BAB II : PENGATURAN TATA KELOLA BADAN USAHA MILIK
C. Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMD
1. Dasar Perubahan Bentuk Badan Hukum Menjadi Perseroan Terbatas
Untuk memberikan ruang gerak bagi badan usaha yang dimiliki oleh Pemda,
terutama bagi badan usaha yang bertujuan untuk mencari laba bagi peningkatan
pendapatan asli daerah serta untuk meningkatkan kinerja BUMD. Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3
Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD tanggal 24 Pebruari 1998, peraturan ini
Jika dilihat dari konsideran peraturan menteri ini ada beberapa hal yang
menjadi dasar dikeluarkannya peraturan ini, antara lain :
a. Untuk meningkatkan kinerja pelayanan BUMD menyongsong era globalisasi
dengan mendorong peran swasta dan masyarakat dalam mengelola BUMD.
b. Untuk memperjelas keikutsertaan swasta dan masyarakat dalam BUMD agar
jelas kedudukan hukumnya dan mampu meningkatkan pengelolaan
manajemen.
Perubahan bentuk badan hukum didasari atas beberapa alasan yang menjadi
problematika dalam pengelolaan BUMD, alasan ini dilihat dari aspek juridis dan non
juridis. Secara juridis kebutuhan untuk merubah bentuk badan hukum suatu badan
usaha sangat di pengaruhi oleh peraturan atau regulasi yang melingkupi badan usaha
tersebut, dari sudut ini dapat dilihat apakah peraturan atau regulasi dapat mendukung
atau memberikan kepastian pada dunia bisnis atau dunia usaha, jika dilihat dari aturan
pokok yang ada sampai saat ini BUMD yang berbentuk Perusahaan Daerah atau PD,
masih mengacu pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahan
Daerah. Secara yuridis keberadaan peraturan ini masih berlaku, namun jika dilihat
dari materi yang diaturnya sangat sulit untuk mengimplementasikannya dalam dunia
usaha sekarang ini.
Adanya kebijaksanan pemerintah yang tertuang didalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD yang menjadi
bentuk badan hukum ini dimaksudkan juga untuk memperjelas kedudukan hukum
keikutsertaan pihak swasta dan masyarakat dalam hal kepemilikan BUMD.
2. Akibat Hukum Perubahan Bentuk Badan Hukum
a. Akibat Hukum Terhadap Saham BUMD
Kepemilikan suatu usaha dapat dibuktikan dengan lembaran-lembaran saham
atas suatu usaha. Sehingga saham dapat dikatakan sebagai suatu bagian dalam
kepemilikan suatu perusahaan atau suatu modal yang ditanam dalam suatu
perusahaan seperti yang diwakili oleh bagian bagian dari modal itu yang dimiliki oleh
individu masing-masing dalam bentuk sertifikat saham.27
Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah memang
tidak membatasasi kepemilikan BUMD yang berbentuk Perusahaan Daerah,
Undang-undang tersebut hanya membatasi kewenangan dari pemegang saham, pembatasan ini
dapat dilihat dari beberapa Pasal, Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah yang menyatakan :
1) Saham-saham Perusahaan Daerah terdiri atas saham-saham prioritet dan
saham-saham biasa.
2) Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki oleh Daerah.
3) Saham-saham biasa dapat dimiliki oleh Daerah, warga negara Indonesia
dan/atau badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-undang Indonesia
dan yang pesertanya terdiri dari warga negara Indonesia.
27
Fuady Munir, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Peraktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, tahun 1999), hlm 35
4) Besarnya jumlah nominal dari saham-saham prioritet dan saham-saham biasa
ditetapkan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan terdahulu, bahwa
terdapat dua jenis saham pada BUMD jika mengacu pada Undang-undang Nomor 5
tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yaitu saham prioritas dan saham biasa, saham
prioritas hanya dapat dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Ketentuan yang ada pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1998 tentang Bentuk Hukum
BUMD tidak mengatur tentang klasifikasi saham namun mengatur atau memberikan
batasan yang jelas tentang siapa-siapa yang dapat memiliki saham didalam suatu
perusahaan yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi perseroaan terbatas, Pasal
8 Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1998 tentang Bentuk Hukum
BUMD menjelaskan, antara lain :
1) Saham Perseroan Terbatas dapat dimiliki oleh Pemda, Perusahaan Daerah,
swasta dan masyarakat.
2) Bagian terbesar dari saham Perseroan terbatas dimiliki oleh Pemda dan
Perusahaan Daerah.
Ada beberapa hal yang dapat dilihat dari uraian Pasal ini, Pertama saham
Perseroan Terbatas dapat dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Kedua, BUMD yang
merupakan badan hukum dapat juga bertindak sebagai pemegang saham dalam suatu
BUMD lain. Ketiga, swasta dan masyarakat juga dapat memiliki saham didalam
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tidak
mengatur klasifikasi saham, tentang saham dalam Undang-undang Nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatasdiatur pada Bagian Kelima Pasal 48 sampai dengan
Pasal 62, tidak ada terdapat pengklasifikasian saham sebagaimana yang ada
pengaturannya dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan
Daerah, dalam undang-undang perseroan terbatas tersebut, selanjutnya dalam Pasal
52 Ayat 1 disebutkan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk
menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran deviden
dan sisa kekayaan hasil likwidasi, menjalankan hak lainnya sesuai dengan
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
memberikan keleluasaan kepada pendiri untuk menentukan persyaratan kepemilikan
termasuk tentang klasifikasi saham dalam anggaran dasar perseroan. Walaupun
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tidak mengatur tentang klasifikasi saham,
namun didalam suatu BUMD harus tetap diatur tentang adanya saham dengan hak
prioritas sebagaimana yang diatur didalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 tahun
1962 tentang Perusahaan Daerah, karena secara juridis formal undang-undang
tersebut masi merupakan payung hukum BUMD.
b. Akibat Hukum Terhadap Tata Kelola.
Perubahan bentuk badan hukum memberikan dampak pada tata kelola suatu
BUMD, sebagai mana yang diatur didalam Permendagri Nomor 3 tahu 1998 tentang
tersebut menyatakan bahwa BUMD yang bentuk badan hukumnya Perusahaan
Daerah (PD) tunduk pada peraturan perundang undangan yang berlaku mengatur
Perushaan Daerah dalam hal ini Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah, selanjuntya untuk BUMD yang bentuk badan hukumnya
Perseroan Terbatas (PT) tunduk pada perundang-undangan yang mengatur tentan
perseroan terbatas, saat ini perseroan terbatas diatur oleh Undang-undang Nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membawa
cukup banyak perubahan signifikan bagi dunia usaha di Indonesia.
Perubahan-perubahan tersebut wajib dicermati oleh BUMD yang bentuk badan hukumnya PT,
agar semua kegiatan usaha PT senantiasa dijalankan dalam koridor hukum yang tepat
dan benar.
Salah satu bentuk penyempurnaan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 adalah
pembaharuan tentang konsep pengelolaan perseroan. Pendirian perseroan terbatas
dihadapkan pada dua kepentingan, yaitu kepentingan pemegang saham/ pemilik serta
kepentingan masyarakat luas dalam hal ini adalah stake holder dan share holders.
Sehingga dengan dua kepentingan yang saling tarik menarik ini, diharapkan pada
pengelolaan perseroan yang bisa mengakses kepentingan kedua belah pihak.
Tujuan pembaharuan Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007,
salah satunya adalah untuk mendukung implementasi Good Corporate Governance.
Pengelolaan yang baik lazim disebut dengan Good Corporate Governance (GCG)
diadopsi dari Undang-undang No. 1 Tahun 1995 maupun Undang-undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
(1) Hak dan Tanggung Jawab Pemegang Saham.
Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan pemegang saham harus dapat
menjalankan hak-hak mereka melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan
perusahaa. Hak-hak pemegang saham pada dasarnya adalah hak untuk menghadiri
dan memberikan suara dalam rapat berdasarkan prinsip satu saham satu suara. Hak
untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu dan teratur
yang memungkinkan pemegang saham membuat keputusan yang baik mengenai
investasi yang berkaitan dengan sahamnya dalam perusahaaan dan hak ikut serta
dalam pembagian keuntungan, demikian pula dengan hak pemegang saham pada
suatu BUMD yang berbadan hukum Perusahaan Daerah yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
Pilihan terhadap bentuk badan hukum PT untuk kegiatan bisnisnya adalah
dikarenakan Pemegang Saham PT hanya bertanggung jawab sebesar nilai saham yang
diambilnya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Undang-undang Nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan prinsip tanggung jawab terbatas
tersebut dengan menetapkan bahwa Pemegang Saham PT tidak bertanggung jawab
secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung
jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Prinsip
mengecualikan prinsip tanggung jawab terbatas tersebut dimungkinkan dalam hal-hal
sebagai berikut28
1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. :
2. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan
pribadi.
3. Pemegang Saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan.
4. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang perseroan.
Tujuan utama dimungkinkannya penghapusan tanggung jawab terbatas suatu
PT, dapat dilihat dari Penjelasan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan terbatas, adalah agar PT didirikan tidak semata-mata sebagai
alat yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan pribadi Pemegang Saham (alter ego),
sehingga terjadi pembauran harta kekayaan pribadi Pemegang Saham dan harta
kekayaan PT, atau antara harta kekayaan Pemegang Saham dan harta kekayaan PT
tidak dapat lagi dibedakan.
28
“Tinjauan Kritis Implemetasi GCG di Indonesia” ,
(2) Tanggung Jawab Direksi.
Perseroan Terbatas sebagai suatu perusahaan atau suatu entitas ekonomi
dimana salah satu karakteristiknya adalah terpusatnya manajemen dibawah struktur
dewan direksi. Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol prilaku dari para
direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan,
termasuk menetukan standar prilaku ( standart of counduct) untuk melindungi
pihak-pihak yang akan dirugikan apabilah seorang direktur berprilaku tidak sesuai dengan
kewenangannya atau berprilaku tidak jujur.29
Secara umum Direksi merupakan agent dari PT, hal ini dapat dilihat pada
pasal 1 butir 4 dan pasal 8 Undang-undang Nomor 40 tahun 2007. Direksi
merupakan organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
Kemudian ditegaskan pula pada pasal 79 ayat (1) bahwa Kepengurusan perseroan
dilakukan oleh Direksi. Ketentuan ini, sebagaimana disebutkan dalam penjelasannya,
adalah menugaskan Direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi
pengurusan sehari-hari dari perseroan. Selain Direksi, karyawan atau orang lain juga
diberikan kemungkinan untuk mewakili perseroan, atas hal ini undang-undang
membatasi dengan ketentuan bahwa kemungkinan tersebut diberikan dengan kuasa
29
Bismar Nasution, “UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis : Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Busines Judgment Rule” disampaikan pada Seminar Bisnis 46 tahun FE USU: “Pengaruh UU No.40 tahun2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara”, Aulah Fakultas Ekonomi USU tanggal 24 November 2007.
tertulis dari Direksi kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang
lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu. Biasanya
aturan mengenai kewenangan mewakilkan dari Direksi selaku principal diatur dalam
anggaran dasar perseroan.
Oleh sebab itu direktur harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya
kepada perusahaan untuk menghindari hal yang diatas, hal ini berkaitan dengan
tanggung jawab direktur yang disebut dengan fiduciariy duty. Prinsip fiduciariy duty
ini meletakkan direktur sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga
seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan ( duty of care dan
duty of loyality), itikad baik, loyaliatas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan
derajat yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk memberi perlindungan terhadap hak
pemegang saham perusahaan, karena direktur memiliki kewajiban untuk melindungi
kepentingan pemegang saham dari tindakan sewenang-wenang pemegang saham
mayoritas, namun perlu diketahui bahwa kewajiban utama dari direktur adalah
kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara
individu maupun kelompok. Oleh karena itu seorang direktur harus bertindak
hati-hati dalam melakukan tugasnya (duty of care) dan juga dalam melakukan tugasnya
seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas
perusahaan (duty of loyality), pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam
pertanggungan jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang
dilakukannya, baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.30
Sebagai artificial person perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri,
sehingga memerlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan
perseroan sesuai dengan tujuan pembentukan perseroan. Direksi adalah organ
perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar
perseroan.
31
Pada prinsipnya suatu perseroan dapat memiliki hanya satu orang
direktur, tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah perseroan harus memiliki paling
sedikit dua orang direktur, yaitu dalam hal-hal perseroan yang bidang usahanya
mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
dan perseroan berbentuk perseroan terbuka.32
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mensyaratkan banhwa anggota direksi haruslah orang perseorangan, ini berarti tidak
dibenarkan adanya pengurusan suatu perseroan oleh badan hukum perseroan lain
maupun badan hukum lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, selanjutnya orang perseorangan itu adalah mereka yang cakap untuk
bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan baik dalam
menjadi direksi maupun komisaris pada perusahaan lain, tidak pernah dihukum
30
Ibid,hlm 7 31
I.G.Rai Wijaya, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Megapoin, 2002), hlm. 64. 32
Munir Fuady, Perseroan terbatas Pradigma Baru, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 2003), hlm.51.
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka
waktu lima tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya.
Dalam hal menjalankan tugas dan kepengurusannya, Direksi dituntut harus
senantiasa33
1. Bertindak dengan itikat baik. :
2. Senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan
pemegang saham semata-mata.
3. Kepengurusan perusahaan harus dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan
tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan
yang wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak dibenarkan untuk
memperluas maupun mepersempit ruanglingkup geraknya sendiri.
4. Tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
benturan kepentingan antara kepentingan perseroan dengan kepentingan
Direksi.
Hal diatas merupakan hal yang penting karena memberikan relasi yang
penting bahwa Direksi dan Perusahaan memiliki hubungan yang saling
ketergantungan, dimana perseroan bergantung kepada Direksi sebagi organ yang
dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan dan demikian sebaliknya
keberadaan perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, dengan kata lain tanpa
perseroan tidak mungkin ada Direksi. Sebagai suatu organ perseroan maka tugas dan
33
Gunawan Wijaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: Rajagarafindo Persada, 2003), hlm. 23.
tanggung jawab Direksi adalah tugas dan tanggung jawab kolektif koligeal diantara
anggota Direksi, anggota Direksi tidak bertanggung jawab secara sendiri-sendiri
kepada perseroan sehingga setiap tindakan yang dijalankan oleh Direksi menjadi
mengikat seluruh anggota Direksi. Tanggung jawab kolektif kolegial ini tidak berarti
tidak dibenarkannya terjadinya pembagian tugas di antara para anggota direksi
perseroan. Dalam menjalankan tugas Direksi harus mematuhi anggaran dasar
perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga setiap anggota
direksi harus memahami anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku terutama yang berhubungan dengan tugas dan kewenagan Direksi yang
berlaku dari waktu ke waktu.
Setiap anggota Direksi secara pribadi bertanggung jawab atas penyimpangan
atau kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab sebagai Direksi, Pasal 92 dan
Pasal 98 Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menyatakan Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun
diluar pengadilan, (persona standi in judicio), setiap anggota Direksi wajib dengan
itikat baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan
usaha perseroan dan setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan
(3) Tanggung Jawab Dewan Komisaris.
Sebagai salah satu organ perseroan Komisaris juga memiliki tanggung jawab
berdasarkan tugas yang dijalankan Komisaris, sebagai badan usaha yang membatasi
tanggung jawab pemegang saham sampai sebesar jumlah saham yang dimilikinya.
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (UUPT)
mengharuskan adanya lembaga komisaris sebagai salah satu organ dalam perseroan,
dalam sistem kepengurusan perseroan peran Dewan Komisaris adalah melakukan
fungsi pengawasan, namun UUPT juga membenarkan dalam hal-hal tertentu
Komisaris dapat juga menjalankan fungsi pengurusan perseroan. Dewan Komisaris
bertanggung jawab atas pengawasan perseroan baik mengenai pengurusan maupun
usaha perseroan.
Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yaitu dalam hal
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasehat
kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik,
kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberikan nasehat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan. Kemudian setiap anggota Dewan Komisaris ikut
bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Jika Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua)
diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris (Pasal
114 ayat (3) UUPT). Namun, Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggung jawabkan
atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 114 ayat (3) UUPT apabila
dapat membuktikan:
a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian.
c. Telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris
dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi
dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan
akibat kepailitan tersebut, Pasal 114 ayat (4) UUPT mengatur bahwa setiap anggota
Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota
Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud
diatas, berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5
(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Namun, anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan bahwa kepailitan tersebut
bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telah melakukan tugas pengawasan
dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan, tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung
kepailitan dan telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
Selain tugas-tugas umum, Dewan Komisaris juga memiliki kewajiban untuk
membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya. Selain itu
Dewan Komisaris juga berkewajiban untuk melaporkan kepada Perseroan mengenai
kepemilikan sahamnya atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain.
Dewan Komisaris juga berkewajiban untuk memberikan laporan tentang tugas
pengawasan yang telah dilakukannya selama tahun buku yang baru lampau kepada
RUPS. Dewan Komisaris dapat memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu diluar tugas pengawasan dan pemberian
nasihat sepanjang wewenang tersebut ditetapkan di dalam Anggaran Dasar Perseroan,
termasuk syarat-syaratnya. Tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris
berdasarkan syarat-syarat dalam Anggaran Dasar, perbuatan hukum Direksi tetap
mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik. Diluar tugas pengawasan dan pemberian nasihat, Dewan Komisaris
juga dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam “keadaan tertentu”.
Tindakan tersebut dilakukan hanya untuk “jangka waktu tertentu”. Tindakan Dewan
Komisaris dalam keadaan dan jangka waktu tertentu itu berlaku terhadap semua
ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan
pihak ketiga.34
34
“Dewan Komisaris”.