• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN PEPIJA (Harpadon nehereus Hamilton, 1822) DI PERAIRAN

PULAU TARAKAN Pendahuluan

5. PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN PEPIJA (Harpadon nehereus Hamilton, 1822) DI PERAIRAN

PULAU TARAKAN

Pendahuluan

Ikan pepija (Harpadon nehereus, Hamilton 1822) merupakan ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang menjadi produk unggulan Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Penangkapan ikan ini sangat intensif sehingga dapat menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap populasinya. Pada tahun 2001 jumlah produksi masih 58,80 ton, kemudian meningkat menjadi 73,50 ton pada tahun 2007, dan menjadi 84,9 ton pada tahun 2010 (Statistik Perikanan Kota Tarakan, 2011). Upaya penangkapan yang terus menerus tanpa memperhatikan kelestariannya dikhawatirkan menyebabkan terjadinya penurunan populasi yang dapat mengakibatkan kepunahan. Informasi nelayan yang menyatakan bahwa ukuran ikan yang tertangkap semakin mengecil dan populasinya semakin berkurang dari tahun ke tahun mengindikasikan ikan pepija ini telah mengalami tekanan populasi.

Informasi mengenai ikan pepija khususnya di Indonesia masih sangat terbatas sehingga sebagai pembanding dan rujukan digunakan ikan pepija dari perairan lain yang meliputi: Studi umur dan pertumbuhan, faktor kondisi dari jenis Harpadon nehereus Ham-Buch (Amin, 2001), umur, dan pertumbuhan dari jenis Harpadon microcir di perairan barat daya Taiwan (Liao, 2010) dan dinamika populasi dari jenis Harpadon nehereus di Perairan Mumbai (Balli et al. 2011).

Pengelolaan perikanan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan mempertahankannya pada tingkat optimum. Pertumbuhan menjadi sangat penting sebagai landasan ilmiah dalam mengetahui seberapa cepat ikan tumbuh dan populasinya dapat pulih kembali akibat adanya eksploitasi. Oleh karena itu, data dan informasi mengenai pola pertumbuhan dan laju eksploitasi sangat diperlukan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan pada umumnya dan ikan pepija pada khususnya di suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pola pertumbuhan dan menghitung nilai laju eksploitasi ikan pepija di perairan Pulau Tarakan .

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di perairan pantai Pulau Tarakan (Gambar 3) dari bulan Maret 2013 sampai Februari 2014.Lokasi penelitian terletak pada 117.30’0’’ – 117.40’0” BT dan 3.25’0” –3.28’0” LU. Lokasi pengamatan terdiri atas 3 stasiun, dengan pertimbangan adanya sebaran ikan berdasarkan waktu dan daerah penangkapan serta letak geografis Pulau Tarakan . Stasiun 1: adalah Tanjung Simaya (perairan pantai timur laut Pulau Tarakan , berhadapan langsung dengan perairan terbuka yakni laut Sulawesi, Stasiun 2: adalah Tanjung Selayu, yaitu perairan pantai utara, berada di selat antara Pulau Tarakan dan Pulau Tibi, banyak mendapat suplai air tawar dari Sungai Sesayap dan Stasiun 3: adalah

Tanjung Juata yaitu perairan pantai barat daya, berada di selat dan merupakan daerah penangkapan ikan pada hari ketiga dan keempat (Gambar 3).

Prosedur Penelitian

Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan pukat hela (trawl) dengan ukuran panjang dan lebar sayap, badan dan kantong masing-masing 700.0 : 100.0, 500.0 : 130.0 dan 200.0 : 50.0 cm dengan besar mata jaring pada sayap, badan dan kantong masing-masing berukuran 5.0, 5.0 dan 2.5 cm. Mulut jaring bagian atas 500 cm, mulut jaring bagian bawah 400 cm dan ukuran papan pembuka untuk panjang dan lebar, 100 : 75 cm. Pengoperasian pukat hela pada masing-masing stasiun bibagi menjadi 2 sub stasiun. Sub stasiun 1 yakni di perairan dekat pantai Pulau Tarakan sedangkan sub stasiun 2 di sisi luar masing- masing stasiun sejajar dengan garis pantai. Penangkapan ikan dilakukan secara “zig zag” dengan kecepatan 4 km/jamdengan waktu penarikan pukat hela (towing) selama 30 menit per sub stasiun. Arah penangkapan ikan dilakukan mengikuti arus dan pada saat yang lain menentang arus. Penangkapan ikan dilakukan antara jam 9.00 – 15.00 pada saat pasang perbani. Penangkapan ikan di ke-3 stasiun pengamatan dilakukan pada hari dan bulan yang sama tetapi waktu penarikannya yang berbeda.

Hasil tangkapan ikan pepija dipisahkan dari ikan jenis lain dan dikumpulkan serta ditimbang seluruhnya menurut waktu penangkapan dan lokasi stasiun.Ikan yang tertangkap diambil sebanyak 50 ekor pada setiap sub stasiun dari berbagai ukuran, yang mewakili hasil tangkapan, dan jika kurang dari 50 maka semua ikan yang tertangkap diambil. Sampel ikan kemudian diawetkan dalam larutan formalin 5 - 10% untuk kemudian diukur panjang (mm) dan beratnya (gram) di laboratorium.

Analisis data

Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, maka digunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Lagler 1972; Jennings et al. 2001) :

W = aLb Keterangan :

W = berat total ikan (gram) L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta hasil regresi

Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga kedua parameter yang dianalisis, dengan hipotesis : b = 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang sejalan dengan pola pertumbuhan berat dan pola pertumbuhannya disebut isometrik. Nilai b ≠ 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang tidak sejalan dengan pertumbuhan berat dan pertumbuhannya disebut allometrik. Bila b > 3: pertambahan berat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan panjang (allometrik positif). Bila b < 3: pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan berat (allometrik negatif).

Penentuan Kelompok Ukuran Panjang

Selang kelas ukuran ikan berdasarkan ukuran panjang total ditentukan dengan menggunakan perhitungan statistika menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut : N = 1 + 3.32 log n Keterangan : N = Jumlah kelas n = Jumlah ikan C = Lebar kelas

Lmax = Panjang total ikan terbesar Lmin = Panjang total ikan terkecil

Faktor kondisi (K) dihitung berdasarkan pada panjang dan berat ikan sampel. Jika b≠3 (pertumbuhan tersebut bersifat allometrik), maka faktor kondisi (Kn) dapat dihitung dengan rumus (Effendie 1997):

Kn = W/aLb

Keterangan :

Kn = Faktor kondisi relatif setiap ikan

W = Berat ikan (gram) a, b = Konstanta

L = Panjang total ikan (mm)

Pertumbuhan panjang ikan dapat dihitung dengan menggunakan Model Von Bertalanffy dengan rumus sebagai berikut (Sparre dan Venema 1999):

L

t

L

(1e

K(tt0)

)

Keterangan:

Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (mm) L∞ = Panjang maksimal (mm)

K = Koefisien pertumbuhan (t1)

t0 = Umur hipotesis ikan pada panjang nol (tahun)

Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil penghitungan dengan metode ELEFAN 1 yang terdapat dalam program FiSAT II.

Nilai t0 dapat diduga dengan persamaan berikut (Pauly 1984 dalam Sparre dan

Venema 1999 ):

. Log –(t0) = -0,3922 - 0,2752 Log L∞ - 1,038 Log K

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis data frekuensi panjang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan program ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analisis) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Penentuan mortalitas total dengan menggunakan teknik Kuosien Z/K dan modifikasinya dikembangkan

oleh Boverton dan Holt (1957). Nilai Z/K dapat diduga jika nilai-nilai L, Lc dan

L diketahui dengan persamaan Boverton dan Holt (1957):

K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan von Bertalanffy

L = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy L = Rata-rata panjang ikan dalam kelompok umur tertentu

Lc = Panjang ikan pertama tertangkap alat

Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) diacu dari Sparre dan Venema (1999), yaitu menggunakan data pengaruh suhu rata-rata tahunan (T) terhadap laju mortalitas alami ikan :

ln M = -0.0152-0,279 ln L + 0.6543 ln K + 0.463 ln T Keterangan : M = Mortalitas alami

K= Koefisien pertumbuhan pada persamaan von Bertalanffy

L= Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy T= Rata-rata suhu permukaan air (oC)

Laju eksploitasi atau pendugaan kematian karena eksploitasi (F) diberi batasan sebagai kemungkinan ikan akan mati karena eksploitasi selama periode tertentu bilamana semua faktor penyebab kematian bekerja terhadap populasi. Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z - M

Laju eksploitasi ditentukan dengan menbandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly, 1984) :

M

Laju mortalitas penangkapan (F) menurut Gulland (1971) diacu dalam Pauly (1984) adalah : Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5.

Hasil

Jumlah ikan contoh yang digunakan pada analisis pertumbuhan adalah 1050 ekor yang terdiri dari 542 ikan jantan dan 508 ikan betina.

Hubungan Panjang dan Berat

Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-berat ikan pepija baik jantan maupun betina memiliki nilai b<3. Menurut Effendie (1979) dikatakan bahwa ikan yang memiliki nilai b < 3 maka pertambahan beratnya tidak secepat pertambahan panjang (allometrik). Ukuran tubuh ikan pepija yang berasal dari perairan Pulau Tarakan dapat dilihat bahwa berdasarkan panjang tubuhnya, secara umum tidak ada perbedaan yang mencolok antara ikan betina dan jantan. Data hasil perhitungan hubungan panjang dan berat antar stasiun dengan jenis kelamin jantan dan betina disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hubungan panjang berat ikan pepija berdasarkan stasiun pengamatan Stasiun Jenis kelamin n R2 Thit dan ttab Nilai b Keterangan 1 (Tanjung Simaya) Betina 111 82.8% 1.61 dan 1.98 2.802 Isometrik Jantan 134 81% 1.92 dan 1.98 2.775 Isometrik 2 (Tanjung Selayu) Betina 152 81.6% 2.87 dan 1.97 2.698 Allometrik negatif Jantan 161 85.2% 3.30 dan 1.97 2.705 Allometrik negatif 3 (Tanjung Juata) Betina 245 83.4% 4.87 dan 1.96 2.632 Allometrik negatif Jantan 247 83% 3.81 dan 1.96 2.703 Allometrik negatif Total Betina 507 82.7% 5.56 dan 1.96 2.695 Allometrik negatif Jantan 544 82.6% 5.63 dan 1.96 2.700 Allometrik negatif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan pepija memiliki keeratan hubungan panjang-berat yang tinggi pada ikan betina dibandingkan dengan jantannya (Tabel 6). Pada ikan pepija betina koefisien determinasi berdasarkan stasiun pengamatan berkisar antara 0.816 sampai dengan 0.834 dan secara total mencapai 0,827. Pada ikan jantan nilai koefisien determinasinya berkisar antara 0.810 sampai dengan 0.852 dengan nilai total sebesar 0,826. Nilai koefisien determinasi di ketiga stasiun juga hampir sama dengan nilai koefisien determinasi secara total yang mana betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan, kecuali di stasiun dua dengan kondisi sebaliknya. Pola pertumbuhan di ketiga stasiun pengamatan dan secara total bersifat allometrik negatif, kecuali di stasiun 1 yang sifatnya isometrik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap pada ketiga stasiun pengamatan ukurannya relatif sama baik baik jantan maupun betina tetapi ukuran rata-rata yang terbesar di stasiun 1 (Gambar 10).

Gambar 10. Perbandingan ukuran ikan pepija yang tertangkap di ketiga stasiun pengamatan

Faktor Kondisi

Selain pola pertumbuhan, parameter pertumbuhan yang lain adalah faktor kondisi. Hasil perhitungan faktor kondisi disajikan pada Gambar 11 dan Tabel 5. Nilai faktor kondisi ikan pepija berfluktuasi setiap bulannya baik jantan maupun betina. Nilai faktor kondisi tertinggi pada bulan juni untuk jantan, betina dan gabungan dari keduanya. Nilai faktor kondisi terkecil untuk jantan, betina dan gabungan keduanya pada bulan Mei dan Agustus. Perbedaan nilai faktor kondisi antara jantan dan betina relatif kecil atau bisa dikatakan hampir sama. Berdasarkan stasiun pengamatan didapatkan faktor kondisi juga bervariasi antara 0.93 – 0.99 pada jantan dan 0.94 – 0.98 pada betina. Faktor kondisi terkecil pada jantan dan betina terjadi di stasiun tiga sedangkan terbesar di stasiun dua untuk jantan dan stasiun satu untuk betina. Ukuran ikan di stasiun satu lebih besar dibandingkan dengan ikan pepija yang tertangkap di stasiun dua dan tiga (Gambar 11). 0 50 100 150 200 250 1 2 3 Pan jan g (m m ) Stasiun Betina Jantan 0 20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 B o b o t (g) Stasiun Betina Jantan

Gambar 11. Faktor kondisi jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan

Pertumbuhan populasi

Data sebaran frekuensi ukuran panjang ikan pepija disajikan pada Gambar 4. Hasil pengukuran pada ikan pepija didapatkan ukuran ikan terkecil yang berhasil ditangkap pada selang kelas 128 – 139 mm. Ukuran ikan yang tertangkap didominasi oleh juwana. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap distribusi ukuran ikan pepija bervariasi setiap bulannya tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan pada ikan pepija. Sebagai gambaran di bulan Maret ukuran yang dominan adalah pada selang kelas 152 – 163 mm untuk jantan dan 176 – 199 mm untuk betina, 176 – 187 mm pada April untuk jantan dan betina. Pada saat puncak penangkapan dan pemijahan di bulan Desember dan bulan Januari ukuran yang dominan, masing-masing adalah 236 – 247 mm untuk jantan dan betina dan 200 – 211 mm serta 236 – 247 mm untuk jantan dan betina. Gambaran perbandingan ukuran ikan pepija secara bulanan disajikan pada Gambar 12. 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 M A M J J A S O N D J F Fakt o r ko n d isi ( Jan tan ) Bulan pengamatan 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 M A M J J A S O N D J F Fakt o r ko n d isi ( B e tina) Bulan Pengamatan

0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35 Jum lah ind ividu ik an 0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35

Kelas ukuran panjang ikan (mm)

128-139140-151152-163164-175176-187188-199200-211212-223224-235236-247248-259260-271 0 5 10 15 20 25 30 35 128-139140-151152-163164-175176-187188-199200-211212-223224-235236-247248-259260-271 Mar 2013 Apri 2013 May 2013 Jun 2013 Jul 2013 Aug 2013 Sep 2013 Oct 2013 Nov 2013 Dec 2013 Jan 2014 Feb 2014

Gambar 12. Frekuensi ukuran ikan pepija berdasarkan selang kelas di perairan Pulau Tarakan

Pertumbuhan Asimtot

Pertumbuhan asimtot atau pertumbuhan infinity yang menggambarkan ukuran maksimal yang dapat dicapai oleh ikan pepija di perairan Pulau Tarakan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Parameter pertumbuhan K, L∞, dan t0 ikan Jantan dan betina

Parameter Jantan Betina

K (per tahun) 0,38 0,51

L inf (mm) 278,78 278,78

to (per tahun) -0,17 -0,23

Gambar 13. Pola pertumbuhan ikan pepija di perairan Pulau Tarakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pertumbuhan seperti sebaran panjang dan bobot, faktor kondisi, pola pertumbuhan, mortalitas alami, mortalitas penangkapan, mortalitas total, dan laju eksploitasi ikan pepija di perairan Pulau Tarakan di ketiga stasiun pengamatan hampir sama, kecuali nilai koefisien pertumbuhan yang bernilai 0.49 – 1.2 pada betina dan 0.27 – 0.56 pada jantan (Tabel 7). Pertumbuhan asimtot pada ikan jantan dan betina relative sama. Nilai L∞ ikan jantan dan betina sama yakni 278.78 mm dan t0 pertahun masing-

masing sebesar -0,17 dan -0,23.

Laju Ekspoitasi

Laju eksploitasi pada ketiga stasiun telah mengalami tangkap lebih. Indikator laju eksploitasi antara lain; mortalitas alami, mortalitas akibat penangkapan, mortalitas total dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 8.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan pada ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan, baik berdasarkan stasiun pengamatan maupun secara total (Tabel 8). Mortalitas akibat penangkapan di ketiga stasiun pengamatan, yang berkisar antara 0.65 – 2.47 lebih besar dibandingkan dengan mortalitas alami yang hanya berkisar antara 0.42 – 0.58. Tingkat eksploitasi di ketiga stasiun pengamatan sudah mengalami tangkap lebih dengan eksploitasi tertinggi di stasiun satu yakni 0.81.

0 50 100 150 200 250 300 0 2 4 6 8 10121416182022 Pan jan g (m m ) Umur (Tahun) Jantan 0 50 100 150 200 250 300 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 P a nja ng ( m m ) Umur (Tahun) Betina Lt=278.78(1-exp(- 0.51(t+0.23))

Tabel 8. Parameter pertumbuhan dan laju eksploitasiikan pepija Growth St Panjang( ̅ + SD) Bobot ( ̅ + SD) b FK K M F Z E ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ 1 199.19± 30.35 203.03± 31.59 80.87± 30.35 85.39± 39.28 2.802 2.775 0.98±0.17 0.95±0.20 1.2 0.56 0.58 2.47 3.06 0.81 2 191.88± 23.80 191.14± 27.56 71.16± 26.86 74.75± 32.36 2.698 2.705 0.97±0.16 0.99±0.16 0.49 0.27 0.45 0.73 1.17 0.62 3 196.47± 26.20 196.48± 28.03 72.17± 30.31 75.69± 32.25 2.632 2.703 0.94±0.15 0.93±0.16 1.2 0.41 0.42 0.65 1.07 0.61 Total 194.73± 25.97 196.51± 29.09 73.59± 29.47 77.81± 34.37 2.695 2.700 0.96±0.16 0.95±0.17 0.51 0.38 0.51 2.05 2.56 0.80

Keterangan: St; stasiun, b; konstanta hasil regresi, FK; faktor kondisi, K; koefisien pertumbuhan, M; mortalitas alami, F; mortalitas penangkapan, Z; mortalitas total, E; laju eksploitasi

Pembahasan Pola Pertumbuhan dan Faktor kondisi

Hasil analisis statistik hubungan panjang dan berat ikan pepija memiliki koefisien korelasi (r) yang erat. Besarnya nilai koefisien ini menunjukkan bahwa pertambahan panjang diikuti oleh pertambahan beratnya. Perbedaan nilai b menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kegemukan ikan. Hasri et al. (2011), variasi nilai eksponensial (b) hubungan panjang berat ikan terkait dengan perbedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis, kondisi lingkungan, kepenuhan lambung, penyakit, dan tekanan parasit. Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan pada ikan pepija di perairan Pulau Tarakan dimana perbedaan habitat dalam bentuk stasiun, waktu pengambilan sampel, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda dimana ada yang bersifat isometrik dan ada pula yang allometrik negatif (Tabel 7). Hasri et al. (2011), menambahkan bahwa perbedaan nilai b disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Faktor ini pula yang diduga menjadi salah satu sebab perbedaan nilai b antar stasiun dan antara jantan dengan betina pada ikan pepija di perairan Pulau Tarakan .

Hasil penelitian terhadap hubungan panjang dan berat menunjukkan bahwa secara umum pola pertumbuhan ikan pepija baik jantan maupun betina dan berdasarkan stasiun pengamatan bersifat allometrik negatif. Hal yang sama pada Famili Synodontidae dari genus Saurida yang ditemukan Rahimibashar et al. (2012) pada ikan Saurida tumbil di Teluk Persia dan Elbaraasi (2014) pada ikan Saurida undosquamis di perairan Benghazi, Libya serta pada ikan Saurida tumbil di perairan Teluk Persia, Raeisi et al. (2012). Pola pertumbuhan yang berbeda yakni bersifat allometrik positif ditemukan oleh El-Etreby et al. (2013) di Laut Merah pada Famili yang sama tetapi dari Genus Saurida. pola pertumbuhan allometrik negatif pada ikan pepija secara total, di stasiun dua dan tiga. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingan dengan pertumbuhan berat. Sebaliknya pola pertumbuhan isometrik di stasiun satu. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan panjang dan berat pada ikan pepija seimbang. Perbedaan pola pertumbuhan ikan pepija antara stasiun satu dengan stasiun lainnya diduga disebabkan karena bertepatan dengan musim pemijahan ikan pepija yaitu pada bulan Juni dan Desember sehingga ikan kelihatan lebih gemuk akibat pertambahan ukuran gonad. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Nasution (2008), bahwa pertumbuhan gonad, yaitu gonad akan semakin bertambah berat sampai batas maksimum sesaat sebelum terjadi pemijahan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai faktor kondisi ikan pepija di perairan Pulau Tarakan berfluktuasi setiap bulannya baik pada ikan jantan maupun ikan betina. Berdasarkan bulan pengamatan, fluktuasi nilai faktor kondisi untuk ikan betina berkisar antara 0.84 – 1.10 dan 0.81 – 1.06 untuk jantan (Gambar 13), sedangkan apabila dilihat berdasarkan stasiun pengamatan didapatkan faktor kondisi juga bervariasi antara 0.93 – 0.99 pada jantan dan 0.94 – 0.98 pada betina. Fluktuasi nilai faktor kondisi ikan pepija di perairan Pulau Tarakan , menunjukkan nilai yang hampir sama dengan faktor kondisi ikan pepija di perairan neritik, Bangladesh (0.5 – 1.4; Amin, 2001). Hal yang sama ditemukan oleh Liao et al. (2010) pada ikan Harpadon microchir, ikan betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Nilai faktor kondisi tertinggi pada bulan juni untuk jantan, betina, dan gabungan dari keduanya. Nilai faktor kondisi terkecil untuk jantan, betina, dan gabungan keduanya pada bulan Mei dan Agustus. Kondisi yang sama pada pada ikan pepija di perairan neritik, Bangladesh dengan nilai FK tertinggi pada bulan Juni tetapi nilai terkecilnya terjadi pada bulan Juli dan Desember (Amin, 2001). Perbedaan nilai faktor kondisi antara jantan dan betina relatif kecil atau bisa dikatakan hampir sama. Faktor kondisi terkecil pada jantan dan betina terjadi di stasiun tiga sedangkan terbesar di stasiun dua untuk jantan dan stasiun satu untuk betina. Perbedaan faktor kondisi ini dapat diakibatkan oleh tahapan perkembangan gonad dan ketersediaan makanan serta kandungan energi dari makanannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo dan Simanjuntak (2008), bahwa dari sudut pandang nutrisional, faktor kondisi merupakan akumulasi lemak dan perkembangan gonad. Selanjutnya menurut Nikolsky (1969) yang dikutip dalam Rahardjo dan Simanjuntak (2008), faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan gonad dan cadangan lemak). Sebagai gambaran bahwa di daerah stasiun satu makanan didominasi oleh ikan gulama dan udang serta Acetes di daerah stasiun dua dan tiga. Ikan gulama dan udang tentu memiliki kandungan protein yang berbeda. Dengan melihat nilai faktor kondisi dari ikan pepija maka dapat dinyatakan bahwa Perairan Tarakan sesuai bagi pertumbuhan ikan pepija. Wassef dan Hady (2001), menyatakan bahwa nilai faktor kondisi biasanya digunakan untuk menentukan kesesuaian lingkungan tempat ikan tersebut hidup.

Koefisien Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi

Berdasarkan diagram sebaran frekuensi ukuran ikan tidak menggambarkan bentuk pertumbuhan dimana terjadi pergeseran dari ukuran kecil ke besar (Gambar 14). Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa populasi ikan yang melakukan migrasi ke daerah ini setiap bulannya tidak selalu sama. Nilai L∞ untuk ikan jantan dan betina sama yakni 278.78 mm. Nilai tersebut menyatakan bahwa L∞ ikan pepija diperairan Pulau Tarakan lebih besar daripada ikan pepija di perairan neritik Bangladesh (240.48 mm; Amin, 2001), tetapi sebaliknya nilai L∞ lebih kecil dibandingkan dengan ikan yang sama di perairan pantai Saurashtra, India (masing-masing sebesar 410 mm; Khanet al. 1992 dan 425.2 mm; Khan, 1989) serta ikan pepija di perairan Mumbai, India (434 mm; Balli et al. 2011). Hasil analisis nilai koefisien pertumbuhan (K) ikan betina 0.52 per

tahun lebih besar dibandingkan dengan jantan yang hanya 0.38 per tahun. Nilai koefiesien pertumbuhan ini menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan ikan pepija di perairan Pulau Tarakan lebih kecil dibandingan dengan ikan pepija di perairan pantai Saurashtra, India (masing-masing sebesar 0.762; Khan et al. 1992 dan 0.749; Khan, 1989). Nilai koefisien pertumbuhan ikan pepija yang jauh lebih besar di perairan Mumbai, India ( 0.85 per tahun; Balli, 2011) dan di perairan neritik, Bangladesh ( 1.50 per tahun; Amin, 2011). Sebaliknya nilai koefisien pertumbuhan yang lebih kecil ditemukan dari famili yang sama tetapi genus yang berbeda yakni ikan Saurida undosquamis di Teluk Suez, Mesir (K = 0.26 dengan L∞ 35.56 cm, l-Halfawi et al. 2007). Nilai koefisien pertumbuhan pada ikan jantan di perairan Pulau Tarakan cenderung lebih besar dibandingan dengan ikan betina. Perbedaan koefisien pertumbuhan ikan disebabkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang terdiri dari faktor genetik yang secara langsung membatasi umur dan ukuran tubuh maksimum ikan (Welcome, 2001). Faktor eksternal terdiri atas faktor lingkungan dan ketersedian makanan. Semakin rendah ketersedian makanan semakin kecil pula koefisien pertumbuhannya. Dari aspek lingkungan dapat juga menjadi faktor pembatas jika lingkungan tidak berada dalam kondisi optimal sehingga makanan yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk proses metabolisme untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang ada dari pada digunakan untuk pertumbuhan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, faktor eksternal yang paling berfluktuatif adalah salinitas. Variasi salinitas berkisar antara 11.54 - 26.4 ‰ antar waktu dan stasiun pengamatan.

Berdasarkan hasil analisis terhadap laju eksploitasi didapatkan nilai sebesar 0.80. Tingkat eksploitasi yang hampir sama pada ikan Saurida undosquamis di Teluk Suez, Mesir (E = 0.8; El-Halfawi et al. 2007). Nilai ini menjadi salah satu indikator bahwa ikan pepija di perairan Pulau Tarakan sudah melewati tingkat eksploitasi yang optimum yaitu 0.5 atau telah mengalami tangkap lebih. Hal ini menunjukkan populasi ikan pepija mengalami tekanan populasi akibat aktivitas penangkapan yang sangat intens. Fakta ini sesuai dengan data statistik Kota Tarakan, terjadi peningkatan produksi di tahun 2001 jumlah produksi masih 58,80 ton terus meningkat dan menjadi 73,50 ton pada tahun 2007, kemudian meningkat lagi menjadi 84,9 ton pada tahun 2010 (Statistik Perikanan Kota Tarakan, 2011). Nilai ini menandakan bahwa mortalitas karena penangkapan jauh lebih besar (2.05) dibandingkan dengan mortalitas secara alami akibat penyakit, parasit, pencemaran, persaingan, dan pemangsaan sebesar 0.51. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan pada nelayan yang menyatakan bahwa ikan pepija cenderung mengecil ukurannya dan semakin susah didapatkan dari tahun ke tahun. Dari aspek biologi juga menunjukkan indikator yang sama dimana ukuran pertama kali matang gonad ikan pepija di perairan Pulau Tarakan cenderung mengecil dibandingkan dengan di perairan Teluk Benggala India. Hasil analisis terhadap ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad menunjukkan bahwa ikan jantan cenderung lebih cepat matang dibandingkan dengan ikan betina, yakni masing-masing pada ukuran panjang 218 mm dan 221 mm. Ukuran ini lebih kecil dari yang didapatkan Karandikar (1952)

Dokumen terkait