• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Streptomyces chartreusis 5-095 dan Aktivitas Inhibisinya terhadap Enzim RNA helikase JEV

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pertumbuhan Streptomyces chartreusis 5-095 dan Aktivitas Inhibisinya terhadap Enzim RNA helikase JEV

Untuk mengoptimalisasi aktivitas inhibitor dari protein tersebut, S. chartreusis 5-095 ditumbuhkan dalam medium ISP2 selama beberapa waktu inkubasi. Setelah beberapa waktu inkubasi yang berbeda (1 sampai 14 hari), protein di dalam supernatan biakan dianalisis aktivitas inhibisinya melalui uji ATPase. Pertumbuhan S. chartreusis 5-095 diamati selama 14 hari serta diuji pula aktivitas inhibisinya terhadap enzim RNA helikase JEV.

0 10 20 30 40 50 60 70 0 2 4 6 8 10 12 14

Masa inkubasi (hari)

Inhibis

i

(%

)

Gambar 9. Kurva pertumbuhan S. chartreusis 5-095 dengan produksi protein inhibitor ATPase dari RNA helikase JEV.

Dari gambar (Gambar 9) diatas terlihat bahwa S. chartreusis 5-095 menghasilkan protein ekstraseluler yang mampu menghambat aktivitas ATPase dari RNA helikase JEV. Protein ekstra seluler tersebut dideteksi mulai hari ke 2 hari masa inkubasi, meningkat tajam sampai hari ke 5 dan hampir selalu stabil sampai 14 hari masa inkubasi. Aktivitas inhibisi yang paling optimum didapatkan pada 10 hari masa inkubasi, karena meskipun pada hari ke 14 masa inkubasi terlihat bahwa aktivitas inhibisinya dalam biakan supernatan semakin menaik akan tetapi setelah dilakukan pengendapan dengan amonium sulfat aktivitas inhibisinya tidak begitu stabil,

sehingga dengan demikian untuk pemurnian selanjutnya dari protein inhibitor tersebut dilakukan dengan masa inkubasi selama 10 hari.

Senyawa aktif yang dihasilkan aktinomisetes dari struktur kimia sangat luas jenisnya, diantaranya adalah aminoglikosida, antrasiklin, glikopeptida, β-laktam, makrolida, nukleosida, peptida, polyene, poliketida, aktinomisin, and tetrasiklin (Okami & Hotta 1988; Baltz 1998). Beberapa galur aktinomisetes yang berasal dari spesies yang sama dapat menghasilkan senyawa aktif yang berbeda, sementara beberapa aktinomisetes yang berbeda spesies dapat menghasilkan antibiotik yang sama (Lechevalier 1975). Produksi senyawa aktif seperti antibiotik oleh aktinomisetes mungkin bukan berupa spesies spesifik, melainkan lebih ke arah galur spesifik.

S. chartreusis sendiri diketahui mampu menghasilkan berbagai senyawa aktif seperti chartreusin dan chrymutasin yang berupa antitumor antibiotik, polipeptida yang merupakan inhibitor alfa amilase (Uchida et al. 1999; Uchida et al. 1994; Katsuyama et al. 1992, Matsuo et al. 2000). Spesies Streptomyces pada umumnya mampu mensintesis sejumlah besar metabolit sekunder alami seperti antibiotik yang saat ini banyak digunakan untuk farmasi dan produk-produk agrokimia (El-Naggar et al. 2003; Pamboukian dan Facciotti 2004; Ben-Fguira et al. 2005). Sekitar dua pertiga dari antibiotik yang beredar secara komersial saat ini dihasilkan dari aktinomisetes (Miyadoh 1993). Dari penelitian ini diketahui pula bahwa S. chartreusis terutama galur 5-095, memiliki potensi sebagai antivirus yang disebabkan kemampuannya menghambat aktivitas ATPase dari enzim RNA helikase JEV.

Protein inhibitor yang dihasilkan oleh S. chartreusis 5-095 ini merupakan metabolit sekunder, yang dihasilkan pada pertengahan masa pertumbuhan (fase logaritmik) dan stabil atau bertambah aktivitas inhibisinya terhadap ATPase dari RNA helikase JEV pada masa stasioner dari pertumbuhan bakteri tersebut. Produksi senyawa bioaktif dari Streptomyces pada umumnya bergantung pada fase pertumbuhan, yang didalam biakan cair umumnya dimulai pada saat biakan memasuki fase stasioner (Charter & Bibb 1997). Biosintesis protein inhibitor ini dipengaruhi dan ditingkatkan oleh berbagai faktor fisiologi dan lingkungan, diantaranya adalah laju pertumbuhan (Horinouchi & Beppu 1994),

ketidakseimbangan metabolisme (Hood et al. 1992) dan berbagai tekanan fisiologis lainnya (Hobbs et al. 1992; Yang et al. 1995).

4.3 Pengendapan Protein Inhibitor menggunakan Amonium Sulfat

Sebelum dilakukan pemurnian menggunakan kromatografi filtrasi gel, terlebih dahulu dilakukan pengendapan ekstrak kasar protein inhibitor, yang bertujuan untuk memekatkan sekaligus memisahkan dan memurnikan secara parsial protein inhibitor dari isolat S. chartreusis 5-095. Pemekatan ini membuat aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase JEV yang terdeteksi mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan biakan awalnya.

Penentuan persentase kejenuhan optimum selanjutnya dilakukan dengan mengukur kadar protein dan aktivitas inhibisi terhadap ATPase dari enzim RNA helikase JEV dari masing-masing fraksi yang mengendap. Ekstrak kasar yang dihasilkan mempunyai aktivitas IC50 sebesar 3.96 U/ml, konsentrasi protein 1.06 mg/ml, sehingga aktivitas spesifiknya sebesar 3.74 U/mg.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Inhi bi s i ( % ) Crude 45 50 55 60 70 80

Kejenuhan amonium sulfat (%)

endapan supernatan

Gambar 10. Persentasi inhibisi protein inhibitor S.chartreusis 5-095 terhadap enzim RNA helikase JEV pada berbagai kejenuhan amonium sulfat.

Dari Gambar 10, terlihat bahwa aktivitas inhibisi dari protein inhibitor tertinggi terdapat pada pengendapan menggunakan amonium sulfat pada kejenuhan 70%. Pengendapan ekstrak kasar protein inhibitor dengan amonium sulfat sampai dengan kejenuhan 70% memberikan hasil inhibisi tertinggi terhadap aktivitas ATPase dari enzim RNA helikase JEV, yaitu mampu menghambat sebesar 91.95%, dengan aktivitas IC50 sebesar 2.80 U/ml, konsentrasi protein 0.82 mg/ml dengan aktivitas spesifik sebesar 3.42 U/mg. Oleh karena itu untuk tahap pemurnian berikutnya digunakan pengendapan protein dengan menggunakan amonium sulfat 70%.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 A k ti vi tas A T P a s e ( p mo l P/ ml/me n it /p mo l p ro te in ) Awal 45 50 55 60 70 80

Kejenuhan amonium sulfat (%)

Endapan Supernatan

Gambar 11. Hasil pengendapan protein inhibitor ekstrak kasar dengan amonium sulfat dalam berbagai kejenuhan

Demikian pula halnya dengan pengukuran terhadap penghambatan pada enzim RNA helikase JEV itu sendiri, menunjukkan hasil bahwa pengaruh penghambatan yang tertinggi terjadi pada endapan protein inhibitor kasar dari pengendapan amonium sulfat 70% (Gambar 11). Aktivitas enzim RNA helikase JEV menghidrolisis ATP menjadi ADP, dengan melepaskan fosfat inorganik bebas sebesar 1643.94 pmol P/ml/menit/pmol protein pada supernatan awalnya. Dengan penambahan inhibitor hasil endapan dengan amonium sulfat 70%, aktivitas enzim RNA helikase JEV dapat dihambat pelepasan fosfatnya menjadi 159.97 pmol

P/ml/menit/pmol protein. Oleh karena itu dalam purifikasi selanjutnya dilakukan pengendapan protein inhibitor kasar menggunakan amonium sulfat dengan kejenuhan 70%.

Kelarutan suatu molekul protein ditentukan oleh distribusi kelompok asam amino hidrofilik dan hidrofobik bermuatan pada permukaan protein yang berinteraksi dengan gugus ionik di dalam larutan. Pengendapan protein terjadi karena penggabungan molekul protein yang diinduksi oleh perubahan pH atau kekuatan ionik, penambahan pelarut organik, penambahan polimer atau inert solute (Harris 1989). Pengendapan protein pada tahap awal pemurnian berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi protein, mereduksi volume larutan enzim dan memisahkan protein target dari sebagian pengotor yang tidak dikehendaki. Pada penelitian ini dilakukan penambahan amonium sulfat pada berbagai konsentrasi (40-80%). Proses pengendapan dilakukan di dalam ruangan berpendingin (cold room) untuk mencegah terjadinya denaturasi protein target. Amonium sulfat ditambahkan sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang konstan.

Terjadinya pengendapan protein pada saat penambahan garam amonium sulfat dikarenakan terjadinya netralisasi muatan pada permukaan protein, pengurangan aktivitas kimia protein dan pengurangan konsentrasi efektif air oleh garam amonium sulfat. Konsentrasi garam yang diperlukan hingga terjadi pengendapan suatu protein, berhubungan dengan jumlah dan distribusi residu bermuatan dan residu polar ionik pada permukaan protein, jumlah dan distribusi residu hidrofobik yang terekspos pada permukaan protein serta ukuran dan bentuk protein (Coligan et al. 1997).

Hasil pengendapan protein inhibitor S. chartreusis 5-095 dengan pengendapan sebesar 70% kejenuhan amonium sulfat menunjukkan bahwa sebagian protein dapat mengendap sedangkan sebagian lainnya tidak mengendap, dengan masih adanya sedikit aktivitas inhibisi pada supernatan setelah pengendapan amonium sulfat.

Dokumen terkait