• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.2. Perumusan Masalah

Keberhasilan budidaya jagung sangat ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Ketersediaan benih saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan kualitas benih yang tinggi. Oleh karena itu, penggunaan benih unggul bermutu diperlukan,

karena merupakan suatu langkah awal dari keberhasilan suatu usaha pertanian (Aqil et al., 2011).

Kebutuhan benih bermutu baik untuk tanaman pangan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih berorientasi komersial. Benih yang bermutu tinggi akan menghasilkan produktivitas tinggi jika budidaya tanaman dilakukan secara memadai. Di sisi lain, penyediaan benih bermutu bagi petani dengan harga terjangkau masih mengalami hambatan. Produsen benih yang pusat produksinya tersebar di berbagai wilayah serta luasnya penyebaran areal tanam petani merupakan kendala dalam pengawasan produksi dan distribusi benih.

Salah satu teknologi dasar yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan menggunakan benih benih komposit (bersari bebas). Benih jagung komposit yang telah dihasilkan sebanyak 37 varietas sebagian besar merupakan hasil seleksi dan persilangan dari pemulia pada lembaga penelitian (Badan Litbang Pertanian), perguruan tinggi, BUMN pemerintah, dan petani penangkar binaan/koperasi. Badan Litbang Pertanian sebagai lembaga penelitian telah melepas tidak kurang dari sepuluh varietas jagung komposit (bersari bebas) dengan potensi hasil 7,0 – 9,0 ton per hektar. Melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS), Balai Penelitian Tanaman Serealia telah memproduksi benih sumber jagung komposit dari beberapa kelas (benih penjenis dan benih dasar) dalam upaya untuk menyebarluaskan dan menyediakan benih unggul untuk dikembangkan lebih lanjut oleh balai benih maupun petani penangkar/binaan agar dapat didistribusikan ke pengguna (petani dan stakeholder).

Jagung komposit adalah jagung yang dibentuk dari beberapa varietas yang dikumpulkan kemudian dibiarkan menyerbuk bebas dengan bantuan angin sehingga terjadi persilangan secara alami yang pada umumnya keturunannya akan berproduksi lebih tinggi dibanding dengan jagung lokal. Pengembangan varietas jagung unggul komposit pada peningkatan produksi jagung di daerah-daerah marjinal akan lebih berkualitas, sebab perluasan areal tanam akan lebih cepat terwujud, karena benih jagung komposit relatif lebih mudah diproduksi dan harganya lebih murah dibandingkan jagung hibrida, serta mudah diakses oleh petani.

Penggunaan benih unggul jagung komposit merupakan alternatif bagi peningkatan produksi jagung serta mampu mewujudkan keunggulan hasil pada kondisi lingkungan tertentu. Selain itu harga benih jagung komposit lebih terjangkau (meskipun sebagian petani menganggap masih mahal) jika dibandingkan dengan jagung hibrida Keberadaan varietas lokal ditingkat petani dapat bertahan lama dan petani belum mau mengganti varietas lokalnya sebelum yakin dengan varietas baru lebih unggul dan menguntungkan.

Hasil survei di 19 propinsi menunjukkan bahwa dari total areal jagung pada tahun 2000, 28 persen ditanami jenis hibrida, 47 persen varietas unggul komposit, dan 25 persen jenis komposit lokal (Panikkai, 2009). Masih banyaknya petani yang menanam benih turunan hibrida (F2) karena harga benih F1 relatif mahal dan resiko yang dihadapi besar (misalnya kekeringan), hal ini mengakibatkan petani beralih menggunakan benih jagung komposit. Untuk pertanaman jagung komposit, petani belum menyiapkan benih secara baik. Petani cenderung menggunakan benih hasil panen dari musim tanam sebelumnya hingga beberapa siklus. Hal ini menyebabkan potensi hasilnya menurun, terutama jika diserbuki oleh jagung lokal yang potensi hasilnya rendah. Oleh karena itu, diperlukan upaya produksi dan distribusi benih varietas jagung unggul komposit secara memadai, terutama di wilayah/daerah suboptimal (lahan dan sosial- ekonomi). Upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui pengembangan sistem penangkaran benih berbasis komunal (community based seed production) di pedesaan. Upaya ini telah dicoba di lima propinsi (Sulsel, NTB, Kalsel, Jateng, dan Lampung) pada tahun 2004 dan hasilnya memberikan prospek yang baik bagi pengembangan perbenihan varietas jagung unggul komposit nasional (Sayaka et al.,2006).

Penyediaan benih jagung komposit yang bermutu dan secara berkesinambungan dapat memenuhi permintaan petani, dapat membantu untuk meningkatkan hasil produksi tanaman jagung sehingga dapat membantu petani mengurangi resiko kegagalan panen. Petani memiliki karakteristik yang berbeda dan mengalami proses yang kompleks dalam memaksimalkan kepuasannya.

Para produsen benih harus dapat menciptakan varietas yang dapat sesuai dan tepat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan petani. Proporsi penggunaan

benih unggul jagung dengan jagung lokal perlu diketahui dan didentifikasi untuk melihat peluang penggunaan benih unggul bermutu dan penyebarannya di Indonesia. Berdasarkan data MT 2000, sekitar 75 persen dari luas pertanaman jagung di Indonesia didominasi oleh varietas unggul komposit dan hibrida. Dari inventarisasi terhadap 353.324 hektar pertanaman jagung di Indonesia, jagung varietas unggul komposit mencakup 47 persen, hibrida 28 persen, dan varietas lokal 25 persen. Bila dibandingkan dengan data CIMMYT (1999), memang terdapat perbedaan terutama persentase luas tanam varietas jagung komposit. Data CIMMYT menunjukkan angka luas tanam varietas komposit yang jauh lebih besar (71 persen), sehingga mempengaruhi luas tanam varietas unggul menjadi lebih dari 90 persen (Nugraha et al., 2005).

Menurut Bahtiar et al. (2007) selama kurun waktu 1985 – 1999, proporsi penggunaan varietas unggul, baik hibrida maupun komposit, meningkat dari 26,7 persen menjadi 80 persen. Namun dalam periode tersebut belum ada pemisahan benih varietas hibrida dengan varietas unggul komposit serta antara benih F1 dan turunannya, sehingga jumlahnya menjadi sangat tinggi. Telaah data yang lebih detail untuk periode 2002 – 2006 menunjukkan luas tanam varietas jagung hibrida sudah mencapai 427.971 ha (39,8%), komposit unggul baru 212.256 ha (19,8%), komposit unggul lama yang berasal dari turunan benih sebar 19.971 ha (1,9%), dan varietas lokal hampir menyamai varietas hibrida yaitu 413.601 ha (38,5%). Proporsi penggunaan benih unggul tersaji pada Tabel 2.

Dari proporsi penggunaan benih unggul jagung (komposit dan hibrida) dan lokal memberikan gambaran bahwa peningkatan produksi jagung nasional melalui penyediaan benih bermutu masih memungkinkan, karena sekitar 40 persen pertanaman jagung tidak jelas mutu genetik benihnya (komposit lama dan lokal).

Data Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan (2012) menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan sebaran penggunaan varietas unggul jagung masih tinggi dibandingkan jagung lokal. Varietas unggul jagung telah mencapai 78% (42% komposit dan 36% hibrida) sementara lokal sebesar 22%. Dari proporsi penggunaan varietas unggul tersebut akan memberikan peluang bagi usaha produksi benih jagung varietas unggul, baik hibrida maupun komposit.

Tabel 2 Proporsi Penggunaan Benih Unggul Jagung di Indonesia Selama MT. 2002 hingga MT.2005/2006. Musim Tanam Luas (Ha) Hibrida Komposit Unggul Baru Komposit

Unggul Lama Lokal

MT. 2002 MT. 2002/2003 MT. 2003 MT. 2003/2004 MT. 2004 MT.2004/2005 MT. 2005 MT.2005/2006 298.318 425.430 377.674 272.441 459.897 635.458 449.072 505.479 157.780 303.629 217.161 152.689 204.520 279.953 162.079 220.240 5.833 11.580 14.979 14.269 32.268 20.500 21.070 39.271 180.219 542.695 430.083 359.178 263.805 790.603 221.751 520.471 Jumlah 3.423.769 1.698.051 159.770 3.308.805 Rata-Rata 427.971 212.256 19.971 413.601 Persen (%) 39,8 19,8 1,8 38,5

Sumber: Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2007 dalam Panikkai (2009)

Selaku Unit Pelayanan Teknis (UPT) dilingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian R.I, Balai Penelitian Tanaman Serealia melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) telah memproduksi dan menyebarluaskan benih sumber jagung komposit ke seluruh Indonesia. Selama periode 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2005-2009, UPBS Balitsereal telah mendistribusikan sebanyak 12.807,75 kg benih sumber untuk ditanam petani. Varietas yang terbanyak diminati petani yaitu Lamuru, dan selama 5 tahun terakhir telah mencapai volume 3.655 kg, menyusul Sukmaraga sejumlah 3.499 kg, Bisma sejumlah 2.134,75 kg, Srikandi Kuning 2.038 kg, dan menyusul Srikandi Putih 710 kg. Distribusi dan penyebaran benih terbesar adalah pada propinsi Sulawesi Selatan sejumlah 3.240 kg, menyusul Gorontalo 925 kg, Jawa Timur 875,2 kg, Sulawesi Tengah 701 kg dan NTT sejumlah 595 kg (Aqil et al., 2011).

Untuk memenuhi permintaan benih dan meyakinkan para pengguna, telah diprogramkan produksi benih unggul jagung komposit kelas BS/FS berbasis Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan menerapkan sistem mutu ISO 9001- 2008. Tujuan diterapkannya SMM berbasis ISO 9001-2008 agar benih sumber

yang telah didistribusikan ke pengguna (petani dan stakeholder) dapat mencapai konsep 6 tepat (varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan harga).

Petani sebagai pengguna benih mengalami berbagai kendala dalam memanfaatkan benih bermutu/unggul. Harga yang mahal merupakan kendala utama. Di samping itu jaminan karakteristik benih sesuai yang tertera pada label merupakan hambatan lain. Pemilihan benih jagung unggul komposit dan bermutu tidak hanya pada penampilan fisik seperti ukuran dan warna biji tetapi juga pada kualitas benih yang baik yang mampu menarik minat petani untuk membeli sesuai dengan seleranya. Namun manfaat dari suatu varietas akan dirasakan oleh petani apabila benihnya tersedia dalam jumlah yang cukup dengan harga yang sesuai.

Salah satu penyebab lambatnya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya jagung di Indonesia diduga akibat masih rendahnya penggunaan benih berlabel (bermutu) di tingkat petani. Data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan (2006) menunjukkan bahwa penggunaan benih jagung berlabel (jagung hibrida dan komposit) masih sangat rendah, namun demikian hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan benih berlabel sebenarnya sudah cukup baik. Fenomena ini menunjukkan bahwa pasar benih jagung unggul dan berlabel di Provinsi Sulawesi Selatan sebenarnya sudah berjalan cukup bagus, dan bahkan petani cukup respon dengan kehadiran jagung berlabel (bermutu). Petani paham betul, bahwa pada lingkungan yang kondusif serta dibarengi dengan pemberian input berimbang, jagung hibrida terbukti mampu memberikan hasil lebih tinggi dari jagung komposit. Lebih lanjut petani mengakui, untuk lingkungan yang tidak kondusif (lahan marginal dan dataran tinggi), produksi jagung hibrida kurang stabil dan cenderung tidak sebagus jagung komposit (Sayaka et al., 2006).

Selain itu, setiap tahun persentase penggunaan masing-masing benih unggul jagung komposit berubah (Adnan et al., 2010). Petani memiliki karakteristik yang berbeda dan mengalami proses yang kompleks dalam memaksimalkan kepuasannya. Hal tersebut diduga karena adanya perbedaan sikap, perilaku dan kepuasan petani terhadap penggunaan benih jagung komposit. Kondisi tersebut tentunya akan membentuk perilaku petani dalam menggunakan benih varietas unggul sehingga petani mengevaluasi benih yang dapat memuaskan

serta memenuhi kebutuhannya. Semua ini tidak lepas dari kondisi demografi, ekonomi, sosial, budaya, keluarga, psikologis dan faktor-faktor lainnya.

Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dari pengguna (petani dan

stakeholder) akan pentingnya penggunaan benih bermutu maka petani akan lebih kritis dan lebih selektif untuk memilih benih unggul jagung komposit. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti sehubungan dengan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik, sikap dan perilaku petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan?

2. Faktor dominan apa yang membentuk kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung di Sulawesi Selatan?

3. Bagaimana hubungan antara kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan?