• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III RESEPSI PERNIKAHAN

C. Pertimbangan Hakim

Bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah seperti diuraikan di atas.

Berdasarkan bukti P.1 berupa Asli Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor XX/DN/III/2012, tertanggal 27 Maret 2012 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Tanah Sareal, Kota Bogor, dan telah dicocokan dengan aslinya, maka berdasarkan ketentuan Pasal 165 HIR Majelis hakim dapat menerima sepenuhnya alat bukti tersebut sebagai bukti yang sempurna dan oleh karenanya harus dinyatakan bahwa, antara Pemohon dengan Termohon telah dan masih terikat dalam suatu ikatan perkawinan yang sah dan belum pernah bercerai sebagai landasan yuridis formal, maka telah terbukti menurut hukum antara Pemohon dengan Termohon sejak tanggal 17 Maret 2012 telah terikat perkawinan yang sah sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam.

Majelis hakim telah berusaha menasehati Pemohon agar mempertahankan rumah tangganya dengan Termohon tidak berhasil, dan ternyata Termohon tidak pernah datang menghadap di persidangan, sehingga untuk mediasi juga tidak dapat terlaksana. Selanjutnya oleh karena Termohon tidak hadir dan tidak ada petunjuk lain

6

tentang ketidakhadirannya, maka Majelis hakim memandang tidak perlu ada replik duplik dalam persidangan ini.

Atas permohonan Pemohon sebagaimana tersebut di atas; Termohon telah dipanggil secara patut dengan relaas-relaas di atas, namun ternyata Termohon sampai pada hari sidang yang telah ditetapkan tidak pernah datang menghadap dan tidak mengutus orang lain sebagai kuasanya yang sah, sedangkan ketidak hadiran Termohon ternyata tidak terdapat suatu halangan yang sah menurut hukum. Oleh karena itu perkara ini dapat diperiksa tanpa kehadiran Termohon dan dapat diputus dengan verstek sesuai dengan ketentuan pada Pasal 125 ayat (1) HIR dan Majelis Hakim di dalam putusannya mengambil pendapat Ulama, sebagaimana yang terdapat di dalam Kitab al-Anwar juz II halaman 149 yang artinya: “Apabila Termohon

berhalangan hadir karena bersembunyi atau enggan, maka hakim boleh memeriksa permohonan tersebut dan alat-alat bukti yang diajukan dan memberikan

keputusannya”.7

Adapun pendapat Ulama tersebut diambil alih oleh Majelis hakim sebagai bahan pertimbangan hukum dalam perkara ini.

Meskipun demikian karena perkara ini merupakan perkara perceraian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang Perkawinan jo Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor Nomor 50 Tahun 2009 atas perubahan dan perbaikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

7

Peradilan Agama, maka Majelis perlu dan telah mendengarkan keterangan 2 (dua) orang saksi keluarga/orang dekat dengan para pihak.

Adapun 2 orang saksi tersebut yaitu saksi I ibu kandung Pemohon dan saksi II saudara sepupu Pemohon, di bawah sumpahnya telah memberikan kesaksian yang pada pokoknya mendengar bahwa, sejak 3 hari setelah menikah, sudah tidak rukun lagi karena Pemohon keluar dari rumah mertua menuju ke rumah orang tua Pemohon dan sampai permohonan diajukan tidak pernah kembali lagi dan tidak tinggal se-rumah dengan Termohon dan ketika acara resepsi perkawinan Pemohon dan Termohon dilangsungkan di rumah orang tua Pemohon, Termohon sebagai isteri malahan tidak datang sehingga kejadian tersebut menimbulkan sakit hati keluarga Pemohon.

Alat bukti saksi yang dihadapkan Pemohon telah memenuhi syarat formil sebagai saksi. Oleh karena itu, keterangan yang disampaikan kepada Majelis dianggap sesuai dan relevan dengan pokok perkara, serta sesuai dengan ketentuan Pasal 170 HIR, maka keterangan saksi-saksi tersebut dapat diterima dan dapat dijadikan sebagai alat bukti. Selanjutnya oleh karena Pemohon tidak keberatan atas keterangan kedua orang saksi tersebut dan nilai keterangan dua orang saksi tersebut saling menguatkan dan bersesuaian serta saling meneguhkan antara satu dengan yang lainnya, maka keterangan kedua orang tersebut dapat dipercaya kebenarannya dan dapat dipertimbangkan.

Berdasarkan pada pertimbangan tersebut di atas, telah diperoleh fakta hukum dalam persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

1) Bahwa, Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang sah sejak tanggal 17 Maret 2012;

2) Bahwa, rumah tangga Pemohon dan Termohon semula berlangsung rukun dan harmonis;

3) Bahwa, sejak 3 hari setelah acara pernikahan dilangsungkan antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak harmonis lagi karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;

4) Bahwa, faktor penyebab perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dengan Termohon adalah masalah pembayaran biaya pesta perkawinan;

5) Bahwa, berawal dari perselisihan tentang biaya pembayaran pesta pernikahan, kemudian berbuntut pada sikap Termohon dan orang tuanya yang tidak menghadirinya resepsi perkawinan Pemohon dengan Termohon, padahal Pemohon sudah berusaha menjemput Termohon ke rumah orang tuanya agar dapat menghadiri acara tersebut karena nantinya yang akan duduk bersanding di pelaminan adalah Pemohon dan Termohon, sementara itu Termohon tidak hadir dan tamu undangan sudah berdatangan;

6) Bahwa, akibatnya sejak tanggal 19 Maret 2012 hingga permohonan diajukan antara Pemohon dengan Termohon pisah tempat tinggal;

8) Bahwa, permohonan Pemohon tidak melawan hukum.

Bahwa dengan kondisi rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagaimana tersebut di atas, maka Majelis hakim berpendapat bahwa secara faktual dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah terjadi konflik dan tidak harmonis lagi serta perkawinan telah pecah (marriage breakdown) dan adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus di antara keduanya. Dan telah pisah rumah sejak 3 bulan yang lalu. Dengan kondisi tersebut rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada rasa saling mengasihi dan menyayangi terutama saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak terhadap yang lainnya, sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan kehendak Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan tujuan perkawinan untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sesuai dengan petunjuk Al-Qur‟an surat

al-Rum ayat 21 sulit tercapai dan tidak ada harapan untuk dapat rukun kembali. Bahwa terhadap keinginan Pemohon untuk menceraikan Termohon, Majelis mengutip firman Allah Swt dalam Q.S Al-Baqarah (2): 227















(

ةرقبلا

(227: 2/

Artinya: “Dan jika mereka berazam (berketetapan hati) untuk mentalak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”8

Majelis hakim berpendapat bahwa permohonan Pemohon telah sesuai dan telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

Pemohon dan Termohon selama dalam perkawinannya telah berhubungan sebagaimana layaknya suami isteri (ba’dadukhul) dan belum pernah bercerai, maka berdasarkan ketentuan Pasal 118 Kompilasi Hukum Islam, talak yang dijatuhkan oleh

Pemohon terhadap Termohon adalah talak satu raj‟i.

Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis hakim berkesimpulan bahwa sudah terdapat cukup alasan untuk memberikan izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon.

Dokumen terkait