya ritualis dan juru kunci saling bertukan pikiran untuk menemukan jawaban dari simbol itu.

Dari semua hal yang telah diuraikan ternyata ritual nggayuh wahyu di pertapaan Bang Lanpir dengan segala komponennya mempunyai nilai-nilai budaya yang memberikan pendidikan bagi masyarakat. Nilai budaya yang terkandung adalah nilai teori, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai estetika, dan nilai agama.

4. 2 Saran

Penelitian ini adalah yang pertama kali mengkaji tentang Pertapaan Bang Lanpir. Penulis meneliti dari sudut ritual yang dilakukan di Pertapaan Bang Lanpir. Penelitian yang dilakukan penulis bermaksud memberikan gambaran tentang ritual mistik kejawen bukanlah hal yang tabu dan sesat. Penulis berharap akan adanya penelitian dari tempat yang sama dengan mengkaji tentang penemuan Bang Lanpir secara mistis, perbandingan cerita versi juru kunci dan versi masyarakat sekitar dan sudut pandang lain yang tentunya masih banyak yang bisa digali dari Pertapaan Bang Lanpir.

Dokumen terkait