• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu model baru pembangunan suatu bangsa adalah Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (Iptek). Model baru pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

mendampingi model pembangunan lama yang selama ini kita kenal yakni sumber

daya alam dimana dua model pembangunan ini berjalan beriringan tanpa dapat

dipisahkan, dalam artian bahwa dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing

dalam mengolah sumber daya alam dibutuhkan peranan iptek. Penguasaan iptek

inilah yang dimanfaatkan oleh negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan dan

negara-negara lainnya yang sedikit sumber daya alamnya untuk memperoleh devisa

negara. Banyak negara di dunia ini telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang

sangat pesat karena keberhasilannya memanfaatkan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan kemudian mampu menggelorakan industri kreatif

melalui pengembangan Hak Kekayaan Intelektual.

Hak Kekayaan Intelektual, biasa disebut HAKI atau Intelectual Property Rights

(IPR), pada dasarnya merupakan hak yang lahir berdasarkan hasil karya intelektual

seseorang. HAKI merupakan konstruksi hukum terhadap perlindungan kekayaan

intelektual sebagai cipta karsa pencipta atau penemunya. Hak eksklusif yang

diberikan oleh hukum merupakan reward yang sesuai bagi inventor dan pencipta

HAKI. Melalui reward tersebut, orang-orang yang kreatif di dorong untuk terus

mengasah kemampuan intelektualnya agar dapat dipergunakan untuk membantu

(2)

2 Dalam perkembangan selanjutnya, HAKI menjadi komoditi ekonomi yang

sangat menjanjikan terutama bagi sejumlah negara yang menjadi produsen HAKI

(negara-negara maju). Alasan ini yang mendasari dimasukkannya HAKI kedalam

sistem perdagangan internasional. Sehingga, pada saat ini Indonesia sudah

mempunyai undang-undang yang mengatur tentang HAKI, contohnya dalam bidang

paten, merek, hak cipta, rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit

terpadu, dimana undang-undang tersebut dimaksudkan guna untuk melindungi

kepentingan hukum dari karya intelektual.

Salah satu undang-undang yang khusus memberikan perlindungan hukum

terhadap para inventor dalam bidang teknologi yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun

2001 tentang Paten. UU No. 14 Tahun 2001 yang dibentuk bukan saja bertujuan

memberikan perlindungan terhadap para inventor Indonesia maupun luar negeri,

namun hal ini sekaligus sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap ratifikasi

Agreement Establishing the World Trade Organization yang didalamnya juga

meliputi pada aspek Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property

Rights (TRIPs) yang khususnya juga mengatur masalah paten. Dimana dengan diratifikasinya TRIPs ini, maka Indonesia dituntut untuk membentuk sekaligus

mengharmonisasi hukum nasional tentang paten itu sendiri. 1

Sejarah awal mula kelahiran paten di Indonesia berawal pada tahun 1910 dimana

Indonesia diberikan pengaturan paten berdasarkan undang-undang kolonial Belanda

yang dinamakan Octroiiwet. Setelah kemerdekaan, pada tahun 1979 Indonesia

(3)

3

meratifikasi perjanjian dengan World Intellectual Property Organization (WIPO)

yaitu badan PBB yang menangani urusan-urusan hak kekayaan intelektual.

Selanjutnya pada tahun 1983, Indonesia masuk menjadi anggota Paris Convention.

Pada tahun 1989 DPR mengesahkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang

Paten. Selanjutnya mengalami perubahan menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun

1997. Pada tahun 2001, pemerintah memperbaharui UU Paten menjadi UU No. 14

Tahun 2001. Hal tersebut dilakukan karena Indonesia harus menyesuaikan dengan

perlindungan HKI dengan standar internasional yaitu melalui TRIPs.2

Secara filosofis, adanya peraturan paten sebagai bentuk penjelmaan sila kelima

Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana salah satu butir

Pancasila kelima tersebut menyebutkan untuk menghargai hasil karya orang lain

yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Adanya pemberian

paten yaitu untuk mendukung kegiatan inovasi dan invensi teknologi yang harus

dilindungi. Apabila tidak ada perlindungan yang memadai, mungkin lebih baik

inventor menyimpan teknologinya. Sebaliknya dengan pemberian paten, negara

meminta inventor untuk mengungkapkan penemuannya dalam spesifikasi paten yang

deskripsinya dapat diakses secara luas, sehingga masyarakat bisa belajar dari

penemuan itu dan diharapkan masyarakat akan menghasilkan penemuan-penemuan

lain yang lebih maju daripada penemuan yang sedang dimintakan paten tersebut atau

yang sudah terdaftar.

(4)

4 Adapun contoh penemuan oleh inventor domestik Indonesia salah satunya yaitu

dekomposer bahan organik yang ditemukan oleh Ahmad Musofie, Niniek Kusuma

Wardhani dan Rahadi Setiawan. Dekomposer bahan organik untuk mengganti

kebiasaan petani Indonesia yang selalu menggunakan pupuk pabrik dalam

membudidayakan tanaman dengan dosis yang melebihi ketentuan. Akibatnya

produktivitas tanaman berkurang. Oleh karena itu, para peneliti dekomposer tersebut

menemukan dekomposer yang dibuat dengan bahan baku limbah kandang ternak

ruminansia atau limbah kandang ayam pedaging atau limbah kandang ayam petelur

yang kemudian di uraikan dengan bantuan probiotik yang akhirnya menjadi pupuk

organik yang bermutu baik. Selain itu, peneliti Ir. INW Mahayasa, Mp juga

mendaftarkan penemuannya tentang teknologi pengolahan buah lontar menjadi dodol

yang terinspirasi dari usaha pemanfaatan limbah hasil pengolahan sirup buah lontar

di daerah NTT, dan masih banyak lagi temuan-temuan yang didaftarkan oleh

inventor domestik Indonesia.

Dari banyaknya paten yang didaftarkan oleh inventor domestik Indonesia,

ternyata pertumbuhan inventor paten Indonesia masih tertinggal jauh apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan inventor di beberapa negara berkembang seperti

seperti Malaysia, Singapura, China, India dan Thailand. Berikut adalah data dari

(5)

5 Tabel 1: Pertumbuhan Inventor Domestik di Beberapa Negara3

No Negara

Berkembang

Jumlah Inventor Domestik

2010 2011 2012 2013 2014

01 Indonesia 508 533 - 663 702

02 Malaysia 1.231 1.076 1.114 1.199 1.353

03 Singapore 895 1.056 1.081 1.143 1.303

04 China 293.066 415.829 535.313 704.936 801.135

05 India 8.853 8.841 9.553 10.669 12.040

06 Thailand 1.214 927 1.020 1.572 1.006

Angka statistik paten sering digunakan sebagai indikator perkembangan

teknologi, indikator tingkat inovasi suatu negara atau indikasi tingkat keseriusan

pengembangan teknologi oleh suatu negara.4 Tabel tersebut menunjukkan, pada

tahun 2014 Indonesia memiliki jumlah inventor sebanyak 702 inventor domestik.

Berbeda dengan negara berkembang lainnya seperti Thailand dengan 1006 inventor

domestik, Singapura dengan 1303 inventor domestik, Malaysia dengan 1353

inventor domestik dan China dengan inventor terbanyak sebanyak 801135 inventor

domestik. Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia masih

kurang memanfaatkan sistem paten nasional untuk melindungi invensi inventor

domestik dibanding dengan negara lain yang lebih memanfaatkan sistem paten

nasionalnya.

3 Data di olah dari http://www.wipo.int/ipstats/en/statistics/country_profile/

4Togi Edward Sihaloho, “Pemanfaatan Sistem Paten Oleh Perguruan Tinggi Untuk Pengembangan

(6)

6 Adapun faktor yang menyebabkan minimnya jumlah inventor domestik di

Indonesia adalah mengenai subtansi dari UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten itu

sendiri yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat baik secara

nasional dan internasional. Ada beberapa substansi pasal yang terdapat dalam UU

Paten yang perlu dirubah akibat ketidakjelasan dan butuh penambahan substansi

pengaturan.5 Selain itu, dari sisi prosedural seperti kesadaran dan pemahaman

masyarakat sangat rendah, pemerintah yang belum memberikan kemudahan untuk

memperoleh hak paten, dan proses pendaftaran hak paten bisa mencapai 48 bulan

serta tidak ada timbal balik atau reward bagi inventor, sementara pemegang paten

sudah dibebani biaya pemeliharaan dan perlindungan. Itulah yang mendorong

lemahnya pendaftaran hak paten di Indonesia.6

Dari faktor-faktor tersebut diketahui bahwa keberadaan UU Nomor 14 Tahun

2001 tentang Paten selama rentang waktu 15 tahun ini belum mampu meningkatkan

pertumbuhan teknologi di Indonesia dalam menciptakan inovasi disektor teknologi

kompetitif. Dimana dalam perkembangan teknologi tersebut harus ada sistem yang

memberikan perlindungan kepada paten para inventor. Namun, sistem yang ada

dinilai masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, UU Nomor 14 tahun 2001

Tentang Paten perlu direvisi agar Inventor dilindungi dan agar ada pembaharuan baik

dalam mekanisme pendaftaran dan pemohonan hak paten bagi masyarakat.

Rencana merevisi UU Paten telah digaungkan dalam satu tahun terakhir ini yang

dilaksanakan oleh Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU Paten)

5 Draft Naskah Akademik Tentang RUU Paten, h. 70.

(7)

7 yang diketuai oleh H. John Kenedy Azis, SH. Setelah melalui sidang selama satu

tahun, pada 28 Juli 2016, UU Paten terbaru telah disahkan oleh DPR dan kemudian

di setujui oleh Presiden Joko Widodo satu bulan setelahnya. Adanya

Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 20167 ini, membuat peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2001 Sebagai Upaya Meningkatkan Inventor Domestik di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian ini maka peneliti ingin

mengetahui :

1. Bagaimana urgensi perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

tentang Paten?

2. Bagaimana perubahan-perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016

tentang Paten sebagai upaya meningkatkan inventor domestik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk

1. mendeskripsikan urgensi-urgensi perubahan dari Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 tentang Paten menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016

tentang Paten.

(8)

8

2. untuk menganalisis perubahan-perubahan daripada produk terbaru

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yang dapat meningkatkan

inventor domestik di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini dapat

memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat terhadap perkembangan khazanah

keilmuan hukum. Selain itu, dari hasil penelitian ini juga dapat dikembangkan

sebagai acuan penelitian selanjutnya yang terkait dengan tema ini.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat

menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan inventor untuk mendaftarkan ide

nya ke Dirjen Kekayaan Intelektual agar dapat dipatenkan. Disamping itu agar

sebuah invensi dari inventor bisa dinikmati oleh masyarakat luas sesuai dengan

kebutuhan. Tentunya jug akan menambah nilai komoditi bagi negara Indonesia

khususnya.

E. Definisi Konseptual

1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas

(9)

9 melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada

pihak lain untuk melaksanakannya.

2. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama

melaksanakan ide yang dituangkan kedalam kegiatan yang menghasilkan

invensi.

3. Inventor Domestik adalah seseorang yang berasal dari Indonesia yang secara

mandiri atau bersama sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam

(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Setelah tim penulis mengadakan penelusuran terhadap beberapa literatur dari

berbagai sumber, karya ilmiah berupa jurnal, skripsi dan tesis, ada tiga karya ilmiah

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui

bangunan keilmuan yan sudah diletakkan oleh orang lain, sehingga penelitian ini

adalah penelitian yang benar-benar baru dan belum diteliti oleh orang lain, serta

terhindar dari unsur plagiasi. Adapun penelitian yang dimaksud yaitu:

1. Yoyon M Darusman menulis jurnal yang berjudul “Kedudukan Serta

Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten Dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia Dan Hukum International” (2016)

Peneliti Yoyon meneliti bagaimana kedudukan serta perlindungan hukum bagi

pemegang hak paten dalam kerangka hukum nasional dan internasional. Hasil

penelitiannya adalah bahwa pemegang hak paten (inventor) diberikan

perlindungan atas dasar hukum nasional (UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten)

ataupun hukum internasional (World Intellectual Property Organization: WIPO)

sebagai hak prioritas untuk melaksanakan sendiri atau secara bersama-sama

invensinya atau memberikan kuasa kepada orang lain unuk melaksanakannya.

Kedepan sudah sepantasnya negara serius dalam mengatasi permasalahan paten

ini, hal ini bertujuan agar para pemegang paten tidak merasa diselepekan atas

karya-karyanya. Peneliti menyarankan agar perlindungan paten betul-betul dapat

(11)

11 untuk sungguh-sungguh menghasilkan paten dan menjadikannya sebagai

pemenuhan kesejahteraan.

2. Enrico Endy Siagian menulis jurnal dengan judul “Implmentasi Prinsip Alter Ego Peneliti sebagai Hak Ekonomi Paten Aparatur Negara (ASN) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten”.

Penelitian dengan metode analisis yuridis normatif ini berkesimpulan bahwa

implementasi prinsip alter ego yang terkait hak ekonomi bagi ASN peneliti belum

sesuai dengan hakikatnya karena pemiliki paten adalah pihak yang memberi

kerja, kecuali diperjanjikan lain. Hal tersebut belum menempatan inventor

sebagai pihak yag tinggi kedudukannya dan tidak diganggu gugat

kepemilikannya terhadap suatu invensi yang diciptakannya. Hak ekonomi

inventor pada oraktiknya berbenturan dengan mekanisme keuangan negara yaitu

UU No. 20 Tahun 1997 tetntang PNPB. Hal ini disebabkan institusi pemerintah

secara operasional belum secara seragam menetapkan pengaturan mekanisme

pemberian royalti kepada inventor ASN Peneliti.

3. Nina Nuraini menulis jurnal dengan judul “Paten Sebagai Alternatif

Perlindungan Hukum Bagi Inventor Teknologi Varietas Tanaman Meningktatkan Daya Saing Agribisnis Mendukung Pembangunan Ekonomi” (2013).

Dari hasil penelitiannya, Nina berkesimpulan bahwa perlindungan hukum berupa

hak ekslusifbagi inventor teknologi tanaman melalui UU Paten belum efektif

dilaksanakan oleh para inventor teknologi varietas tanaman Indonesia.

Kelemahan UU Paten menyebabkan tidak dapat mengakomodasi harapan

(12)

12 Hambatan lain para inventor adalah belum difahami dan disadari sepenuhnya

tentang eksistensi varietas tanaman sebagai hak milik, hak eksklusif memberikan

hak ekonomi bila didaftarkan, dapat meningkatkan daya saing agribisnis sarana

bagi pembangunan ekonomi.

Tabel 2: Perbandingan Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Persamaan Perbedaan

02 Enrico Endy Implementasi Prinsip Alter

(13)

13

03 Nina Nuraini Paten Sebagai Alternatif

(14)

14 B. Pembahasan Paten

1. Konsep Paten

Didalam pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

merumuskan bahwa paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada

Inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu

melaksanakan invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak

lain untuk melaksanakannya. 8

Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara

bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang

menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau

pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima

lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.9

Domestik adalah sesuatu yang berhubungan atau masalah yang berada di dalam

negeri.10 Jadi pengertian inventor domestik adalah seseorang yang berasal dari

Indonesia yang secara mandiri atau bersama sama melaksanakan ide yang dituangkan

ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.

Ide Inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang

spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan

dan pengembangan produk atau proses itu dinamakan dengan invensi. Invensi terkait

dengan solusi teknik terhadap sebuah masalah teknis. Invensi dapat dalam bentuk ide

yang inovatif maupun dalam bentuk model kerja atau prototype.11

8 Lembaran Negara No 109 Tahun 2001 9 Lembaran Negara No. 176 Tahun 2016 10 Kamus Besar Bahasa Indonesia

(15)

15 Beberapa persyaratan suatu invensi yang dapat diberikan hak paten. Beberapa

syarat yang dimaksud adalah :

1. Ada unsur kebaruan (novelty), artinya suatu invensi dianggap baru jika tanggal

penetrimaan inveni tersebut tidak sama dengan tegnologi yang diungkapkan

sebelumnya. Tegnologi yang diungkapkan sebeleumnya adalah tegnologi

yang telah diumumkan di Indonesia atau luar negeri dalam suatu tulisan,

uraian lisan atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan

seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum tanggal

penerimaan atau tanggal prioritas.

Syarat kebaruan dapat ditentukan berdasarkan pembatasan-pembatasan

tertentu, misalnya daerah (territorial), kapan penemuan itu diketahui, dan cara

pengumuman penemuan itu kepada masyarakat. Syarat kebaruan, yaitu bahwa

penemuan yang dimintakan paten tidak boleh lebih dahulu diungkapkan

dimanapun dan cara apapun. 12

Mengenai syarat kebaruan, bisa bersifat mutlak atau relatif, bersifat

mutlak atau dikenal world wide novelty. Sifat mutlak ini bisa hilang apabila

ada publikasi dengan cara bagaimanapun, dan dinegara manapun, atau pernah

diketahui dengan cara bagaimanapun. Di Indonesia dalam hal syarat kebaruan

menganut sistem kebaruan yang luas world wide novelty. Syarat kebaruan luas

ini bersifat relatif, yaitu: suatu penemuan tidak dianggap telah diumumkan

jika dalam waktu paling lama 6 bulan sebelum tanggal penerimaan :

a. Invensi tersebut telah ditunjukkan dalam suatu pameran internasional di

Indonesia atau diluar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi.

b. Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam

rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.13

2. Mengandung langkah inventif (inventif step). Suatu invensi mengandung

langkah infentif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai

12 Endang purwanigsih, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi,(Bandung: CV Mandar Maju, 2012), hal. 222

(16)

16 keahlian tertentu dibidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diiduga

sebelumnya.

3. Dapat diterapkan didalam industri (industrial aplication). Suatu invensi dapat

diterapkan dalam industri jika invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam

industri.14

Menurut pasal 56 PP No. 34 tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan

Paten, penentuan bahwa suatu penemuan yang dimintakan paten dapat diberi

atau tidak dapat diberi paten dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan

(1) kebaruan penemuan, (2) langkah inventif yang terkandung dalam

penemuan, (3) dapat atau tidaknya penemuan diterapkan dalam industry; (4)

penemuan yang bersangkutan tidak termasuk dalam kelompok penemuan

yang tidak dapat diberikan paten; (5) penemu atau orang yang menerima lebih

lanjut hak penemu berhak atas paten bagi penemu tersebut; (6) penemu

tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban

umum serta kesusilaan.15

Pasal 7 UU No. 14 Tahun 2001 merumuskan ada beberapa ketentuan

behwa paten tidak dapat diberikan pada invensi tentang :

1. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas

agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.

2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan atau pembedahan yang

diterapkan terhadap manusia atau hewan

3. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika, atau

4. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik

Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan,

kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

14 Budi Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (cetakan ke-1 , Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), h. 126

(17)

17 Jenis-jenis paten yang dikenal saat ini :

Pada dasarnya jenis Paten yang berkembang saat ini adalah :

a. Paten yang berdiri sendiri tidak bergantung pada paten lain (independent

patent).

b. Paten yang terkait dengan paten lainnya (dependent patent)

c. Paten tambahan (patent of addition)

d. Paten Impor (patent of revalidation)

Indonesia dalam ketentuan perundang-undangan Patennya hanya membagi

paten kedalam dua bentuk, yaitu16 :

a. Paten biasa

b. Paten sederhana

Suatu penemuan dikelompokkan kedalam paten sederhana karena cirinya,

paten sederhana yaitu penemuan tersebut tidak melalui penelitian dan pengembangan

(Research and Development) yang mendalam. Meskipun bentuk, konfigurasi,

kontruksi, atau komposisi sederhana, dan sering dikenal dengan “utility model”, tetapi mempunyai nilai kegunaan praktis sehingga memiliki nilai ekonomis, jadi

tetap memperoleh lindungan hukum. Paten sederhana hanya memiliki satu klaim,

pemeriksaan subtantif langsung dilakukan tanpa permintaan dari pihak penemu. Bila

terjadi penolakan terhadap permintaan Paten sederhana ini, tidak dapat dimintakan

lisensi wajib dan tidak dikenakan biaya tahunan.17

2. Sejarah Undang-Undang Paten

Perkembangan hukum Paten Indonesia dapat dibagi kedalam 3 periode, yaitu: 1)

kepentingan umum vs tekanan internasional (1989-1996); 2) periode tunduk terhadap

16 Endang Purwanigsih, Hak Kekayaan..., h.77

(18)

18 standar internasional perjanjian TRIPS (1997-2000); 3) periode meningkatkan

kualitas penegakan hukum (2001-2005).18

Kepentingan umum versus tekanan Internasional (1998-1996)

Periode tahun 1989 sampai dengan 1996 merupakan fase yang sulit bagi

pemerintah Indonesia. Dalam merespon keadaan sulit tersebut, pemerintah

memutuskan untuk mencari keseimbangan antara dua hal yang bertolak belakang

yaitu kepentinga umum dengan tekanan internasional, terutama berasal dari

Amerika Serikat yang mengharapkan pemerintah Indonesia untuk mengadopsi

standar perlindungan paten AS. 19

Dibandingkan dengan cabang-cabang HAKI lainnya yang telah ada sejak

awal kemerdekaan Indonesia, UU Paten tidak dianggap sebagai sebua UU yang

penting sampai akhir tahun 1980-an. Ada beberapa alasan terhadap penundaan

delegasi paten di Indonesia. Pertama, sebelum tahun 1945, pemerintah kolonial

Belanda telah memberlakukan sebuah UU Paten Belanda. Salah satu pasal

menetapkan bahwa pemeriksaan paten akan dilaksanakan di Belanda. Setelah

Indonesia mencapaikemerdekaan, ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan

karena bertentangan dengan kedaulatan di Indonesia. Akibatnya, UU tersebut

tidak digunakan lagi di Indonesia dan Indonesia tidak memiliki UU Paten selama

sepuluh tahun.

Kedua, indonesia menganggap bahwa HAKI, terutama hukum Paten

bukanlah sebuah kebutuhan yang mendesak untuk pembangunan ekonomi diawal

kemerdekaan yang baru memperoleh kemerdekaan. Ketiga, meskipun tidak ada

UU Paten di Indonesia sampai dengan tahun 1989, permohonan paten tetap

dilakukan oleh pemerintah sejaktanggal 1 November 1953. Namun fungsi dari

pendaftaran tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan administratif dan

bukan untuk memberikan perlindungan Paten.

(19)

19 Selama tahun 1980-an, pemerintah telah melakukan pembaruan dibidang

legislasi. Dimulai dengan UU Hak Cipta tahun 1982, reformasi hukum tersebut

kemudian dilanjutkan dengan pengajuan RUU Paten pada thun 1984. Pemerintah

juga mempertimbangkan bahwa hukum paten dapat menarik para investor asing

untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan menajadi sarana terjadinya alih

teknologi. Adanya alasan lain pemerintah Indonesia membuat UU Paten 1989

adalah karena adanya tekanan internasional dari negara-negara maju. Bentuk

tekanan internasional dari negara-negara maju, terutama Amerika Serikat adalah

tekanan Ekonomi. Carlos Primo Braga berpendapat bahwa pengaruh

ketergantungan Ekonomi dan kebutuhan akan teknologi adalah alasan utama

untuk memperkuat sistem HKI di negara-negara berkembang selama tahun

1980-an.

Periode tunduk dengan perjanjian TRIPS (1997-2000)

Periode tahun 1997-2000 merupakan periode yang sangat penting bagi

pemerintah Indonesia. Dalam kurun waktu tersebut pemerintah telah memutuskan

untuk merivisi UU Paten tahun 1998 sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk

tunduk dengan perjanjian TRIPS. Revisi UU paten itu sendiri telah dimulai pada

akhir tahun 1995 sebgagai salah satu konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia

dalam Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.

Pada tahun 1997, usaha untuk merivisi UU Paten tahun 1989 berhasil

direalisasikan. Bebeerap perubahanpenting telah dimasukkan dalam UU Paten

tahun 1997, diantaranya adalah perpanjangan perlindungan paten dari 14 tahun

menjadi 20 tahun, perubahan ruang lingkup invensi yang dapat dipatenkan,

permasalahan importasi produk yang dipatenkan dan mekanisme pelaksanaan

lisensi wajib.20

(20)

20 Periode Peningkatan Penegakan Hukum (2001-2005)

Periode tahun 2001-2005 berbeda dengan periode pada tahun-tahun

sebelumnya yang lebih menekankan pada masalah subtansi (biaya dan akses

terhadap obat esensial, dan pengembangan industri farmasi lokal)/. Sedangkan

periode tahun 2001-2005 lebih memmfokuskan pada masalah penegakan hukum.

Pada periode ini, pemerintah sudah menyadari sepeuhnya bahwa penegakan

hukum terhadap pelanggaran perjanjian TRIPs merupakan kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh semua anggota WTO. Dalam UU Paten tahun 2001, pemerintah

memperkenalkan penetapan sementara pengadilan di dalam sistem hukum

Indonesia. Melalui penetapan sementara pengadilan yang diatur dalam pasal 125,

pemerintah bertekad untuk meningkatkan penegakan hukum dibidang paten.

Latar belakang pembentukan UU Paten nomor 14 tahun 2001, pemerintah

menganggap bahwa di negara Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang

melimpah, dan teknologi yang semakin maju namun penegmbangan teknologi

belum dimanfaatkan secara berarti dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya

sehingga dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Undang-undang

Paten nomor 6 tahun 1989 tentang Paten dan UU Nomor 1997 tentang paten. Ada

beberapa poin penting yang diubah dalam UU lama 21:

1. Penyempurnaan dalam :

a) Terminologi

b) Paten sederhana

c) Peraturan pemerintah dan Keputusan presiden

2. Penambahan dalam :

a) Penegasan mengenai istilah hari

b) Invensi yang tidak dapat diberi paten

c) Penetapan sementara Pengadian

d) Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

e) Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan

(21)

21

f) Pengecualian dari Ketentuan Pidana

3. Penghapusan dalam :

Ketentuan yang berkaitan dengan penundaan pemberian Paten dan lingkup

hak eksklusif pemegang paten. Ini dihapuskan karena tidak sejalan dengan

persetujuan TRIPS. 22

3. Perkembangan Undang-Undang Paten Tahun 1989-2001 a. Revisi Undang-Undang Paten

Undang-undang No.6 tahun 1989 adalah undang-undang Paten pertama yang

dibuat sejak Indonesia merdeka. Hal penting yang diatur dalam UU ini adalah

keberadaan dari komisi banding. Berdasarkan ketentuan pasal 68 sampai 72,

komisi banding adalah badan khusus yang berada di lingkungan Direktorat

jenderal HaKI dengan tugas memeriksa permintaan banding dari pemohon yang

ditolak permohonan patennya berdasarkan alasan-alasan dan dasar pertimbangan

yang bersifat subtantif.23

Selanjutnya UU No.6 tahun 1989 ini direvisi pada tahun 1997, ada 3 hal

penting yang dimuat dalam UU Paten tahun 1997, yaitu Penyempurnaan,

penambahan serta penghapusan beberapa ketentuan dari UU 1989.

Penyempurnaan dilakukan terhadap ketentuan mengenai persyaratan penentuan

kebaruan (novelty) invensi. Berbeda dengan UU Paten 1989 yang menggunakan

penilaian “belum diumumkannya sebuah invensi” sebagai syarat kebaruan, UU Paten 1997 menentukan sifat kebaruan dengan menggunakan indicator “invensi

yang diajukan bukan bagian dari invensi terdahulu atau invensi yang telah ada

sebelumnya”.

Selain penyempurnaan juga dilakukan penambahan terhadap isi UU Paten

tahun 1997, yaitu menyangkut importasi atas produk yang dilindungi paten serta

digunakannya beban pembuktian terbalik, khususnya terhadap kasus pelanggaran

22 Adrian Sutedi, Hak Atas..., h. 77

(22)

22 paten proses. Pasal 119 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan, bahwa pembuktian terbalik

diterapkan mengingat sulitnya penanganan sengketa paten untuk proses.

Sekalipun demikian, untuk menjaga keseimbangan kepentingan yang wajar

diantara para pihak, hakim tetap diberi kewenangan memerintahkan kepada

pemilik paten untuk terlebih dahulu menyampaikan bukti salinan sertifikat paten

bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu. 24

Penghapusan juga dilakukan berkenaan dengan ketentuan pasal 7 tentang

pengecualian invensi yang dapat diberikan paten. Penghapusan masing-masing

ditujukan terhadap ketentuan pasal 7 huruf a yang sebelumnya mengatur bahwa

invensi dibidang makanan dan minuman tidak dapat diberikan paten serta

ketentuan pasal 7 huruf c berkaitan dengan invensi variates baru tanaman dan

hewan. Penghapusan lainnya adalah mengenai badan hukum dalam pengertian

inventor. 25

Perkembangan teknologi yang semakin pesat di era global serta keinginan

pemerintah untuk menyesuaikan keseluruhan peraturan dibidang hak milik

intelektual dengan ketentuannya yang terdapat dalam perjanjian TRIPs

merupakan factor pendorong diamandemennya UU Paten Indonesia tahun 1997

dengan UU No 14 tahun 2001. Dalam UU Paten yang baru ini banyak sekali

penyempurnaan, penambahan dan penghapusan yang dilakukan dengan tujuan

memberikan perlindungan yang memadai terhadap pemegang paten.

Penyempurnaan yang dilakukan dalam UU Paten 2001 meliputi perubahan

istilah, seperti halnya invensi (invention) dipergunakan untuk mengganti istilah

penemuan (discovery) dan inventor untuk mengganti istilah penemu (discoverer).

Penggantian tersebut dimaksudkan untuk memperjelas makna kata “invensi”

dibidang teknologi serta membedakan istilah tersebut dengan istilah sehari-hari.

Selain masalah terminology, cakupan paten diperjelas dengan menetapkan bahwa

invensi yang dilindungi adalah invensi di dibidang teknologi yang tidak mencakup

kreasi estetika, skema, aturan atau metode yang melibatkan kegiatan mental,

(23)

23 permainan dan bisnis aturan atau metode mengenai program computer serta

presentasi ,mengenai suatu informasi. Nama isntitusi yang menerima dan

memeriksa permohonan paten, yaitu Kantor Paten juga diganti menjadi Direktorat

Jenderal Paten untuk memperjelas pemahaman bahwa kantor HKI adalah satu

kesatuan system.26

Dalam pasal 2 Undang-undang Paten No 14 tahun 2001 menyatakan bahwa

(1) paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif

serta dapat diterapkan dalam industry, (2) suatu invensi yang mengandung

langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian

tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat di duga sebelumnya, (3)

penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya

harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan

diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal

permohonan itu diajukan dengan hak prioritas. 27

Penambahan yang dilakukan dalam UU Paten tahun 2001 mencakup

penegasan istilah “hari” yang diganti dengan istilah hari kerja, invensi yang tidak

dapat diberikan paten, penetapan sementara pengadilan, penggunaan penerimaan

negara bukan oajak, penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan pengecualian

dari ketentuan pidana. Penghapusan juga dilaukan dalam UU No 14 tahun 2001

dengan tujuan untuk menghilangkan ketentuan yang tidak sejalan dengan

perjanjian TRIPs, contohnya mengenai penundaan pemberian paten sebagai delik

aduan.

Ketentuan pasal 3 UUP No 14 tahun 2001 menunjukkan syarat kebaruan yang

luas, yaitu bahwa suatu penemuan tidak dianggap baru jika pada saat pengajuan

permintaan paten, penemuan tersebut telah diumumkan di Indonesia atau diluar

Indonesia dalam suatu tulisan, uraian tulisan atau melalui peragaan atau dengan

(24)

24 cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan (invensi) tersebut

sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas.

Syarat kebaruan luas ini bersifat relative, ini bisa kita lihat dari pasal UUP,

yaitu suatu penemuan tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu

paling lama 6 bulan sebelum tanggal penerimaan :

(1) Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional

di Indonesia atau diluar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau

dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai

resmi

(2) Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam

rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. Invensi

juga telah dianggap diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 bulan

sebelum penerimaan ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan

cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi tersebut. 28

Setelah melakukan amandemen beberapakali, kenyataannya

undang-undang paten di Indonesia di mulai undang-undang pertama tahun

1989, undang-undang paten tahun 1997, dan undang-undang paten tahun

2001 masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengcover

ruang gerak para inventor dalam mendaftarkan penemuannya untuk

mendapatkan hak paten. Baik dari segi perlindungan hukumnya, inovasi

dalam subtansial undang-undangnya belum bisa menyeimbangkan dengan

kemajuan teknologi saat ini.

Oleh karennya, pemerintah mengamandemenkan undang-undang

paten tahun 2001, yang pada akhirnya pada rapat paripurna Rancangan

Undang-undang 2001 di sahkan pada tanggal 28 juli 2016 lalu oleh Dewan

Perwakilan Rakyat. Setelah sebelumnya melalui proses pembahasan di

Komisi III DPR RI selama enam bulan.

(25)

25 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Dalam suatu penelitian, jenis penelitian dapat dilihat dari tujuan, sifat, bentuk dan

sudut penerapannya. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif

atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder pustaka. Penelitian ini merupakan penelitian sistematik

hukum yang dilakukan terhadap perundangan-perundangan tertentu. Tujuan

pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian

pokok/dasar dalam hukum.29 Adapun perundangan-perundangan yang diteliti dalam

penelitian ini adalah UU Paten terbaru.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (Statute Aprroach) yaitu pendekatan dengan menggunakan

perundang-undangan.30 Penelitian ini menganalisis Undang-Undang Paten terbaru. Selain

pendekatan perundang-undangan, peneliti juga memakai pendekatan konseptual

(conceptual approach) yaitu konsep mengenai paten.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian yang perskriptif31– evaluative32. Penulis

mendeskripsikan tentang beberapa ketentuan-ketentuan baru dalam Undang-Undang

29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Sebuah Tinjuan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 13-15.

30 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 97.

31 Penelitian perskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada. Sebagai contoh misalnya penelitian tentang “Peranan tokoh masyarakat dalam penyuluhan hukum melalui program Jaksa Masuk Desa (JDM). Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 9.

(26)

26 Paten terbaru dan mengevaluasinya apakah ketentuan yang baru itu dapat

meningkatkan invensi para inventor domestik di Indonesia atau tidak.

C. Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang diperoleh langsung dari sumber

pertama. Adapun dalam penelitian ini bahan hukum primer menggunakan

Undang-undang No 14 tahun 2001 tentang Paten dan undang-undang baru paten

tahun 2016.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang bersifat sebagai pendukung atau

bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

Dalam hal ini penulis menngunakan buku-buku yang menjelaskan tentang

konsep hukum kekayaan intelektual yang memuat tentang sejarah paten dan

perlindungan paten.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang bersifat memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus

hukum.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meggunakan study dokumen

(pengumpulan bahan kepustakaan terkait dengan obyek yang diteliti). Peneliti

mengumpulkan bahan-bahan hukum primer dan sekunder berupa dokumen-dokumen

(27)

27 tertulis seperti perundang-undangan, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmia,

yang berkaitan dengan paten. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan

perundang-undangan, oleh sebab itu peneliti mengumpulkan peraturan peraturan

perundang-perundangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu penelitian ini.33

Peraturan yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU N0. 14 Tahun 2001 tentang

Paten, UU Paten Tahun 2016.

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Tahap pertama yang dilakukan untuk mngolah bahan hukum yang telah diperoleh

adalah mengklarifikasikan bahan hukum hasil kerja awal pada penelitian. Bahan

hukum yang terkumpul diklarifikasikan berdasarkan fokus masalah yang diteliti

terkait urgensi perubahan undang-undang no 14 no 2001 tentang Paten demi

meningkatkan jumlah inventor domestik di Indonesia.

Tahap selanjutnya adalah menganalisis bahan hukum mentah yang sudah

diklarifikasikan agar mudah dipahami, setelah bahan hukum dianalisis,maka tahap

terakhir adalah melakukan penarikan kesimpulan.

Dalam pengolahan bahan hukum ini penulis menggunakan metode Deskriptif

Kualitatif yaitu metode yang digunakan terhadap suatu data yang telah dikumpulkan,

kemudian diklarifikasi, disusun, dijelaskan yakni digambarkan dengan kalimat

tujuannya untuk memperoleh kesimpulan.34 Sehingga jelas dan mudah dipahami oleh

pembaca.

(28)

28 F. Sistematika

Hasil penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, dengan sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan berisi mengenai alasan atau latar belakang diadakannya

penelitian ini, juga memuat tentang perumusan masalah, tujuan penelitian dan

manfaat penelitian.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tentang konsep paten, sejarah pembentukan

undang-undang, yang berkaitan dengan perubahan undang-undang no 14 tahun 2001

menjadi undang-undang paten baru tahun 2016, serta apa saja yang menjadi

subtansi yang tercantum dalam masing masing perundang-undangan. Bab ini juga

memuat tentang penelitian terdahulu.

BAB III : METODE PENELITIAN

Memuat mengenai metode penelitian yang berisi penggambaran atau deskripsi

yang lebih rinci mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian,bahan hukum,

teknik pengumpulan bahan hukum, teknik analisis data, teknik uji kesahihan data

dan sistematika penulisan.

BAB IV : HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Pada bab ini menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana urgensi adanya

pembaruan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan menganalisis secara yuridis

normatif mengenai apa saja pembaruan-pembaruan yang bisa meningkatkan

(29)

29 BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari laporan penelitian yang berisi kesimpulan dan saran

berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.

(30)

30 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Urgensi Perubahan UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Selama 15 (lima belas) tahun berlakunya UU No. 14 Tahun 2001 di Indonesia,

pertumbuhan inovasi-inovasi yang diciptakan oleh bangsa Indonesia masih sangat

minim sekali dan kalah saing dengan inovasi dari inventor asing. Selain data statistik

paten domestik yang menunjukkan hal tersebut, juga didukung oleh peneliti-peneliti

yang meneliti keefektifan pelaksanaan UU Paten di Indonesia dimana masih banyak

norma-norma hukum (pasal) yang harus dibenahi sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan teknologi masa kini. Data statistik dan berbagai penelitian tersebut

menunjukkan bahwa UU No. 14 Tahun 2001 belum mampu meningkatkan invensi

inventor domestik.

Pada dasarnya ada 3 (tiga) landasan yang mendasari adanya perubahan UU No.

14 Tahun 2001, yaitu:

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan

serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.35 Tujuannya

yaitu untuk membentuk undang-undang yang mengandung norma-norma ideal

bagi masyarakat menuju cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

(31)

31 Urgensi pembentukan UU Paten dari segi filosofis yaitu untuk

mengejawantahkan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang diuraikan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang

berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Ketentuan tersebut juga sebagai pelengkap dari Pasal 5 ayat (1)36,

Pasal 20 ayat (2)37, dan pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,38

serta Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia).39

Paten diberikan oleh negara terhadap setiap invensi yang memenuh syarat

kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dibidang industri. Persyaratan

ini berlaku secara universal meski dengan gaya bahasa masing-masing negara.

Selain itu, paten -yang merupakan hak ekslusif atau hak monopoli terbatas-

diberikan Negara sebagai penghargaan atau insentif kepada inventor terhadap

36“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undnag kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” 37“Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama.”

38 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi neara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4) Pereknonomian nasional diselenggaraka berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjuta n, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseibanan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(32)

32 invensinya sekaligus perlindungan hukum agar inventor bermotivasi

terus-menerus melakukan penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi

masyarakat dibidang teknologi, dan memperoleh invensi yang dapat dipatenkan.

Tujuan dari itu semua agar inventor mampu meningkatkan kesejahteraannya,

dan secara makro dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Dengan adanya kejelasan pengaturan paten terhadap setiap invensi yang

memenuhi syarat kebaruan, akan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi

bahkan ekonomi kreatif. Inventor akan termotivasi terus-menerus melakukan

penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat di bidang

teknologi, dan memperoleh penemuan yang dapat dipatenkan.

2. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan

hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan

yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin

kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut

persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur

sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa

persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan

yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari

Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada

(33)

33 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, sudah tidak dapat mengakomodasi

perkembangan kebutuhan, sehingga menjadi kuat landasan yuridis untuk

mengganti UU yang lama dengan yang baru. Perubahan juga diperlukan agar

ketentuan dalam UU Paten yang baru sinergis dengan pengaturan

pemanfaatannya, dan instrument hukum Internasional.

Walaupun Indonesia telah memiliki UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten

dan pelaksanaan paten telah berjalan, namun masih dipandang perlu

menyesuaikan dan melakukan perubahan terhadap UU Paten lama tersebut.

Masih ada beberapa aspek dalam Agreement on Trade Reated Aspecte of

Intellectual Property Rights (TRIPs) yang belum ditampung dalam

Undang-Undang Paten tersebut. Seperti ketentuan Article 31 bis TRIPs Agreement yang

berbunyi:

Where the law of a Member allows for other use7 of the subject matter of a patent without the authorization of the right holder, including use by the government or third parties authorized by the government, the following provisions shall be respected:

(34)

34 public noncommercial use. In situations of national emergency or other circumstances of extreme urgency, the right holder shall, nevertheless, be notified as soon as reasonably practicable. In the case of public non-commercial use, where the government or contractor, without making a patent search, knows or has demonstrable grounds to know that a valid patent is or will be used by or for the government, the right holder shall be informed promptly; ...

Maksud dari Article 31 TRIPs tersebut yaitu perlunya pengadaan obat atau

produk farmasi untuk kepentingan kesehatan masyarakat dalam ketentuan lisensi

wajib, bahwa jika ada wabah penyakit disuatu negara yang sifatnya sudah

emergensi maka dapat dimungkinkan menerapkan lisensi wajib, artinya paten

tersebut dapat di industrikan dengen menerapkan lisensi wajib.

Kemudian yang disepakati dalam deklarasi Doha yang isinya:40

“The 2003 Paragraph 6 Decision requires the exporting country to

provide "adequate" remuneration to right owners, consistent with Article 31(h) of the TRIPS Agreement, "taking into account the economic value to the importing Member". In these cases, the importing country obligation to remunerate right owners is waived. In short, the right owner must receive remuneration, but the amount is set in the exporting country, which must consider the "economic value" of the product in the importing country.”

(35)

35 Setiap negara yang sedang mengalami emergensi karena mendapat wabah

penyakit, maka negara tersebut dapat memperbanyak dan memproduksi

langsung obat untuk mengantisipasi penyakit yang mengakibatkan wabah

tersebut, tanpa sepengatahuan pemegang paten, namun tetap memperhitungkan

kepentingan yang layak terhadap inventor.41

3. Landasan Politis

Landasan politis merupakan pertimbangan atas kepentingan pemerintah

yang mana bertujuan dalam peningkatan di sektor ekonomi, pembangunan dan

kerjasama dengan negara lain. Faktanya bahwa dengan adanya perubahan

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten menjadi Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2016 tetang Paten, pemerintah ingin melindungi kesejahteraan

dan keselamatan rakyatnya melalui pemanfaatan paten, misalnya di bidang

kesehatan, keselamatan lingkungan, dan pertahanan keamanan negara serta

perlindungan sumber daya genetik. Dengan demikian, penggantian

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten merupakan salah satu bentuk

kehadiran pemerintah untuk menstimulasi peningkatan inovasi nasional,

pendayagunaan teknologi guna peningkatan perekonomian nasional, dan

perlindungan kesejahteraan umum serta penghargaan terhadap inventor dalam

negeri.

Alasan lain adanya perubahan UU Paten sebagai konsekuensi Indonesia

sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO) yang mewajibkan

seluruh anggota WTO untuk meratifikasi TRIPs (Trade Related of Intelectual

(36)

36 Property Rights) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan

Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).42 Dimana masih ada salah satu

pasal dalam TRIPs yang belum di implementasikan dalam UU Paten lama yaitu

Act 31 TRIPs tentang pelaksanaan paten oleh pemerintah. Oleh karena itu,

betapa pentingnya dilakukan perubahan UU Paten selain untuk menyesuaikan

pengaturan TRIPs juga untuk melindungi paten dan meningkatkan

perekonomian nasional melalui teknologi.

4. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya

menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan

masyarakat dan negara.43

UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten belum sepenuhnya dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, apalagi dengan adanya tuntutan

dalam era globalisasi. Para peneliti baik dari perguruan tinggi maupun lembaga

penelitian dan pengembangan kurang berminat untuk mematenkan hasil

temuannya karena kurangnya jaminan perlindungan. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Vivit Wardah Rufaidah, peneliti tersebut melakukan penelitian

di Badan Litbang Pertanian yang hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

42 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57

(37)

37 rendahnya hasil riset dari peneliti pertanian Indonesia yang dipatenkan

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) banyaknya produk riset yang belum

menyentuh kebutuhan publik; (2) pola pikir masyarakat yang belum berkembang

ke arah yang lebih suka mencipta daripada memakai, lebih suka membuat

daripada membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada menggunakan

teknologi yang ada; (3) lemahnya daya saing; dan (4) kecilnya anggaran iptek

yang berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya operasional dan

pemeliharaan, serta rendahnya insentif untuk peneliti.44

Peneliti Enrico menambahkan bahwa kurangnya penghargaan (reward)

dari pemerintah yang menjadi penyebab para peneliti memilih melakukan riset

di luar negeri dan hengkang ke manca negara karena mereka lebih dihargai

daripada di dalam negeri yang malaupun UU Paten lama telah mengaturnya dan

menjamin namun mekanisme pencairan royalti yang berbelit-belit membuat

peneliti enggan untuk meneliti dan menciptakan paten-paten domestik.45

Oleh karena itu bagi Indonesia masih sulit untuk mewujudkan harapan

World Class University akibat rendahnya hasil temuan yang dipatenkan. Selain itu masyarakat juga merasakan kurang adanya proses kecepatan dalam

pengajuan permohonan paten karena UU No. 14 Tahun 2001 belum menerapkan

model permohonan secara e-filing yang sudah berkembang di banyak negara.

Jika kondisi yang berkembang ini tidak segera diakomodasi maka upaya

pemanfaatan paten untuk komersialisasi paten dengan terhantarnya invensi ke

44Vivit Wardah Rufaidah, “Produktivitas Publikasi Peneliti Badan Litbang Pertanian”, Jurnal Perpustakaan Pertanian, 1 (Februari, 2001), h. 7.

(38)

38 industri, sulit diwujudkan. Oleh karena itu perlu ada pengaturan baru tentang

paten. Hal ini berkaitan erat antara pemanfaatan paten dengan investasi dan

perkembangan teknologi sebagai salah satu pilar yang memacu perkembangan

perekonomian nasional.

B. Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Sebagai Faktor Meningkatkan Inventor Domestik

1. Perubahan Substansi UU No 14 Tahun 2001

Tujuan utama perubahan UU Paten No 14 Tahun 2001 menjadi UU Paten

No. 13 Tahun 2016 yang disebut dalam Naskah Akademik Perubahan UU No 14

Tahun 2001 Tentang Paten adalah untuk meningkatkan jumlah permohonan

paten khususnya permohonan paten yang berasal dari dalam negeri. Upaya untuk

meningkatkan jumlah pemohon paten tersebut diantara: pendaftaran melalui

e-filling, pemberian insentif, proses pemeriksaan yang efisien dan cara pembayaran

biaya pemeliharaan paten yang lebih mudah.46 Adapun materi muatan peraturan

baru dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (selanjutnya

disebut UU Paten 2016) yang dapat meningkatkan inventor domestik sebagai

berikut:

a. Pendaftaran secara Elektronik

Dalam UU Paten teranyar disebutkan bahwa dalam pengajuan

permohonan paten dapat diajukan secara elektronik atau e-filling dengan

(39)

39

menggunakan sistem Industrial Property Automation System (IPAS).47

Pemohon tidak disusahkan lagi dengan sistem lama sebab telah diakomodir

Pasal 24 ayat (4) UU Paten 2016. Dengan sistem e-filling pengajuan

permohonan menjadi lebih mudah, sederhana, cepat dan biaya yang

dikeluarkan pemohon (selain biaya pendaftaran paten) menjadi lebih murah.

Adapun sistem pengajuan non-elekronik masih tetap diterapkan. Dengan

adanya sistem e-filling, penulis mengindikasikan, pertumbuhan inventor

domestik di Indonesia semakin meningkat karena memudahkan

inventor-inventor dalam mendaftar lebih khusus inventor-inventor yang jauh dari Dirjen HAKI

mengingat daerah wilayah Indonesia merupakan kepulauan. Inventor cukup

mengandalkan sistem internet dimasing-masing daerah asal inventor.

b. Pemanfaatan Paten Oleh Pemerintah

Pengaturan pemanfaatan paten oleh pemerintah diatur secara rinci

dalam UU Paten terbaru, berbeda dengan UU Paten lama yang hanya

dijelaskan secara umum. Dalam pasal 109 UU Paten 2016 menyebutkan

bahwa pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten di Indonesia

berdasarkan pertimbangan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan

negara atau kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat,

dimana paten oleh pemerintah dilakukan secara tebatas untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri dan bersifat non-komersial.

(40)

40 Berdasarkan landasan yuridis pembentukan UU Paten, ketentuan dalam

Article 31 TRIPs telah di implementasikan dalam Pasal 111 UU Paten 2016.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemerintah dalam hal melaksanakan

paten untuk kebutuhan mendesak bagi kepentingan masyarakat dapat

dilakukan pada produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal

dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat

mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak,

menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) (Pasal 111 ayat

a UU Paten 2016). Selain produk farmasi, juga dapat dilaksanakan terhadap

produk kimia dan/atau bioteknologi yang berkaitan dengan pertanian untuk

ketahanan pangan, obat hewan untuk menanggulangi hama dan/atau

penyakit hewan yang berjangkit secara luas, serta proses dan/atau produk

untuk menanggulangi bencana alam dan/atau bencana lingkungan hidup

(Pasal 111 ayat b, c, dan d UU Paten 2016).

c. Imbalan Bagi Peneliti Pegawai Negeri Sipil Yang Merupakan Bagian Dari

Aparatur Sipil Negara Untuk Mendongkrak Jumlah Paten Domestik

Inventor dalam hubungan dinas tetap mempunyai hak moral meskipun

paten yang didaftarkan dimiliki oleh instansi tempatnya bekerja. Dalam

Pasal 13 UU Paten 2016 menyebutkan bahwa setelah paten dikomersialkan,

inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintah berhak

(41)

41 negara bukan pajak. Selain itu, inventor juga berhak untuk dicantumkan

namanya dalam sertifikat paten. Hal ini dapat meningkatkan antusias

peneliti Pegawai Negeri Sipil untuk lebih berinovasi lagi di bidang

teknologi.

d. New Invention dan Inventiv Step Untuk Publikasi Di Perguruan Tinggi Atau Lembaga Ilmiah Nasional

Selama ini diketahui bahwa invensi dapat dikatakan baru apabila tidak

sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya (Pasal 5 ayat (1) UU

Paten 2016). Hal ini merugikan inventor terutama yang bekerja di Perguruan

Tinggi yang biasanya invensinya disampaikan dalam sidang ilmiah karena

sudah tidak memenuhi syarat kebaruan. Untuk mengatasi itu, UU Paten

2016 dalam Pasal 6 ayat (1) huruh c menyatakan bahwa hal tersebut tidak

dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan

sebelum Tanggal Penerimaan Invensi telah diumukan dalam sidang ilmiah

dalam bentuk ujian dan/atau tahap ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya

ilmiah lain, atau disampaikan dalam forum ilmiah lain di lembaga

pendidikan atau lembaga penelitian.

e. Invensi Tidak Mencakup Second Use Atas Paten Yang Sudah Kadaluarsa

Paten tidak diberikan pada penggunaan kedua atas suatu paten yang sudah

kadaluarsa karena bukan merupakan invensi, hanya merupakan discovery

(42)

42 Paten Tahun 2016 berupa penggunaan baru untuk produk yang sudah ada

dan/atau dikenal, dan/atau bentuk dari senyawa yang sudah ada yang tidak

menghasilkan peningkatan khasiat bermakna dan terdapat perbedaan

(43)

43 Tabel 3: Perubahan UU Paten No. 13 Tahun 2016 Yang Dapat Meningkatkan

Inventor Domestik di Indonesia secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal.”

Pasal 24 ayat (4)

“Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan baik secara elektronik maupun non-berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, suatu Paten ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah Presiden mendengarkan

pertimbangan Menteri dan menteri atau pimpinan instansi yang bertanggung (2) Pelaksanaan Paten oleh

(44)
(45)

45 Paten sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten serupa itu hanya dapat dilakukan tahunan sampai dengan Paten tersebut dapat dilaksanakan.

dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Paten dengan persetujuan Pemerintah. (3) Pemegang Paten yang

Patennya dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari kewajiban untuk membayar biaya tahunan. tahunan sampai dengan Paten dapat dilaksanakan.

3 Pasal 111

(46)

46 hewan yang berjangkit secara luas; dan/ atau d. proses dan/atau produk

untuk menanggulangi bencana alam dan/atau bencana lingkungan hidup.

4 Pasal 12

(1) Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang dihasilkan dalam suatu

Pasal 13

(1) Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas dengan

Pada Pasal 12 UU

Paten lama, yang

berhak atas invensi

dalam hubungan

(47)

47 hubungan kerja adalah

pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut.

instansi pemerintah adalah instansi pemerintah dimaksud dan Inventor, kecuali Paten yang dihasilkannya dari sumber penerimaan negara bukan pajak. (3) Dalam hal instansi

(48)

48 (5) Ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten.

5 Pasal 4

(1) Suatu Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah:

a. dipertunjukkan dalam suatu pameran resmi

(49)

49

Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang: undangan yang berlaku,

(50)

50 moralitas agama, ketertiban

umum, atau kesusilaan; b. metode pemeriksaan,

perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; c. teori dan metode di bidang

ilmu pengetahuan dan matematika; atau kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

(51)

51 2. Prosedur Permohonan Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2016 Tentang Paten

Pada UU Paten lama tidak diatur prosedur pengajuan permohonan paten

secara rinci, melainkan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun

1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten. Dengan adanya UU Paten Tahun 2016

maka peraturan pemerintah tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dalam UU Paten

Tahun 2016, inventor diberi kemudahan dalam mengajukan permohonan yaitu

dapat dilaksanakan secara elektronik (e-filling) maupun non-elektronik untuk

permohonan satu invensi (Pasal 24 UU Paten 2016). Program e-filling ini mampu

untuk meningkatkan inventor domestik dikarenakan banyak masyarakat yang

merasa kesulitan bahkan membutuhkan biaya dalam mendaftarkan patennya

yang mewajibkan inventor untuk datang langsung ke Ditjen HKI, apalagi

inventor yang berada di pulau-pulau lain hal ini menjadi hambatan besar bagi

mereka. Dengan adanya e-filling, bisa memudahkan pemohon yang ingin

mendaftarkan invensinya untuk dapat dilindungi paten.

Setiap permohonan paten diajukan untuk satu invensi atau beberapa

invensi yang merupakan invensi yang saling berkaitan (Pasal 24 ayat (3) UU Paten

2016). Pasal 25 ayat (1) UU Paten 2016 merumuskan Permohonan paten paling

sedikit memuat:

a. Tanggal, bulan dan tahun surat permohonan;

b. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Inventor;

c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon dalam hal

(52)

52

d. nama dan alamat lengkap Pemohon dalam hal Pemohon adalah badan

hukum;

e. nama, dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan

melalui Kuasa; dan

f. nama negara dan Tanggal Penerimaan Permohonan yang pertama kali

dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

Lebih lanjut Pasal 25 ayat (2) UU Paten 2016 merumuskan bahwa pemohon

harus melampiri persyaratan:

a. judul invensi;

b. deskripsi tentang Invensi;

c. klaim atau beberapa klaim Invensi;

d. abstrak Invensi;

e. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk

memperjelas Invensi, jika Permohonan dilampiri dengan gambar;

f. surat kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;

g. surat pernyataan kepemilikan Invensi oleh Inventor;

h. surat pengalihan hak kepemilikan Invensi dalam hal Permohonan

diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor; dan

i. surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal Permohonan terkait

dengan jasad renik.

Dalam UU Paten 2016 Pasal 26 menyebutkan bahwa jika invensi berkaitan

Gambar

Tabel 1: Pertumbuhan Inventor Domestik di Beberapa Negara3
Tabel 2: Perbandingan Penelitian Terdahulu
Tabel 3: Perubahan UU Paten No. 13 Tahun 2016 Yang Dapat Meningkatkan  Inventor Domestik di Indonesia No Perubahan

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi ini akan memudahkan pengelolaan, dapat meminimumkan konsumsi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan dan persetujuan aplikasi

Metode pelaksanaan dalam program ini adalah metode pelatihan yang mana pada seluruh kegiatan para peserta berpartisipasi secara aktif baik yang terfokus pada

tersebut menunjukkan bahwa persepsi dan preferensi tidak selalu mempengaruhi dalam memilih produk bank syariah dan dari penelitian juga menyatakan bahwa sikap

Di sisi lain, multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data, di mana media tersebut dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video,

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Indikator mutu buah yang diamati di antaranya kadar vitamin C, keberadaan kapang serta susut berat buah tomat varietas Servo pasca panen.. Jenis penelitian ini eksperimen

Dengan demikian hipotesis 6 yang menyatakan service quality berpengaruh terhadap customer loyalty melalui customer satisfaction pada pelanggan Boncafe di

Ini menunjukan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan.Perbedaan inilah yang menunjukkan bahwa