• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ANALISIS DATA

1. Perumusan Masalah

Menurut Dunn (1999 : 51), untuk melakukan setiap macam analisa terlebih dahulu harus disadari adanya suatu masalah. Perumusan masalah adalah suatu tahap dalam penelitian dimana analis yang dihadapkan dengan informasi mengenai akibat – akibat dari beberapa kebijaksanaan. Dalam rangka melakukan analisa kebijaksanaan, pertama harus ada kesadaran mengenai adanya masalah dan potensi pemecahannya. Sebagaimana penelitian merupakan penelitian yang menganalisis tentang kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka analisis ini juga diawali dari adanya masalah dalam pelayanan publik sebelum dicetuskannya kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Berbagai masalah yang ditemui oleh peneliti di awal penelitian ini yakni kualitas pelayanan publik di berbagai daerah di Indonesia yang masih sangat kurang dan jauh dari harapan secara khusus di bidang pelayanan perijinan. Pelayanan perijinan sering sekali dijadikan sebagai

salah satu bidang dalam pelayanan publik yang meninggalkan kesan yang buruk bagi masyarakat di samping bidang pelayanan lainnya seperti pelayanan kesehatan maupun pendidikan. Tidak jarang kita mendengar pemberitaan baik di media, dari orang – orang sekeliling kita bahkan kita alami sendiri, pelayanan perijinan yang kurang memuaskan dan mengecewakan masyarakat. Tidak sedikit pula masyarakat yang mengeluh terhadap proses yang mereka harus lalui dalam mengurus penerbitan sebuah ijin. Ringkasnya, terdapat penyimpangan – penyimpangan dari hakikat pelayanan publik itu sendiri. Sementara, pelayanan publik itu sendiri mempunyai arti merupakan bentuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara agar dapat meningkatkan kesejahteraaan masyarakat sebab bagaimanapun setiap masyarakat tentu menginginkan kehidupan yang terus maju dan berkembang, baik secara ekonomi dan sosial.

Pelayanan perijinan yang buruk ini ternyata tidak hanya terjadi di beberapa daerah di Indonesia tetapi juga hampir di semua daerah di Indonesia. Berbagai keluhan di lontarkan oleh masyarakat kita, baik dari segi prosedur, persyaratan, biaya, jangka waktu, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan, kondisi pelayanan publik di Indonesia masih jauh dari kesembilan asas – asas pelayanan publik itu sendiri yang selama ini menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Ketidaksesuaian ini dapat kita dilihat dan diamati dari penerapan asas keterbukaan dimana masih kurangnya keterbukaan informasi dan komunikasi di antara para stakeholder, penerapan asas integritas dimana masih kurangnya tanggung jawab dari penyelenggara pelayanan publik bahkan dalam hal penggunaan dana – dana dan sumber daya publik. Tidak hanya itu,

penerapan asas non – diskriminasi dan perlakuan yang sama juga masih jauh dari harapan, yang mana nepotisme masih berlaku di negara ini dan perlakuan yang tidak sama dari pelayan publik seringkali dirasakan oleh masyarakat selaku penerima layanan yang mana ada pelayan publik yang lebih membeda – bedakan gender, suku, agama, maupun ras. Penerapan dari beberapa asas – asas pelayanan publik yang diamati penulis selama ini ternyata tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan dari Lembaga Ombudsman sebagai lembaga yang menangani keluhan – keluhan dari masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan publik pada kutipan berikut ini :

“Keluhan masyarakat yang berkaitan dengan penyimpangan penyelenggaraan pelayanan publik yang tercatat oleh Ombudsman Republik Indonesia pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat. Pada 2013, Ombudsman RI menerima 4.359 laporan masyarakat. Jumlah itu meningkat 97,3 % dibandingkan 2012 yang terdapat 2.209 aduan.

“Untuk instansi terlapornya relatif ada perubahan, tetapi empat besarnya tetap sama. Keluhan mengenai kinerja pemerintah daerah jadi yang terbanyak dilaporkan, yakni 41,8 %. Kemudian kepolisian 13,3%, instansi pemerintah/kementerian 10,7 %, dan Badan Pertanahan Nasional 6,8 %,” kata Komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso di Gedung Ombudsman RI.

Dia menurutkan, tingginya laporan terhadap pemda bisa dimengerti karena pemerintah kota/kabupaten di Indonesia mencapai lebih dari 500. Dugaan maladministrasi pada pelayanan publik yang terbanyak dilaporkan ialah mengenai penundaan berlarut yang mencapai 25,9 %.

Akan tetapi, penundaan berlarut dalam dugaan maladministrasi di pemda bukanlah yang terbanyak dilaporkan. Dari 1.911 laporan mengenai pemda, yang terbanyak ialah mengenai konflik kepentingan (71,9 %) dan permintaan uang, barang, dan jasa (69,9 %)...http://www.pikiran-rakyat.com/node/264470 diakses pada tanggal 13 April 2014 Pukul 13.30 Wib).”

Berdasarkan berita diatas, Ombudsman mencatat keluhan terhadap pelayanan publik di Indonesia meningkat drastis dari tahun 2012 ke tahun 2013. Sebagai negara berkembang, tentulah menjadi poin penting bagi negara Indonesia

agar memperbaiki kondisi pelayanan publik negeri ini jika ingin menjadi sebuah negara maju. Sebab bagaimanapun, pelayanan publik yang baik merupakan salah satu aspek penting yang perlu diberikan perhatian khusus untuk mencapai kepuasan dan kesejahteraan masyarakat. Akibat begitu rumitnya penyimpangan yang terjadi dan sekaligus untuk meresponi permasalahan dalam wajah pelayanan publik negeri ini, pemerintah Indonesia selaku penyelenggara pelayanan publik mencanangkan berbagai kebijakan untuk merenovasi kondisi tersebut. Salah satunya yakni kebijakan di bidang pelayanan perijinan yang dinamakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang kemudian juga diadopsi oleh pemerintah – pemerintah daerah lainnya termasuk pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini adalah sebuah inovasi di bidang pelayanan perijinan yang mana ketika masyarakat hendak mengurus sebuah ijin, mereka cukup datang ke satu tempat baik itu badan maupun kantor perijinan di masing – masing daerah untuk menyerahkan berkas permohonan dan tidak lagi berurusan dengan beberapa instansi lain kemudian pemohon mengambil ijin yang sudah terbit di badan atau kantor itu juga. Adapun maksud dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang prima di berbagai daerah di Indonesia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang juga telah meresponi kebijakan ini membuktikannya dengan mendirikan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Sumatera Utara (BPPT Provsu) tahun 2011 silam. Namun, setelah lebih dari dua tahun beroperasi, BPPT Provsu masih diberi kewenangan menangani 56 jenis perijinan untuk 13 bidang usaha perijinan. Jumlah kewenangan perijinan yang diberikan kepada BPPT Provsu tersebut sebenarnya masih sangat sedikit

dibanding dengan provinsi lain. Alasan yang dikemukakan memang pelimpahan dilakukan secara gradual oleh gubernur namun mengingat BPPT Provsu sudah berdiri cukup lama dan berdasarkan jawaban dari Bapak Mustapa Pane, S.Sos selaku Kepala Bidang Perijinan BPPT Provsu yang mengatakan apabila dilimpahkan jenis perijinan sekaligus BPPT Provsu bisa kelabakan karena itu pelimpahan oleh gubernur dilakukan secara bertahap agar BPPT Provsu dapat mengantisipasi masalah – masalah yang mungkin terjadi. Akan tetapi berdasarkan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan penulis terkait penyelenggaraan PTSP di BPPT Provsu, BPPT Provsu telah mengajukan permohonan untuk penambahan kewenangan perijinan kepada gubernur sekitar enam bulan lalu bahkan berdasarkan pengamatan penulis pun hampir tidak ada kendala yang dialami oleh BPPT Provsu selama 2 tahun ini dalam rangka menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dengan demikian, hal ini seharusnya menjadi alasan yang kuat untuk menambah kewenangan perijinan bagi BPPT Provsu sejak dulu dikarenakan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu oleh BPPT Provsu selama ini seolah – olah masih tanggung karena terhambat pada pelimpahan kewenangan yang masih terbatas yakni baru 13 bidang usaha saja. Sebaliknya apabila kewenangan menangani seluruh jenis perijinan digenggam oleh BPPT Provsu, masyarakat maupun perusahaan di Sumatera Utara yang hendak mengurus ijin tentu akan semakin dimudahkan ketika hendak mengurus ijin lintas kabupaten karena sudah dapat diurus di satu tempat saja yakni BPPT Provsu dan hal ini tentu akan semakin mendukung upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik di Sumatera Utara.

Dalam prosedur analisa kebijakan, tahap peramalan menyediakan informasi mengenai konsekuensi dimasa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. Bagi peneliti, kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang diatur dalam Permendagri No.24 tahun 2006 ini tidaklah memberi konsekuensi yang berdampak pada merosotnya kualitas pelayanan publik namun sebaliknya sangat berpotensi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang prima. Dengan adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu, mereka yang hendak mengurus ijin tidak repot lagi harus berurusan dengan beberapa SKPD. Sama halnya dengan penyelenggaraan PTSP di BPPT Provsu juga sama sekali tidak akan memberikan konsekuensi yang berdampak buruk pada wajah pelayanan publik di Sumatera Utara. BPPT Provsu selaku salah satu SKPD di Sumatera Utara penyelenggara pelayanan publik juga turut berupaya semaksimal mungkin dalam mewujudkan kualitas pelayanan publik yang prima di Sumatera Utara. Hal ini tampak dari kinerja BPPT Provsu selama kurang lebih tiga tahun ini dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang mengurus ijin lintas kabupaten.

Menurut analisa penulis terhadap penyelenggaraan PTSP di BPPT Provsu berdasarkan variabel maupun prinsip pelayanan prima, baik dimulai dari prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan sampai pada variabel kenyamanan dapat dikategorikan penerapan dari ketentuan pada masing – masing variabel cukup berhasil dilaksanakan dan memberikan dampak yang baik. Sebagai contoh dari segi kesederhanaan, sejak awal PTSP di setiap daerah di Indonesia jelas bertujuan untuk menyederhanakan

pelayanan perijinan yang selama ini berbelit – belit. Di BPPT Provsu, kejelasan prosedur dan persyaratan juga disampaikan dengan jelas kepada pemohon ketika pemohon pertama sekali datang ke BPPT Provsu bahkan masyarakat juga tidak harus datang ke BPPT Provsu untuk mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengurus sebuh ijin sebab persyaratan tersebut juga telah dicantumkan oleh BPPT Provsu di website mereka bppt.sumutprov.go.id yang dapat diakses kapan saja. Selain itu, informasi dari beberapa pihak yang diminta tanggapannya mengenai pelayanan di BPPT Provsu mengatakan BPPT Provsu cukup cepat dan tanggap dalam melayani pemohon ijin. Dari tiga orang informan tambahan dalam penelitian ini, ketiganya memberi jawaban yang sama, dimana ketika mereka telah melengkapi berkas permohonan untuk ijin yang mereka urus dan menyerahkannya di front office BPPT Provsu, pegawai yang bertugas dengan segera membawanya ke back office BPPT Provsu untuk menindaklanjuti permohonan tersebut.

Salah satu keluhan dalam pelayanan publik yang dilontarkan masyarakat yakni seringkali permohonan mereka diabaikan oleh para pelayan publik sehingga mereka harus menunggu dalam waktu yang cukup lama bahkan tidak jarang prosedur yang berbelit – belit juga menjadi kendala bagi masyarakat. Namun, berbeda dengan pelayanan di BPPT Provsu dimana berdasarkan penilaian dari pihak yang pernah mengurus ijin disana, dirasakan adanya keseriusan dan tanggung jawab dari BPPT Provsu dalam melayani para pemohon ijin melalui kesiagaan dan pergerakan dari BPPT Provsu dari awal permohonan sebuah ijin bahkan sampai sebuah ijin diterbitkan. Hal ini tentu menjadi nilai plus bagi BPPT Provsu atas tanggapan terhadap pelayanan yang diberikan selama ini terkhusus dalam menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sekaligus menjadi

peluang yang memungkinkan BPPT Provsu semakin besar dan menjadI salah satu SKPD di Sumatera Utara yang disegani. Dengan kata lain, selama pelayanan dari BPPT Provsu tetap dijaga dan dijalankan sesuai dengan prinsip – prinsip pelayanan prima pada Kepmenpan No.63 tahun 2003, niscaya tidak akan pernah ada konsekuensi buruk atas penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BPPT Provsu selain datangnya berbagai dukungan dari masyarakat agar tetap mempertahankan serta senantiasa mengupayakan pelayanan yang terbaik bagi setiap pemohon ijin demi memberi kepuasan bagi mereka.

3. Rekomendasi (preskripsi)

Tahap rekomendasi dalam analisa kebijakan menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah. Begitu kompleksnya permasalahan dalam pelayanan publik di negara ini mendesak pemerintah untuk terus – menerus berupaya merenovasi pelayanan publik di Indonesia sehingga dapat mengubah sudut pandang rakyat terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan penyelenggara negara selama ini. Artinya, penyelenggara negara harus mewujudkan pelayanan publik yang murni mengutamakan kepentingan rakyat dengan penyelenggaraan pelayanan yang tidak lagi berbelit – belit, tidak memakan waktu yang lama, tidak menghabiskan biaya yang mahal, pelayanan yang dibarengi dengan sikap yang ramah dan sopan dari petugas, tidak membeda – bedakan status, suku, ras, agama dan lain sebagainya sehingga betul – betul mampu menyembuhkan kondisi pelayanan publik di seluruh daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, sebelum kondisi pelayanan publik negeri ini masih tetap sama dengan masa lampau, pemerintah tidak boleh berhenti

berupaya membuat alternatif – alternatif kebijakan yang mendukung sampai kualitas pelayanan publik di Indonesia mengalami peningkatan di semua bidang.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan salah satu alternatif kebijakan di bidang pelayanan perijinan yang bertujuan untuk meminimalisir keluhan terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dari berbagai daerah di Indonesia yang telah dilegalkan oleh Permendagri Nomor 24 Tahun 2006. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kalau dulu masyarakat yang hendak mengurus ijin harus berurusan dengan beberapa instansi terkait, maka dengan adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini, publik tidak lagi direpotkan dengan hal – hal teknis sebab masyarakat tidak lagi harus mendatangi semua instansi terkait apabila hendak mengurus sebuah ijin namun cukup hanya datang ke badan atau kantor perijinan yang ada di daerah masing – masing. Kebijakan ini tentu diharapkan turut dapat berkontribusi dalam mengubah wajah pelayanan publik di seluruh daerah di Indonesia termasuk Sumatera Utara yang selama ini memperoleh penilaian buruk. Itu pulalah sebenarnya alasan yang melatarbelakangi didirikannya badan maupun kantor pelayanan terpadu di berbagai daerah termasuk dengan nomenklatur yang berbeda – beda. Di Sumatera Utara, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Provinsi Sumatera Utara adalah badan yang didirikan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sebagai instansi yang telah beroperasi sejak tahun 2011 silam, penyelenggaraan PTSP oleh BPPT Provsu dilaksanakan berdasarkan pedoman penyelenggaraan PTSP yang diatur dalam Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 baik dari penyederhanaan pelayanan, sumber daya manusia, keterbukaan informasi, penanganan pengaduan, kepuasan

masyarakat, pembinaan dan pengawasan, kerja sama hingga pelaporan. Salah satu contoh, seperti yang dikemukakan oleh Bapak Sulaiman Purba, SE, MAP selaku Kepala Bidang Standarisasi dan Sosialisasi, agar masyarakat dapat mengetahui penyelenggaraan PTSP, BPPT Provsu telah mengadakan sosialisasi di beberapa daerah di Sumatera Utara seperti Tanah Karo, Asahan, Simalungun, juga pernah mengadakan pameran di Pekan Raya Sumatera Utara, menyebar brosur dan baliho. Hal ini menunjukkan adanya keterbukaan informasi dari BPPT Provsu untuk memperkenalkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada masyarakat Sumatera Utara sekaligus merupakan strategi untuk menarik minat masyarakat agar mau mengurus ijin di BPPT Provsu. Dari segi jumlah, keberadaan dari sumber daya manusia di BPPT Provsu sendiri sejauh ini masih cukup memadai akan tetapi berdasarkan pengenalan peneliti dengan beberapa pegawai disana, ternyata tidak sedikit dari mereka yang memiliki latar belakang keilmuan yang tidak sesuai dengan pekerjaan mereka di BPPT Provsu saat ini. Ketika peneliti mencoba berkenalan dengan beberapa pegawai disana, ada dari mereka yang berasal dari jurusan sastra, komunikasi, teknik komputer, geografi, dan lain sebagainya yang tentu sangat jauh dengan latar belakang keilmuan yang dibutuhkan oleh BPPT Provsu. Meskipun situasinya demikian yang mana para pegawai tersebut belajar dari dasar terlebih dulu, namun dengan adanya kemauan untuk belajar dan arahan yang senantiasa diberikan oleh atasan, mereka tetap dapat menyesuaikan diri dan berupaya bekerja dengan baik secara pribadi maupun sebagai team work.

Untuk tetap mendukung penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang semestinya, penanganan pengaduan dan pengawasan juga dilakukan dengan

baik oleh Bidang Pengendalian dan Pengawasan BPPT Provsu dengan menyediakan sarana tempat pengaduan kepada masyarakat melalui pengadaan kotak saran di front office, menyediakan kolom kritik dan saran pada website

BPPT Provsu, mengawasi kinerja para pegawai dan membahasnya setiap hari pada saat coffee morning. Sekalipun pembahasan terkait kinerja pegawai diperbincangkan dalam sesi yang tergolong tidak formal,akan tetapi ini merupakan salah satu bentuk keseriusan dalam mem-follow up kinerja dan pelayanan dari BPPT Provsu sehingga menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan dalam mengupayakan peningkatan kualiatas pelayanan publik yang prima di Sumatera Utara.

4. Pemantauan (deskripsi)

Tahap pemantauan dalam prosedur analisa kebijakan menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. Seperti yang dikemukakan penulis sebelumnya, Pelayanan Terpadu Satu Pintu secara umum dapat dikatakan tidak memiliki konsekuensi yang berdampak negatif bagi pelayanan publik di Indonesia sejak awal diterapkan hingga saat ini tetapi sebaliknya semakin mendorong adanya perubahan kondisi pelayanan publik yang lebih baik lagi dan perlahan - lahan menghilangkan persepsi buruk dari masyarakat kita. Terlaksananya Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BPPT Provsu sesuai dengan prinsip pelayanan prima dan pedoman penyelenggaraan PTSP dalam Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 yang sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau tentunya merupakan sebuah langkah awal yang baik sekaligus menjadi batu loncatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Sumatera Utara secara perlahan –

lahan. Akan tetapi, hal tersebut hanya dapat terwujud apabila semua stakeholder

baik pemerintah, masyarakat maupun perusahaan dapat melaksanakan peran masing – masing semaksimal mungkin dan bersinergi untuk mencapai satu tujuan yang sama. Kalau saja ada satu pun stakeholder yang lumpuh dalam melaksanakan peranannya misalnya karena lebih mengutamakan kepentingan pribadi, kualitas pelayanan publik yang prima tentulah sulit diwujudkan dan hanya akan berhenti sebatas mimpi. Sebab secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pelayanan jasa publik yang prima adalah pelayanan jasa yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu, upaya stratejik dengan memberdayakan semua pihak untuk memiliki komitmen tinggi terhadap obsesi pelayanan prima harus tetap diperjuangkan dengan semangat kebersamaan dalam suasana siap berubah (Boediono 2003:66).

5. Evaluasi

Sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari – hari, tahap evaluasi dalam prosedur analisa kebijakan menyediakan informasi tentang nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengetasan masalah. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar – benar dihasilkan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai – nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian masalah dan perumusan kembali masalah (William Dunn 2003:29). Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu oleh BPPT Provsu

hampir 3 tahun ini masih dinilai cukup baik berdasarkan informasi yang diterima penulis dari beberapa pihak di BPPT Provsu selaku penyelenggara PTSP juga informasi dari beberapa pihak yang pernah mengurus ijin di BPPT Provsu dan merasakan pelayanan dari BPPT Provsu. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu oleh BPPT Provsu tergolong cukup baik, dukungan masyarakat maupun perusahaan terus mengalir untk badan ini agar dapat mempertahankan kinerja bahkan meningkatkan segala sesuatu yang selama ini dinilai baik. Oleh sebab itu, tidak mengherankan berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Ombudsman pada Desember 2013 silam terhadap instansi pemerintahan di Sumatera Utara terkait Kepatuhan Pemprovsu dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, BPPT Provsu berada pada zona kuning (kategorin sedang / kepatuhan cukup). Akan tetapi sekalipun demikian, ada beberapa hal yang sangat disayangkan dari penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BPPT Provsu. Kurang lebih tiga bulan melakukan penelitian dan beberapa kali pula berkunjung ke BPPT Provsu, selama itu pula peneliti belum pernah bertemu dengan pemohon ijin bahkan antrian pun sama sekali tidak akan ditemui artinya badan ini tergolong sepi. Hal ini menyebabkan para pegawai di BPPT Provsu kurang produktif karena memang dengan sangat jarangnya masyarakat datang mengurus ijin di BPPT Provsu, tentu semakin sedikit pula tugas yang harus dikerjakan oleh para pegawai BPPT Provsu yang sampai saat ini jumlahnya masih sangat memadai.

Hal lain yang sangat disayangkan yakni semenjak didirikan tahun 2011 silam, BPPT Provsu baru mengantongi 56 jenis perijinan di 13 bidang usaha sekalipun pelimpahan kewenangan memang dilakukan secara gradual. Akan

tetapi, untuk hal ini BPPT Provsu memang sudah cukup lama mengajukan permohonan untuk penambahan penanganan jenis ijin kepada gubernur Sumatera Utara, namun sampai saat ini penambahan kewenangan mengelola ijin belum juga dikabulkan oleh gubernur Sumatera Utara, salah satu contoh ijin yang belum dilimpahkan yakni ijin penanaman modal. Sebagai dampaknya, hal ini membatasi ruang gerak BPPT Provsu serta setiap pihak yang hendak mengurus ijin di BPPT Provsu karena ternyata belum semua ijin lintas kabupaten ditangani oleh BPPT Provsu. Ini pulalah yang sebenarnya menyebabkan BPPT Provsu sangat sepi pengunjung. Dari hasil pengamatan peneliti, kondisi ini dapat dikatakan sungguh sangat tidak seimbang dengan anggaran yang tersedia, gedung yang bagus, SDM yang memadai, sarana dan prasarana yang lengkap yang dimiliki Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Sumatera Utara. Karena itu, Peraturan

Dokumen terkait