• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertemuan keempat

Dalam dokumen RISKA EKAWATI (Halaman 61-69)

H. Indikator Keberhasilan

4) Pertemuan keempat

Pelaksanaan evaluasi pada siklus I tanggal 2 Februari 2014. Pertama-tama guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, kemudian mengecek kesiapan murid dan menginstruksikan untuk menyiapkan alat tulis-menulisnya.

Setelah murid siap, guru membagikan tes siklus I yang harus dikerjakan oleh

yang diberikan sampai bel pergantian pelajaran berbunyi.

Kegiatan evaluasi siklus I ini berjalan dengan lancar. Dan hasilnya dikumpulkan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Setelah semua murid mengumpulkan lembar jawabannya, guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

Berdasarkan evaluasi siklus I yang telah diberikan kepada murid, maka diperoleh hasil yang kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari nilai akhir yang diperoleh murid yaitu terdapat beberapa murid yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditentukan.

c. Observasi dan Evaluasi

Berikut ini data hasil observasi yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh penerapan pembelajaran kooperatif tipe picture and picture pada murid kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.

Berdasarkan hasil observasi itulah peneliti menggambarkannya data yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4.1: Hasil observasi aktifitas murid kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar selama penerapan model kooperatif tipe picture and picture

Dari hasil observasi siklus I ini sudah dapat terlihat adanya perubahan pola belajar murid yang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti mulai bertambah, murid yang melakukan kegiatan lain pada saat pembelajaran juga semakin berkurang, disamping itu mereka juga semakin aktif mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada murid kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar, peneliti memperoleh dan mengumpulkan data melalui instrumen tes siklus I. Dari hasil tes Siklus I dapat dilihat pada skor statistik distribusi dan disajikan ke dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.2: Skor Statistik Pemahaman IPS Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan Model Kooperatif tipe picture and picture pada siklus I

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa skor rata – rata Pemahaman IPA murid sebanyak 62,22. Skor terendah yang diperoleh murid adalah 40 dari skor yang mungkin dicapai 0-48 dan skor tertinggi yang diperoleh murid adalah 95 dari

6.

kemampuan murid cukup bervariasi.

Jika skor Pemahaman dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase sebagaimana berikut ini:

Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Pemahaman IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan model Kooperatif Tipe Picture and Picture pada siklus I

No Skor Kategori Frekuensi Persentase

1 88 – 100 Sangat Tinggi 3 11

2 75 – 87 Tinggi 4 15

3 62 – 74 Sedang 5 19

4 49 – 61 Rendah 9 33

5 0 – 48 Sangat Rendah 6 22

Jumlah 27 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa persentase skor pemahaman murid setelah diterapkan siklus I adalah sebesar 22% berada pada kategori sangat rendah, 34% berada pada kategori rendah, 19% berada pada kategori sedang, 15% berada pada kategori tinggi, dan 11% berada pada kategori sangat tinggi.

Adapun presentase Ketuntasan Pemahaman IPA yang diperoleh dari hasil belajar IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan siklus I ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5: Persentase Ketuntasan Pemahaman IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan model Kooperatif Tipe picture and picture pada siklus I

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 – 64 Tidak Tuntas 15 56

2 65- 100 Tuntas 12 44

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel di atas hasil belajar IPA yang diperoleh murid dengan nilai rata–rata dan pada ketuntasan hasil belajar IPA diperoleh 56% dikategorikan tidak tuntas dan 44% tuntas. Dari hasil yang diperoleh ini, dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi ketuntasan dalam proses belajar mengajar karena murid yang mencapai ketuntasan hanya 12 murid dari 27 murid. Karena itulah, peneliti berusaha untuk mengadakan perbaikan dengan cara melanjutkan penelitian pada siklus II untuk

0

Adapun presentase Ketuntasan Pemahaman IPA yang diperoleh dari hasil belajar IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan siklus I ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5: Persentase Ketuntasan Pemahaman IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan model Kooperatif Tipe picture and picture pada siklus I

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 – 64 Tidak Tuntas 15 56

2 65- 100 Tuntas 12 44

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel di atas hasil belajar IPA yang diperoleh murid dengan nilai rata–rata dan pada ketuntasan hasil belajar IPA diperoleh 56% dikategorikan tidak tuntas dan 44% tuntas. Dari hasil yang diperoleh ini, dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi ketuntasan dalam proses belajar mengajar karena murid yang mencapai ketuntasan hanya 12 murid dari 27 murid. Karena itulah, peneliti berusaha untuk mengadakan perbaikan dengan cara melanjutkan penelitian pada siklus II untuk

Tinggi Seddang Rendah S.Rendah

Adapun presentase Ketuntasan Pemahaman IPA yang diperoleh dari hasil belajar IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan siklus I ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5: Persentase Ketuntasan Pemahaman IPA Murid Kelas IV SD Inpres Bira I Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar setelah penerapan model Kooperatif Tipe picture and picture pada siklus I

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 – 64 Tidak Tuntas 15 56

2 65- 100 Tuntas 12 44

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel di atas hasil belajar IPA yang diperoleh murid dengan nilai rata–rata dan pada ketuntasan hasil belajar IPA diperoleh 56% dikategorikan tidak tuntas dan 44% tuntas. Dari hasil yang diperoleh ini, dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi ketuntasan dalam proses belajar mengajar karena murid yang mencapai ketuntasan hanya 12 murid dari 27 murid. Karena itulah, peneliti berusaha untuk mengadakan perbaikan dengan cara melanjutkan penelitian pada siklus II untuk

S.Rendah 22

d. Refleksi Tindakan Siklus I

Pada awal pelaksanaan siklus I, murid masih kurang bersemangat dan kurang memperhatikan pelajaran sehingga peneliti berusaha bagaimana dapat menarik perhatian murid dalam mengikuti proses pembelajaran yakni mengarahkan murid dengan memberikan motivasi dan memberikan banyak latihan yang menyenangkan berdasarkan materi yang telah dipelajari.

Berdasarkan hasil tes pada siklus I diperoleh rata-rata 62,96 yang berada pada kategori rendah. Dari segi ketuntasan belajar, terdapat 15 murid yang tidak tuntas dalam mengerjakan ujian dan dengan kesalahan yang cukup fatal murid masih kurang teliti dalam menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Setelah diterapkan siklus I sebesar 15% berada pada kategori sangat rendah, 34% berada pada kategori rendah, 15% berada pada kategori sedang, 23% berada pada kategori tinggi, dan 13%

berada pada kategori sangat tinggi.

Hal ini terjadi karena murid masih canggung dengan keberadaan peneliti dan dengan model Kooperatif tipe picture and picture yang diterapkan peneliti sehingga kondisi murid masih terlihat bingung dengan model tersebut dan murid masih kurang berminat dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, murid masih ragu dan malu menjawab pertanyaan lisan ketika diberikan pertanyaan oleh guru, terlebih lagi jika diberikan kesempatan untuk berkomentar atau bertanya dan berpendapat, biasanya hanya didominasi oleh dua sampai tiga orang saja. Hal ini masih terjadi pada pertemuan dua dan tiga. Berdasarkan hasil yang diperoleh murid pada siklus I mengindikasikan bahwa nilai yang diperoleh oleh murid mayoritas masih di bawah standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan departemen pendidikan nasional

mengadakan siklus II sebagai perbaikan pada siklus I.

Beberapa hal yang menjadi kendala atau kesulitan dalam pelaksanaan siklus I seperti rasa canggung murid terhadap peneliti, penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe picture and picture yang membuat murid bingung dan masih kurangnya minat belajar murid khususnya pada mata pelajaran IPA. Pada siklus II nantinya, peneliti akan berusaha kembali mengadakan perbaikan terhadap masalah-masalah tersebut. Membuat murid merasa nyaman dengan kehadiran peneliti dan lebih dalam lagi memperkenalkan model pembelajaran Kooperatif tipe picture and picture. Memberikan lebih banyak motivasi agar murid bisa tertarik mengikuti proses

pembelajaran. Menampilkan media pembelajaran yang dapat menarik perhatian murid sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan efektif.

2. Siklus II

Penerapan pembelajaran IPA pada siklus II melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Pelaksanaan tindakan kelas yang akan berlangsung pada siklus II sebagian sama dengan kegiatan pada siklus I. Tahap perencanaan pada siklus II mencakup kegiatan-kegiatan yaitu identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi berikut penetapan alternatif pemecahannya.

Kendala atau kesulitan dalam pelaksanaan siklus I seperti rasa canggung murid terhadap peneliti, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture yang membuat murid bingung dan masih kurangnya minat belajar murid khususnya pada mata pelajaran IPA akan diadakan perbaikan yaitu dengan berusaha

memperkenalkan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture dengan berbagai bentuk variasi. Memberikan lebih banyak motivasi agar murid bisa tertarik mengikuti proses pembelajaran. Menampilkan media pembelajaran yang dapat menarik perhatian murid sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan efektif.

Peneliti kembali bekerja sama dengan guru untuk merumuskan rencana pembelajaran sebagai kelanjutan sekaligus perbaikan dari rencana pada siklus sebelumnya. Dalam hal ini, peneliti dan guru lebih menekankan kepada pembelajaran yang dapat memberi kenyamanan kepada murid agar minat belajar murid bisa meningkat dari sebelumnya.

Pengembangan program tindakan yang perlu untuk mengatasi masalah yang muncul ataupun yang belum teratasi melalui tindakan pada siklus I. Peneliti mempersiapkan sumber dan bahan ajar berupa buku paket IPA dan yang lainnya.

Pembelajaran pada siklus II merupakan tindak lanjut pelaksanaan siklus pertama yang telah ditetapkan 4 kali pertemuan. Peneliti membuat media pembelajaran yang lebih baik lagi agar dapat menarik minat belajar murid. Selain media, peneliti berupaya mempersiapkan hadiah sebagai bentuk penghargaan kepada murid yang berprestasi. Hadiah dimaksudkan untuk memotivasi murid agar lebih giat lagi belajar dan aktif dalam proses pembelajaran.

Menyusun lembar observasi untuk mengetahui sampai sejauh mana perkembangan yang dialami murid selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran koopertaif tipe picture and picture. Seperti halnya untuk mengamati tingkat kehadiran murid, perhatian murid pada saat guru menjelaskan, murid yang tidak ragu untuk bertanya, murid yang selalu menjawab

yang melakukan kegiatan lain pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Peneliti berusaha mengembangkan atau membuat format evaluasi yang dapat mengasah kemampuan berpikir murid seperti memberikan latihan-latihan atau tes berupa soal-soal baik itu secara lisan maupun tertulis. Soal yang diberikan pun bervariasi. Tapi dalam hal ini untuk mengetahui hasil akhir dari pengetahuan murid atau tes evaluasi pada pertemuan keempat, peneliti menggunakan soal berupa essay.

Adapun soal uraian atau isian yang ada di buku IPA diberikan pada saat pembelajaran sedang berlangsung yaitu pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Tahap pelaksanaan pada siklus II selama 4 kali pertemuan yang diimplementasikan berdasarkan RPP yang telah disusun dan dapat dilihat pada lampiran. Pelaksanaan tindakan II hampir sama dengan pelaksanaan tindakan I hanya pada pelaksanaan tindakan II ini terdapat perbaikan yang masih diperlukan dari tindakan I. Materi yang disampaikan pada pelaksanaan tindakan II, yaitu penggolongan dan daur hidup hewan. Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

Dalam dokumen RISKA EKAWATI (Halaman 61-69)

Dokumen terkait