• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urgensi Perubahan UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Dalam dokumen URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14 (Halaman 30-38)

BAB IV : HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

A. Urgensi Perubahan UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Selama 15 (lima belas) tahun berlakunya UU No. 14 Tahun 2001 di Indonesia, pertumbuhan inovasi-inovasi yang diciptakan oleh bangsa Indonesia masih sangat minim sekali dan kalah saing dengan inovasi dari inventor asing. Selain data statistik paten domestik yang menunjukkan hal tersebut, juga didukung oleh peneliti-peneliti yang meneliti keefektifan pelaksanaan UU Paten di Indonesia dimana masih banyak norma-norma hukum (pasal) yang harus dibenahi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi masa kini. Data statistik dan berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa UU No. 14 Tahun 2001 belum mampu meningkatkan invensi inventor domestik.

Pada dasarnya ada 3 (tiga) landasan yang mendasari adanya perubahan UU No. 14 Tahun 2001, yaitu:

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.35 Tujuannya

yaitu untuk membentuk undang-undang yang mengandung norma-norma ideal bagi masyarakat menuju cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

31 Urgensi pembentukan UU Paten dari segi filosofis yaitu untuk mengejawantahkan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diuraikan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang

berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Ketentuan tersebut juga sebagai pelengkap dari Pasal 5 ayat (1)36,

Pasal 20 ayat (2)37, dan pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,38

serta Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia).39

Paten diberikan oleh negara terhadap setiap invensi yang memenuh syarat kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dibidang industri. Persyaratan ini berlaku secara universal meski dengan gaya bahasa masing-masing negara. Selain itu, paten -yang merupakan hak ekslusif atau hak monopoli terbatas- diberikan Negara sebagai penghargaan atau insentif kepada inventor terhadap

36“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undnag kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”

37“Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.”

38 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi neara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4) Pereknonomian nasional diselenggaraka berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjuta n, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseibanan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. 39 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57.

32 invensinya sekaligus perlindungan hukum agar inventor bermotivasi terus-menerus melakukan penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat dibidang teknologi, dan memperoleh invensi yang dapat dipatenkan. Tujuan dari itu semua agar inventor mampu meningkatkan kesejahteraannya, dan secara makro dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Dengan adanya kejelasan pengaturan paten terhadap setiap invensi yang memenuhi syarat kebaruan, akan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi bahkan ekonomi kreatif. Inventor akan termotivasi terus-menerus melakukan penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat di bidang teknologi, dan memperoleh penemuan yang dapat dipatenkan.

2. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

33 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, sudah tidak dapat mengakomodasi perkembangan kebutuhan, sehingga menjadi kuat landasan yuridis untuk mengganti UU yang lama dengan yang baru. Perubahan juga diperlukan agar ketentuan dalam UU Paten yang baru sinergis dengan pengaturan pemanfaatannya, dan instrument hukum Internasional.

Walaupun Indonesia telah memiliki UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan pelaksanaan paten telah berjalan, namun masih dipandang perlu menyesuaikan dan melakukan perubahan terhadap UU Paten lama tersebut.

Masih ada beberapa aspek dalam Agreement on Trade Reated Aspecte of

Intellectual Property Rights (TRIPs) yang belum ditampung dalam

Undang-Undang Paten tersebut. Seperti ketentuan Article 31 bis TRIPs Agreement yang

berbunyi:

Where the law of a Member allows for other use7 of the subject matter of a patent without the authorization of the right holder, including use by the government or third parties authorized by the government, the following provisions shall be respected:

(a) authorization of such use shall be considered on its individual merits; (b) such use may only be permitted if, prior to such use, the proposed user has made efforts to obtain authorization from the right holder on reasonable commercial terms and conditions and that such efforts have not been successful within a reasonable period of time. This requirement may be waived by a Member in the case of a national emergency or other circumstances of extreme urgency or in cases of

34 public noncommercial use. In situations of national emergency or other circumstances of extreme urgency, the right holder shall, nevertheless, be notified as soon as reasonably practicable. In the case of public non-commercial use, where the government or contractor, without making a patent search, knows or has demonstrable grounds to know that a valid patent is or will be used by or for the government, the right holder shall be informed promptly; ...

Maksud dari Article 31 TRIPs tersebut yaitu perlunya pengadaan obat atau produk farmasi untuk kepentingan kesehatan masyarakat dalam ketentuan lisensi wajib, bahwa jika ada wabah penyakit disuatu negara yang sifatnya sudah emergensi maka dapat dimungkinkan menerapkan lisensi wajib, artinya paten tersebut dapat di industrikan dengen menerapkan lisensi wajib.

Kemudian yang disepakati dalam deklarasi Doha yang isinya:40

“The 2003 Paragraph 6 Decision requires the exporting country to provide "adequate" remuneration to right owners, consistent with Article 31(h) of the TRIPS Agreement, "taking into account the economic value to the importing Member". In these cases, the importing country obligation to remunerate right owners is waived. In short, the right owner must receive remuneration, but the amount is set in the exporting country, which must consider the "economic value" of the product in the importing country.”

40 Remunertion Guidelines For Non-Voluntary Use of A Patent On Medical Technologies, (Washington; WHO, 2005), h. 16-17.

35 Setiap negara yang sedang mengalami emergensi karena mendapat wabah penyakit, maka negara tersebut dapat memperbanyak dan memproduksi langsung obat untuk mengantisipasi penyakit yang mengakibatkan wabah tersebut, tanpa sepengatahuan pemegang paten, namun tetap memperhitungkan

kepentingan yang layak terhadap inventor.41

3. Landasan Politis

Landasan politis merupakan pertimbangan atas kepentingan pemerintah yang mana bertujuan dalam peningkatan di sektor ekonomi, pembangunan dan kerjasama dengan negara lain. Faktanya bahwa dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tetang Paten, pemerintah ingin melindungi kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya melalui pemanfaatan paten, misalnya di bidang kesehatan, keselamatan lingkungan, dan pertahanan keamanan negara serta perlindungan sumber daya genetik. Dengan demikian, penggantian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten merupakan salah satu bentuk kehadiran pemerintah untuk menstimulasi peningkatan inovasi nasional, pendayagunaan teknologi guna peningkatan perekonomian nasional, dan perlindungan kesejahteraan umum serta penghargaan terhadap inventor dalam negeri.

Alasan lain adanya perubahan UU Paten sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO) yang mewajibkan

seluruh anggota WTO untuk meratifikasi TRIPs (Trade Related of Intelectual

36 Property Rights) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan

Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).42 Dimana masih ada salah satu

pasal dalam TRIPs yang belum di implementasikan dalam UU Paten lama yaitu Act 31 TRIPs tentang pelaksanaan paten oleh pemerintah. Oleh karena itu, betapa pentingnya dilakukan perubahan UU Paten selain untuk menyesuaikan pengaturan TRIPs juga untuk melindungi paten dan meningkatkan perekonomian nasional melalui teknologi.

4. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan

masyarakat dan negara.43

UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, apalagi dengan adanya tuntutan dalam era globalisasi. Para peneliti baik dari perguruan tinggi maupun lembaga penelitian dan pengembangan kurang berminat untuk mematenkan hasil temuannya karena kurangnya jaminan perlindungan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Vivit Wardah Rufaidah, peneliti tersebut melakukan penelitian di Badan Litbang Pertanian yang hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

42 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57

37 rendahnya hasil riset dari peneliti pertanian Indonesia yang dipatenkan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) banyaknya produk riset yang belum menyentuh kebutuhan publik; (2) pola pikir masyarakat yang belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada memakai, lebih suka membuat daripada membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada menggunakan teknologi yang ada; (3) lemahnya daya saing; dan (4) kecilnya anggaran iptek yang berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya operasional dan

pemeliharaan, serta rendahnya insentif untuk peneliti.44

Peneliti Enrico menambahkan bahwa kurangnya penghargaan (reward) dari pemerintah yang menjadi penyebab para peneliti memilih melakukan riset di luar negeri dan hengkang ke manca negara karena mereka lebih dihargai daripada di dalam negeri yang malaupun UU Paten lama telah mengaturnya dan menjamin namun mekanisme pencairan royalti yang berbelit-belit membuat

peneliti enggan untuk meneliti dan menciptakan paten-paten domestik.45

Oleh karena itu bagi Indonesia masih sulit untuk mewujudkan harapan World Class University akibat rendahnya hasil temuan yang dipatenkan. Selain itu masyarakat juga merasakan kurang adanya proses kecepatan dalam pengajuan permohonan paten karena UU No. 14 Tahun 2001 belum menerapkan

model permohonan secara e-filing yang sudah berkembang di banyak negara.

Jika kondisi yang berkembang ini tidak segera diakomodasi maka upaya pemanfaatan paten untuk komersialisasi paten dengan terhantarnya invensi ke

44Vivit Wardah Rufaidah, “Produktivitas Publikasi Peneliti Badan Litbang Pertanian”, Jurnal Perpustakaan Pertanian, 1 (Februari, 2001), h. 7.

45 Enrico Edi Siagian, Impelentasi Prinsip Alter Ego Peneliti Sebagai Hak Ekonomi Paten Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Jurnal, h. 12.

38 industri, sulit diwujudkan. Oleh karena itu perlu ada pengaturan baru tentang paten. Hal ini berkaitan erat antara pemanfaatan paten dengan investasi dan perkembangan teknologi sebagai salah satu pilar yang memacu perkembangan perekonomian nasional.

B. Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Sebagai

Dalam dokumen URGENSI PERUBAHAN UNDANG UNDANG NOMOR 14 (Halaman 30-38)

Dokumen terkait