• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat tahun 1990-

BAB IV HASIL PENELITIAN

D. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat tahun 1990-

Pasokan bahan baku di PG Colomadu mulai semakin berkurang dengan dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. UU ini pada intinya memberikan kebebasan kepada petani dalam mengusahakan lahannya untuk ditanami tanaman yang paling menguntungkan di daerahnya. Proses perkembangannya UU ini terjadi penafsiran yang berbeda antara petani dan PG Colomadu sehingga menanam tebu tidak lagi kewajiban tetapi merupakan pilihan bebas petani berdasarkan rasional ekonomi (SDM PG Colomadu tentang UU no. 12 Tahun 1992).

Dampak dari undang-undang ini bagi PG Colomadu adalah penurunan luas areal TRI. Luas lahan TRI tahun 1990 sekitar 1.735,244 ha menjadi 1585,782 ha pada tahun 1993. Proses penurunan areal tanaman tebu di PG Colomadu terus mengalami penurunan sampai tahun 1997. Untuk mengatasi penurunan areal tebu, pada tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Inpres No. 5 Tahun 1997 tentang Program Pengembangan Tebu Rakyat, yang bertujuan untuk mengoptimalkan sinergi dan peran tebu rakyat, perusahaan perkebunan, dan koperasi dalam pengembangan industri tebu. Inpres di atas belum berjalan sesuai dengan harapan pemerintah, karena tidak mendapatkan respon dari petani. Pada tahun 1998 pemerintah mencabut inpres itu kemudian diganti dengan Inpres No. 5 Tahun 1998, yang bertujuan membebaskan petani menanam komoditas yang paling menguntungkan sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1992 (SDM pabrik gula Colomadu tentang Inpres No 5 Tahun 1998).

Dikeluarkan inpres itu membuat kondisi penanaman tebu di Colomadu semakin parah. Hal ini terjadi karena para petani merasa mendapatkan dukungan dalam pengalihan tanaman yang dianggap paling menguntungkan. Anggapan

commit to user

59

petani tanaman yang menguntungkan adalah padi sehingga pada tahun ini hampir sebagian besar tanaman yang ditanam di Colomadu adalah padi (Wawancara dengan Marwanto 2011). Perubahan ini dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 6. Luas Tanaman Tebu dan Padi di Colomadu

Tahun Tanaman (Ha)

Tebu Padi 1990 200,133 473 1991 186,111 576 1992 159,678 455 1993 142,16 798 1994 99,402 603 1995 55,5765 751,6 1996 83,160 473 1997 204,242 751,6 1998 115,373 1.289 1999 181,18 908 2000 89,72 1.245 2001 97,850 1.096 2002 107,299 972 2003 58,214 903

Sumber: BPS Karanganyar dalam angka 1990-2003

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setelah peniduran PG Colomadu tahun 1998 pengalihan luas tanam dari tebu ke padi di Colomadu mengalami peningkatan yang paling besar. Dari tahun ke tahun luas tanam tebu terus mengalami penurunan sedangkan luas tanam padi mengalami peningkatan. Hal ini membuat dominasi tanaman padi tidak tertahan lagi sehingga tanaman tebu hanya ditanam di tanah-tanah kas desa.

2. Perkembangan Pemukiman Penduduk

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik dalam lingkup ruang perkotaan maupun pedesaan dan memiliki fungsi sebagai

commit to user

lingkungan tempat hunian serta tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Raldi H. Koestoer, 1997:9). Dari pengertian itu maka daerah Colomadu yang pada awalnya merupakan daerah pertanian, kemudian berkembang menjadi sasaran pendirian pemukiman penduduk. Hal ini terjadi akibat semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk di Kota Surakarta.

Perubahan ini terjadi karena berkembangnya daerah tepian kota yang mendorong pertumbuhan perekonomian yang menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman. Dengan kondisi demikian permintaan terhadap lahan untuk penggunaan pemukiman semakin meningkat. Akibatnya banyak lahan sawah terutama yang berada di sekitar daerah pinggiran perkotaan mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut (Bintarto R, 1984:34-36).

Menurut Hadi Sabari Yunus (1984:40) perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh daya tarik tempat, antara lain: (1) Masih luasnya tanah yang tersedia di daerah pemekaran, (2) Masih rendahnya harga tanah di daerah pemekaran, sehingga mendorong penduduk untuk tinggal di daerah tersebut, (3) Suasana yang lebih menyenangkan terutama di daerah pemekaran yang masih mempunyai kondisi lingkungan yang bebas dari polusi, (4) Adanya pendidikan yang mengambil lokasi luar kota, (5) Mendekati tempat kerja.

Faktor yang disebutkan di atas merupakan alasan perubahan Kecamatan Colomadu tentang peralihan fungsi lahan. Colomadu yang terletak di pinggiran Kota Solo dari waktu ke waktu telah mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini terbukti dari bergesernya areal penanaman padi ke pemukiman penduduk. Perubahan ini disebabkan makin tingginya jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah orang dengan tanah yang didiami, dalam satuan luas (per km, per ha, per m, per mil) menurut kebutuhan. Jumlah penduduk secara langsung akan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Colomadu. Berikut ini adalah tabel perkembangan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Colomadu:

commit to user

61

Tabel 7. Perkembangan Jumlah Penduduk Colomadu

Tahun Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Km) 1990 39.858 25,5 1991 40.666 26,0 1992 41.585 26,5 1993 42.308 27,0 1994 43.702 27,9 1995 44.444 28,4 1996 45.124 28,8 1997 45.799 29,3 1998 46.583 29,8 1999 47.149 30,1 2000 49.972 31,9 2001 50.279 32,1 2002 51.629 33,0 2003 52.402 33,5

Sumber: BPS Karanganyar dalam angka 1990-2003

Kalau memperhatikan tabel di atas dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah penduduk di Colomadu terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selain itu kepadatan peduduk juga mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini mendorong terjadinya pembangunan perumahan.

Petani yang menjual sawahnya tidak lagi bermatapencaharian sebagai petani. Kebanyakan dari mereka, memilih membuka usaha setelah menjual tanahnya. Misalnya membuka warung makan, membuka minimarket serta usaha lain yang mereka anggap menguntungkan jika dibandingkan dengan hasil pertanian mereka. Selain itu alasan lain mereka menjual tanah sawahnya karena himpitan ekonomi. Mereka terpaksa menjual tanahnya untuk membiayai sekolah anak-anak mereka. Perubahan cara pandang bahwa petani bukanlah pekerjaan yang menjanjikan membuat mereka memilih menjual tanah sawahnya untuk membiayai sekolah anakanya, daripada meneruskan pekerjaannya sebagai petani.

commit to user

3. Hilangnya Tradisi Cembengan

Perkembangan penduduk yang semakin pesat membuat kebutuhan perumahan bagi penduduk meningkat. Akibatnya lahan di sekitar PG Colomadu dijadikan sasaran bagi pendirian pemukinan penduduk yang baru. Selain itu hiruk pikuk rentetan keramain orang-orang yang sedang melihat proses giling tebu sudah tidak terlihat lagi. Apalagi kegiatan Cembengan yang dahulu sering diadakan di PG Colomadu sudah tidak ada. Kegiatan Cembengan adalah tradisi yang dilakukan oleh pabrik gula sebelum proses giling tebu (Wawancara dengan Joko 23 April 2011).

Untuk mengadakan upacara ini harus ada perhitungan selamatan giling

upacara dan selamatan giling/Cembengan. Upacara tradisional Cembengan harus dilakukan

pekerja yang terlibat dalam proses penggilingan tebu menjadi gula. Ritual Cembengan di PG Colomadu didahului ziarah ke makam pendiri Praja Mangkunegaran. Setelah itu diawali dengan penebangan dua batang tebu temanten (pengantin) yang akan dijadikan tebu pertama pada saat giling perdana esok harinya. Petangnya dilanjutkan dengan ritual untuk meletakkan sesaji di lokasi mesin-mesin produksi yang dianggap vital.

Sesaji itu diletakkan di dalam jodang-jodang yang dihias dengan kertas. Isinya jenang, gecok bakar, telur asin, kinangan, tumpeng, ketupat. Ritual ini terdapat, Sembilan ekor kerbau dipotong dan kepalanya ditaruh di bagian-bagian mesin yang dianggap vital. Upacara yang disertai doa memohon keselamatan biasanya dipimpin langsung Administratur PG. Rangkaian upacara ritual itu dilakukan dengan khidmat, serta melibatkan kalangan santri yang membawakan doa keselamatan. Esok harinya, mengawali giling perdana, dilakukan prosesi bagi tebu temanten berikut tebu pengiring. Ada perlakuan khusus bagi tebu-tebu tersebut. Selain batang tebunya dipilih yang paling baik dan memiliki rendemen tinggi, tebu temanten didandani layaknya pengantin dan mengenakan topeng Dewi Sri dan Dewa Sadana yang melambangkan kepercayaan masyarakat agraris tebu (Wawancara dengan Marwanto 20 April 2011).

commit to user

63

Selain itu keunikan dari upacara ini adalah adanya kegiatan pasar dadakan atau pasar malam yang diadakan oleh masyarakat di sekitar PG Colomadu berlangsung antara satu hingga dua pekan. Pasar malem ini merupakan satu bentuk dari perkembangan usaha yang dilakukan oleh warga sekitar PG Colomadu dalam upaya meningkatkan pendapatan disaat musim giling akan dimulai. Keramaian itu mengundang para pedagang dari luar wilayah Colomadu untuk menggelar dagangannya, baik di sekitar pabrik hingga ke halaman pabrik. Berbagai jajan tradisional seperti es dawet, brondong jagung, arum manis, komedi putar, sampai pentas dangdut membuat Cembengan selalu menimbulkan kemeriahan yang luar biasa. Perputaran uang di pasar malam diperkirakan juta-an setiap malam. Hal ini dapat telihat dari tiket masuk untuk nonton dangdut Rp 3.000 per kepala, dan stand berkapasitas tempat duduk 100 kursi. Dalam semalam, stand dangdut dapat menggelar beberapa kali pertunjukan atau tergantung dari keramain penonton. Dalam setiap kali pertunjukan tiket yang terjual berkisar antara 75 tiket sampai terkadang 100 tiket. Denyut ritme kehidupan rakyat jelata dan nadi perekonomian rakyat terasa di sini (Wawancara dengan Joko 23 April 2011).

Pada hari-hari seperti ini, citra pabrik yang biasanya angker untuk sementara tersingkir. Antara karyawan dan masyarakat sesaat membaur menjadi satu menikmati suasana musim giling. Namun, kegiatan yang mendorong pendapatan masayarakat sekitar, tak dapat dijumpai lagi oleh masyarakat Colomadu. Upacara Cembengan tidak dilakukan lagi di pabrik gula Colomadu, sehingga suasana cerminan singkat perekonomian rakyat pedesaan secara riil sudah tidak terlihat (Wawancara dengan Widodo 25 April 2011).

Kenyataan pahit harus diterima oleh masyarakat Colomadu bahwa mata rantai perekonomian yang tergantung kepada musim giling terputus karena PG Colomadu sudah tidak berproduksi lagi sejak tahun 1998. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar PG Colomadu dalam memenuhi kebutuhan hidup setelah PG tidak lagi beroperasi adalah mencari kerja di luar atau migrasi di wilayah Kota Surakarta. Hal ini dilakukan karena desakan kebutuhan hidup yang semakin kompleks setelah peniduran PG Colomadu. Perekonomian yang serba sulit dan

commit to user

memperlukan uang yang semakin banyak untuk mencukup kehidupan mendorong masyarakat Colomadu untuk berfikir lebih maju (Wawancara dengan Slamet 25 April 2011).

4. Perubahan Struktur Masyarakat dan Hubungan Sosial

Penutupan PG Colomadu mengakibatkan terjadinya perubahan struktur masyarakat dan hubungan sosial masyarakat yang dulunya bekerja sebagai pegawai PG Colomadu. Pegawai PG Colomadu yang kini sudah tidak bekerja di PG Colomadu harus mencari pekerjaan lain selain di PG Colomadu. Tidak semua mantan peagawi mendapatkan pekerjaan yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan struktur masyarakat. Ketika masih bekerja di PG ada yang menjabat sebagai mandor, namun ketika bekerja di tempat lain mereka hanya sebagai karyawan biasa.

Selain hal di atas juga terjadi perubahan hubungan sosial antara para pekerja PG Colomadu yang tinggal di kecamatan Colomadu. Ketika mereka masih bekerja di PG Colomadu terjalin hubungan sosial yang erat, misalnya mereka berangkat bekerja bersama-sama. Perbedaan tempat tinggal membuat mereka jarang bertemu dan berinteraksi. Hai itu dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 8. Data mantan pegawai PG Colomadu yang bekerja di tempat lain

Jenis Pekerjaan Jumlah mantan Pegawai PG Colomadu Wiraswasta (Pedagang Kaki Lima) 25 orang

Pegawai Rumah makan 5 orang

Buruh Pabrik 15 orang

Pegawai distriburtor Jamu dan Keramik 5 orang

Dari tabel di atas dapat dilihat perbedaan tempat kerja dari para mantan pegawai PG Colomadu mengakibatkan terjadinya perubahan struktur social karena jabatan mereka di tempat kerja yang baru tidak sama dengan jabatan mereka ketika masih bekerja di PG Colomadu. Selain itu hubungan sosial yang

commit to user

65

terjalin ketika masih bekerja di PG Colomadu sudah jarang terjalin karena mereka jarang bertemu akibat perbedaan tempat kerja

commit to user

66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pabrik gula Colomadu didirikan pada tanggal 8 desember 1861, oleh KGPAA Mangkunegoro IV (1853-1881). Pada tahun 1861 Mngkunegoro IV mengajukan rencana mengenai berdirinya sebuah pabrik gula pada Residen Nieuwenhuysen. Pabrik Gula ini merupakan perusahaan pribadi yang dikelola oleh seorang administrator dibawah kendali Mangkunegoro IV. Setelah dinasionalisasi tahun 1946, PG Colomadu berada dalam kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa PG Colomadu termasuk wilayah PTP XV-XVI (Persero). Setiap kegiatannya PG Colomadu bertanggung jawab kepada Direksi PTP XV-XVI (Persero). Perkembangnya PT Perkebunan XV-XVI (Persero) mengalami peleburan dengan PT Perkebunan XVIII (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1996 menjadi PT Perkebunan Nusantara IX ( Persero ) hal ini dilakukan pemerintah pada tanggal 14 Februari 1996 (SDM pabrik gula Colomadu tentang Perpu No 14 Tahun 1996).PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) terbagi ke dalam dua divisi, yaitu pertama divisi tanaman tahunan yang meliputi tanaman kopi, kakao, karet dan teh sedangkan divisi kedua adalah tanaman semusim yaitu, tanaman tebu. Berdasarkan alasan itu PG Colomadu masuk ke dalam divisi kedua. PG Colomadu diakhir tahun 1997 mengalami kesulitan bahan baku. Hal ini membuat PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) melakukan penutupan.

2. Sejak tahun 1990, produksi PG Colomadu mengalami penurunan karena luas lahan tebu di kawasan Colomadu mulai menyempit akibat pemekaran kota Surakarta sehingga terjadi alih fungsi lahan untuk pemukiman. Untuk mengatasi hal tersebut PG Colomadu membuka lahan tebu di daerah Simo dan Sambi. Sehingga tidak mengurangi jumlah pekerja di PG Colomadu. Akan tetapi usaha tersebut kurang behasil karena lokasi penanaman yang

commit to user

67

jauh membuat PG harus mengeluarkan biaya dan waktu yang lebih banyak. Hal itulah yang menjadi pertimbangan direksi untuk menutup PG Colomadu, padahal kondisi dan aset pabrik masih layak digunakan untuk memproduksi gula.

3. Pengaruh yang ditimbulkan oleh PG Colomadu terhadap masyarakat sangat besar. Terutama dalam bidang sosial dan ekonomi. Dalam bidang sosial yaitu adanya perubahan hubungan masyarakat dengan PG Colomadu dan Pemerintah setelah adanya UU no. 12 Tahun 1992 tentang budidaya tanaman. Daerah Colomadu yang pada awalnya merupakan daerah pertanian berkembang menjadi sasaran pendirian pemukiman penduduk akibat semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk di Kota Surakarta. Perubahan ini terjadi karena berkembangnya daerah tepian kota yang mendorong pertumbuhan perekonomian yang menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman. Akibatnya banyak lahan sawah terutama yang berada di sekitar daerah pinggiran perkotaan mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut. Perkembangan peduduk yang semakin pesat membuat kebutuhan perumahan bagi penduduk meningkat. Akibatnya lahan di sekitar PG Colomadu dijadikan sasaran bagi pendirian pemukinan penduduk yang baru.

B. Implikasi 1. Teoritis

Secara teoritis, implikasi pada penelitian ini adalah pada masalah industri dan sosial-ekonomi. Perkembangan Pabrik ini dapat merugikan kelompok tertentu, dan juga sebaliknya bisa menguntungkan kelompok yang lain. Secara sosial ekonomi, perkembangan pabril ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan penduduk di sekitar perkebunan, meskipun berdasarkan data-data yang diperoleh tidak sampai menimbulkan gerakan sosial.

commit to user

Penelitian ini berupaya menggali suatu wacana baru dalam penulisan sejarah. Wacana baru yang dimaksud adalah pengaruh keberadaan Pabrik gula Colomadu terhadap kehidupan masyarakat khususnya petani, karena petanilah yang berhubungan langsung dengan Pabrik Gula. Pada masa kejayaan industri gula Colomadu, masyarakat telah berubah dari masyarakat pertanian tradisional menjadi masyarakat pertanian modern yang berorientasi kepada industri, yaitu industri gula. Hal tersebut tentu merubah kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tadinya sebagai masyarakat pertanian tradisional yang berciri khas berbeda dengan masyarakat industri. Selain itu juga dapat menambah wacana baru mengenai Culture Stelsel di alam kemerdekaan.

3. Metodologis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Pemilihan metode ini didasarkan pada kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji untuk memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik studi pustaka dengan mengadakan riset di perpustakaan terhadap sumber- sumber seperti arsip atau dokumen, buku dan majalah.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pencarian sumber arsip atau dokumen tertulis tidak secara lengkap. Hal ini dikarenakan sumber arsip dan dokumen yang memuat tentang PG Colomadu sebagian ada yang hilang. Oleh karena itu penulis tidak mampu menemukan sumber primer secara lengkap dan menyeluruh.

C. Saran 1. Bagi Pemerintah

Pemerintah sebagai penyelenggara Pabrik Gula seharusnya melindungi dan memelihara bangunan Pabrik yang saat ini sudah tidak berproduksi. Pabrik Gula Colomadu merupakan peninggalan Mangkunegara IV, seharusnya dilindungi

commit to user

69

sebagai bangunan cagar budaya yang perlu dilestarikan dengan menjadikan tempat wisata berupa museum.

2. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat, seharusnya berperan dalam menjaga bangunan Pabrik sebagai cagar budaya dengan cara mendukung program pemerintah yang akan dilaksanakan dengan cara tidak mencorat-coret tembok pabrik serta tidak mencuri benda-benda peninggalan pabrik.

3. Bagi Mahasiswa

Bagi para mahasiswa khususnya mahasiswa pendidikan Sejarah, penelitian ini dapat dijadikan peluang untuk penelitian lain. Misalnya nasib para pegawai pabrik yang di PHK, nasib aset peninggalan pabrik, serta sikap masyarakat sekitar terhadap penutupan pabrik.

commit to user

70

DAFTAR PUSTAKA Arsip

Laporan Produksi PG Colomadu Tahun 1970-1996

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 013/SK/MENTAN/BIMAS/XII/82 Tentang Program Tebu Rakyat Intensifikasi Bab IV mengenai Sarana Produksi dan Bibit Pasal 6 dan 7

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 013/SK/MENTAN/BIMAS/XII/82 Tentang Program Tebu Rakyat Intensifikasi Bab V mengenai Perkreditan Sistem TRI Pasal 8

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 013/SK/MENTAN/BIMAS/XII/82 Tentang Program Tebu Rakyat Intensifikasi Bab XI mengenai Pemasaran Gula Pasal 18

Tenaga Kerja dan Upah PG Colomadu Buku-buku

Abu Ahmadi. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Abdurrchman S. 1975. Pemikiran-pemikiran untuk Mengatasi Kebutuhan Tanah untuk Tanaman Tebu. Surabaya: Majalah Gula Indonesia.

Aiko Kurasawa. 1993. Mobilisasi dan Kontrol. Jakarta: Gramedia.

Bintarto, R. 1984. Urbanisasi dan Permasalahannya. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.

Djoko Suryo. 1989. Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-1900. Yogyakarta: UGM Press.

Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Logos Wacana.

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Hadari Nawawi. 1995. Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press. Hadi Sabari Yunus. 1984. Teori dan Model Struktur Keruangan Kota.

Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Hardjanto Sumodisastro. 1985. Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung.

commit to user

71

Helius Syamsudin dan Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Jefta Leibo. 1995. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset.

Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. _____________. 1986. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Lincoln Arsyad. 1998. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia. Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

_______. 1984. Masalah Industri Gula di Indonesia. Yogyakarta: LP3ES. Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan

Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Nugroho Notosusanto. 1971. Norma-norma Penelitian dan Penulisan Sejarah. Jakarta: Dephankam.

Nurimansjah Hasibuan. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia.

Piotr Sztompka. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

Raldi H. Koestoer. 1997. Perspektif Lingkungan Desa-Kota Teori dan Kasus. Jakarta: UI Press.

, A. 1998. Peranan Program Tebu Rakyat Intensifikasi dalam Sistem Bimbingan Masal. Jakarta: Badan Pengendali Bimas.

Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Selo Soemardjan. 1991. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: UGM Press.

Sidi Gazalba. 1981. Pengantar Sejarah sebagai Ilmu. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

commit to user

Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soetono, H.R. 2000. Timbulnya Kepentingan Tanam Perkebunan di Daerah Mangkunegaran. Surakarta: Reksopustoko.

Soleman B. Taneko. 1993. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suroto. 1992. Strategi Pembangunan Dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Tilaar. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Suyadi Prawiro Sentono. 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Total Quality Management Abad 21 Studi Kasus dan Analisis Membangun

Jakarta: Bumi Aksara Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putra, Perubahan Masyarakat Mangkunegaran.

Yogyakarta: LKIS.

______. 2004. Nationalisasi Pabrik Gula Mangkunegaran. Makalah Disampaikan dalam Work Shop on the Economic Side of Decolonization. Yogyakarta:____

Skripsi

Ari Emawati. 2011.

Kebijakan Ekonomi Mangkunegara V dalam Memperbaiki Krisis Ekonomi Surakarta: FKIP.

Danang Arif Nugraha. 1997. Analisis Hubungan Kerja dan Persepsi Upah Terhadap Persepsi Produktivitas Karyawan Pada Perusahaan Tegel Karya Indah Sukoharjo. Surakarta: Fakultas Ekonomi.

Erwanto. 2010. Aanalisis Pemasaran Buah Mangga Arumanis (Mangifera Indica L.). Surakarta: Fakultas Pertanian.

Jurnal

Wasino. 2005. Mangkunegara IV, Raja, Penguasa, Pendiri Industri Gula

Mangkunegaran (1861- Humaniora volume 17 No. 1 Februari: 31-

37. Internet

commit to user

73

http://geografi-bumi, blogspot.com//2009/10/klasifikasi industry.html. 16 April 2011. Pukul 14.00

http://id.wikipedia.org./wiki/Pembagunan_ekonomi. 13 April 2011. Pukul 15.30

Dokumen terkait