BAB III PERUBAHAN EKOLOGI SOSIAL SUNGAI BAHARU 1945-2005
3.5 Perubahan Lingkungan Sungai, dan Budaya
3.5.1 Perubahan Lingkungan Sungai
Lingkungan kawasan Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak merupakan
daerah pantai berupa daratan datar yang dibelah oleh Sungai Baharu. Pada tahun 1945
Kawasan Sungai Baharu masih sangat asri belum tercemar oleh polusi.46 Air Sungai
Baharu pada masa itu masih sangat jernih sehingga masyarakat kawasan Sungai
Baharu masih memanfaatkan air Sungai Baharu untuk keperluaan sehari-hari. Di
kawasan Sungai Baharu pada tahun 1945 masih banyak ditemukan hewan-hewan liar
45
Wawancara, H. Hasan Lebai, Sei Baharu, 20 Maret 2017.
46
seperti buaya, ular, dan kera-kera yang hidup di sekitar hutan mangrove di bagian
hilir Sungai Baharu.
Pada bagian sisi kanan dan kiri Sungai Baharu terdapat tanggul dengan
ketinggian 2 meter dan lebar 2 meter yang terdapat di Dusun Sei Baharu 1, Dusun Sei
Baharu 2, Dusun Sei Baharu 4 dan Dusun Sei Baharu 5 benteng tersebut dibangun
pada masa Kolonial Belanda pada tahun 1925 untuk mengurangi dampak dari
bencana alam banjir agar air banjir tidak masuk ke pemukiman masyarakat dan
perkebunan yang berada di sepanjang aliran Sungai Baharu, selain itu benteng
tersebut juga dimanfaatkan masyarakat sebagai jalan setapak dan benteng tersebut
dapat hanya dapat dilalui oleh sepeda. Di masa itu juga sudah terdapat pulau-pulau
yang terbentuk dari hasil sedimentasi47 lumpur-lumpur yang dibawa oleh aliran
sungai yang berasal dari hulu dan lumpur-lumpur yang dibawa dari laut akibat pasang
surutnya air laut. Namun pada tahun 1945 pulau-pulau tersebut masih ditumbuhi oleh
tanaman-tanaman liar yang tumbuh sendiri dan tidak terawat, ukuran pulau-pulau
pada masa itu mencapai 1 hektar hingga 5 hektar.
Pada tahun 1975 pembangunan jalan raya dilakukan di Desa Sei Baharu
berdasarkan kebijakan dari Dinas Pembangunan Umum Kabupaten Deli Serdang
meliputi jalan masuk dari Desa Sei Baharu melewati Jembatan, Dusun 4 dan Dusun 5
47
Menurut Pipkin (1977) sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang dipindahkan dari berbagai sumber air darat maupun laut dan didepositkan oleh udara, angin, es, dan air. Selain itu ada juga yang dapat diendapkan dari material yang melayang dalam air (suspensi) atau dalam bentuk kimia pada suatu tempat (presipitasi kimia). Umi M dan Agus S. ,
Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. (Jakarta: Badan Riset Kelautan Dan Perikanan), 2002, hlm.
Sei Baharu, kemudian Desa Lama Kecamatan Hamparan Perak. Pembanguan jalan
raya di Desa Sei Baharu mengakibatkan pola pemukiman masyarakat yang dahulunya
mengahadap ke sungai beralih menjadi menghadap ke arah jalan raya dan berada di
sepanjang aliran jalan raya. Kendaraan bermotor dari mulai berukuran kecil hingga
besar sudah dapat lewat di kawasan Sungai Sei Baharu seperti sepeda motor dan juga
mobil.
Pada waktu yang hampir bersamaan di kawasan Sungai Baharu yaitu pada
Dusun Sei Baharu 5 dibangun kleb dan pembuatan benteng untuk pengairan
perkebunan dan persawahan milik masyarakat kawasan Sungai Baharu. Seiring
dengan berjalannya waktu jalan raya yang dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Deli Serdang dilanjutkan pada tahun 2002 sebagai proyek berkelanjutan
dengan nama program Perkerasan Jalan Desa Sei Baharu-Kp Lama. Kemudian
dilanjutkan juga dengan program dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan dengan
nama pekerjaan Rehab Benteng dan Pintu Kleb 2 buah di Desa Baharu.48
Sekitar tahun 1980-an bagian pinggir Sungai Baharu sebelum benteng
dimanfaatkan oleh masyarakat kawasan Sungai Baharu dengan ditanami
tanaman-tanaman perkebunan pisang. Masyarakat juga sudah membangun pemukiman di
kawasan pinggiran Sungai baharu sebelum benteng sementara peraturan masyarakat
pada masa pemerintahan Belanda bahkan hingga tahun 1970 masyarakat dilarang
48 Dikelola dari Arsip, Foto dokumentasi, Perkerasan Jalan Desa Sei Bahru-Kp.Lama, Cv.Murah Batu, 2001. Dan Arsip, lembaran Kerja (LK) Rehab Benteng dan Pintu Kleb 2 (Dua) Buah di Desa Sei Baharu, Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan, Proyek APBD kabupaten Deli Serdang Sektor Sumber Daya Air dan Irigasi Tahun Anggaran 2002.
untuk membangun pemukiman di daerah tepat dipinggir sungai yaitu sebelum
benteng.
Pada tahun 1980 pulau-pulau dan paluh-paluh yang ada di kawasan Sungai
Baharu Kecamatan Hamparan Perak mulai digarap masyarakat dijadikan kawasan
perkebunan sawit dan perkebunan nipah oleh beberapa masyarakat seperti
Masyarakat sekitar bernama Syafrudin Siba dan masyarakat pendatang seperti Suku
Batak, Jawa dan salah seorang pengusaha dari luar kota yang menggarap pulau dan
paluh yang ada di kawasan Sungai Baharu merupakan seorang pengusaha kelapa
sawit keturunan Tionghoa bernama Frenky Burhan.
Setelah bekembangnya tanaman sawit dan juga tanaman nipah yang ditanam
di beberapa paluh-paluh di kawasan Sungai Baharu dan juga tanaman nipah di
beberapa pulau yang ada di kawasan Sungai Baharu mengakibatkan pulau-pulau yang
semakin lama ukurannya semakin membesar seperti yang sudah kita bahas
sebelumnya ukuran pulau-pulau pada masa kemerdekaan berukuran 1-5 hektar.
Sesudah dijadikannya pulau-pulau sebagai perkebunan nipah ukuran pulau menjadi
11- 15 hektar.
Pada tahun 2001 masyarakat sekitar dan masyarakat pendatang juga mulai
menggarap pulau-pulau yang merupakan hasil sedimentasi lumpur di Sungai Sei
Baharu dengan menanami pulau-pulau pada bagian hulu yang ukurannya lebihy kecil
Masyarakat sekitar dan pendatang memanfaatkan pulau-pulau pada bagian hulu yang
memiliki jenis air tawar dengan menanami tanaman-tanaman palawija seperti
sayuran, papaya dan juga cabai. Kemudian pada tahun 2005 seoarang putra daerah
desa Sei Baharu yang bernama Syafrudin Siba membangun kawasan objek wisata
dengan nama Siba Island di salah satu pulau terbesar yang terdapat pada bagian hilir
Sungai Baharu.49
Dengan adanya kegiatan masyarakat di bagian hulu Sungai Baharu yang
meliputi kegiatan ekonomi, pertanian, peternakan, bahkan industri yang berada pada
bagian hulu Sungai baharu mengakibatkan Sungai Baharu mengalami pencemaran.
Air sungai yang semula berwarna jernih dan asri berubah menjadi keruh. Masyarakat
tidak dapat memanfaatkan air sungai lagi sebagai bahan untuk kebutuhan pokok.
3.5.2 Perubahan Budaya
Kebudayaan di kawasan Sungai Baharu merupakan kebudayaan Melayu yang
tumbuh di tengah- tengah masyarakat lokal sebagai pendukungnya yaitu masyarakat
melayu yang tinggal di Desa Sei Baharu.
Kebudayaan asli Suku Melayu yang ada di kawasan Sungai Baharu adalah:
1. Suku Melayu di kawasan Sungai Baharu memiliki kebudayaan dengan pola
pemukiman mengikuti aliran sungai. Dengan jenis rumah melayu yaitu rumah
49
panggung yang semula bentuknya adalah empat persegi panjang atau berbentuk
bansal, bertiang tinggi yang atapnya terbuat dari daun nipah dan dinding tepas atau
kayu.
2. Dalam mendirikan bangunan rumah Suku Melayu di kawasan Sungai Baharu
memiliki kebudayaan bergotong royong atau kerja sama. Sebelum mendirikan
rumah, Suku Melayu dahulu pergi ke hutan untuk meramu kayu dipilih yang baik
agar rumah dapat bertahan lebih lama. Dan rangkaian meramu kayu tersebut pun b
iasanya dilakukan dengan cara bergotong-royong, dan kayu-kayu tersebut di ambil
dari sekitar kampung. Tapak rumah sebelum didirikan bangunan terlebih dahulu
dilakukan upacara tepung tawar dan pembacaan doa.50
3. Mata pencaharian masyarakat melayu di kawasan Sungai Baharu adalah sebagai
nelayan dan juga petani. Keberadaan Sungai baharu bagi masyarakat melayu di
kawasan Desa Baharu sangat penting bagi kebudayaan suku melayu pada masa itu.51
4. Suku melayu di kawasan Sungai melayu memliki kearifan lokal yaitu menganyam
bambu dan juga daun nipah yang dijadikan masyrakat sebagai tepas dan juga atap
nipah, dimanfaatkan masyarakat sebagai membuat rumah dan juga diperjual-belikan
kepada pihak perkebunan Belanda untuk pembangunan bangsal-bangsal tembakau
untuk proses penyimpanan dan pengeringan tembakau.52
50
Tengku Admasyah, Butir-butir Sejarah Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur, (Yayasan Kaya Budaya Nasional) Medan, hlm 66.
51
Wawancara, Andak, Desa Sei Baharu, 01 Pebruari 2017.
Setiap masyarakat di berbagai tempat pasti akan mengalami
perubahan-perubahan. Perubahan yang terjadi bisa saja mengalami kemajuan bahkan bisa juga
mengalami kemunduran. Menurut seorang ahli bernama J.L Gillin dan J.P
Gillin Perubahan sosial dan Budaya adalah variasi dari mode atau cara-cara hidup
yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, dalam kebudayaan
materil, komposisi penduduk atau ideologi, maupun disebabkan oleh difusi atau
penemuan-penemuan baru dalam kelompok.53
Perubahan adalah pergeseran nilai atau anggapan terhadap sesuatu masalah .
menurut Koentjaraningrat perubahan budaya adalah proses pergeseran, pengurangan,
dan penambahan, dan perkembangan unsur-unsur dalam suatu kebudayaan. Secara
sederhana perubahan budaya merupakan dinamika yang terjadi akibat
benturan-benturan antar unsur budaya yang berbeda-beda.54
Faktor perubahan budaya yang terjadi di kawasan Sungai baharu yaitu
a. Hidup berdampingan antar kelompok masyarakat akan dapat membawa perubahan.
Dengan hidup berdampingan dengan masyarakat dengan berbagai macam etnik,
maka masyarakat kawasan Sungai Baharu dapat meniru hal-hal yang positif dari
sekitarnya.
53 Nanang Martono , Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern Posmodern, dan
Poskolonial, (Jakarta : Penerbit Raja Garafindo Persada Jakarta, 2012), hlm. 12 54
Tantawi, Isma, Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia, (Yayasan Al-Hayat, 2015), hlm. 105
b. Kondisi Alam sangat memegang peranan penting untuk menciptakan perubahan.
Alam yang subur akan mudah menciptakan program perikanan, pertanian untuk
mensejahterakan masyarakat di kawasan Sungai Baharu. Artinya perubahan kondisi
alam menciptakan perubahan budaya di kawasan Sungai baharu.
c. Sistem pendidikan yang baik dan ajaran agama yang berkembang di suatu daerah
berkontribusi untuk mengubah pola pemikiran masyarakat kawasan Sungai Baharu.
Sehingga pendidikan dan ajaran agama juga sebagai faktor dalam perubahan budaya
di kawasan Sungai Baharu.55
Perubahan kebudayaan melayu yang terjadi di kawasan Sungai Baharu hingga
tahun 2005 adalah sebagai berikut.
1. Dikarenakan adanya pembangunan jalan raya di kawasan Sungai Baharu tepatnya di
Desa Sei Baharu pola pemukiman masyarakat yang mengikuti aliran sungai berubah
menjadi pola pemukiman mengarah pada arah jalan raya.
2. Rumah masyarakat di kawasan Sungai Baharu yang semula adalah rumah panggung
dengan tiang kayu, dinding, tepas dan beratap nipah berubah menjadi
bangunan-bangunan setengah papan dengan pondasi batu-bata dan semen beratap seng dan
pada tahun 2005 rumah masyarakat di Desa Baharu sudah sebagain besar berdinding
beton dan beratap seng bahkan genting-genting.
3. Dalam membangunan rumah ataupun pemukiman masyarakat di kawasan Sungai
Baharu tidak lagi dilakukan kegiatan gotong royong. Masyarakat lebih memilih
untuk membayar pekerja bangunan untuk membangun rumah. Bahkan kegiatan
sebelum membangun rumah yaitu meramu bahan-bahan bangunan , tepung tawar
dan pembacaan doa ada beberapa yang sudah tidak dilakukan.
4. Mata pencaharian suku Melayu di kawasan Sungai baharu tidak semata-mata hanya
bertani dan nelayan saja. Perubahan kebudayaan terjadi dengan masuknya
kebudayaan lain dan meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan
Sungai Baharu. Profesi masyarakat Melayu di kawasan Sungai Baharu pada masa ini
sudah majemuk ada yang berprofesi sebagai pedagang, pegawai pemerintahan, dan
juga pegawai swasta.
5. Kearifan lokal suku Melayu yang berada di Kawasan Sungai Baharu pada masa ini
sudah mulai hilang. Walaupun masih ada sebagian kecil masyarakat yang
menganyam tepas dari bilah bambu dan mengbuat atap nipah dari daun nipah.
Dikarenakan perkebunan tembakau yang sudah tidak berkembang lagi dan
permintaan akan bahan-bahan untuk pembuatan bangsal tidak ada lagi, masyarakat
di Desa Sei Baharu lama kelamaan meninggalkan kearifan lokal membuat tepas dan
juga atap nipah. Sebagian kecil masyarakat yang mebuat atap nipah hanya untuk