• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Wawasan Berfikir

Dalam dokumen Sistem Sosial Budaya Indonesia (Halaman 109-112)

TRANSFORMASI SOSIO-BUDAYA EKONOMI

11.2 Perubahan Wawasan Berfikir

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menuntut perubahan wawasan berpikir dan kemamupan menggunakan teknologi, misalnya Internet. Sedangkan perubahan wawasan berfikir menuntut perubahan dalam segala bidang

kehidupan, termasuk konsep tentang kekayaan dalam segala aspeknya (wujud, akumulasi, distribusi, dan pengawasan). Wujud kekayaan bergeser dari ―kekayaan riil‖ ke ―kekayaan finansial‖; akumulasi kekayaan bergeser dari ―penghasilan dari gaji‖ (earned income)ke ―penghasilan di luar gaji‖ (unearned income); kekayaan tidak lagi ―didominasi‖ kelompok berada tetapi ―terdistribusi‖ ke individu-individu dan masyarakat, sedangkan pengawasan kekayaan bergeser dari ―institusi‖ ke ―individu‖. Pada masa ini informasi menjadi lebih penting.

Karena informasi terjadi begitu persuasif sehingga setiap orang dapat menjual apapun, maka hukum bisnis pun berubah mempengaruhi pasar barang dan jasa. Perubahan tersebut juga berpengaruh pada kekayaan. Sedangkan modal terpenting dari seluruh modal yang dimiliki adalah ―modal-manusia‖ (human capital), di mana setiap orang melihat dirinya sendiri sebagai ―aset‖ dan bukan semata-mata sebagai alat produksi atau tenaga pekerja seperti di era ―dunia fisik‖

(phisical world). Tiga kecenderungan perubahan yang diperkirakan akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat, yaitu : (1) risiko tidak lagi dipandang sebagai ―ancaman‖(threat) seperti yang terjadi di era dunia fisikal, melainkan sebagai ―peluang‖ di era dunia finansial; (2) pengembangan pasar yang efisien bagi modal manusia sebagai ―sumberdaya paling langka‖ (scarcest resource); dan (3) pengembangan jaringan pengamanan sosial baru yang memungkinkan masyarakat mau mengambil semua risiko yang dapat menghasilkan pada tingkat kemungkinan tinggi.

Sejalan dengan perubahan dramatis yang terjadi dalam dasar-dasar ekonomi jaringan hukum-hukum kekayaan pun juga berubah. Dia tidak hanya berbicara tentang bagaimana menginvestasikan kekayaan pribadi, tetapi juga stok nilai yang dimiliki oleh setiap individu, perusahaan, dan masyarakat umum bagi kesuksesan ekonominya. Kekayaan berarti investasi keamanan, pajak, pendidikan, lahan-lahan industri, dan juga intitusi-institusi sosial. Kekayaan memiliki ―siklus kehidupan‖, diciptakan dan diakumulasikan, serta didistribusikan, melalui pajak, keuntungan saham (deviden), atau harta warisan (inberitance). Setiap aspek dari siklus kehidupan kekayaan tersebut dapat berpindah-pindah, dan setiap saat pula dapat dikontrol.

Di masa lalu kekayaan diartikan sebagai ―tanah‖, di era industri diartikan sebagai ―pabrik‖. Akan tetapi dewasa ini informasi telah menggeser kapasitas industri sebagai faktor utama penciptaan kekayaan dengan sistem ―ekonomi jaringan‖ yang berbasis informasi. Dari sini lahir konsep bisnis berbasis jaringan

(net-based businesses) dan perdagangan berbasis elektronik (electronic-based commerce atau e-commerce). Dengan perubahan tersebut, hakikat kekayaan tidak lagi terletak pada dimensi ―riil‖ ekonomi (the real dimension of economy) seperti produksi dan konsumsi barang dan jasa, melainkan pada dimensi finansial dari

bisnis (the financial dimension of business) dalam pengertian aspek-aspek finansial dari semua rakyat, bisnis dan masyarakat, bukan dalam pengetian industri layanan finansial seperti bank, para pialang, dan perusahaan asuransi. Dengan menempatkan hakikat kekayaan sebagai ―dimensi finansial dari bisnis‖ yang melibatkan setiap orang, maka kekayaan bersifat multiplikasi. Dalam bidang ekonomi, kekayaan berarti kepimilikan harta atau materi dan cara memperolehnya. Dalam bidang sosial dan politik, kekayaan berarti kebebasan yang lebih luas dan cara mencapainya. Perspektif baru dalam memandang kekayaan ini, memerlukan suatu kerangka pemikiran baru tentang kerja dan upah; pengeluaran dan simpanan; merencanakan hipotek, pajak, dan investasi; serta bagaimana bertanggungjawab terhadap pengembangan dirinya. Kerangka pemikiran inilah yang akan menjadi dasar bagi setiap individu, perusahaan, dan masyarakat dalam mencapai kekayaan masadepan.

Perspektif baru tentang hakekat kekayaan ini, juga mengubah pandangan tentang bagaimana kekayaan diciptakan dan diakumulasikan. Bila pada ekonomi riil kekayaan diciptakan dengan cara memproduksi barang dan jasa, maka dalam ekonomi finansial kekayaan diciptakan oleh kerja keras (bearing), perdagangan

(trading), dan pengolahan risiko (managing risk). Kedua dimensi kekayaan tersebut memiliki perbedaan sangat besar.

Individu misalnya, dalam dimensi ekonomi riil dianggap sebagai ―tenaga kerja‖ (labourd) tetapi dalam dimensi finansial dianggap sebagai ―investasi‖

(investment). Dalam ekonomi riil, kekayaan diakumulasi melalui kepemilikian benda-benda terlihat seperti mobil, rumah, perabot, dan barang-barang materiil yang lain, sementara dalam ekonomi finansial diakumulasikan dalam bentuk pengetahuan, kemitraan, bakat, dan sejenisnya. Induistri, dalam ekonomi riil kekayaannya berarti produksi dan jasa, dan karenanya industri menjadi basis kekayaannya; sementara dalam ekonomi finansial berarti aliran dana segar (cash flow) yang dapat dihasilkan.

Perubahan orientasi dari riil ke finansial dalam ekonomi jaringan di dasarkan pada dua alasan, yaitu (1) dalam jangka pendek, ekonomi jaringan merupakan peluang utama untuk menciptakan dan membeli nilai riil masa depan, meningkatkan tawaran stock pasar dan menciptakan kekayaan finansial mutakhir; (2) dalam jangka panjang, informasi bentuk modal ekonomi informasi, pengetahuan, dan bakat-dapat diperoleh dan digunakan secara bebas dengan biaya lebih murah daripada jumlah modal kapital yang dibutuhkan untuk membangun pabrik baja seperti yang terjadi di era industri; karena kapasitas informasi begitu tak terbatas sehingga dari manapun asalnya setiap orang dapat memanfaatkannya. Fenomena ini lazim disebut ―peningkatan hasil/ keuntungan‖ (increasing return), dan merupakan fondasi dari bangunan ekonomi jaringan. Peningkatan hasil/ keuntungan terjadi karena melalui pengembangan perangkat lunak modal kapital menjadi kurang

rendah sehingga kekayaan pun tercipta dan terakumulasi (wealth creation and accumulation).

Ekonomi jaringan berbasis komunikasi dan informasi juga kontrol terhadap kekayaan tersebar semakin luas. Kontrol tidak lagi dilakukan bergerak dari para pemilik tanah kepada kepala-kepala penyamun (robber barons) yang mengontrol sumber-sumber langka baru yaitu kredit, seperti di era awal industri. Kontrol juga tidak hanya dilakukan oleh para manajer terhadap kekayaan perusahaannya tanpa harus memilikinya seperti pada era industri selanjutnya. Teknologi informasi telah melahirkan demokratisasi informasi finansial, setiap individu dapat lebih berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam mengelola kekayaannya dengan cara mengakses secara “on-line” kepada aset-aset yang masih tersembunyi atau yang terdapat di dalam keuntukngan mereka sendiri. Dengan kata lain, pada era ekonomi jaringan kontrol terhadap kekayaan tidak lagi dilakukan oleh intitusi melainkan oleh individu-individu. Oleh karena itu jumlah dan pertumbuhan penduduk menjadi penting

Dalam dokumen Sistem Sosial Budaya Indonesia (Halaman 109-112)