• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Kebijakan Umum APBD

Dalam dokumen 3. Isi BAB I s.d BAB Penutup (Halaman 56-59)

2.3.1 Kondisi Perekonomian Nasional

Tantangan eksternal yang dihadapi oleh perekonomian domestik pada tahun 2015 adalah belum stabilnya perekonomian dunia, termasuk negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok yang diperkirakan akan kembali mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut yang disertai dengan penurunan harga komoditas global terutama harga minyak mentah dunia berpotensi memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. Dalam merespon kondisi eksternal tersebut, Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia telah menempuh berbagai kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian domestik terutama stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi. Pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah strategis di bidang fiskal terutama dalam menjaga kesinambungan fiskal dan upaya mendukung perbaikan defisit neraca berjalan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah mengusulkan perubahan atas asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015, sebagai berikut: 1) Inflasi diperkirakan mencapai 5,0 persen atau lebih tinggi dari asumsi dalam APBN tahun 2015 sebesar 4,4 persen. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia melalui sinergi kebijakan serta koordinasi pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah senantiasa berupaya mengendalikan laju inflasi pada tahun 2015 agar tetap pada rentang sasaran inflasi tahun 2015 sebesar 4,0 ± 1,0 persen. 2) Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS diperkirakan berada pada kisaran Rp12.200 per USD yang semula asumsinya dalam APBN tahun 2015 sebesar Rp11.900 per USD. Sementara itu, relatif ketatnya likuiditas global sebagai dampak peningkatan suku bunga acuan oleh the Fed diperkirakan berpotensi memberikan tekanan terhadap perkembangan nilai tukar rupiah ke depan. 3) Suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan akan turut mengalami tekanan dan sedikit lebih tinggi di atas asumsi APBN tahun 2015 yaitu dari 6,0 persen menjadi 6,2 persen. 4) Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berada pada kisaran rata-rata USD70 per barel atau lebih rendah dari asumsi ICP dalam APBN tahun 2015 sebesar USD105 per barel. Rendahnya harga minyak dunia diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2015 mengingat pasokan minyak yang masih berlebih, terutama dengan adanya potensi pemanfaatan shale oil dan gas.

Lifting minyak diperkirakan akan terealisasi sebesar 849 ribu barel per hari, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 900 ribu barel per hari. 6) Lifting gas bumi diperkirakan mencapai 1.177 ribu barel setara minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 1.248 ribu barel setara minyak per hari. Perubahan Kebijakan dalam RAPBN Perubahan Tahun 2015 RAPBN Perubahan tahun 2015 diajukan sebagai langkah untuk menyesuaikan perubahan asumsi dasar ekonomi makro, menampung perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2015, dan juga untuk menampung inisiatif- inisiatif baru Pemerintahan terpilih sesuai dengan visi dan misi yang tertuang dalam konsep Nawacita dan Trisakti. Kebijakan yang paling esensial yang ditempuh oleh Pemerintah dalam RAPBN Perubahan tahun 2015 adalah pengalihan belanja kurang produktif ke belanja yang lebih produktif dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran dan prioritas pembangunan. Kebijakan tersebut antara lain ditempuh melalui efisiensi belanja subsidi dengan tidak memberikan subsidi untuk BBM jenis

memberikan subsidi untuk BBM jenis minyak tanah. Kebijakan tersebut selain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah dalam mendanai program/kegiatan yang lebih produktif, juga dimaksudkan untuk mewujudkan APBN yang lebih sehat dengan meminimalisir kerentanan fiskal dari faktor eksternal seperti fluktuasi harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah. Sementara itu, perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal dan langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2015 juga dilakukan baik pada

pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran. Mengacu pada perkembangan kondisi tersebut, asumsi dasar ekonomi makro

tahun 2015 diperkirakan mengalami penyesuaian sebagai berikut :

Tabel 2.27 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2014

No Indikator Makro RAPBN APBN RAPBN-P APBN-P

1 Pertumbuhan ekonomi (%,yoy) 5,6 5,8 5,8 5,7 2 Inflasi (%,yoy) 4,4 4,4 5,0 5,0 3 Tingkat bunga SPN 3 bln (%) 6,2 6,0 6,2 6,2 4 Rupiah (Rp/US$) 11.900 11.900 12.200 12.500 5 Harga minyak mentah

Indonesia(US$/barel)

105 105 70 60

6 Lifting minyak (barel/har) 845.000 900.000 849.000 825.000 7 Lifting gas (ribu barel setara

minyak per hari)

1.248 1.248 1.77 1.221

2.3.2 Kondisi Perekonomian Provinsi Papua Barat

Ekonomi Papua Barat triwulan I-2015 dibanding triwulan I-2014 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar 1,50 persen. Kontraksi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 10,87 persen; Pertambangan dan Penggalian sebesar 4,99 persen; dan diikuti oleh Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 2,12 persen. Sedangkan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Pendidikan; dan Jasa Keuangan dan Asuransi.

Struktur PDRB Papua Barat dengan migas menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada triwulan I-2015 didominasi oleh Industri Pengolahan (30,39 persen); Pertambangan dan Penggalian

(18,57 persen); dan Konstruksi (13,74 persen). Sedangkan PDRB Papua Barat tanpa migas menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku didominasi oleh Konstruksi (25,02 persen); Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (19,55 persen); dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (17,28 persen).

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Papua Barat triwulan I-2015 (y-on-y), Konstruksi memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,75 persen, diikuti Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 0,69 persen; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,49 persen; dan Perdagangan Besar-Eceran; Reparasi MobilSepeda Motor sebesar 0,43 persen. Sementara yang memiliki sumber pertumbuhan terendah adalah Industri Pengolahan (-3,46%); Pertambangan dan Penggalian (-0,96%).

Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2015 Terhadap Triwulan IV-2014 (q-to-q) Pertumbuhan ekonomi Papua Barat triwulan I-2015 terhadap triwulan IV- 2014 masih sangat dipengaruhi oleh Industri Pengolahan yang mengalami kontraksi sebesar 2,39 persen.

Kontraksi juga terjadi pada lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 2,55 persen; Jasa Pendidikan sebesar 2,37 persen; dan Pertambangan dan Penggalian sebesar 2,27. Kontraksi dari lapangan usaha tersebut mengakibatkan ekonomi Papua Barat mengalami kontraksi di triwulan I-2015 sebesar 1,78 persen. Hal ini disebabkan oleh besarnya kontribusi lapangan usaha tersebut pada perekonomian di Papua Barat, terutama lapangan usaha Industri Pengolahan dan Pertambangan dan Penggalian karena adanya komoditi minyak dan gas bumi didalamnya.

Provinsi Papua Barat pada bulan April 2015 terjadi inflasi sebesar 0,08 persen, atau terjadi kenaikan IHK dari 116,00 pada bulan Maret 2015 menjadi 116,10 pada bulan April 2015. Tingkat inflasi tahun kalender April 2015 sebesar 0,80 persen, sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (April 2015 terhadap April 2014) sebesar 6,80 persen.

Inflasi di Provinsi Papua Barat terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada hampir semua kelompok pengeluaran yakni : kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,79 persen; kelompok sandang 0,53 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,33 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,14 persen; kelompok kesehatan 0,13 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,04 persen. Adapun kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks yakni kelompok bahan makanan -0,69 persen.

Inflasi yang terjadi di Provinsi Papua Barat dipengaruhi oleh kenaikan indeks yang signifikan pada beberapa sub kelompok, yaitu: sub kelompok bumbu- bumbuan 8,11 persen; sub kelompok buah-buahan 2,01 persen; sub kelompok kacang-kacangan 1,91 persen; sub kelompok daging dan hasil- hasilnya 1,70 persen; serta sub kelompok transpor 1,10 persen. Sedangkan beberapa sub kelompok yang mengalami deflasi yaitu: sub kelompok ikan segar -5,10 persen; sub kelompok sayur-sayuran -3,08 persen; sub kelompok ikan diawetkan -1,84 persen; sub kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya -0,51 persen; serta sub kelompok lemak dan minyak -0,34 persen.

Dalam dokumen 3. Isi BAB I s.d BAB Penutup (Halaman 56-59)

Dokumen terkait