• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PAPARAN DATA

B. Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No 0525/Pdt G/

3. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya mengungkapkan bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana yang telah diuraikan dalam surat permohonan. Selain itu, berdasarkan pada permohonan Pemohon yang dikuatkan dengan keterangan Termohon bahwa selama dalam pernikahan antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 5 orang anak, dan termohon dalam keterangannya tidak mampu untuk melayani kebutuhan biologis dari Pemohon dan Termohon tidak terdapat cacat badan yang dapat menghalangi untuk menjalankan kewajibannya sebagai isteri.

Majelis Hakim juga mempertimbangkan bahwa syarat komulatif untuk beristeri lebih dari seorang dalam pasal 5 ayat (1) UU tahun 1974 telah dipenuhi oleh Pemohon dan syarat alternatife telah dipenuhi maka Majelis berpendapat bahwa permohonan tersebut dikabulkan.

Adapun dasar hukum yang dipedomani Majelis Hakim adalah syarat alternatif sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Kompilasi Hukum Islam, maupun syarat Kumulatif sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 . Pasal 4 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974. Pasal 88 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989. PP No. 50 Tahun 2009 Kompilasi Hukum Islam

Selain itu, karena perkara permohonan ijin poligami termasuk dalam bidang perkawinan, maka biaya perkaranya dibebankan kepada Pemohon. 5. Penetapan Majelis Hakim Atas perkara No. 0525/Pdt. G/2010/PA.SAL

Dalam menyelesaikan perkara No. 0525/Pdt. G/2010/PA.SAL Majelis Hakim mengeluarkan penetapan yang isinya adalah:

1. Menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan;

2. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang

sebesar Rp 191.000,- (seratus sembilan puluh satu ribu rupiah).

ANALISIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA No. 0525/Pdt. G/2010/PA.SAL

TENTANG DITERIMANYA IJIN POLIGAMI

A. Penyelesaian Terhadap Perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL

Pengadilan Agama Salatiga dalam menyelesaikan perkara permohonan ijin poligami berpedoman pada pasal 3, 4, dan 5 UU No. 1 Tahun 1974, pasal 40-44 PP No. 9 Tahun 1975, pasal 55-59 Kompilasi Hukum Islam.

Perkara permohonan ijin poligami Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL telah diselesaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga dengan dikeluarkannya penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL yang menerima permohonan ijin poligami Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail.

Proses penyelesaian perkara permohonan ijin poligami Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL sebagaimana tata cara penyelesaian perkara permohonan ijin poligami di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut:

1. Upaya damai

Majelis Hakim yang menangani perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL telah melakukan pemanggilan para pihak yaitu Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail dan Termohon Sugiyatun binti Ngadilan untuk hadir dalam persidangan. Kedua pihak tersebut hadir dalam persidangan dan Majelis Hakim berusaha menasehati Pemohon agar tidak mengajukan permohonan ijin poligami. Hal ini sesuai dengan pasal 130 ayat (1) HIR, pasal

154 R.Bg dan pasal 14 ayat (2) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang upaya damai pada setiap permulaan sidang perkara perdata. Usaha Majelis Hakim untuk menasehati pemohon tidak berhasil, sehingga proses pemeriksaan dilanjutkan dengan pembacaan surat permohonan ijin poligami Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail.

2. Pembacaan permohonan

Setelah Majelis Hakim mengupayakan upaya damai kepada Pemohon ijin poligami tidak berhasil, proses pemeriksaan dilanjutkan dengan pembacaan permohonan Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail yang dalam surat permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL memuat:

a. Identitas para pihak (nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, atau isteri/isteri-isteri. Surat permohonan ijin poligami Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail adalah:

Identitas Pemohon, Fathkur Rokhman Bin Ismail, berumur 42 Tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, pendidikan SLTA, bertempat tinggal di Dusun Manggisan RT 16/04Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

Identitas Termohon, Sugiyatun Binti Ngadilan, berumur 40 Tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Dusun Manggisan RT 16/04 Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

b. Posita (Alasan-alasan) untuk beristeri lebih dari seorang

Alasan Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail mengajukan permohonan ijin poligami adalah:

1) Pemohon kurang puas terhadap masalah bathin atau seksual terhadap Termohon.

2) Pemohon telah mendapatkan ijin tertulis dari Termohon.

3) Pemohon mempunyai kemampuan untuk menjamin kehidupan rumah

tangga kelak.

4) Pemohon bersedia berlaku adil terhadap isteri dan anak-anak. c. Petitum (tuntutan yang diminta), yaitu:

1) Mengabulkan permohonan Pemohon;

2) Menyatakan memberi ijin kepada Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail, untuk beristeri lebih dari seorang/poligami dengan seorang perempuan bernama Dwi Diyanti binti Ngadimin;

3) Membebankan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku;

Berdasarkan surat permohonan Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail yang diajukan di Pengadilan Agama Salatiga, yang pada dasarnya surat permohonan tersebut berisi identitas para pihak, posita (alasan-alasan) dan petitum (tuntutan yang diminta), ketiganya sudah saling berkaitan satu sama lain, sehingga syarat formal suatu permohonan yang berlaku di Pengadilan Agama sudah terpenuhi.

Surat permohonan ijin poligami Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL kemudian dibacakan oleh Majelis Hakim di persidangan yang pada intinya Pemohon tetap mempertahankan isi permohonan ijin poligami tersebut. Proses persidangan selanjutnya yaitu mendengarkan jawaban Termohon Sugiyatun binti Ngadilan.

Termohon Sugiyatun binti Ngadilan memberikan jawaban atas permohonan yang diajukan oleh Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail secara lisan di depan persidangan (sesuai pasal 121 ayat (2) HIR/pasal 145 (2) R.Bg jo pasal 132 ayat (1) HIR/pasal 158 (1) R.Bg yang menyatakan bahwa jawaban dapat dilakukan secara tertulis atau lisan) yang menerangkan bahwa Termohon tidak dapat sanggup melakukan hubungan suami isteri dan setiap berhubungan Termohon tidak mau melayani dengan alasan takut . Termohon dalam persidangan juga menyatakan bahwa kondisinya sehat.

Atas jawaban Termohon tersebut, kemudian Majelis Hakim melanjutkan proses persidangan dengan mendengarkan tanggapan (replik) Pemohon.

4. Replik Pemohon

Atas jawaban Termohon, Pemohon dalam repliknya membenarkan semua jawaban atau keterangan yang disampaikan Termohon dalam persidangan.

Berdasarkan proses jawab-menjawab yang terjadi di persidangan, Majelis Hakim perlu adanya pembuktian, karena jawaban Termohon yang disampaikan kepada Majelis Hakim dibenarkan oleh Pemohon. Hal ini sesuai dengan pasal 174 HIR, pasal 311 R.Bg, pasal 1925 BW dan pasal 1916 ayat (2) No. 4 BW yang menyatakan bahwa pengakuan murni di muka sidang merupakan bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya, dan bersifat menentukan karena tidak memungkinkan pembuktian lawan. Dengan adanya pembenaran atau pengakuan jawaban Termohon oleh Pemohon, maka sudah tepat apabila Majelis Hakim melanjutkan proses persidangan dengan pembuktian.

Berdasarkan tahap-tahap proses persidangan di atas, Majelis Hakim yang menangani perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL memberikan penetapan yang berupa penetapan yang isinya:

a. Menyatakan permohonan Pemohon dapat diterima;

b. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang hingga

kini terhitung sebesar Rp 191.000,- (seratus sembilan puluh satu ribu rupiah). Sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama, perkara permohonan ijin poligami adalah termasuk perkara kontensius, yakni perkara gugatan/permohonan yang didalamnya mengandung sengketa antara pihak-pihak yang berperkara, maka keputusan Majelis Hakim Pengadilan Agama yang menangani perkara permohonan ijin poligami adalah “penetapan”. Hal ini juga sama yang dikatakan Drs. H. A. Mukti Arto, SH (1996:41) yang menyatakan bahwa “perkara ijin ikrar talak dan poligami meskipun dengan istilah permohonan, tetapi karena mengandung sengketa maka termasuk perkara kontensius dan bertanda G”, maka penetapan Majelis Hakim adalah dengan memberikan “penetapan”.

Isi penetapan pertama perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL yang amarnya berbunyi “Menyatakan permohonan Pemohon dapat diterima”, sesuai dengan macam-macam amar penetapan pengadilan adalah tepat. Hal ini didasarkan pada persyaratan suatu permohonan dapat diterima apabila persyaratan formal suatu gugatan atau permohonan terpenuhi.

Surat permohonan ijin poligami yang diajukan oleh Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL di Pengadilan Agama Salatiga, sudah memenuhi syarat formal suatu permohonan yang di

dalamnya memuat identitas para pihak, posita (alasan-alasan) dan petitum (tuntutan yang diminta), ketiga hal tersebut sudah saling berkaitan.

Berdasarkan uraian di atas, amar penetapan pengadilan untuk perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL adalah “Menerima permohonan Pemohon” dan “Menyatakan permohonan Pemohon dapat dikabulkan”. Amar penetapan “Menyatakan permohonan Pemohon dapat diterima”, sangat tepat karena penulis mendasarkan hal tersebut pada persyaratan permohonan dapat diterima apabila syarat formal suatu perkara (gugatan maupun permohonan) terpenuhi dan pokok perkara sudah diperiksa atau sudah diadili. Permohonan ijin poligami perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL berdasarkan surat permohonannya sudah memenuhi syarat formal suatu permohonan dan dalam proses persidangannya pokok perkara sudah diperiksa oleh Majelis Hakim.

Permohonan ijin poligami perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL menurut penulis amar putusannya lebih tepat “Mengabulkan permohonan Pemohon”, karena alasan yang diajukan Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail dalam surat permohonan ijin poligaminya memenuhi syarat alternatif yang tercantum dalam pasal 4 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, yaitu pengadilan memberikan ijin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Isi penetapan kedua yang membebankan biaya perkara kepada Pemohon sudah sesuai dengan pasal 89 ayat (1) UU No. 7/1989 yang menyatakan bahwa biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon. Perkara permohonan ijin poligami adalah termasuk perkara dalam bidang perkawinan, maka sudah tepat apabila Majelis Hakim membebankan biaya perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL kepada Pemohon.

B. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Menetapkan Perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL

Berdasarkan pasal 62 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, segala penetapan dan putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Dalam pertimbangan hukum, hakim juga harus mempertimbangkan dasar hukum yang berlaku di Pengadilan Agama. Suatu pertimbangan hukum harus menggambarkan tentang bagaimana hakim dalam mengkwalifisir fakta/kejadian, penilaian hakim tentang fakta-fakta yang diajukan, hakim mempertimbangkan secara kronologis dan rinci setiap item baik dari pihak penggugat/pemohon maupun dari pihak tergugat/termohon, memuat dasar-dasar hukum yang dipergunakan oleh

hakim dalam menilai fakta dan memutus perkara baik hukum tertulis maupun tidak tertulis (misalnya: dalil-dalil syar’i dan sebagainya).

Pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL adalah:

1. Berdasarkan pada permohonan Pemohon yang dikuatkan dengan keterangan Termohon bahwa selama dalam pernikahan antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 5 orang anak, dan Termohon dalam keterangannya tidak sanggup untuk melayani kebutuhan biologis Pemohon,

Pemohon ijin poligami Fatkhur Rokhman bin Ismail yang telah menikah dengan Termohon Sugiyatun binti Ngadilan dan sudah dikaruniai 5 orang anak (Jihan Husna berumur 12 Tahun, Khotijah berumur 10 tahun, Ismail berumur 8 tahun, Yaenab berumur 5 tahun dan Ibrohim berumur 3 tahun).

Isteri Pemohon (Termohon Sugiyatun binti Ngadilan, 40 tahun) tidak terdapat cacat badan yang dapat menghalangi untuk menjalankan kewajibannya sebagai isteri namun tidak mampu untuk melayani kebutuhan biologis dari Pemohon..

2. Untuk mengajukan poligami, harus dipenuhi syarat alternatif sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, pasal 41 huruf (a) PP. No. 9 Tahun 1975, dan Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 4 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, pengadilan memberikan ijin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 41 huruf (a) PP. No. 9 Tahun 1975, ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah:

a. bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam, Pengadilan Agama memberikan ijin kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

1) isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

2) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; 3) isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain syarat alternatif di atas, syarat Kumulatif juga harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 41 huruf (a), (b) dan (c) PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 58 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

Pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anak-anak mereka.

a. ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi ialah:

1) bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; 2) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; 3) isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan.

c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:

1) surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja, atau

2) surat keterangan pajak penghasilan, atau

3) surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan.

d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Pasal 58 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, untuk memperoleh ijin Pengadilan Agama harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Dasar (alasan) yang diajukan Pemohon ijin poligami Fatkhur Rokhman bin Ismail perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL yaitu:

a. Pemohon kurang puas terhadap masalah bathin atau seksual terhadap Termohon.

b. Pemohon dengan calon isteri (Dwi Diyanti binti Ngadimin) telah kumpul bersama sebagaimana layaknya suami isteri.

c. Pemohon telah mendapatkan ijin tertulis dari Termohon.

d. Pemohon mempunyai kemampuan untuk menjamin menjamin kehidupan

rumah tangga kelak.

e. Pemohon bersedia berlaku adil terhadap anak dan isteri-isteri.

Alasan-alasan yang diajukan Pemohon tersebut memenuhi syarat kumulatifnya saja, sedangkan syarat alternatifnya juga terpenuhi. Sesuai Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 4 ayat (2) UU, Pasal 41 huruf (a) PP. No. 9 Tahun 1975, Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam yang disebut dengan syarat alternatif dan pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 41 huruf (a), (b) dan (c) PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 58 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang disebut syarat kumulatif, untuk memperoleh ijin poligami dari pengadilan syarat keduanya tersebut harus terpenuhi.

Dasar hukum poligami yang digunakan pengadilan dalam

menyelesaikan perkara permohonan ijin poligami yang meliputi syarat alternatif dan syarat kumulatif, keduanya harus dipenuhi. Pengaturan hukum mengenai poligami tersebut dimaksudkan untuk merealisasikan kemaslahatan yaitu

terwujudnya cita-cita dan tujuan perkawinan itu sendiri, yaitu rumah tangga yang kekal dan abadi yang diridhai Allah SWT dan didasarkan pada cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Karena itu, segala persoalan yang dimungkinkan akan menjadi penghalang bagi terwujudnya tujuan perkawinan tersebut harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi.

3. Syarat kumulatif telah dipenuhi oleh Pemohon dan syarat alternatif tersebut juga terpenuhi, maka Majelis berpendapat bahwa permohonan tersebut dikabulkan dan oleh karenanya permohonan tersebut patut untuk dapat diterima.

Permohonan ijin poligami perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL oleh Majelis Hakim diterima, menurut penulis sangat tepat karena suatu perkara dikabulkan apabila:

a. Penegasan identitas para pihak jelas. b. Posita (pokok permasalahan) jelas. c. Petitum sesuai dengan posita.

Berdasarkan surat permohonan Pemohon Fatkhur Rokhman bin Ismail, ketiga syarat suatu perkara diterima, sehingga sangat tepat apabila perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL dikabulkan oleh Majelis Hakim.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan melihat dan mencermati uraian bab pertama sampai dengan bab keempat skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang suami mengajukan poligami dalam perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL sebagai berikut:

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri

b. Isteri tidak mau lagi berkumpul dengan suami dengan alasan takut

c. Isteri mempunyai trauma yang mendalam mengingat sudah mempunyai 5 anak

2. Tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia terhadap penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL

a. Tinjauan Hukum Islam tentang poligami

Islam sebagai syari’at terakhir, universal serta merupakan rahmat bagi seluruh alam telah mengabsahkan poligami yang telah berjalan jauh sebelumnya. Hanya saja pengabsahan ini disertai dengan pembatasan dan persyaratan- persyaratan tertentu tinjauan Perundang-undangan di Indonesia tentang poligami. Menurut Undang-Undang Perkawinan pasal 4 (2), poligami boleh dilakukan oleh seseorang dengan alasan:

2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. 3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan

poligami diperbolehkan apabila memenuhi syarat-syarat yang telah termuat dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 4 (1), yang isinya sebagai berikut: 1) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri.

2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri- istri dan anak-anaknya.

3) Adanya jaminan bahwa suami akan berbuat adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka

3. Pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara permohonan ijin poligami No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL adalah

a. Terpenuhi syarat alternatif sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, pasal 41 huruf (a) PP. No. 9 Tahun 1975, dan Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam. Diantaranya memberikan ijin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

1) isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

2) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

3) isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Terpenuhi syarat Kumulatif juga harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 41 huruf (a), (b) dan (c) PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 58 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

c. Pasal 121 ayat (2) HIR/pasal 145 (2) R.Bg jo pasal 132 ayat (1) HIR/pasal 158 (1) R.Bg yang menyatakan bahwa jawaban dapat dilakukan secara tertulis atau lisan) yang menerangkan bahwa Termohon tidak dapat sanggup melakukan hubungan suami isteri dan setiap berhubungan Termohon tidak mau melayani dengan alasan takut

d. Pasal 174 HIR, pasal 311 R.Bg, pasal 1925 BW dan pasal 1916 ayat (2) No. 4 BW yang menyatakan bahwa pengakuan murni di muka sidang merupakan bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya, dan bersifat menentukan karena tidak memungkinkan pembuktian lawan. Dengan adanya pembenaran atau pengakuan jawaban termohon oleh pemohon.

B. Saran-saran

1. Untuk Hakim Pengadilan Agama Salatiga

Permohonan ijin poligami di Pengadilan Agama adalah termasuk perkara kontensius walaupun dengan istilah permohonan, maka hendaknya para hakim yang menangani perkara poligami mempertimbangkan dasar hukumnya sehingga penetapan yang dikeluarkan nantinya akan sesuai dengan rasa keadilan. 2. Untuk Masyarakat

Walaupun beristeri lebih dari seorang (poligami) diperbolehkan oleh Islam namun harus berlaku adil dalam lahir maupun bathin serta mampu dalam segi ekonomi.

C. Penutup

Meskipun tulisan ini telah diupayakan secermat mungkin namun mungkin saja ada kekurangan dan kekeliruan. Menyadari akan hal itu, penulis mengharap kritik dan saran menuju kesempurnaan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1990. Karakteristik Hukum Islam dan Perkawinan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Abu Fathan , Muhammad. 2004. Seks Islami Panduan Untuk Pasangan Menikah, Bandung: Marja.

Abdullah, Haidar. 2003. Kebebasan Seksual dalam Islam, Cet. ke-1, Jakarta: Pustaka Zahra.

Adhim, M. Fauzil, 1998. Kado Perkawinan Untuk Istriku, Yogyakarta: Mitra Pustaka. A-Sanan, Ariij binti Abdurahman. 2006. Memahami Keadilan dalam Poligami. Jakarta,

Darus Sunnah Press.

Al-Attar, Abdul Nasir Taufiq. 1976. Poligami di Tinjau dari Segi Agama, Sosial dan Perundang Undangan, Terj: Khotijah Nasution, Jakarta: Bulan bintang.

Aj-Jahrani, Musfir Husain. 1996. Nazaratun fi Ta’addudi az-Zaujat, Penerj. Muh. Suten Ritonga “Poligami dari Berbagai Persepsi”, Jakarta: Gema Insani Press. Aj-Jahrani, Musfir.1996 . Poligami dari Berbagai Persepsi, Jakarta: Gema Insani Press. Departemen Agama RI. 1995. Al Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : CV. Toha

Putra.

Al-Ghazali, Imam. 1993. Etika Perkawinan (Membentuk Keluarga Bahagia), Alih Bahasa Abu Asma Anshari, Jakarta: Pustaka Panji Mas.

Al-Quthb, Muhammad. 1999. Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, Bandung: Cv. Diponegoro.

Ali, Mohammad Daud. 2002. Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cet 2.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, cet. 12.

Arto, Mukti. 1996. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. 1.

Ash Shieddieqy. 2001. Tengku Muhammad Hasbi, Al-Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet. 2.

As-Sya’rawi, Syaikh Mutawalli. 2010. Fiqh Al-Mar’ah Al-Muslimah (Fikih Perempuan (Muslimah)), Penj. Yessi HM. Basyaruddin, LC., Amzah, cet. 1.

Bisri, Cik Hasan. 2000. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cet. 3.

Depag RI. 2000. Al-‘Aliyy, Al-Qur'an dan Terjemahnannya, Bandung: Diponegoro. Depag RI. 1993. Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Waah,

Drajat, Zakiyah. 1982. Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang.

Dokumen terkait