BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2 Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental
Sinabung
Secara luas pendidikan memiliki arti hidup (life is education) artinya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan
yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pendidikan dan
perkembangan individu. Secara sempit pendidikan identik dengan persekolahan
(schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol. Pendidikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai
spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat timbulnya
pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
Dalam nuansa pendidikan, manusia adalah sasaran pendidikan sekaligus subjek
pendidikan. Pendidikan membantu manusia dalam menumbuh kembangkan
potensi-potensi kemandirian yang ada dalam dirinya. Potensi kemandirian
merupakan benih untuk mengembangkan seseorang menjadi manusia seutuhnya.
Masyarakat Karo umumnya berbasis agraris memiliki corak kebudayaan dengan
karakterstik agraris pula. Suku Karo sebagai bagian masyarakat agraris Sumatera
Utara memiliki corak kultural yang mereferensikan karakter agraris.
Pendidikan dan pembangunan pertanian adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena pendidikan berperan dalam menghasilkan tenaga-tenaga
pembangunan yang terdidik, berpengetahuan dan terampil yang dibutuhkan dalam
setiap pembangunan. Sebaliknya keberadaan pembangunan akan memberi
kesempatan dan peningkatan pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia untuk mensejahterakan pembangunan di segala bidang.
Di Desa Guru Kinayan sampai tahun 2014 terdapat sebanyak 974 siswa yang
sedang duduk di bangku pendidikan formal. Kabupaten Karo berkembang sebagai
penghasil kopi, jeruk, dan sayuran. Perekonomian desa berkembang dengan pesat,
dengan adanya hasil produksi tersebut. Di tengah-tengah perkembangan ekonomi
yang cukup besar di Guru Kinayan, ternyata ada satu masalah yang cukup serius
yaitu masalah putus sekolah. Menurut observasi di lapangan peneliti menemukan
ada 21 orang anak putus sekolah yang berusia antara 6-19 tahun. Desa Guru
Kinayan kebanyakan sudah memiliki ladang sendiri kecuali masyarakat
pendatang. Dengan adanya ekonomi yang lebih baik pendidikan seharusnya
menjadi lebih baik. Namun bertolak belakang dengan kenyataan. Di Desa Guru
Kinayan sebelum erupsi Gunung Sinabung, keinginan orang tua untuk dapat
menyekolahkan anak dikatakan cukup baik. Berikut ini disajikan tabel 15 tingkat
penyelesaian pendidikan setiap jenjang pendidikan di Desa Guru Kinayan.
Tabel 15. Tingkat Penyelesaian Pendidikan Setiap Jenjang Pendidikan di Desa Guru Kinayan
Jenjang Pendidikan Jumlah Masuk Jumlah Tamat Keterangan SD 45 40 5 PS SMP 37 36 1 PS SMA 34 29 5 PS PT 4 0 25 Tidak Melanjutkan Kuliah Sumber : Kantor Kepala Desa Guru Kinayan
Bagi masyarakat Guru Kinayan, pendidikan adalah investasi. Nilai anak bagi
mereka sangat tinggi, para orang tua berusaha maksimal untuk dapat
menyekolahkan anak setinggi-tinggginya. Pemenuhan kebutuhan anak sekolah
seperti baju seragam, alat tulis, dan lainnya merupakan prioritas bagi mereka.
Masyarakat menganggap pendidikan adalah modal dalam penguasaan
keterampilan. Berikut ini disajikan tabel 16 dan tabel 17 data hasil skoring
perubahan orientasi nilai budaya dan sikap mental petani kopi terhadap hakekat
Tabel 16. Data Rekapitulasi Hasil Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Pendidikan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
Keterangan Jumlah Skoring
Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi
Total 604 330
Rataan 20,13 11
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 77
Tabel 17. Data Hasil Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Pendidikan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
Lama Pendidikan Sampel
Rataan Skoring
Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi
0-6 3.25 1,8
7-12 3,4 2,3
13-20 4,4 2,2
Dari tabel 17 dapat diinterpretasikan bahwa sampel dengan tingkat pendidikan
relatif paling rendah memiliki orientasi nilai budaya dan sikap mental paling
rendah terhadap hakekat pendidikan. Seiring dengan tingginya pendidikan, ada
kecenderungan mereka bersikap sangat positif (setuju) dengan pernyataan-
pernyataan positif tentang pendidikan. Secara keseluruhan petani sampel memiliki
skor 3,68 (mendekati setuju) terhadap seluruh pernyataan. Artinya mereka setuju
bahwa pendidikan adalah investasi dan tidak boleh ada diskriminasi terhadap
pendidikan anak. Kebutuhan terhadap pendidikan harus terpenuhi walaupun
dengan melakukan penarikan tabungan (dissaving) dan kebutuhan pendidikan seperti alat tulis, baju seragam harus tetap dipenuhi.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa pandangan terhadap pendidikan setelah
orientasi nilai budaya dan sikap mental yang diperoleh menurun secara signifikan.
Secara keseluruhan nilai skoring petani sampel setelah erupsi Gunung Sinabung
adalah sebesar 2,12. Artinya posisi mereka berubah menjadi tidak setuju sampai
ragu-ragu. Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana dikemukakan bahwa, “ bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Berpijak kepada pengertian bencana dari aspek legal, maka kejadian bencana
sesungguhnya sangat berdampak terhadap mental dan psikologis. Mismanagement penanganan selama terjadinya bencana erupsi Gunung Sinabung berdampak
sangat besar bagi mental dan psikologis korban. Dengan mismanagement bencana seperti yang ditunjukkan pemerintahan daerah Kabupaten Karo maka pemenuhan
dasar yang utama hanyalah pemenuhan material saja. Padahal penanganan
bencana sesungguhnya bukan semata-mata mengandalkan kemampuan
memberikan bantuan material saja, tetapi memberikan dukungan moral kepada
mereka yang terkena bencana menjadi keharusan. Melalui komunikasi yang
berpedoman kepada etika dan substansi komunikasi dalam penyampaian pesan
dari satu sumber kepada sumber lain yang bertujuan memberikan pemahaman
bersama, maka komunikasi menjadi sangat essensial dalam memberikan bantuan
Dalam situasi masing-masing elemen pemerintah dan swasta tidak terkoordinasi
dengan baik, tentu saja akan berdampak munculnya informasi penanganan
bencana yang bervariasi. Mismanagement informasi akan mengakibatkan pesan- pesan dari sumber yang tidak jelas akan bergerak bebas, tanpa dikelola dengan
keteraturan yang terkoordinasi secara integratif. Padahal dengan kondisi yang
penuh ketidakpastian masyarakat cenderung menerima informasi tanpa melakukan
seleksi terhadap kebenaran seluruh pesan. Lebih dari itu, pesan-pesan dari sumber
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan bisa mendominasi media massa
konvensional, media sosial yang didukung oleh teknologi komunikasi. Tekanan
mental hebat yang didukung dengan aliran informasi yang tidak
bertanggungjawab memberikan dampak terhadap pola pikir dan nilai harapan
akan masa depan khususnya terhadap keberlanjutan pendidikan anggota keluarga.
Tabel 18. Hasil Uji Statistic Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Pendidikan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics Z Asymp. Sig. (2- tailed)
Sumber pangan sesudah erupsi - Sumber pangan sebelum erupsi
Negative Ranks 28 a 14.50 406.00 -4.629a .000 Positive Ranks 0 b .00 .00 Ties 2c Total 30
a. Based on positive ranks b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 89
Dari hasil uji Wilcoxon (Wilcoxon sign rank test) dengan tingkat kepercayaan 95 % diperoleh hasil bahwa hasil signifikansi dari penelitian ini adalah sebesar 0,000
H1diterima dan H0 ditolak : artinya Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai
budaya dan sikap mental keluarga petani kopi terhadap hakekat pendidikan
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.
5.3 Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Terhadap Hakekat Sumber Pangan Sebagai Dampak Erupsi Gunung Sinabung
Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dinyatakan
bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perairan, dan air , baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, tetrmasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan yang dimaksud dengan akses
pangan tingkat rumah tangga ialah kemampuan suatu rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang cukup secara terus menerus melalui berbagai cara,
seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga, jual beli,
tukar menukar/barter, pinjam meminjam, pemberian atau bantuan pangan. Akses
pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumber
daya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi.
Persediaan pangan wilayah yang mencukupi kecukupan pemenuhan kebutuhan
pangan setiap individu dalam wilayah tersebut sangat dibutuhkan untuk menjamin
akses pangan wilayah tersebut. Pangan harus dapat tersedia secara fisik untuk
seluruh anggota keluarga. Pangan juga harus tersedia terus-menerus dalam suatu
pasar dimana rumah tangga tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang
Desa Guru Kinayan merupakan desa pegunungan dan cukup jauh jaraknya dari
pusat pertumbuhan (kota), sehingga ketersediaan pangan yang dibutuhkan tidak
seluruhnya dapat diproduksi sendiri. Beberapa jenis pangan seperti ikan laut harus
didatangkan dari luar desa. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa
makanan pokok sehari-hari masyarakat di daerah penelitian adalah beras.
Ketersediaan beras umumnya tidak dapat dipenuhi sendiri akan tetapi banyak
didatangkan dari luar desa. Akses pangan bergantung pada daya beli rumah
tangga, yang pada akhirnya merupakan fungsi dari akses mata pencaharian. Akses
terhadap mata pencaharian berarti terjaminnya penghasilan dalam jangka waktu
yang panjang. Dengan kata lain kemampuan untuk memperoleh pangan
bergantung pada akses terhadap mata pencaharian yang tetap. Dengan tingkat
pendapatan keluarga sebesar Rp 5.666.000/bulan, maka pada dasarnya
kemampuan untuk menyediakan pangan sesuai dengan standard gizi dapat
dipenuhi dengan baik. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, pemenuhan akan
ikan dan sayur sebagai sumber gizi dapat dikatakan terpenuhi dengan baik,
dimana kebutuhan tersebut tetap tersedia dan dikonsumsi dalam semua kondisi.
Keberadan daging sebagai sumber protein hewani disesuaikan dengan situasi
keadaan rumah tangga, walaupun begitu konsumsi terhadap daging tetap
diupayakan walaupun pada hari-hari tertentu (hari libur). Keberagaman lauk pauk
dalam kehidupan masyarakat tidak terlalu nyata. Artinya konsumsi masyarakat
terhadap satu jenis makanan sebagai sumber pangan sangat tinggi. Misalnya
kesamaan konsumsi satu jenis menu untuk dua atau tiga hari. Konsumsi rumah
tangga terhadap buah-buahan tidak begitu tinggi. Hal ini sangat kontradiktif
buah-buahan. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari pemahaman masyarakat
terhadap kandungan gizi buah-buahan. Konsumsi terhadap makanan instan seperti
roti, biskuit, atau soft drink dapat dikatakan tidak terlalu tinggi. Konsumsi terhadap makanan ini lebih banyak dilakukan oleh anak-anak. Telur, susu, dan
kacang-kacangan merupakan bahan pangan relatif mahal. Dari hasil penelitian
diperoleh data bahwa pemenuhan kebutuhan pemenuhan terhadap telur, susu, dan
kacang-kacangan hanya dilakukan oleh kelompok masyarakat yang memiliki
pendapatan relatif tinggi. Dalam keseharian masyarakat selalu menggunakan
minyak dalam memasak makanan, dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa
penggunaan minyak goreng dapat berulang 3 sampai 4 kali. Dalam masyarakat
karo ada budaya yang sangat khas yaitu nyuntil atau man belo ras mbako.
Konsumsi terhadap makanan tersebut merupakan tradisi budaya yang sangat
melekat dengan suku karo. Tembakau dan sirih dapat dikatakan merupakan
kebutuhan yang sejajar dengan bahan pokok dan harus tetap dipenuhi dalam
keadaan apapun.
Dalam penelitian ini diajukan 10 (sepuluh) daftar pertanyaan. Hasil skoring
terhadap semua sampel sebelum erupsi adalah sebesar 46,60. Artinya seluruh
sampel mendekati setuju terhadap seluruh pernyataan. Misalnya sebagian besar
mereka setuju bahwa warung kopi merupaka tempat curahan hat dan diskusi
sambil minum teh dan kopi. Dalam kondisi apapun pengeluaran untuk kegiatan ini
harus tetap disediakan. Dari seluruh sampel yang diteliti terdapat sebanyak 5
sampel (16,67 %) yang memiliki skoring maksimum (50). Artinya kelima sampel
tersebut walaupun seluruhnya tidak memiliki penghasilan tinggi, tetapi mereka
Tabel 19. Data Rekapitulasi Hasil Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Sumber Pangan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
Keterangan Jumlah Skoring
Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi
Total 1398 647
Rataan 46,60 21,57
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 80
Erupsi Gunung Sinabung membawa perubahan besar terhadap keberadaan sumber
daya. Perubahan sumber daya ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap
sosial ekonomi, khususnya pangan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil rataan
skoring terhadap 10 pernyataan adalah sebesar 21,57. Artinya seluruh sampel
tidak setuju terhadap seluruh pernyataan yang diajukan. Bahkan ada 9 (sembilan)
sampel yang memiliki skor dibawah 20, artinya 30 % sampel menyatakan sangat
tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Sembilan sampel tersebut sebelum
erupsi Gunung Sinabung memiliki nilai skor sebesar 46,89. Artinya dalam skala
yang lebih kecil terdapat perubahan yang sangat nyata, orientasi nilai budaya dan
sikap mental masyarakat terhadap hakekat sumber pangan.
Tabel 20. Hasil Uji Statistik Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Sumber Pangan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics Z Asymp. Sig. (2- tailed)
Sumber pangan sesudah erupsi - Sumber pangan sebelum erupsi
Negative Ranks 29 a 15.88 460.50 -4.694a .000 Positive Ranks 1 b 4.50 4.50 Ties 0c Total 30
a. Based on positive ranks b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dari hasil uji Wilcoxon (Wilcoxon sign rank test) dengan tingkat kepercayaan 95 % diperoleh hasil bahwa hasil signifikansi dari penelitian ini adalah sebesar 0,000
yakni lebih kecil dari 0,005. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1
diterima dan H0 ditolak : artinya Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai
budaya dan sikap mental keluarga petani kopi terhadap hakekat sumber pangan
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.
5.4 Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Terhadap Hakekat Perumahan Sebagai Dampak Erupsi Gunung Sinabung
Rumah merupakan salah satu komponen utama dalam membangun sebuah
keluarga sejahtera selain pakaian dan pangan. Secara umum, rumah dapat
diartikan sebagai tempat untuk berlindung atau bernaung dari pengaruh keadaan
alam sekitarnya. Secara fisik rumah berarti suatu bangunan tempat kembali dari
bepergian, bekerja, tempat tidur dan beristirahat memulihkan kondisi fisik dan
mental yang letih dari melaksanakan aktivitas sehari-hari. Secara psikologis
rumah berarti suatu tempat untuk tinggal dan untuk melakukan hal-hal tersebut
diatas, yang tenteram, damai, menyenangkan bagi penghuninya.
Rumah adalah karya terbesar bagi masyarakat Karo. Rumah bagi mereka
bukanlah semata menjadi tempat tinggal atau tempat berteduh. Rumah merupakan
tempat bergaul dengan semua orang. Pada dasarnya kebanyakan orang Karo
adalah orang-orang yang suka bicara, membicakan orang dalam istilah bahasa
karo disebut dengan Cikurak. Sehingga rumah siwaluh jabu menjadi salah satu
sarana untuk dapat membicarakan orang lain atau hal-hal lain sampai pagi. Rumah
sosial. Walaupun begitu di dalam rumah siwaluh jabu ini, ada persamaan senasib
sepenanggungan. Dalam proses pembangunnannya, nilai kerja sama atau gotong
royong sangat ditonjolkan, sehingga setiap jabu yang berdiri kokoh bukan hanya
hasil karya satu orang saja, tetapi merupakan suatu hasil karya bersama. Mulai
dari persiapan, pengerjaan, hingga penyelesaiannya. Ini pula yang menunjukkan
bahwa rumah bagi suku Karo sangat dijunjung tinggi.
Masyarakat Karo yang tinggal didaerah penelitian mata pencaharian utamanya
adalah bertani. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tersebut mereka harus
mempunyai tempat tinggal yang tetap. Rumah menjadi suatu kebutuhan yang
harus dipenuhi. Tempat tinggal yang berdekatan dengan lokasi pertanian
merupakan hal yang wajar dan membuat mereka lebih dapat berbudidaya dengan
baik. Di Desa Guru Kinayan sebelum erupsi masih cukup banyak terdapat rumah
siwaluh jabu. Di dalam rumah ini berdiam beberapa keluarga yang mencerminkan
bahwa prinsip gotong royong sangatlah tinggi. Hidup bersama dalam rumah si
waluh jabu memberikan keunikan, hidup dalam rumah yang serba transparan
dengan adanya dinding penyekat yang membatasi satu keluarga dengan keluarga
yang lain. Sebagai tambahan bahwa dalam rumah si waluh jabu tersebut yang
ditanamkan adalah sikap saling menghormati, menghargai dan memperhatikan
satu sama lain. Hal ini terungkap dalam moto “mehamat erkalimbubu, metenget ersembuyak, janah metamiman anak beru”. Dalam rumah adat si waluh jabu ini dapat dilihat dengan jelas Merga silima, Orat si waluh (sembuyak, senina
sipemeren, senina siparibanen, kalimbubu, puang kalimbubu, anak beru, anak
beru menteri ras anak beru singukuri), dan Rakut si telu (Kalimbubu, anak beru
kempu, nande, bapa, anak, bibi, bengkila, permen, mami, mama,ras bere-bere).
Semuanya hidup dalam kesatuan hati dan pikiran untuk berbuat baik.
Kebersamaan ini sebelum erupsi Gunung Sinabung masih sangat terasa
keberadaannya di desa Guru Kinayan. Di daerah penelitian, rata-rata penduduk
memiliki rumah sendiri, yang pada dasarnya merupakan warisan dari leluhurnya.
Jenis atap rumah sudah banyak mengalami perubahan dari bahan ijuk menjadi
seng. Lantai rumah umumnya terbuat dari semen, walaupun masih ada juga
beberapa berlantai tanah. Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari air
pegunungan. Air ini dialirkan langsung melalui pipa dari umbul-umbul air yang
ada di perbukitan sekitar desa. Dengan demikian keberadaan air di desa penelitian
dapat dikatakan tidak transaksional, dan fasilitas air untuk mandi di pancuran
bersifat open akses. Bentuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus) di daerah penelitian
sudah cukup baik. Fasilitas MCK bersifat private dan permanen. Keberadaan utilitas seperti listrik berasal dari PLN dengan daya rata-rata 450 Watt. Kebutuhan
untuk memasak adalah bahan bakar minyak.
Tabel 21. Data Rekapitulasi Hasil Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Perumahan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
Keterangan Jumlah Skoring
Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi
Total 2.157 1.056
Rataan 71,9 35,2
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 83
Dari hasil penelitian diperoleh hasil sebelum erupsi diperoleh data bahwa rata-rata
nilai skoring orientasi nilai budaya dan sikap mental petani kopi terhadap hakekat
rumah rata-rata adalah sebesar 71,9. Artinya seluruh sampel hampir setuju dengan
menginginkan bersifat private, atau keberadan air minum yang bersifat open akses bahkan menginginkan jenis dinding rumah yang terbuat dari tembok dan lantai
semen. Setelah erupsi Gunung Sinabung diperoleh hasil nilai skoring yang sangat
menurun secara drastis menjadi 35,2. Artinya setelah erupsi Gunung Sinabung
keseluruhan sampel penelitian mengalami disorientasi terhadap hakekat rumah
sebagai tempat tinggal. Erupsi Gunung Sinabung sangat berakibat langsung
terhadap keberadaan rumah penduduk. Sebagian besar (75%) rumah penduduk
hancur akibat lahar dingin dan debu vulkanik. Seluas 72 persen wilayah desa
Guru Kinayan tidak dapat ditempati dan dinyatakan sebagai zona merah yang
tidak dapat dimasuki. Wilayah sisanya yaitu sekitar 28 persen berada sekitar 5
kilometer sampai 6 kilometer masih dapat ditempati apabila sudah ada ijin dari
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Penanggulangan bencana
Gunung Sinabung dapat dikatakan tidak berlangsung dengan baik, hal ini
ditambah dengan sifat erupsi yang tidak dapat diprediksi (unpredictable). Kondisi ini membuat kondisi psikis masyarakat mengalami gangguan. Bencana tersebut
benar – benar membuat mereka putus asa dan mengalai disorientasi. Keadaan
lokasi penampungan darurat dan adanya rasa pesimistis terhadap masa depan
membuat mereka lebih realistis dalam menghadapi hidup. Misalnya untuk
mendapatkan air minum dan kebutuhan lainnya mereka mau membayar sejumlah
uang. Mereka sangat berharap penggantian rumah tinggal mereka yang hancur
dengan kondisi yang lebih inferior. Misalnya rumah dengan lantai tanah dan dinding papan serta fasilitas MCK bersama.
Tabel 22. Hasil Uji Statistik Skoring Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Hakekat Perumahan Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung
N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics Z Asymp. Sig. (2- tailed)
Sumber pangan sesudah erupsi - Sumber pangan sebelum erupsi
Negative Ranks 30a 15.50 465.00
-4.784a .000
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 30
a. Based on positive ranks b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 91
Dari hasil uji Wilcoxon (Wilcoxon sign rank test) dengan tingkat kepercayaan 95 % diperoleh hasil bahwa hasil signifikansi dari penelitian ini adalah sebesar 0,000
yakni lebih kecil dari 0,005. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1
diterima dan H0 ditolak : artinya Terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental keluarga petani kopi terhadap hakekat perumahan
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.
5.5 Perubahan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Petani Kopi Terhadap Hakekat Kepemilikan Lahan Sebagai Dampak Erupsi Gunung Sinabung
Gunung Sinabung tidak pernah tercatat meletus sejak Tahun 1.600, tetapi
mendadak aktif kembali dan meletus pada tanggal 27 Agustus 2010. Status
Gunung Sinabung pada waktu tersebut berubah menjadi “Awas”. Sebanyak dua
belas ribu warga disekitarnya di evakuasi dan ditampung dipengungsian. Abu
vulkanis selain menutupi jalan juga merusak pemukiman dan lahan-lahan
Lahan bagi masyarakat di desa penelitian menjadi salah satu unsur utama dalam
menunjang kehidupan. Fungsi lahan adalah sebagai tempat beraktivitas dan
mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang sangat intensif untuk
lahan pertanian atau fasilitas lainnya menyebabkan ketersediannya semakin kecil.