• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Daerah

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Daerah

Jika didefinisikan secara singkat, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Makna kata proses dalam definisi tersebut adalah bahwa pertumbuhan bukan merupakan gambaran ekonomi pada suatu saat melainkan sebuah aspek dinamis dari suatu perekonomian yang berubah dari waktu ke waktu. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga terkait erat dengan kenaikan output per kapita yang ditinjau dari dua sisi yaitu dari sisi output total (GDP) dan dari sisi jumlah penduduk.

Suatu teori pertumbuhan ekonomi harus mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi GDP total dan yang mempengaruhi jumlah penduduk. Dengan kata lain, teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP total dan

teori mengenai pertumbuhan penduduk. Aspek lain dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Suatu perekonomian dikatakan tumbuh jika memiliki kecenderungan untuk mengalami kenaikan output per kapita dari tahun ke tahun dalam jangka waktu yang relatif lama. Aspek lain di luar definisi tersebut adalah suatu pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating yang berarti bahwa proses pertumbuhan tersebut menghasilkan kekuatan atau momentum bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut pada periode-periode selanjutnya.

Teori pertumbuhan ekonomi sendiri dapat diartikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor penentu kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai interaksi faktor-faktor tersebut satu sama lain sehingga proses pertumbuhan itu terjadi. Teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi yang menjadi rujukan dalam analisis ekonomi antara lain;

Pertama, teori pertumbuhan Adam Smith. Aspek utama yang mendasari teori pertumbuhan Adam Smith adalah pertumbuhan output total. Output ini merupakan hasil dari proses dalam sistem produksi yang terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan stok kapital. Penjelasan lebih jauh tentang stok (akumulasi) kapital dijelaskan dalam teori tentang spesialisasi dan pembagian kerja. Akumulasi kapital akan mempengaruhi produktivitas melalui spesialisasi dan pembagian kerja apabila memenuhi beberapa syarat penunjang, yaitu: perluasan pasar, tingkat keuntungan yang memadai, dan pertumbuhan penduduk.

Kedua, teori pertumbuhan David Ricardo. Asumsi-asumsi yang digunakan Ricardo untuk menjelaskan teorinya adalah: (1) jumlah faktor produksi tanah tidak

bisa bertambah (terbatas jumlahnya), (2) peningkatan (penurunan) tenaga kerja ditentukan oleh tinggi (rendah) upah minimal, atau dikenal dengan tingkat upah alamiah (natural wage), (3) akumulasi kapital terjadi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik kapital berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi, (4) kemajuan teknologi terjadi dari waktu ke waktu, dan (5) dominasi sektor pertanian.

Menurut Ricardo, ada dua aspek penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, yaitu: law of diminishing return dan kemajuan teknologi. Law of Diminishing Return

dapat diartikan bahwa apabila salah satu input tetap, sedangkan input-input lain variabel ditambah penggunaannya maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap unit tambahan input variabel tersebut mula-mula meningkat. Akan tetapi, tambahan tersebut kemudian akan menurun jika input variabel terus ditambah. Disisi lain, kemajuan teknologi bisa meningkatkan produktivitas tenaga kerja maupun produktivitas kapital. Jika kemajuan teknologi cukup cepat maka dampak dari law of diminishing return dapat dihambat, bahkan dinetralisir.

Ketiga, teori pertumbuhan Lewis. Menurut Lewis, proses pertumbuhan ekonomi terjadi dalam perekonomian dua sektor, yaitu: (1) sektor tradisional dengan produktivitas rendah dan sumber tenaga kerja yang melimpah (tingkat upah di sektor ini berada pada tingkat subsistensi), dan (2) sektor modern dengan produktivitas tinggi dan sebagai sumber akumulasi kapital. Hal-hal penting dari teori pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Lewis adalah: (1) tidak mengharuskan adanya posisi stastioner sebagai hasil akhir dari suatu pertumbuhan, (2) dengan mudah

memasukkan kasus adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern, (3) tingkat upah subsistensi sebagai tingkat upah minimal yang dianggap oleh masyarakat untuk dapat menghidupi seorang buruh dan keluarganya, (4) Model Lewis mempunyai implikasi terhadap distribusi pendapatan masyarakat (selama kurva suplai tenaga kerja masih horizontal, akan terjadi akumulasi kekayaan pada golongan kapitalis sektor modern sehingga dapat menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan), dan (5) kelemahan dari teori Lewis, bahwa teori ini hanya menekankan peranan akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan dan mengabaikan faktor-faktor lainnya seperti terbatasnya kekayaan alam, suplai tenaga kerja, peranan perbaikan produktivitas kerja, dan lain sebagainya.

Keempat, teori pertumbuhan Schumpeter. Schumpeter menekankan pentingnya inovasi sebagai penggerak aktivitas ekonomi. Adapun jenis-jenis dari inovasi antara lain: (1) diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada, (2) diperkenalkannya cara berproduksi baru, (3) pembukaan daerah-daerah pasar baru, (4) penemuan sumber-sumber bahan mentah baru, dan (5) perubahan organisasi industri yang dapat meningkatkan efisiensi industri. Dampak dari adanya inovasi meliputi: (1) diperkenalkannya teknologi baru, (2) inovasi menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting bagi akumulasi kapital, dan (3) inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses imitasi, yaitu adanya pengusaha-pengusaha yang meniru teknologi baru.

Kelima, teori pertumbuhan Harrod-Domar. Menurut Harrod–Domar, tingkat pertumbuhan GNP (GNP ditentukan oleh national saving ratio (s) dan capital output

ratio (k). Meskipun tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak bagian GNP yang ditabung dan diinvestasikan, maka pertumbuhan GNP pun akan semakin besar) dan berbanding terbalik dengan capital-output ratio dari suatu perekonomian (semakin besar capital-output ratio, maka tingkat pertumbuhan GNP akan semakin rendah). Dalam teori pertumbuhan Harrod-Domar juga dikenal dua istilah penting, yaitu: Warranted Rate of Growth (WRG) dan Natural Rate of Growth

(NRG). WRG adalah laju pertumbuhan yang menjamin keseimbangan antara output

potensial dan permintaan Eviews (yang secara umum menjamin keseimbangan di pasar barang) sehingga stok kapital masyarakat tidak ada yang menganggur. NRG merupakan laju pertumbuhan ekonomi yang disyaratkan oleh pasar tenaga kerja agar tidak ada tenaga kerja yang menganggur (full employment).

Keenam, teori pertumbuhan Solow-Swan. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah adanya constant return to scale, diminishing return untuk masing-masing

input, dan adanya elastisitas substitusi antar input. Menurut Solow–Swan, bahwa investasi pada kapital dan pertumbuhan populasi tidak dapat, dengan sendirinya, meningkatkan pertumbuhan pendapatan per kapita secara berkelanjutan. Penemuan teknologi baru menjadi faktor penting dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Perkembangan teknologi tersebut berasal dari luar model sehingga teori Solow–Swan dikenal dengan exogenous growth model.

Ketujuh, teori pertumbuhan Lucas-Romer. Lucas-Romer menyatakan bahwa inovasi teknologi merupakan akumulasi dari pengetahuan. Akumulasi pengetahuan

tersebut tercermin dalam human capital yang dapat dijelaskan di dalam model, begitu pula dengan penentu pertumbuhan dalam jangka panjang. Dengan dasar ini, maka teori Lucas-Romer disebut juga sebagai Endogenous Growth Theory. Anggapan yang dikembangkan dalam teori ini adalah bahwa rata-rata pertumbuhan ditentukan atau berasal dari keseimbangan yang tercipta dari dalam model, bukan dari faktor-faktor di luar model. Selain itu, teori ini juga berusaha menangkap adanya kemajuan teknologi ke dalam model, tidak sekedar menganggapnya sebagai faktor eksogen. Teori-teori yang dijelaskan di atas adalah teori-teori pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan secara umum proses pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Lalu bagaimana teori pertumbuhan dapat menjelaskan ekonomi suatu wilayah secara lebih spesifik. Hal ini dapat dijabarkan dengan melakukan kajian terhadap teori-teori pembangunan ekonomi lokal/regional. Secara sederhana, Blakely dan Bradshaw (2000) merumuskan bahwa pembangunan ekonomi regional dan lokal merupakan perkalian antara kapasitas area (ekonomi, sosial, teknologi dan kapasitas politik) dengan sumberdaya yang dimilikinya (ketersediaan sumber daya alam, lokasi, tenaga kerja, investasi kapital, iklim kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, ukuran/skala, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, dan pengeluaran pemerintah pusat dan daerah).

Dalam menjelaskan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional ada beberapa teori yang dapat digunakan, yaitu: Pertama, teori Neoklasik menekankan pentingnyakeseimbangan sistem ekonomi dan mobilitas modal.

Kedua, teori basis ekonomi bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah terkait langsung terhadap permintaan akan barang, jasa, dan produk-produk dari luar batas ekonomi wilayah tersebut sehingga pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal akan menciptakan kekayaan dan pekerjaan.

Ketiga, teori siklus produk bahwa perkembangan suatu produk harus berada pada area dimana terdapat kekayaan dan kapital yang lebih besar untuk investasi dalam proses penemuan dan pengembangan produk baru yang didukung oleh pasar lokal yang dapat memberikan harga lebih inggi untuk produk-produk yang belum terstandardisasi. Keempat, teori pasar-pasar baru, mempertimbangkan adanya penurunan area pedesaan karena adanya peluang ekonomi yang belum terutilisasi secara tepat.

Kelima, teori lokasi bahwa lokasi menjadi faktor penentu bagi perusahaan. Perusahaan akan cenderung untuk meminimumkan biaya pemilihan lokasi dengan memaksimumkan peluang untuk mencapai lokasi pasar sehingga biaya transportasi yang termurah antara lokasi bahan baku dan pasar akan menjadi pilihan.

Keenam, teori tempat/lokasi pusat, menjelaskan tentang perbedaan prospek pertumbuhan antara wilayah pusat dan sekitarnya. Setiap pusat kota didukung oleh beberapa area yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku) untuk area pusat yang lebih terspesialisasi dan produktif.

Ketujuh, teori atraksi/tarikan bahwa masyarakat di seluruh dunia mempunyai inisiatif kebijakan dan program untuk membuat area/wilayah mereka lebih menarik bagi investor, perusahaan, pendatang (penduduk migran baru), wirausaha dan yang

lainnya untuk memperoleh keuntungan kompetitif di seluruh area dengan memanfaatkan sumberdaya yang sama. Dalam implementasi program-program pembangunan ekonomi lokal ada dua pendekatan kebijakan yang dapat digunakan, yaitu: corporate center approach dan alternative approach.

2.7. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terajadi pada seluruh kelompok barang dan jasa Pohan (2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.

Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk

nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).

1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect). Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects). Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek Terhadap Output (Output Effects). Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (2001), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu

ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro. Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan

kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi

domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.

Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasanya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah, sehingga keuntungan perusahaan naik. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi (Hiper Inflasi) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yaitu penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunya produksi barang. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output. Tetapi dalam keadaan yang pernah terjadi biasanya nilai inflasi lebih besar akan menaikkan output, dan itu akan membuat pengusaha atau perusahaan untuk berinvestasi atau menanamkan modal mereka. Hal ini dilakukan dengan harapan investor tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih karena adanya kenaikan harga tersebut.

Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif (Greene dan Pillanueva, 2001).

2.8. Pengangguran

Pengangguran adalah rendah ketika inflasi melebihi inflasi yang diharapkan, dan tinggi ketika inflasi berada inflasi yang diharapkan. Parameter α menentukkan jumlah pengangguran yang merespon kejutan inflasi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi menggambarkan kinerja ekonomi dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah inflasi. Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik, yang menunjukkan berbagai tingkat kesulitan. Tingkat inflasi adalah perubahan persentase pada tingkat harga. Penyimpangan harga relatif dan output barang yang berbeda, atau kadang-kadang pada output dan ketenagakerjaan untuk perekonomian secara keseluruhan (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Laju inflasi pertahun dihitung berdasarkan persentase perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari tahun ke tahun.

Ada dua tujuan yang ingin dicapai para pembuat kebijakan ekonomi, yaitu inflasi yang rendah dan pengangguran yang rendah, tetapi seringkali kedua tujuan ini bertolak belakang. Misalnya, pembuat kebijakan ini akan menggerakkan perekonomian sepanjang kurva penawaran Eviews jangka pendek ke titik output yang lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih tinggi.

Sumber: Manning Manning (2008) Tingkat Infl asi ( % ) Natural Unemployment rate Expected Inflation Rate SRPC 0 3 6 9 12 20 15 10 5 Tingkat pengangguran (jiwa) B A C

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pada saat terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat tahun 1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.

Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment).

Tradeoff antara inflasi dan pengangguran ini disebut Kurva Phillips, yang merupakan refleksi dari kurva penawaran Eviews jangka pendek, dimana pengangguran dan inflasi bergerak dalam arah yang berlawanan. Kurva Phillips adalah cara yang berguna untuk menunjukkan penawaran Eviews karena inflasi dan pengangguran merupakan ukuran kinerja perekonomian penting.

Kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan:

a. Inflasi yang diharapkan

b. Deviasi pengangguran tingkat alamiah, yang disebut pengangguran siklis c. Guncangan penawaran

Tiga penawaran ini ditunjukkan dalam persamaan berikut: π = πe

- β (u-un) + v dengan:

π = Inflasi

πe

= inflasi yang diharapkan (u-un) = Pengangguran siklis v = guncangan penawaran

β = parameter pengukur respon inflasi terhadap pengangguran siklis Simbol β (u-un) menunjukkan bahwa pengangguran siklis (penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiah) memberi tekanan ke atas dan ke bawah pada inflasi. Pengangguran yang rendah akan menarik inflasi ke atas, inilah yang disebut dengan inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) karena permintaan Eviews

yang tinggi bertanggung jawab atas jenis inflasi ini. Pengangguran yang tinggi menarik tingkat inflasi ke bawah. Parameter β mengukur sejauhmana responsivitas inflasi terhadap gangguan siklis.

Simbol v, menunjukkan bahwa inflasi juga naik dan turun karena guncangan penawaran, guncangan penawaran yang memperburuk seperti kenaikan harga minyak

dunia, menunjukkan nilai positif v dan menyebabkan inflasi naik. Ini yang disebut inflasi dorongan biaya (cost-push inflation).

Anggaplah kurva Phillips menjelaskan hubungan antara inflasi dan pengangguran. Dengan u menyatakan tingkat pengangguran, un tingkat pengangguran alami, π tingkat inflasi, dan πe

tingkat inflasi yang diharapkan, pengangguran ditentukan dengan:

u = un - α (π - πe

)

Dokumen terkait