• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Penelitian Utama

4.3.3 Perubahan suhu media kemasan selama penyimpanan

Suhu media kemasan mengalami perubahan sejak awal hingga akhir uji penyimpanan lobster air tawar. Hasil pengamatan perubahan suhu media pengisi selama uji penyimpanan ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Perubahan suhu media kemasan selama penyimpanan

Suhu awal media pengisi yang digunakan adalah 9 oC. Media pengisi serbuk gergaji dan spons busa tersebut diusahakan memiliki suhu yang seragam untuk mendapatkan kelulusan hidup yang optimal selama penyimpanan lobster air tawar. Perubahan suhu media terus terjadi seiring bertambahnya waktu penyimpanan.

Hasil pengamatan perubahan suhu media kemasan menunjukkan bahwa suhu akhir untuk masing-masing lama penyimpanan, baik untuk media pengisi serbuk gergaji dan spons busa, memiliki nilai yang berbeda. Peningkatan suhu media kemasan spons busa secara umum terlihat lebih lambat dibandingkan media

9 11,33 16 19 23 24,33 26 9 12,67 15 17 20,33 22 23,67 0 5 10 15 20 25 30 0 12 24 36 48 60 72 S u h u ( OC)

Lama Penyimpanan (Jam)

Serbuk Gergaji Spons Busa

serbuk gergaji. Hal ini menunjukkan bahwa spons busa lebih mampu mempertahankan suhu kemasan agar tetap rendah. Spons busa diketahui memiliki daya serap air yang tinggi sehingga mampu mempertahankan suhu kemasan tetap rendah dan lembab (Hastarini et al. 2006).

Penggunaan serbuk gergaji sebagai media pengisi dapat mempertahankan suhu kemasan tetap stabil pada kisaran suhu 12 oC hingga 12 jam penyimpanan awal. Penyimpanan selama 12 jam terlihat bahwa media kemasan dengan bahan pengisi serbuk gergaji tidak mengalami perubahan suhu yang cukup berarti. Peningkatan suhu menjadi 16 oC terjadi ketika penyimpanan mencapai lama penyimpanan 24 jam dan mencapai 19 oC pada penyimpanan selama 36 jam. Suhu media serbuk gergaji mengalami peningkatan menjadi 23 oC dan 24,33 oC pada penyimpanan jam ke-48 dan 60. Suhu media serbuk gergaji pada penyimpanan jam ke-72 mencapai 26 oC.

Penggunaan serbuk gergaji sebagai media pengisi pada penyimpanan lobster terbukti dapat mempertahankan suhu kemasan tetap rendah (≤21 o

C) hingga 36 jam penyimpanan. Serbuk gergaji terus mengalami peningkatan suhu seiring semakin lamanya durasi penyimpanan. Hal ini terjadi akibat menurunnya kemampuan es sebagai media pendingin dan adanya penetrasi panas dari suhu lingkungan (Junianto 2003). Suhu media serbuk gergaji dapat dipertahankan rendah oleh beberapa faktor, yaitu penambahan es dan penggunaan stirofoam sebagai wadah pengemas.

Spons busa yang digunakan sebagai media pengisi kemasan terlihat mengalami peningkatan suhu yang lebih lambat dibandingkan serbuk gergaji. Spons busa mengalami peningkatan suhu seiring lamanya waktu penyimpanan. Suhu spons busa berturut-turut meningkat menjadi 12,67 oC; 15 oC; 19 oC; 20 oC; 22 oC dan 23,67 oC pada penyimpanan jam ke-12, 24, 36, 48, 60 dan 72. Suhu media spons busa pada akhir penyimpanan jam ke-72 hampir mencapai 24 oC, lebih rendah dibandingkan suhu media serbuk gergaji. Spon busa terlihat dapat mempertahankan suhu media tetap rendah (≤21oC) hingga 48 jam penyimpanan. Pengamatan secara visual terhadap bahan pengisi menunjukkan bahwa media spons busa tidak menunjukkan perubahan yang berarti saat kemasan dibongkar,

kelembaban masih terjaga dengan baik sehingga masih memungkinkan untuk memperpanjang waktu transportasi.

Media spons busa dapat dimanfaatkan sebagai media pengisi kemasan pada transportasi lobster air tawar hidup sistem kering karena memiliki daya serap air yang tinggi, mampu mempertahankan suhu rendah dalam waktu yang relatif lama serta kondisinya stabil. Daya serap air yang tinggi pada media spons busa menyebabkannya lebih mampu mempertahankan kelembaban dan suhu lingkungan agar tetap rendah dibandingkan serbuk gergaji. Semakin tinggi daya serap air, semakin tinggi pula nilai kapasitas dingin dari bahan pengisi sehingga suhu lingkungan dapat dipertahankan lebih lama (Hastarini et al. 2006). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa spons busa terbukti merupakan media yang praktis, ekonomis, stabil dan memiliki daya serap air yang tinggi sehingga dapat mempertahankan kelembaban media kemasan dengan sangat baik.

Suhu kemasan yang optimum untuk transportasi lobster air tawar sebaiknya berkisar antara 15-21 oC (Suryaningrum et al. 1999). Lobster dalam kondisi tenang pada suhu ini, sehingga aktivitas lobster tidak banyak bergerak. Suhu kritis yang tidak dapat ditoleransi dalam transportasi hidup yaitu di atas 30 oC, karena pada suhu ini metabolisme lobster yang ditransportasikan dipastikan akan meningkat pesat (Meade et al. 2002). Suhu media kemasan yang digunakan juga tidak boleh terlalu dingin atau kurang dari suhu pembiusan. Lobster yang dikemas pada suhu yang terlalu dingin dan dalam jangka waktu yang lama selama proses transportasi akan mengalami eklamsia (kejang syaraf) yang dapat menyebabkan kematian (Suryaningrum et al. 2007).

Perubahan suhu yang kecil menyebabkan lobster tetap tenang, tidak banyak bergerak, aktivitas metabolisme dan respirasi berkurang sehingga diharapkan daya tahannya cukup tinggi di luar habitatnya. Rendahnya metabolisme lobster akan menghasilkan kebutuhan energi untuk aktivitas yang juga rendah. Hal ini berarti bahwa perombakan Adenosin Triphosphat (ATP) menjadi Adenosin Diphosphat (ADP), Adenosin Monophosphat (AMP) dan Inosin Monophosphat untuk menghasilkan energi sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan unuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah. Kadar oksigen

dalam darah lobster pada akhirnya tidak turun secara drastis, sehingga lobster mampu hidup lebih lama selama proses transportasi (Karnila dan Edison 2001).

Suhu kemasan memegang peran penting dalam menentukan kelulusan hidup lobster. Suhu kemasan yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menyebabkan mortalitas yang tinggi selama proses transportasi. Media yang digunakan untuk transportasi lobster air tawar sistem kering harus bersifat lembab, dengan suhu di dalam kemasan dipertahankan berkisar antara 12,9-25,4 oC. Dalam kondisi ini, transportasi lobster air tawar akan lebih lama dan kelulusan hidupnya tinggi (Suryaningrum et al. 2007). Semakin lama bahan pengisi mampu menyimpan dingin maka semakin panjang waktu dan jarak tempuh transportasi yang bisa dilakukan (Hastarini et al. 2006).

Suhu media kemasan selama penyimpanan ikut menentukan ketahanan hidup lobster air tawar dalam transportasi hidup sistem kering. Perubahan suhu yang cukup besar sejak awal hingga akhir transportasi akan menyebabkan lobster tersadar dari kondisi imotil sehingga aktivitas dan metabolismenya meningkat. Aktivitas dan metabolisme yang semakin tinggi akan menuntut ketersediaan oksigen yang siap dikonsumsi, akan tetapi ketersediaan oksigen di dalam media kering terbatas. Biota yang dikemas akan mengalami kekurangan oksigen yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Karnila dan Edison 2001)

Dokumen terkait