• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

H. Perubahan Zaman

1. Situasi Indonesia dan Tantangan Katekese

Sidang Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) pada 2011 merefleksikan perkembangan katekese di Indonesia yang dituangkan di dalam Pesan Pastoral.

15

Ada keprihatinan besar yang terjadi di dalam perkembangan katekese di tengah umat: isi katekese seringkali dirasa kurang memadai. Di satu pihak, katekese yang memberi tekanan pada tanggapan iman atas hidup sehari-hari seringkali kurang memberi tempat pada aspek doktrinal, sehingga umat sering kali canggung dan takut ketika berhadapan dengan orang-orang yang mempertanyakan iman mereka.

Memang benar kemajuan teknologi makin tak terbendung. Begitu pesat. Dalam hitungan menit bahkan detik sudah ada perubahan. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dapat mengubah perilaku manusia. Perubahan teknologi itu juga berdampak pada perubahan budaya dari generasi ke generasi (Iswarahadi, 2017: 114).

Kenyataaan ini menantang kita untuk lebih bersungguh-sungguh menciptakan dan mengembangkan model katekese yang bermutu dan menanggapi harapan. Di lain pihak, ketika katekese lebih memberi perhatian pada unsur-unsur doktriner, katekese dirasakan menjadi terlalu sulit bagi umat dan kurang bersentuhan dengan kenyataan hidup sehari-hari.

Katekese yang kurang menyentuh hati dan memenuhi harapan ini rupanya merupakan salah satu alasan yang mendorong sejumlah orang katolik, khususnya anak-anak dan orang muda yang pindah dan lebih tertarik kepada cara doa dan pembinaan Gereja-gereja lain yang dirasakan lebih menarik.

2. Literasi Media secara Kritis

Manusia tidak lagi dapat dipisahkan dari teknologi komunikasi seperti handphone dan internet. Dua teknologi komunikasi ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, kedua teknologi informasi ini mempercepat komunikasi antar

manusia di berbagai belahan dunia, disisi lain sangat banyak dampak negatifnya termasuk penyalahgunaan informasi, menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau akurat, menjadi arena debat yang berujung pada fitnah dan pembulian dan banyak lagi lainnya. Kita sebagai manusia di era sekarang harus memiliki sikap kritis terhadap media apapun yang menghampiri. Sikap-sikap kritis seperti apa yang wajib kita miliki di era sekarang ini? Sikap-sikap kritis ini antara lain: a. Mengenali masalah. Pengenalan terhadap masalah merupakan langkah

pertama dalam membaca secara kritis. Jangan pernah menganggapi sesuatu, kalau kita tidak pernah tahu masalah utamanya.

b. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan untuk menguji kebenaran informasi.

c. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan oleh orang lain.

d. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah. Setelah berhasil mengidentifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah mencari cara memecahkan masalah tersebut.

e. Mencermati hubungan logis antara masalah-masalah dengan jawaban-jawaban yang diberikan.

f. Mengambil keputusan untuk bertindak berdasarkan perbandingan sisi positif dan kelemahannya atau untung rugi dari tindakan yang kita lakukan, tentang sisi negatif informasi (Sihotang, 2019:205).

17

I. Era Informasi Menantang Gereja

Teknologi memberikan banyak perubahan di era sekarang. Saat sebelum ada pesawat telepon jika ingin memberi kabar kepada orang atau pihak lain harus menuliskan surat. Dapat memakan waktu lima hingga tujuh hari tergantung jarak tempuhnya. Saat ini banyak media yang dapat menghubungkan antar Negara, antar satelit pun sudah bisa. Banyak persahabatan dimulai hanya melalui email, telegram dan facebook yang hingga sekarang masih tetap menjadi sahabat.

Banyak pula yang menyalahgunakan kecanggihan teknologi tersebut, misalnya dengan maraknya kasus penipuan, pemerkosaan hingga pembunuhan. Semua orang dapat menjadi pembunuh atau penolong dalam media sosial tergantung niat dan motivasinya. Seorang pembunuh dapat berpura-pura menjadi seorang pacar yang pengertian, yang kemudian meminta untuk bertemu dan berakhir dengan membunuhnya. Kejadian penipuan atau hal negatif lainnya pun demikian, jika tidak mendapat persetujuan dari kedua pihak, pihak lain akan mencari lokasi tersebut karena di tiap ponsel atau media sosial ada GPSnya. Kesadaran Gereja akan berkembangnya komunikasi telah dituang dalam berbagai dokumen Gereja.

Inter mirifica (1963), misalnya, menegaskan segi positif dari media dan mendorong umat untuk memanfaatkannya dalam kerasulan. Di dalam Communio es Progressio (1971) ditegaskan pentingnya keterlibatan warga gereja dalam hal memanfaatkan media komunikasi untuk mewartakan Injil (Iswarahadi, 2003: 109).

Di dalam dokumen-dokumen itu ditegaskan tentang pentingnya pembelaan kebudayaan manusia yang terancam oleh mass media. Sayangnya dokumen-dokumen ini tidak dikenal oleh umat, maka memerlukan banyak sosialisasi dan

bimbingan untuk umat khususnya melalui para katekis, guru dan pimbina iman umat. Banyak umat yang merasa berat atas dokumen-dokumen tersebut, maka haruslah dibuat sebuah komunitas atau media khusus untuk menyampaikan pada umat pokok-pokok yang perlu diketahui umat atas dokumen-dokumen tersebut. Kini setiap keuskupan telah memiliki Komisi Komsos (komunikasi sosial) yang tugasnya adalah mengkoordinir berbagai kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi sosial. Apakah Komsos ini sudah berfungsi atau belum?

Sejauh sebagai karya tersebut di ats bertujuan untuk memperjuangkan tumbuhnya Kerajaan Allah baik secara eksplisit meupun implisit, baik secara eksklusif maupun inklusif, karya-karya itu dapat disebut sebagai kerasulan komunikasi sosial. (Iswarahadi, 2003: 112).

Kemajuan teknologi ini pasti memiliki dampak negatif dan positif. Semua pihak mengeluh terhadap dampak negatifnya. Lantas apa yang akan kita perbuat sebagai para katekis dan pengajar? Salah satunya adalah tidak meneruskan berita bohong (hoax) kepada orang lain maupun khalayak ramai.

Pastikan kebenarannya dan mencari artikel ataupun informasi yang menguatkan beserta data-data dan fakta jika sudah ada. Jika masih ragu akan kebenaran informasi itu, hendaklah kita menahan diri untuk tidak meneruskannya, setidaknya kita lakukan untuk kebaikan diri kita sendiri karena jika tidak kita akan merugikan pihak lain dan terkena sanksi atas penyebaran berita bohong (hoax) yang telah di atur dalam UU ITE pasal 45A ayat (1).

Dokumen terkait