• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sains Sebagai Solusi Krisis

Dalam dokumen Sistem Sosial Budaya Indonesia (Halaman 96-99)

SAINS SEBAGAI PENYEBAB DAN SOLUSI KRISIS SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA

9.3 Sains Sebagai Solusi Krisis

Dari uaraian di atas dapatlah di pilah bahwa sains ada yang menyebabkan berkembangnya krisis budaya yaitu sains barat sekuler yang dilandasi filsafat materialisme dan humnisme atheis, skularis. Tetapi sains dapat juga sebagai solusi dalam mengatasi krisis yakni sains yang dibangun berlandaskan tauhid.

Sains yang bagaimana yang dibangun berlandaskan tauhid itu ? . Semua sains dapat menjadi sains berlandaskan tauhid termasuk sains barat selama tidak membatasi dan memisahkan antara kebenaran akal, empirik atau fenomena, dan wahyu yang mengajarkan kekuasaan satu Tuhan. Karena didalam sains tauhid diakui bahwa semua ilmu itu dari sisi, serta milik Allah sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur‘an : ―Qul innamaa „ilmu „indallah‖. Bahkan wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk membaca ciptaan-Nya (mengembangkan sains tauhudullah) terutama tentang penciptaan manusia dengan tidak melupakan pencipta-Nya. Maka manusia yang mengenal didrinya akan mengenal Tuhannya. Setelah itu akan mengenal ciptaan lainnya sehingga manusia mapu mengetahui apa yang tidak diketahuinya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur‘an Surat Al-Alaq ayat 1-5, yang berbunyi sebagai berikut : “Iqra bismirabbika al-ladzi khalaq (1) Khalaqa al-Insaana min „alaq (2) Iqra wa rabbuka al-akraam (3) al-Ladzii „alamal bi al-Qalam (4) „Alama al-Insana maa lam ya‟lam (5) ‖. Departemen Agama menterjemahkan kelima ayat tersebut adalah sebagai berikut : ―1. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. 2. Menciptakan manusia dari ‗alaq. 3. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia. 4. Yang mengajarkan ilmu dengan pena. 5. Mengajarkan manusia dari apa-apa yang tidak diketahui‖. Hamka (1983 : 215) menafsirkan ayat pertama adalah sebagai berikut : ― Seakan-akan Tuhan berfirman bacalah atas kudrat-Ku dan irodat-Ku. Banyak yang harus dibaca dibelakang hari. Yang penting harus diketahui adalah bahwa dasar segala yang akan dibacanya kelak tiada lain ialah dengan nama Allah jua‖. Al-Maroghi (1987 : 239) menafsirkan : ― Dengan kekuasaan Allah, Tuhan yang menciptakan engkau dan dengan kehendak-Nya, maka jadilah engkau orang yang dapat membaca‖. Adapaun yang harus dibaca adalah ―Khalaqa‖ yakni apa yang telah diciptakan (ciptaan Tuhan), dan ciptaan Tuhan itu banyak, tetapi yang pertama harus diketahuai adalah penciptaan manusia sebagaimana dijelaskan pada ayat berikutnya.

Ayat kedua menjelaskan bahwa mausia diciptakan dari Alaqah. Menurut Hamka (1983 : 215) ―Alaqah adalah peringkat kedua sesudah nutfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani laki-laki dan mani perempuan yang setelah 40 hari

lamanya, air itu telah bereaksi menjadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan bereaksi pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah). Disini wahyu berfungsi sebagai petunjuk untuk mengetaui, memahami dan mengalami keadaan empiris.

Al-Maroghi (1987 : 240) menafsirkan bahwa ―penciptaan manusia dari darah memberi kekuasaan untuk menguasai segala apa yang ada di bumi, yang menjadikan manusia dapat memimpin dunia dengan ilmunya dan dengan menundukan sesuatu untuk berhidmat kepada-Nya adalah kuasa untuk menjadikan manusia sempurna, seperti Nabi Muhammad Saw., dapat membaca walaupun beliau tidak belajar membaca terlebih dahulu‖.

Pada ayat ketiga diulangi perintah membaca ciptaan yang disertai dengan keimanan terhadap Tuhan yang Maha Mulia. Menurut Hamka (1983 : 215) bahwa : ―Nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup adalah Allah yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Maha sayang kepada makhluk-makhluk-Nya‖.

Al-Maroghi (1987: 240) menjelaskan bahwa : ―Perinntah membaca ini diulang-ulang karena membaca hanya dapat dicapai oleh seseorang dengan mengulang-ngulang dan dibiasakan. Ulangan perintah ini untuk menggantikan kedudukan apa yang dibaca. Dengan demikian membaca itu menjadi pembawaan Nabi Muhammad Saw.‖. Keadaan seperti itu dijelaskan Al-Qur‘an (Q.S. 87 : 6) sebagai berikut : ― Kami akan membacakan Al-Qur‘an kepadamu, karena itu engkau tidak akan lupa‖. Disini Allah menetapkan rencananya, seperti dinyatakn Al -Maroghi (1987 : 144) bahwa : ― Allah menyatakan, Kami akan menurunkan kitab kepadamu, yang kamu baca dan kamu tidak akan melupakannya sedikitpun setelah turun kepadamu‖.

Dari ayat ini diperoleh kejelasan bahwa dengan kekuasaan Tuhan manusia mempunyai kamampuan, artinya bahwa kemampuan manusia itu merupakan pemberian dan kasih sayang Tuhan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ar-Rifa‘I (2000 : 1010) meafsirkan wahyu pertama menyatakan, bahwa : ―Al-Qur‘an yang pertama kali diturunkan merupakan peringatan tentang awal penciptaan manusia dari segumpal darah. Dan sesungguhnya diantara kemurahan Allah adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang tadinya tidak diketahui. Maka Allah mengangkat dan memuliakannya dengan ilmu‖. Al-Qur‘an merupakan ajaran untuk mendapatkan keyakinan hakiki dari sisi Ketuhanan yakni firman Tuhan, yang dikenal sebagai kitab suci atau ayat-ayat yang diturunkan (ayat-tanziliyah), ayat ini menyampaikan kepada keyakinan kebenaran hakiki yang disebut Tauhid Uluhiyah. Sedangkan penciptaan alam semesta termasuk penciptaan manusia sebagai ayat-ayat kauniyah, untuk membuktikan keyakinannya terhadap adanya penciptaan oleh yang

Maha Pencipta. Bukti-bukti fisik itu menunjukan secara empirik Adanya Tuhan (Allah).

Allah tidak dapat dilihat secara fisik dan emprik, menunjukan adanya program Allah untuk melihat kebenaran akan keimanan manusia terhadap-Nya. Apakah dengan bukti-bukti fisik dan empirik dari ciptaannya, serta dengan adanya figur manusia yang menggabungkan antara wahyu dengan ciptaan secara fisik sebagai Human reference (manusia rujukan), manusia sampai kepada keyakinan atau keimanan kepada Allah (mencapai Tauhid Rubbubiyah)?, atau malah melampaui batas dengan kecongkakannya, ataukah tidak mau mengerti karena kebodohannya ?, atau malah terlena dengan keindahan dirinya dan ciptaan Allah lainnya sebagai asesoris kehidupan manusia ?. Disini Allah, memberikan kemerdekaan kepada manusia dalam menggunakan kemampuannya untuk memilih iman atau kufur (Q.S Al- Kahfi [18] : 29).

Sunah merupakan perpaduan antara dua ayat tersebut yakni pada Sosok Nabi Muhammad Saw., yang secara basyariah (fisik) sama dengan manusia lainnya namun secara insaniah (ruhaniah) sangat berbeda karena, ucapan dan perbuatannya berdasarkan wahyu yang di tanamkan kedalam hatinya, karena itu jika berbuat kekeliruan maka dengan cepat diperbaikinya melalui wahyu. Kehidupan Nabi Muhammad Saw., adalah sumber pelajaran bagi manusia lain, ketika melakukan kekeliruan menunjukan sebagai manusia biasa yang sama dengan manusia lainnya, namun ketika mendapat perbaikan langsung dari wahyu yang disampaikan jibril, merupakan pelajaran tentang sifat dasar wahyu yang membimbing kepada kebaikan, dengan perbaikan inilah Nabi Muhammad Saw. dimaksum, yakni dipelihara dari kesalahan. Keadaan tersebut menjadi pelajaran sebagaimana di sampaikannya melalui sunahnya yang berbunyi : ―Ikutilah kejelekanmu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu menjadi penghapus kejelekan‖. Degan demikian maka terpeliharalah manusia dari kesalahan, dengan meminjam istilah Soewardi (2001 : 1) manuaia akan terhindar dari 3R (Resah, Renggut, Rusak) .

9.4 Kesimpulan

Sains yang menyebagkan kerusakan sisten sosial budaya Indonesia adalah sains barat sekuler yang tidak lengkap sehingga mengantarkan pada 3 R (Resah, Renggut, Rusak). Sedangkan sains yang mampu memberikan solusi dari krisis dan membangun, memelihara, serta mengembangkan sistem sosial budaya Indonesia yang harmoni dalam perbedaan, damai dalam kebersamaan, dan mampu membangun masa depan yang berkelanjutan adalah sains tauhidullah.

1. Pertem Ke 10

2. Pokok Bahasan : Kearifan Lokal 3. Materi Perkuliahan

Dalam dokumen Sistem Sosial Budaya Indonesia (Halaman 96-99)