• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Substansi UU No 14 Tahun 2001

Dalam dokumen URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14 (Halaman 38-55)

BAB IV : HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

B. Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Sebagai Faktor Meningkatkan Inventor Domestik

1. Perubahan Substansi UU No 14 Tahun 2001

Tujuan utama perubahan UU Paten No 14 Tahun 2001 menjadi UU Paten No. 13 Tahun 2016 yang disebut dalam Naskah Akademik Perubahan UU No 14 Tahun 2001 Tentang Paten adalah untuk meningkatkan jumlah permohonan paten khususnya permohonan paten yang berasal dari dalam negeri. Upaya untuk meningkatkan jumlah pemohon paten tersebut diantara: pendaftaran melalui e-filling, pemberian insentif, proses pemeriksaan yang efisien dan cara pembayaran

biaya pemeliharaan paten yang lebih mudah.46 Adapun materi muatan peraturan

baru dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten 2016) yang dapat meningkatkan inventor domestik sebagai berikut:

a. Pendaftaran secara Elektronik

Dalam UU Paten teranyar disebutkan bahwa dalam pengajuan permohonan paten dapat diajukan secara elektronik atau e-filling dengan

39

menggunakan sistem Industrial Property Automation System (IPAS).47

Pemohon tidak disusahkan lagi dengan sistem lama sebab telah diakomodir Pasal 24 ayat (4) UU Paten 2016. Dengan sistem e-filling pengajuan permohonan menjadi lebih mudah, sederhana, cepat dan biaya yang dikeluarkan pemohon (selain biaya pendaftaran paten) menjadi lebih murah. Adapun sistem pengajuan non-elekronik masih tetap diterapkan. Dengan adanya sistem e-filling, penulis mengindikasikan, pertumbuhan inventor domestik di Indonesia semakin meningkat karena memudahkan inventor-inventor dalam mendaftar lebih khusus inventor-inventor yang jauh dari Dirjen HAKI mengingat daerah wilayah Indonesia merupakan kepulauan. Inventor cukup mengandalkan sistem internet dimasing-masing daerah asal inventor.

b. Pemanfaatan Paten Oleh Pemerintah

Pengaturan pemanfaatan paten oleh pemerintah diatur secara rinci dalam UU Paten terbaru, berbeda dengan UU Paten lama yang hanya dijelaskan secara umum. Dalam pasal 109 UU Paten 2016 menyebutkan bahwa pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara atau kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, dimana paten oleh pemerintah dilakukan secara tebatas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bersifat non-komersial.

47 E-filling dapat dilakukan melalui IPAS Java. “IPAS Java is an information system designed to sreamline the processing of trademark, patent and industrial design applications, and later modification of registers, covering most of the operations side of the work done by an IP office”. Sumber: IPAS Java Functional and Technical Overview by World Intellectual Property Organization, p. 7.

40 Berdasarkan landasan yuridis pembentukan UU Paten, ketentuan dalam Article 31 TRIPs telah di implementasikan dalam Pasal 111 UU Paten 2016. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemerintah dalam hal melaksanakan paten untuk kebutuhan mendesak bagi kepentingan masyarakat dapat dilakukan pada produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) (Pasal 111 ayat

a UU Paten 2016). Selain produk farmasi, juga dapat dilaksanakan terhadap produk kimia dan/atau bioteknologi yang berkaitan dengan pertanian untuk ketahanan pangan, obat hewan untuk menanggulangi hama dan/atau penyakit hewan yang berjangkit secara luas, serta proses dan/atau produk untuk menanggulangi bencana alam dan/atau bencana lingkungan hidup (Pasal 111 ayat b, c, dan d UU Paten 2016).

c. Imbalan Bagi Peneliti Pegawai Negeri Sipil Yang Merupakan Bagian Dari

Aparatur Sipil Negara Untuk Mendongkrak Jumlah Paten Domestik

Inventor dalam hubungan dinas tetap mempunyai hak moral meskipun paten yang didaftarkan dimiliki oleh instansi tempatnya bekerja. Dalam Pasal 13 UU Paten 2016 menyebutkan bahwa setelah paten dikomersialkan, inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintah berhak mendapatkan imbalan atas paten yang dihasilkan dari sumber penerimaan

41 negara bukan pajak. Selain itu, inventor juga berhak untuk dicantumkan namanya dalam sertifikat paten. Hal ini dapat meningkatkan antusias peneliti Pegawai Negeri Sipil untuk lebih berinovasi lagi di bidang teknologi.

d. New Invention dan Inventiv Step Untuk Publikasi Di Perguruan Tinggi Atau Lembaga Ilmiah Nasional

Selama ini diketahui bahwa invensi dapat dikatakan baru apabila tidak

sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya (Pasal 5 ayat (1) UU

Paten 2016). Hal ini merugikan inventor terutama yang bekerja di Perguruan Tinggi yang biasanya invensinya disampaikan dalam sidang ilmiah karena sudah tidak memenuhi syarat kebaruan. Untuk mengatasi itu, UU Paten 2016 dalam Pasal 6 ayat (1) huruh c menyatakan bahwa hal tersebut tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan Invensi telah diumukan dalam sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lain, atau disampaikan dalam forum ilmiah lain di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian.

e. Invensi Tidak Mencakup Second Use Atas Paten Yang Sudah Kadaluarsa

Paten tidak diberikan pada penggunaan kedua atas suatu paten yang sudah kadaluarsa karena bukan merupakan invensi, hanya merupakan discovery (penemuan). Yang dimaksud discovery dalam Pasal 4 Undang-Undang

42 Paten Tahun 2016 berupa penggunaan baru untuk produk yang sudah ada dan/atau dikenal, dan/atau bentuk dari senyawa yang sudah ada yang tidak menghasilkan peningkatan khasiat bermakna dan terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah diketahui dari senyawa.

43 Tabel 3: Perubahan UU Paten No. 13 Tahun 2016 Yang Dapat Meningkatkan

Inventor Domestik di Indonesia

No Perubahan

Keterangan

UU Paten No. 14 Tahun 2001 UU Paten 2016

1 Pasal 24 ayat (1)

“Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal.”

Pasal 24 ayat (4)

“Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan baik secara elektronik maupun non-elektronik.

Pada UU Paten baru telah di akomodir pendaftaran paten secara elektronik (e-filling) 2 Pasal 99 (1) Apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan. (2) Keputusan untuk

melaksanakan sendiri suatu Paten ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah Presiden mendengarkan

pertimbangan Menteri dan menteri atau pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang terkait.

Pasal 109 (1) Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan: a. berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara; atau b. kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat. (2) Pelaksanaan Paten oleh

Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terbatas, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bersifat non-komersial.

Pengaturan

pelaksanaan paten

oleh pemerintah

dalam UU Paten lama tidak diatur secara rinci. a. Pasal 99 ayat (1) sama dengan bunyi Pasal 109 ayat (1). b. Isi Pasal 99 ayat (2) berbeda dengan Pasal 109 ayat (2), dimana Pasal 99 ayat (2) menyebutkan bahwa pelaksanaan paten pemerintah

44 (3) Pelaksanaan Paten oleh

Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

(4) Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang setelah mendengar

pertimbangan dari Menteri dan menteri terkait atau pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang terkait. diputus dengan Keputusan Presiden, sedangkan pada Pasal 109 ayat (3) dilaksanakan dengan Peraturan Presiden. c. Terdapat tambahan peraturan yaitu Pasal 109 ayat (2). Pasal 100 (1) Ketentuan Pasal 99 berlaku secara mutatis mutandis bagi Invensi yang dimohonkan Paten, tetapi tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.

(2) Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan sendiri

Pasal 113

(1) Paten yang mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.

(2) Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan sendiri Paten sebagaimana Pasal 100 ayat (1) dihapus Penambahan pasal 113 ayat (1)

45 Paten sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten serupa itu hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah.

(3) Pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai dengan Paten tersebut dapat dilaksanakan.

dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Paten dengan persetujuan Pemerintah. (3) Pemegang Paten yang

Patennya dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari kewajiban untuk membayar biaya tahunan. (4) Pemegang Paten

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai dengan Paten dapat dilaksanakan.

3 Pasal 111

Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b meliputi: a. produk farmasi

dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian Ada penambahan Pasal 111 sebagai bentuk implementasi Article 31 TRIPs

46 mendadak dalam

jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD);

b. produk kimia dan/atau bioteknologi yang berkaitan dengan pertanian yang diperlukan untuk ketahanan pangan; c. obat hewan yang

diperlukan untuk menanggulangi hama dan/atau penyakit hewan yang berjangkit secara luas; dan/ atau d. proses dan/atau produk

untuk menanggulangi bencana alam dan/atau bencana lingkungan hidup.

4 Pasal 12

(1) Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang dihasilkan dalam suatu

Pasal 13

(1) Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas dengan

Pada Pasal 12 UU Paten lama, yang berhak atas invensi

dalam hubungan

47 hubungan kerja adalah

pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan Invensi. (3) Inventor sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut.

instansi pemerintah adalah instansi pemerintah dimaksud dan Inventor, kecuali diperjanjikan lain.

(2) Setelah Paten dikomersialkan, Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan Imbalan atas Paten yang dihasilkannya dari sumber penerimaan negara bukan pajak. (3) Dalam hal instansi

pemerintah sebagai Pemegang Paten tidak dapat melaksanakan Patennya, Inventor atas persetujuan Pemegang Paten dapat melaksanakan Paten dengan pihak ketiga. (4) Terhadap pelaksanaan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selain Pemegang Paten, Inventor memperoleh Royalti dari pihak ketiga yang mendapatkan manfaat ekonomi dari komersialisasi Paten tersebut.

pemberi kerja,

sedangkan pada

Pasal 13 UU Paten baru yang berhak

adalah instansi pemerintah dimaksud dan inventornya, kecuali diperjanjikan lain. Selain itu, imbalan

yang didapat

inventor hubungan

dinas adalah

imbalan dari

sumber penerimaan negara bukan pajak.

48 (5) Ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten.

5 Pasal 4

(1) Suatu Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan: a. Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi; b. Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh Pasal 6 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah:

a. dipertunjukkan dalam suatu pameran resmi atau dalam suatu pameran yang diakui sebagai pameran resmi,

baik yang

diselenggarakan di Indonesia maupun di luar negeri;

b. digunakan di Indonesia atau di luar negeri oleh Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan

Pengaturan UU

Paten lama sangat

merugikan para peneliti di lembaga penelitian ataupun perguruan tinggi. Sedangkan pada UU Paten baru lebih memihak pada mereka dimana invensi yang diseminarkan dapat didaftarkan.

49 Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. penelitian dan pengembangan; dan/ atau c. diumumkan oleh Inventornya dalam: 1. sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lain; dan/atau

2. forum ilmiah lain dalam rangka pembahasan hasil penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian. 6 Pasal 7

Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:

a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Pasal 4

Invensi tidak mencakup: a. kreasi estetika; b. skema;

c. aturan dan metode untuk melakukan kegiatan: yang melibatkan kegiatan mental; permainan; dan bisnis.

Terdapat

penambahan pasal di Pasal 4 UU Paten

baru mengenai

second use dimana suatu invensi yang

sudah dipatenkan

kemudian

diperpanjang tanpa

adanya kebaruan

50 moralitas agama, ketertiban

umum, atau kesusilaan; b. metode pemeriksaan,

perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; c. teori dan metode di bidang

ilmu pengetahuan dan matematika; atau

d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;

ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

d. aturan dan metode yang hanya berisi program komputer;

e. presentasi mengenai suatu informasi; dan f. temuan (discovery)

berupa:

1. penggunaan baru untuk produk yang sudah ada dan/atau dikenal; dan/atau

2. bentuk baru dari senyawa yang sudah ada yang tidak menghasilkan peningkatan

khasiat bermakna dan terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah diketahui dari senyawa.

(atau tetap seperti

semula) maka

hanya disebut

sebagai discovery (penemuan), tidak dapat diperpanjang

lagi atau sudah

51 2. Prosedur Permohonan Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2016 Tentang Paten

Pada UU Paten lama tidak diatur prosedur pengajuan permohonan paten secara rinci, melainkan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten. Dengan adanya UU Paten Tahun 2016 maka peraturan pemerintah tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dalam UU Paten Tahun 2016, inventor diberi kemudahan dalam mengajukan permohonan yaitu dapat dilaksanakan secara elektronik (e-filling) maupun non-elektronik untuk

permohonan satu invensi (Pasal 24 UU Paten 2016). Program e-filling ini mampu

untuk meningkatkan inventor domestik dikarenakan banyak masyarakat yang merasa kesulitan bahkan membutuhkan biaya dalam mendaftarkan patennya yang mewajibkan inventor untuk datang langsung ke Ditjen HKI, apalagi inventor yang berada di pulau-pulau lain hal ini menjadi hambatan besar bagi mereka. Dengan adanya e-filling, bisa memudahkan pemohon yang ingin mendaftarkan invensinya untuk dapat dilindungi paten.

Setiap permohonan paten diajukan untuk satu invensi atau beberapa

invensi yang merupakan invensi yang saling berkaitan (Pasal 24 ayat (3) UU Paten

2016). Pasal 25 ayat (1) UU Paten 2016 merumuskan Permohonan paten paling sedikit memuat:

a. Tanggal, bulan dan tahun surat permohonan;

b. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Inventor;

c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon dalam hal

52

d. nama dan alamat lengkap Pemohon dalam hal Pemohon adalah badan

hukum;

e. nama, dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan

melalui Kuasa; dan

f. nama negara dan Tanggal Penerimaan Permohonan yang pertama kali

dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

Lebih lanjut Pasal 25 ayat (2) UU Paten 2016 merumuskan bahwa pemohon

harus melampiri persyaratan:

a. judul invensi;

b. deskripsi tentang Invensi;

c. klaim atau beberapa klaim Invensi;

d. abstrak Invensi;

e. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk

memperjelas Invensi, jika Permohonan dilampiri dengan gambar;

f. surat kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;

g. surat pernyataan kepemilikan Invensi oleh Inventor;

h. surat pengalihan hak kepemilikan Invensi dalam hal Permohonan

diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor; dan

i. surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal Permohonan terkait

dengan jasad renik.

Dalam UU Paten 2016 Pasal 26 menyebutkan bahwa jika invensi berkaitan dengan dan/atau berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan

53 tradisional, harus disebutkan dengan jelas dan benar asal sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi. Hal tesebut untuk

mengupayakan sistem perlindungan bagi traditional knowledge yang lebih

memadai di luar sistem Hak kekayaan intelektual yang telah ada sekarang ini (sui

generis). Pasal 26 tersebut merupakan implementas dari Article 29 TRIPs yang mengatur kewajiban pemohon paten untuk mengungkapkan invensinya dengan jelas.

Members shall require that an applicant for a patent shall disclose the invention in a manner sufficiently clear and complete for the invention to be carried out by a person skilled in the art and may require the applicant to indicate the best mode for carrying out the invention known to the inventor at the filing date or, where priority is claimed, at the priority date of the application.

Ketentuan Pasal 29 TRIPs mensyaratkan bahwa permohonan paten harus

mengungkapkan secara lengkap dan jelas invensinya, karenanya

dipertimbangkan bahwa pengungkapan asal sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional dalam permohonan paten diperlukan untuk memenuhi persyaratan ini.

Setelah permohonan yang diajukan memenuhi persyaratan minimum dan telah membayar biaya permohonan, akan diberikan Tanggal Penerimaan dan

dicatat oleh Menteri (Pasal 34 UU Paten 2016). Menteri akan mengumumkan

permohonan yang telah memenuhi ketentuan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah 18 (delapan belas) bulan sejak Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dalam

54

hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas bagi Paten biasa (Pasal 46 UU

Paten 2016). Sedangkan untuk Paten sederhana, pengumuman permohonan akan dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak

tanggal penerimaan Permohonan Paten sederhana (Pasal 123 UU Paten 2016).

Selanjutnya, pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan substantif kepada Menteri secara tertulis dengan dikenai biaya. Permohonan pemeriksaan substantif tersebut diajukan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung

sejak Tanggal Penerimaan (Pasal 51 UU Paten 2016).

Prosedur pengajuan permohonan paten yang disebutkan dalam UU Paten 2016 lebih detail dan rinci. Namun, secara umum, mulai dari tata cara pengajuan dan jangka waktu tiap-tiap tahap tidak jauh berbeda dengan UU No. 14 Tahun 2001. Perbedaannya hanya pada penggunanaan media elektronik sebagai sarana pendaftaran dan pengumuman. Selebihnya, mengenai permohonan pemeriksaan substantif tetap di laksanakan secara tertulis bukan elektronik.

55 BAB V

PENUTUP

Dalam dokumen URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14 (Halaman 38-55)

Dokumen terkait