Kepada Yth.
Bapak Wayan Baglur dan Bapak Nasir
Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Register 47 dan Ketua Umbul Sekring Bawah
Pak Wayan, masih ingat dengansebuah rencana pendampingan dari sebuahNon Govermental Organization (NGO) yang bernama Kelompok Relawan Untuk Penguatan Peran Tani (KaWAN TANI), Lampung untuk mendatangi Kantor Kementerian Kehutanan di Gedung Wanabakti, di Jakarta Pusat, pada Tahun 2010?
Kunjungan tersebut adalah bagian dari rencana penyampaian kepada Menteri Kehutanan bahwasanya dari sejak lama masyarakat kita telah berada di kawasan hutan tersebut, dengan tata kelola yang selama ini sudah kita lakukan di Kawasan Register 47 Way Terusan, sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang.
Berdasarkan cerita-cerita yang saya dapatkan dari KaWAN TANI jelaslah bahwa Kawasan Hutan Produksi Register 47 Way Terusan, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung dengan luas ±12.500 hektar asalnyaadalah areal pengganti atas pelepasan kawasan hutan yang diperuntukkan bagi PT Bumi Sumber Sari Sakti (BS3) dari
masyarakat adat seluas ±10.510 hektar yang kemudian dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 785/Kpts-II/2000; sementara sisanya berasal dari kawasan hutan itu sendiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 256/KPTS-II/2000 yang menetapkan kawasan tersebut sebagai Kawasan Hutan Produksi Tetap Register 47 Way Terusan, Kabupaten Lampung Tengah.
Di lain pihak, areal pengganti itu sendiri sebenarnya berasal dari tiga komunitas adat, yakni;
Masyarakat Adat Desa Mataram, seluas 3.000 hektar, Masyarakat Adat Desa Mataram Ilir, seluas3.900 hektar, Masyarakat Adat Desa Surabaya Ilir, seluas 3.610 hektar.
Kemudian, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 316/Menhut-II/2005 ditunjuklah kawasan itu sebagai Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).Dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP KPHP-2009) membagi Kawasan Hutan Produksi Register 47 Way Terusan, Lampung Tengah ke dalam dua blok, yakni Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan.Alokasi blok perlindungan adalah di rawa-rawa dan daerah vital lainnya sementara blok pemanfaatan akan dikelola dengan pola Hutan Kemasyarakatan (Hkm) dan/atau Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Selanjutnya ada perubahan lagi dalam RPHJP KPHP Model Register 47 Way Terusan tahun 2013-2022; Kawasan Register 47 Way Terusan dibagi kedalam 3 Blok, yakni Blok Pemberdayaan, Blok Pemanfaatan dan Blok Perlindungan.
Di lain pihak pula, fakta ditingkat lapangan saat ini adalah terdapatnya±4.000 KK dengan ±20.000 jiwa yang memiliki ketergantungan dan menjadikan Kawasan Hutan Produksi Register 47 Way Terusan, Lampung Tengah sebagai sumber kehidupannya. Ketidakpastian, keraguan, dan rasa was-was karena belum adanya kepastian akses kelola menjadikan masyarakat lebih memilih untuk
melakukan pemanfaatan dengan tanaman yang bersifat semusim dan tanaman pangan.Bilapun terdapat tanaman kayu, itu hanya diwilayah-wilayah tertentu sehingga Kawasan Hutan Produksi Register 47 Way Terusan, Lampung Tengah kesannyatidak dalam kondisi rusak.
Kondisinya jauh lebih baik ketika awal masyarakat datang dan memanfaatkan Kawasan Hutan Produksi Register 47 Way Terusan, Lampung Tengah.Kita merasa nyaman bahwa kita memiliki lahan bertahan hidup yang akan menjamin masa depan kita dan anak cucu kita dimasa yang akan datang.
Sayang, kenyataan yang harus kita hadapi kurang menguntungkan. Wilayah yang Bapak dan anggota kelompok tani diami dan kelolaselama iniadalah wilayah yang akan dijadikan perkebunan tebu dengan skema Hutan Tanaman Industri (HTI).Persetujuan Prinsip (SP1) nya sudah dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 2010 kepada perusahaan PT Garuda Panca Artha (PT GPA). Dengan adanya persetujuan prinsip ini berarti perusahaan tinggal melengkapi dokumen AMDAL untuk segera mendapatkan izin. Situasi ini sangat tidak menguntungkan buat Bapak dan anggota Bapakkarena akan berhadapan dengan persoalan legalitas. Tentu bukan perkara mudah berhadapan dengan mereka yang konon kabarnya merupakan perusahaan besar dengan kekuatan sumber daya dan finansialyang mereka miliki. Berperkara dengan perusahaan sekaliber itu tentu akan banyak menyita waktu, pikiran, tenaga, dana, dan bahkan segala kemampuan ‘luar dalam’ yang kita rasa kita miliki. Untuk menghadapi kekuatan tersebut, kelompok masyarakat sipil (NGO) yang ada di Lampung bergerak, bergabung, atau kata yang keren pada masa ini berkoalisi, dengan maksud agar kita mampu meyeimbangkan antara kekuatan yang mereka miliki dengan itikad/semangat berjuang yang seadanya kita miliki.
Untuk memperkuat perjuangan Bapak, kelompok NGO membentuk Koalisi Penggiat Lingkungan untuk Keadilan Sumber Daya Alam dan Sosial.Kelompok tersebut terdiri dari 8 organisasi lingkungan yang ada di Lampung, yaitu WALHI Lampung, KaWAN TANI, AMAN
Lampung, KBH Lampung, MITRA BENTALA,PILAR Lampung, PUSSbik Lampung, dan Perkumpulan Kampung.
Kita mulai bergerak, bergerilya, menyusun berbagai strategi guna memenangkan pertarungan ini. Berbagai upaya kita lakukan mulai dari menyelenggarakan forum-forum diskusi kritis, menyatakan sikap untuk menolak izin yang menurut kita ajaib itu, menggelar talk show dan hearing, bertemu dengan pejabat pemerintah setempat, mengorganisir diri dalam kelompok tani….Semua kita lakukan. Kita berharap banyak agar kiranya apa yang kita lakukan ini merupakan jurus pamungkas untuk memenangkan episode ini.
Kita mempertimbangkan berbagai peluang untuk kita. Skema pengelolaan kawasan hutan yang secara legal ada payung hukumnya, yang bisa kita lakukan, mulai kita tawarkan. Skema pertama yang kita tawarkan adalah skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR). HTR, menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P 55/2011 dan P. 31/2013, dapat diajukan oleh perorangan yang dikoordinasikan oleh kelompok dengan batasan luasan lahan untuk pengajuan.Konsep ini serupa tapi tak sama dengan konsep Hutan Tanaman Industri yang menjadi konsepsi untuk perusahaan.
Kemudian ternyata skema HTR Ini belum menjadi peluang bagi kita untuk segera mendapatkan izin. Berdasarkan analisis yang kita lakukan, skema ini tidak dapat dilakukan oleh karena perusahaan telah mendapatkan Persetujuan Prinsip (SP1) itu tadi. Kita tidak pernah melakukan negosiasi apalagi sampai meminta kepada PT GPA atau Groupnya, tetapi melakukan lobby kepada Pemerintah Provinsi Lampung, melalui KOMISI AMDAL Provinsi, untuk tidak melanjutkan pembahasan AMDAL PT GPA, serta kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah lewat Dishutbun dan