• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Industri Pengolahan

Gambar 21. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %)

Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah

Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB nasional dan industri manufaktur nonmigas tahun 2009-Triwulan I 2016. Pada triwulan I tahun 2016, nilai tambah sektor industri manufaktur nonmigas mencapai Rp543 triliun (Harga Berlaku). Pencapaian pertumbuhan industri non-migas pada triwulan ini menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Angka pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas hanya tumbuh sebesar

Pada triwulan I tahun 2016, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp540 triliun dan tumbuh sebesar 5,04 persen (YoY).

63

4,46 persen, lebih kecil dari angka pertumbuhan pada Triwulan IV tahun 2015 sebesar 5,04 persen. Secara nasional, pertumbuhan PDB Indonesia juga hanya mencapai angka 4,92 persen, lebih rendah dari prediksi para pemangku kebijakan di pemerintah ataupun dari pihak swasta. Pertumbuhan industri pengolahan non-migas tampak belum berhasil menjadi pendorong utama laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Trend perlambatan pertumbuhan sektor industri non-migas terus terjadi dari tahun 2011. Terhitung semenjak triwulan I tahun 2011, dari 25 triwulan, tercatat hanya dua triwulan dimana pertumbuhan industri nonmigas lebih rendah dari pertumbuhan PDB nasional yaitu pada triwulan IV tahun 2013 dan triwulan I tahun 2016.

Gambar 22. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %)

64

Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan subsektor industri manufaktur non migas pada triwulan I tahun 2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri mesin dan perlengkapan; industri kulit; industri logam dasar yang masing-masing tumbuh sebesar 15,35 persen, 9,21 persen, dan 8,99 persen. Berdasarkan keterangan dari Asosiasi Industri Mesin Perkakas Indonesia (Asimpi), pertumbuhan industri mesin yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya aktivitias usaha mesin dalam mendukung proyek pembangkit tenaga listrik yang saat ini didorong oleh Pemerintah Indonesia. Terdapat empat subsektor yang memiliki pertumbuhan negatif yaitu industri karet 4,1 persen), industri kertas (-2,4 persen), industri kimia (-1,8 persen) dan industri tekstil (-1,6 persen). Pada triwulan I 2016, industri tekstil dan industri kertas terhitung tumbuh negatif selama lima triwulan berturut-turut. Dengan kondisi perekonomian dunia yang belum pulih sepenuhnya dan produktivitas serta efisiensi bisnis yang belum optimal, maka Pemerintah perlu melakukan langkah antisipasi untuk menahan laju perlambatan sektor industri dan juga dalam menjaga tingkat penyerapan kerja pada dua sektor tersebut.

Industri karet masih terpengaruh oleh perlambatan perekonomian dunia sehingga tidak mampu tumbuh positif. Hal yang mengkhawatirkan adalah perlambatan di subsektor industri kimia dan farmasi yang terjadi pertama kali dalam lebih dari tujuh tahun terakhir. Industri kimia dan farmasi memiliki sifat sebagai industri yang memiliki elastisitas yang rendah terhadap perubahan daya beli masyarakat, sehingga perlu dilakukan analisa lebih mendalam untuk mengetahui penyebab yang sebenarnya terhadap perlambatan pertumbuhan kimia dan farmasi.

Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri mesin dan

perlengkapan; industri kulit; industri logam dasar yang tumbuh sebesar 15,35 persen, 9,21 persen, dan 8,99 persen.

65

Gambar 23. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas

Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah

Grafik di atas menunjukkan komposisi pertumbuhan industri manufaktur non migas pada triwulan I 2016. Subsektor industri makanan dan minuman menjadi subsektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi sebesar 51,0 persen. Nilai tersebut berada dalam rentang yang normal untuk Indonesia tetapi juga sekaligus memberikan gambaran bahwa pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas sangat bergantung kepada pertumbuhan subsektor industri makanan dan minuman. Pangsa pasar domestik yang besar dan kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi menunjukkan bahwa industri makanan dan minuman selalu memiliki pasar untuk menjual produknya. Dengan demikian, menjaga daya beli masyarakat Indonesia harus menjadi salah satu prioritas Pemerintah Indonesia. Memperbaiki konektivitas logistik dan menjaga kestabilan harga bahan pangan domestik adalah sebagian dari target pembangunan yang harus dicapai melalui penerapan kebijakan publik.

Pada triwulan I 2016, subsektor makanan dan minuman masih menjadi subsektor yang dominan dalam industri pengolahan nonmigas.

66

Gambar 24. Ekspor Produk Industri

Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah

Grafik di atas menunjukkan nilai dan pertumbuhan ekspor produk industri Indonesia dari triwulan pertama pada tahun 2014 hingga triwulan I tahun 2016. Nilai ekspor produk industri pada triwulan I 2016 mencapai USD25,5 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah 6,7 persen dari Triwulan I pada tahun 2015 (YoY). Dari sisi laju perlambatan, tampak saat ini kondisi penurunan ekspor Indonesia sudah melewati masa terburuk, diharapkan dalam beberapa bulan mendatang tren bisa berbalik dan menuju ke arah pertumbuhan yang positif. Salah satu hal yang menyebabkan penurunan ekspor Indonesia adalah menurunnya permintaan dari pasar utama produk ekspor Indonesia di Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok. Penurunan ekspor industri yang sudah berlangsung selama enam kuartal berturut-turut menjadi sebuah pertanda bahwa pertumbuhan perekonomian negara-negara tujuan ekspor tidak dapat diharapkan menjadi sumber utama pertumbuhan perekonomian Indonesia. Diversifikasi produk ekspor dan penemuan pasar ekspor baru dapat menjadi dua target utama dalam intervensi kebijakan ekspor peorduk industri Indonesia.

25.486 -6,70 -20,00 -15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2014 2015 2016

Ekspor Produk Industri (persen, sb. kiri, y-on-y) Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb.…

Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan I 2015 mencapai USD25,5 miliar.

67

Gambar 25. Penanaman Modal Asing (PMA) Sektor Industri

Sumber: BKPM

Nilai investasi asing langsung di sektor industri Indonesia pada Triwulan I 2016 meningkat dengan pesat. Nilai PMA mencapai USD5,5 milyar dengan tujuan utama investasi di sektor industri kertas (USD 1,9 milyar), kimia farmasi (USD955 juta) dan kendaraan bermotor (USD829 juta). Triwulan I 2016 juga tercatat sebagai triwulan kedua dimana terjadi pertumbuhan investasi yang positif, semenjak Triwulan I tahun 2014.

Pertumbuhan investasi asing yang positif ini merupakan hal yang sangat baik dan mencerminkan potensi pertumbuhan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Beberapa intervensi kebijakan utama telah dikeluarkan di penghujung tahun 2015 dan diharapkan akan memberikan hasil di tahun ini dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. 5.462 90,5 -50,0 -30,0 -10,0 10,0 30,0 50,0 70,0 90,0 110,0 130,0 150,0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2014 2015 2016

Investasi PMA (Juta USD, sb. kiri)

68

Gambar 26. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri

Sumber: BKPM

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Indonesia pada Triwulan I 2016 mencapai angka Rp. 25 Triliun—tumbuh sebesar 45 persen. Investasi terbesar terjadi pada sektor industri makanan (Rp. 8.9 Triliun), Industri kimia farmasi (Rp. 5.7 Triliun) dan Industri mineral non logam (Rp. 2.9 Triliun). PMDN memegang peranan yang penting di dalam menopang investasi nasional, terutama dengan terjadinya perlambatan nilai investasi asing di Indonesia dari Triwulan I 2014. Tercatat hanya satu kali saja PMDN mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu di Triwulan II tahun 2014. Berdasarkan nilai kumulatif investasi PMDN dari Triwulan I 2014, tercatat bahwa industri makanan membukukan nilai investasi PMDN sebesar Rp. 53 Triliun, jauh melampaui industri lainnya. Hal ini kembali menguatkan hipotesis bahwa industri manufaktur Indonesia memiliki orientasi pasar domestik yang lebih kuat ketimbang pasar internasional, sehingga sangat bergantung pada daya beli masyarakat Indonesia. Hal ini bisa menjadi hal yang positif jika pemerintah Indonesia dapat menjaga kestabilan harga domestik serta melindungi dari perlambatan ekonomi internasional.

25.460 45,9 -40,0 -20,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2014 2015 2016

Investasi PMDN (Rp. Milyar, sb. kiri)

69

Akan tetapi, hal ini dapat berarti industri Indonesia belum optimal memanfaatkan peluang pasar internasional yang tersedia dengan luas.

Dokumen terkait