Hal. 84 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terjadi di Persidangan selama pemeriksaan sengketa ini selengkapnya sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Persidangan di dalam sengketa ini adalah merupakan satu kesatuan dengan uraian Putusan ini;
Menimbang, bahwa pada akhirnya Para Pihak menyatakan cukup dan mohon Putusan;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Gugatan Penggugat adalah sebagaimana terurai pada Duduk Sengketa tersebut diatas;
Menimbang, bahwa Objek Sengketa dalam sengketa ini yang selanjutnya akan disebut “Objek Sengketa” adalah Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 888/III.2-897.9/A.SK/VII/BKD/2016 Tanggal 15 Juli 2016 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Atas Nama Rika Hariyati, S.PdI (lihat Bukti P-1= T-26);
Menimbang, bahwa atas Gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah menyampaikan Eksepsi dalam surat Jawabannya tertanggal 13 Desember 2016;
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan tentang pokok sengketanya, Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan Eksepsi Tergugat yang selengkapnya sebagaimana terurai pada bagian Duduk Sengketa putusan ini sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI
Menimbang, bahwa Eksepsi Tergugat tersebut pada pokoknya mendalilkan sebagai berikut:
1. Eksepsi Mengenai Kewenangan Absolut;
Hal. 85 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD yang diamanatkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Pasal 129 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
2. Eksepsi Mengenai Gugatan Penggugat Prematur;
Bahwa Penggugat mengakui tidak pernah melakukan upaya administratif terlebih dahulu namun langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara;
3. Eksepsi Mengenai Gugatan Penggugat Kurang Pihak;
Bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan dari Inspektorat Kabupaten Kutai Kartanegara bersifat final dan memiliki keterkaitan dengan Objek Sengketa dan Penggugat merasa dirugikan dengan tindakan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, maka dengan tidak dimasukkannya Inspektorat Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam gugatan ini adalah Gugatan Penggugat Kurang Pihak;
4. Eksepsi Mengenai Gugatan Penggugat Obscuurlibel; 4.1. Dasar Hukum Gugatan Tidak Jelas;
Bahwa Penggugat menjadikan ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sebagai landasan pengajuan gugatan, dimana kedua ketentuan perundang-undangan tersebut tidak mengatur tentang sengketa kepegawaian sehingga dasar gugatan Penggugat tidak jelas;
4.2. Identitas Penggugat Tidak Jelas;
Hal. 86 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD pekerjaan Penggugat adalah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sedangkan baik secara de facto maupun de jure Penggugat sudah tidak berhak lagi menyatakan dirinya sebagai CPNS berdasarkan Objek Sengketa dalam sengketa ini;
Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan bantahan terhadap Eksepsi Tergugat tersebut dalam Replik secara tertulis tertanggal 22 Desember 2016 yang pada pokoknya menyatakan menolak Eksepsi Tergugat dan tetap pada dalil Gugatannya semula;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan terlebih dahulu mempertimbangkan Eksepsi Tegugat mengenai kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dibatasi secara limitatif pada Pasal 2, Pasal 48, dan Pasal 49 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa:
”Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan meyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara”;
Menimbang, bahwa mengenai Sengketa Tata Usaha Negara diatur pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyebutkan bahwa:
“Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara termasuk sengketa
Hal. 87 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
Menimbang, bahwa untuk mengetahui apakah sengketa a quo merupakan sengketa tata usaha negara yang menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah sengketa a quo terjadi akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara dengan terlebih dahulu mencermati unsur, sifat, dan kriteria keputusan yang menjadi Objek Sengketa;
Menimbang, bahwa Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menentukan Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang dan badan hukum perdata ;
Menimbang, bahwa berdasarkan kriteria suatu keputusan tata usaha negara sebagaimana yang ditentukan Pasal 1 angka 9 tersebut diatas dengan mencermati isi Objek Sengketa, maka dapat ditentukan bahwa Objek Sengketa merupakan penetapan tertulis berupa surat keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati Kutai Kartanegara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang tercantum dalam konsiderannya yang ditujukan langsung kepada Rika Hariyati, S.PdI (Penggugat) dimana keputusan tersebut tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut oleh pejabat tata usaha negara lainnya (bersifat final) dan telah menimbulkan akibat hukum kepada Penggugat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, dengan demikian Objek Sengketa telah memenuhi unsur suatu Keputusan Tata Usaha Negara sesuai Pasal 1 angka 9 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Hal. 88 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD Menimbang, bahwa selanjutnya untuk menjawab dalil Eksepsi Kesatu Tergugat mengenai Kompetensi Absolut sekaligus Eksepsi Kedua Tergugat tentang Gugatan Penggugat Prematur yang kedunya didalilkan terkait Upaya Administratif, Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek Sengketa dalam sengketa ini dibatasi secara limitatif sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Menimbang, bahwa Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur bahwa:
Ayat (1) : Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia;
Ayat (2) : Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan; Menimbang, bahwa terkait upaya administratif dalam sengketa kepegawaian dengan mencarmati Objek Sengketa in litis Majelis Hakim berpedoman pada ketentuan Pasal 129 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berbunyi:
(1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif;
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari keberatan dan banding administratif;
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan
Hal. 89 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum;
(4) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada badan pertimbangan ASN;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menimbang, bahwa berdasarkan norma Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara tentang keberatan dan banding administrasi merupakan satu sistem dalam penyelesaian sengketa Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Upaya Administrasif sehingga baik keberatan maupun banding administrasi dapat dilaksanakan apabila syarat di dalam Pasal 129 Undang-Undang tersebut terpenuhi yaitu harus adanya Badan Pertimbangan ASN dan Peraturan Pemerintah mengenai upaya administratif dan Badan Pertimbangan ASN;
Menimbang, bahwa hingga saat ini belum ada Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana yang mengatur upaya administratif dan Badan Pertimbangan ASN, dan hingga saat ini belum ada Badan Pertimbangan ASN, dimana Badan Pertimbangan ASN berbeda dengan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) karena hal ini menyangkut kewenangan atributif yang dimiliki Badan Pertimbangan ASN sehingga tidak dapat ditafsirkan lain;
Menimbang, bahwa karena saat ini ada kekosongan hukum terkait penyelesaian sengketa Pegawai ASN maka Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
Hal. 90 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD Menimbang, bahwa dikarenakan Objek Sengketa merupakan Keputusan Tata Usaha Negara dan masih ada kekosongan hukum terkait penyelesaian sengketa pegawai ASN maka Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda secara langsung dapat memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara a quo:
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas, maka sengketa ini telah memenuhi kriteria suatu sengketa tata usaha negara dan merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dengan demikian Eksepsi Tergugat mengenai Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dan Gugatan Prematur beralasan hukum untuk dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Ketiga Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kurang Pihak yang didasarkan alasan bahwa Inspektorat Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara tidak didudukan sebagai pihak dalam sengketa ini;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata;
Menimbang, bahwa Objek Sengketa dalam sengketa ini (lihat Bukti P-1 = T-26) adalah Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Bupati Kutai Kartanegara dan bersifat final sehingga dapat ditentukan bahwa dengan didudukannya Bupati
Hal. 91 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD Kutai Kartanegara sebagai Tergugat dalam sengketa ini telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Eksepsi Tergugat mengenai Gugatan Penggugat Kurang Pihak tidak beralasan hukum dan untuk itu dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa selanjutnya untuk mempertimbangkan Eksepsi Keempat Tergugat mengenai Gugatan Penggugat Obscuurlibel yang didasarkan pada alasan bahwa dasar hukum gugatan dan identitas Penggugat tidak jelas, Majelis Hakim mengacu pada ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara untuk menilai jelas atau tidaknya suatu gugatan yang mensyaratkan bahwa suatu Gugatan harus memuat identitas Penggugat dan Tergugat berserta dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan;
Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim kembali mencermati Surat Gugatan Penggugat yang telah dinyatakan sempurna pada Pemeriksaan Persiapan sengketa ini dan didalamnya telah lengkap memuat identitas Para Pihak, dasar gugatan, dan petitum sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka dengan demikian Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Obscuurlibel tidak beralasan hukum dan patut untuk dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa diluar eksepsi yang diajukan oleh Tergugat tersebut diatas, Majelis Hakim akan mempertimbangkan aspek formal gugatan lainnya yaitu apakah Penggugat memiliki kedudukan hukum dan kepentingan dalam
Hal. 92 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD mengajukan gugatan in litis, untuk itu Majelis Hakim berpedoman pada ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa ;
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan / atau direhabilitasi.”
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan tersebut Pasal 53 ayat (1) tersebut di atas, maka yang memiliki kedudukan hukum sebagai penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun di daerah;
Menimbang, bahwa Penggugat adalah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Tergugat pada tanggal 27 April 2015 (lihat P-18) dan kemudian merasa kepentingannya dirugikan akibat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai CPNS oleh Tergugat berdasarkan Objek Sengketa (lihat bukti P-1=T-26), sehingga dengan adanya hubungan sebab akibat antara diterbitkannya Objek Sengketa dengan diajukannya Gugatan dalam sengketa ini, maka Penggugat memiliki kedudukan hukum dan dapat menunjukkan adanya kepentingan dalam mengajukan Gugatan a quo;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah gugatan a quo diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan gugatan
Hal. 93 dari Hal. 114 Putusan Perkara Nomor 38/G/2016/PTUN.SMD sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur bahwa:
“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.;
Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan dalam Gugatannya perihal diterimanya Objek Sengketa oleh Penggugat pada tanggal 20 Oktober 2016 berdasarkan Daftar Tanda Terima Asli Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara (lihat Bukti P-2), maka dengan didaftarkannya Gugatan in casu di Bagian Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada tanggal 3 Nopember 2016, Majelis Hakim berpendapat bahwa Gugatan a quo masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari pengajuan gugatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan eksepsi dan formal gugatan tersebut diatas, maka sengketa ini telah memenuhi seluruh aspek formal suatu Gugatan Tata Usaha Negara dan selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan pokok sengketanya;