• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PENEMUAN

2. Pesan-Pesan Dakwah Islam

Pesan dakwah merupakan cara berkomunikasi da’i kepada mad’u. Isi pesan dakwah yang akan diteliti oleh peneliti yaitu pesan dakwah dalam berita televisi streaming, “Terkepung Obat-obatan Haram”. Peneliti akan menguraikan dan mengolah data dalam berita tentang obat-obatan haram sesuai dengan kategori yang telah ditentukan yaitu akidah, syariah dan akhlak. Pesan-pesan dakwah dibedakan menjadi tiga kategori permasalahan pokok yaitu:

Tabel 3

Sub Kategori Pesan Dakwah

No. Kategori Sub Kategori

1. Aqidah a. Iman Kepada Allah

b. Iman Kepada Malaikat c. Iman Kepada Kitab-kitab d. Iman Kepada Rasul e. Iman Kepada Hari Kiamat f. Iman Kepada Qadha dan

Qadar

2. Syariah a. Ibadah

b. Muamalah

3. Akhlak a. Akhlak Kepada Allah

b. Akhlak Kepada Manusia c. Akhlak Kepada Lingkungan

1. Pesan Akidah

Dalam berita obat-obatan halal haram, akidah diartikan sebagai suatu kepercayaan, keyakinan dan akidah dapat disebut juga sebagai iman. H-TV adalah media Islam yang menyampaikan berita secara jujur dan sesuai dengan fakta. Dalam wawancara peneliti dengan narasumber Surya Fachrizal Ginting terdapat pesan-pesan akidah yang terdapat dalam wawancara berikut:

“sebagai seorang muslim dan sebagai media Islam, prinsip utama adalah kita yakin bahwa apa yang kita sampaikan ini semua kalau untuk tulisan setiap huruf, setiap titik yang kita tulis kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt. Entah itu akan dipertanggung jawabkan di ahli kubur atau di akhirat dan kita harus, harus kita pahami bahwa kita menulis berita bukan sekedar cuman untuk mendapatkan gelar atau untuk mendapatkan jenjang karir atau untuk mendapatkan hadiah-hadiah penghargaan, kewartawanan dan sebagainya. Kita hanya yakin bahwa tugas ini yang kita buat oleh seorang wartawan yakinlah, kelak akan di mintai pertanggung jawaban, supaya kita gak macem-macem, membuat berita yang naudzubillah, membuat suatu berita bohong, yang penuh dengan karangan.”

Pesan dakwah akidah terbagi menjadi beberapa sub kategori yaitu berdasarkan enam rukun iman yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada Rasul, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitabnya, Iman kepada Hari kiamat dan Iman kepada Qadha dan Qadhar. Pesan dakwah iman kepada Allah Swt. terkandung dalam kutipan wawacara Surya Fachrizal Ginting,

“Setiap titik yang kita tulis kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt.”

Hal ini menunjukkan bahwa setiap berita yang akan ditulis oleh wartawan muslim agar lebih berhati-hati dan berlandaskan pada fakta yang konkrit, tidak bohong dan tidak merugikan berbagai pihak atau salah satu

69

pihak karena setiap tulisan dan huruf yang ditulis oleh wartawan, jika kita beriman kepada Allah Swt., maka akan di pertanggung jawabkan lagi di hadapan Allah setiap kata yang ditulis.

Pesan dakwah yaitu iman kepada hari kiamat ditunjukkan melalui kutipan wawancara,

“Entah itu akan dipertanggung jawabkan di ahli kubur atau di akhirat dan kita harus, harus kita pahami bahwa kita menulis berita itu bukan cuman sekedar untuk mendapatkan jenjang karir atau untuk mendapatkan hadiah-hadiah penghargaan, kewartawanan dan sebagainya. Kita hanya yakin bahwa tugas ini yang kita buat oleh seorang wartawan yakinlah, kelak akan dimintai pertanggung jawaban.”

Pertanggung jawaban yang dimaksud dalam kutipan tersebut adalah pertanggung jawaban berita yang disampaikan oleh wartawan pada hari kiamat, di ahli kubur maupun di akhirat.

2. Pesan Syariah

Pesan dakwah kategori pesan syariah adalah suatu peraturan atau hukum yang berdasarkan syariat Islam yang perlu dipatuhi segala ketentuaannya. Sub kategori syariah adalah ibadah dan muamalah. Pesan ibadah dalam syariah terdapat pada wawancara narasumber dengan Surya Fachrizal Ginting,

“kalo dibilang berpihak ya dalam hal ini keberpihakan kepentingan umat, kita berpihak kepada kepentingan umat Islam yang direpresentasikan disini oleh MUI yang melontarkan bahwa fakta ini ada dan orang belum banyak melakukan apa-apa untuk itu.”

Pesan ibadah dalam hal ini, adalah ibadah sosial yaitu kegiatan interaktif antara seseorang individu dengan pihak lain yang dibarengi dengan kesadaran diri sebagai hamba Allah Swt. Ibadah dalam konteks wawancara

tersebut adalah ibadah yang bertujuan untuk kemaslahatan umat yang ditunjukkan untuk mencapai ridho Allah berupa amal saleh. Hukum Islam sejalan dengan kemaslahatan umat (muthabiq li mashalih al-ummah) mengingatkan adanya hukum tidak hanya untuk kepentingan hukum sendiri melainkan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta kemaslahatan yang universal, bahkan kadang kemaslahatan umat dapat dijadikan tolak ukur suatu hukum.17

Muamalah yaitu peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia,dalam konteks ini yang akan dibahas mengenai hukum Islam. Islam mengharamkan obat-obatan yang belum disertifikasi kehalalannya karena cenderung menggunakan zat-zat haram yang dilarang oleh hukum Islam yaitu zat-zat haram yang mengandung babi dan campuran alkohol, namun Menteri Kesehatan Nafsiyah Mboi mengungkapkan pernyataan dalam video “Terkepung Obat-obatan Haram”, bahwa obat-obatan yang belum disertifikasi halal sulit dalam prosedur sertifikasi halal sehingga obat-obatan yang belum tersertifikasi halal, boleh hukumnya digunakan dalam keadaaan darurat. Hukum Islam menganut hukum kausalitas (sababiyah) yakni adanya sesuatu disebabkan sesuatu pula. Maraknya obat-obatan haram yang beredar di Indonesia dikarenakan sulitnya sertifikasi kehalalan obat dan Peraturan Pemerintah No.69/1999 pasal 11 ayat 1 dinyatakan bahwa pencantuman pada

17

Muhaimin, dkk., Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 291.

71

tulisan halal, “bersifat sukarela”.18

Sehingga produsen obat hanya kurang dari 1% yang mendaftarkan sertifikasi halal.

3. Pesan Akhlak

Akhlak berarti budi pekerti, etika dan moral. Akhlak terbagi menjadi tiga kategori yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak kepada hewan dan tumbuhan. Akhlak kepada Allah ditunjukkan dengan mempertanggung jawabkan segala perbuatan di hadapan Allah, seperti yang dikemukakan oleh Surya Fachrizal Ginting. Akhlak kepada manusia tergambar pada narasi berita obat-obatan haram, yaitu:

“Ketua MUI, Ma’ruf Amin mengatakan mengkonsumsi obat -obatan halal adalah kewajiban dalam Islam sehingga pemerintah wajib menyediakannya.”

Akhlak kepada manusia dengan cara bertoleransi, adil, saling tolong menolong, dan saling menghargai.

B. Nilai-nilai Jurnalisme Profetik Pada Berita Obat-obatan Haram

H-TV dalam menayangkan beritanya dan menjalankan kinerja jurnalistik berpedoman kepada nilai-nilai jurnalisme profetik. Jurnalisme profetik yaitu suatu bentuk jurnalisme yang tidak hanya melaporkan berita dan masalah secara lengkap, jelas, jujur, serta aktual tetapi juga memberikan prediksi serta petunjuk ke arah perubahan, transformasi, berdasarkan cita-cita etik dan profetik islam. Ia menjadi jurnalisme yang secara sadar dan

18

Dr. Sopa, M.Ag., Sertifikat Halal Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: GP Press, 2013), h. 27.

bertanggungjawab memuat kandungan nilai-nilai dan cita islam.19 Berikut akan dipaparkan nilai-nilai jurnalisme profetik yang terkandung dalam wawancara narasumber, yaitu :

Tabel 5

Nilai-nilai Jurnalisme Profetik Pada Pesan Obat-obatan Halal dan Haram

No. Narasumber Shidiq Amanah Tabligh Fathanah

1. Menteri Kesehatan, Nafsiyah Mboi, obat haram boleh digunakan dalam keadaan darurat Tidak berdasar pada fakta Tidak berdasar pada dalil yang kuat Informasi diragukan Tidak memberikan solusi dalam situasi yang sedang terjadi 2. Ketua MUI, Ma’ruf Amin, MUI menyesatkan Berdasar pada fakta Berdasar fakta yang dapat dipercaya Fakta yang disampaikan berdasarkan kewajiban dalam Islam Pernyataan sesuai dengan solusi yang dibutuhkan umat muslim 19

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, (Bandung: PT Remaja Rosdaakarya, 2003), h. 35.

73 3. Konsumen, Lie Informasi sesuai fakta Sumber yang jelas yaitu obat-obatan - Konsumen tidak mengetahui obat yang haram dan halal yang dijual di pasaran 4. Pedagang, Evaldi Informasi yang kurang jelas mengenai status obat halal dan haram Informasi sesuai dengan brosur obat saja - Pedagang butuh status kejelasan obat halal dan haram 5. Guru Besar Universitas Yarsi, Prof. Jurnalis Udin Informasi berdasar keadaan di lapangan Informasi berdasar data Sesuai dengan kebenaran Dikaitkan dengan konteks pentingnya obat-obatan halal dan haram

6. Ketua PB IDI, Zaenal Abidin Informasi sesuai fakta Informasi sesuai dengan pernyataan Prof. Jurnalis Udin Dokter butuh kejelasan status obat halal dan haram Pernyataan sesuai dengan apa yang dibutuhkan dokter 7. Ketua LPPOM MUI, Lukmanul Hakim Pernyataan sesuai dengan fakta Pernyataan dibantu dengan PP no.69/1999 pasal 11 ayat 1 Berdasar kebenaran di lapangan Pernyataan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh umat muslim, yaitu sertifikasi halal obat

Menteri Kesehatan Nafsiyah Mboi, menyampaikan informasi yang diragukan karena tidak berdasar pada dalil yang kuat. Setiap obat-obatan perlu di sertifikasi halal karena hak konsumen untuk mendapatkan produk-produk obat yang halal namun Menkes cenderung menghalalkan obat yang haram karena alasan darurat. Darurat ketika tidak alternatif obat yang lain namun jika

75

masih ada solusi atas obat yang haram berarti belum dikatakan darurat. Pernyataan Menkes belum sesuai dengan nilai jurnalisme profetik shidiq, amanah, tabligh dan fathanah.

Ketua MUI, Ma’ruf Amin tidak menyetujui pernyataan dari Menkes karena dinilai menyesatkan. Menurut, MUI warga muslim wajib mengonsumsi obat yang halal karena sesuai dengan kewajiban Islam. Sertifikasi halal perlu dilakukan agar umat muslim dapat mengonsumsi obat yang halal dan haram bukan mengkategorikan obat yang haram ke halal karena alasan darurat.

Pedagang dan konsumen membutuhkan fakta dan status yang jelas mengenai obat yang halal dan haram agar konsumen memiliki pilihan status yang jelas. Prof. Jurnalis Udin mengungkapkan 99% dokter tidak mengetahui kejelasan status obat yang halal dan haram sehingga perlu dilakukan sertifikasi halal.

H-TV adalah media Islam sehingga implementasi kerja jurnalistiknya berdasarkan sifat-sifat nabi, yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah. Berikut petikan wawancara peneliti dengan Surya Fachrizal Ginting, redaksi dari H-TV:

yang jelas kita berusaha sebagai wartawan dari media Islam dan kita sebagai wartawan muslim, pertama dalam membuat berita ya jujur, kejujuran dan kita menyampaikan kepada pembaca atau audiens dari pembaca kita ya , kita menyajikan berita-berita yang faktual, tidak bohong dan kita berusaha memberikan yan pertama, faktual dan selain faktual kita juga memberikan kepada mereka informasi yang membuat mereka menjadi paham dan bukan cuman sekedar tahu tapi juga paham tentang suatu realitas dan harapannya ya dengan pengetahuan mereka bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi hidup di dunia dan di akhirat.

a. Shiddiq

Shidiq artinya benar, yakni menginformasikan yang benar saja dan membela serta menegakkan kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran islam (Al-Quran dan As-Sunnah).Seperti pada kutipan wawancara peneliti dengan Surya Fachrizal Ginting selaku redaksi dari H-TV :

“kita pertama memberitahukan kepada masyarakat bahwa halal haram itu bukan cuman sekedar masalah makanan tapi juga masalah obat-obatan gitu dan ternyata obat-obatan yang realitanya banyak obat-obatan yang beredar sekarang ini belum tersertifikasi halal. Mayoritasdariobat-obatanmemangberpotensiberpeluangbesarmengandungzat haram danitu yang ingin saya sampaikan kepada umat bahwa banyak obat-obatan yang kita pakai sekarang, yang dipakai atau yang beredar di warung itu banyak mengandung bahan-bahan yang berpeluang besar mengandung unsur haram.”

H-TV dalam memberikan pernyataan tersebut juga berdasarkan fakta yang benar dan terpercaya yaitu dengan menampilkan petikan wawancara dengan Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Lukmanul Hakim dalam segmen dua video H-TV.

“Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, obat-obatan dan kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI Lukmanul Hakim, mengatakan jumlah obat yang tersertifikasi halal masih dibawah satu persen katanya tiga puluh ribu produk obat yang diproduksi hanya dua puluh dua produk obat saja yang telag lulus uji halal, kata Lukman, rendahnya angka tersebut karena sertifikasi halal belum diwajibkan oleh pemerintah.”

Hal ini menunjukkan H-TV dalam penayangannya mengandung nilai-nilai jurnalisme profetik yaitu shiddiq karena beritanya sesuai benar dan berdasarkan

77

fakta, seperti yang dikemukakan oleh Lukmanul Hakim dan berdasar pada fakta yang ada di lapangan.

b. Amanah

Amanah artinya terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta, memanipulasi atau mendistorsi fakta dan sebagainya. Dalam memberitakan tentang obat-obatan haam H-TV mewawancarai lima narasumber yaitu Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Lukmanul Hakim, Anggota Dewan Syariah Nasional, Muhaimin Iqbal, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zaenal Abidin, Menteri Kesehatan, Nafsiyah Mboi dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin. Sehingga beritanya mempunyai nilai yang jurnalisme profertik yang dapat dipercaya.

c. Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran, bukan malah memutarbalikkan kebenaran. Pernyataan Menteri Kesehatan Nafsiyah Mboi tentang bolehnya penggunaan obat-obatan haram karena darurat di patahkan oleh pernyataan ketua MUI Ma’ruf Amin yang mewajibkan masyaakat muslim mengkonsumsi obat-obatan halal.

Menkes yang mengemukakan pernyataan seperti itu, meresahkan masyarakat muslim, karena dengan sedikitnya obat-obatan haram yang beredar di Indonesia, Menkes seharusnya memperbanyak obat yang disertifikasi halal. Ketua MUI, Ma’ruf Amin memberikan pernyataan sebagai berikut:

“(Wawancara dengan Ketua MUI Ma’ruf Amin) jadi jangan sampai tidak perlu ada sertifikat halal/kalau ada pernyataan seperti itu dari menkes itu menyesatkan namanya.”

MUI menilai pernyataan Menkes yang menyesatkan akan berdampak terhadap kurangnya sertifikasi halal obat sehingga pemerintah wajib memberikan fasilitas yang memadai agar sertifikasi halal tidak dipersulit dan menjadi kewajiban. H-TV menjelaskan persoalan tentang obat-obatan haram berdasarkan fakta dan tidak memutarbalikkan fakta namun memperkuat fakta yang lain dengan pernyataan dari berbagai narasumber yang diwawancarai oleh H-TV. Selain ketua MUI, Direktur LPPOM MUI , Lukmanul Hakim juga memberikan pernyataan di segmen dua berita “Terkepung Obat-obatan Haram”, sebagai berikut:

“Kalau dilihat dari yang beredar, memang tidak sampai satu persen yang mengejutkan ternyata obat yang diregistrasi di badan POM, akibat apa? Akibat dari sifat sertifikasi kita yang sukarela, kemudian dan juga akibat pemahaman –pemahaman terhadap yang tidak tepat penggunaan obat-obatan yang dikategorikan sebagai darurat yang sebenarnya tidak tepat seperti itu kan. Hampir semua ada di tiga jenis olahan ya, pangan obat dan kosmetika. Titik kritisnya hampir sama gitu kan kalau di produk bahan baku alami maksudnya tentu disitu, kalau di hewani, hewannya apa? Penyembelihannya seperti apa? Kalau bahan bakunya sekarang mikro biologi prodak selain kemudian apa namanya? bahan bakunya alami, medianya seperti apa? Bagaimana mendapatkan media itu? apakah media pertumbuhan bakterinya itu adalah media yang dari babi atau produk yang bersentuhan dengan babi? Nah seperti itu semua ada di tiga jenis itu pangan, obat dan kosmetika?”

79

Pernyataan dari Lukmanul Hakim, Direktur LPPOM MUI menjelaskan karena sertifikasi halal yang bersifat sukarela sehingga sertifikasi halal kurang diperhatikan oleh produsen obat. Hal ini juga tertulis pada Peraturan Pemerintah No.69/1999 pasal 11 ayat 1 yang menyatakan bahwa pencantuman tulisan halal pada dasarnya “bersifat sukarela” ketentuan ini sejalan dengan ketentuan sebelumnya yaitu penjelasan pasal 10 ayat 1 yang menyatakan bahwa pencantuman keterangan halal atau tulisan “halal” pada label pangan merupakan “kewajiban” apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat Islam.20

Namun, pada tanggal 25 September 2014, rapat paripurna DPR memutuskan untuk membuat Undang Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mewajibkan sertifikasi halal obat bagi semua produsen.

d. Fathonah

Fathonah artinya cerdas dan berwawasan luas. H-TV dalam memberitakan suatu masalah mengambil kasus yang sedang hangat dan bermanfaat untuk kebaikan umat seperti kasus tentang obat-obatan haram yang semakin marak di pasaran. Berikut wawancara peneliti dengan Surya Fachrizal Ginting, redaksi dari H-TV :

“kita ambil pokok bahasan itu karena dia bisa banyak kepentingannya untuk umat Islam dan info soal halal haram khususnya obat, termasuk obat, kosmetika itu kan bisa dipakai kapan aja, jadi kita paket itu. Isunya gak cepet basi dan waktu itu memang ada, kalau

20

Dr. Sopa, M. Ag., Sertifikasi Halal dan Majelis Ulama Indonesia, (GP Press: Jakarta, 2013), h. 5.

dalam pemberitaan itu ada yang namanya istilahnya „peg’ atau bisa dibilang cantolan ataupun latar belakang. Alasan kita ngambil tema itu karena itu bertepatan awal tahun LPPOM MUI membuat suatu gebrakan kepada masyarakat bahwa banyak obat-obatan yang belum tersertifikasi halal.”

H-TV mengambil kasus tentang obat-obatan haram karena bertepatan dengan pernyataan LPPOM MUI tentang maraknya obat-obatan halal yang beredar di Indonesia. Sehingga sesuai dengan sifat kenabian yaitu fathonah yaitu cerdas dan berwawasan luas karena H-TV mengambil berita yang bermanfaat bagi umat Islam.

Berdasarkan tabel 2 yang menjelaskan tentang representasi pesan obat halal dan haram, wacana yang di ungkap oleh Menteri Kesehatan, Nafsiyah Mboi adalah zat-zat yang tidak halal banyak, karena banyaknya obat yang beredar di Indonesia menyebabkan tidak perlu dilakukannya sertifikasi halal melalui LPPOM MUI. Menteri Kesehatan membedakan vaksin dan makanan padahal vaksin merupakan produk pangan yang dimasukkan ke dalam tubuh. Lalu wacana obat banyak berasal dari luar negeri, Menkes menilai obat yang berasal dari sulit untuk dilakukan sertifikasi halal padahal diantara banyaknya obat bisa di random secara sistematik obat mana yang mau di uji. Wacana Menkes yang membolehkan obat-obatan haram boleh di konsumsi dalam keadaan darurat. Namun, wacana obat yang darurat sampai kapan akan terus berlanjut karena konsumen obat membutuhkan status kejelasan halal dan haram obat. Direktur LPPOM MUI menyatakan bahwa obat yang disertifikasi bersifat sukarela sesuai dengan PP no.69/1999 pasal 11 ayat 1. Namun, pada

81

tanggal 25 September 2014, rapat paripurna DPR menghasilkan Undang Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mewajibkan sertifikasi halal bagi semua obat yang beredar di Indonesia.

Pada tabel 5 yang membahas tentang nilai-nilai jurnalisme profetik pada pesan obat-obatan halal dan haram, Menteri Kesehatan Nafsiyah Mboi tidak mencerminkan nilai-nilai jurnalisme profetik dalam pernyataannya, yaitu shidiq, amanah, tabligh dan fathanah. Ketua MUI, Ma’ruf Amin memaparkan bahwa pernyataan MUI tentang keadaan darurat obat haram itu menyesatkan. Pernyataan MUI berdasarkan pada fakta dalil Al-quran, sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam dan sesuai dengan nilai-nilai-nilai-nilai jurnalisme profetik yaitu shidiq, amanah, tabligh dan fathanah. Prof. Jurnalis Udin mengungkapkan fakta yang dapat dipercaya bahwa 99 % dokter tidak mengetahui tentang status kejelasan halal dan haram obat, hal ini di ungkapkan pula oleh fakta dari Ketua PB IDI, Zaenal Abidin yang mengungkapkan bahwa dokter membutuhkan status kejelasan halal dan haram obat agar bisa memberikan pilihan kepada pasien. Ketua LPPOM MUI, memaparkan fakta bahwa sertifikasi halal itu bersifat sukarela sesuai dengan PP no.69/1999 pasal 11 ayat 1.

82

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis data tabel yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang representasi pesan obat halal dan haram, menjelaskan bahwa Menteri Kesehatan Nafsiyah Mboi memberikan pernyataan tentang bolehnya obat haram dikonsumsi karena keadaan darurat tidak berdasar pada dalil yang jelas. Darurat obat jika tidak ada alternatif pilihan obat yang lain dan jika tidak dikonsumsi akan mengakibatkan kematian dan cacat fisik maupun mental. Namun obat yang beredar di Indonesia ada 30.000 produk obat dan hanya 22 produk saja yang sudah disertifikasi halal. Menkes menilai sulitnya sertifikasi halal menyebabkan keterlambatan penanganan pasien jika obat disertifikasi terlebih dahulu namun konsumen wajib untuk mengonsumsi obat-obatan yang halal dan merupakan kewajiban bagi umat Islam untuk mengonsumsi obat-obatan yang halal. Ketua MUI, Ma’ruf Amin menilai pernyataan Menkes itu salah yang direpresentasikan melalui wacana bahwa Menkes menyesatkan. Pedagang dan konsumen memerlukan sertifikasi halal obat agar konsumen dan pedagang dapat memilih obat apa saja yang dapat di konsumsi dan dijamin kehalalannya. Namun, yang mencengangkan adalah 99% dokter tidak mengetahui obat-obatan yang tersertifikasi halal sehingga dokter membutuhkan status halal dan haram obat. Ketua LPPOM MUI, menjelaskan bahwa sertifikasi halal yang bersifat sukarela membuat obat yang haram masih banyak yang beredar di pasaran. Namun pada tanggal 25

83

September 2014, rapat paripurna DPR membuat rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mewajibkan sertifikasi halal bagi semua produk obat.

Nilai-nilai jurnalisme profetik tidak terkandung dalam pernyataan Menteri Kesehatan Nafsiyah Mboi, Menkes tidak mencerminkan nilai shidiq, amanah, fathanah dan tabligh dalam pernyataan bahwa obat haram boleh di konsumsi karena keadaan darurat. Ketua MUI Ma’ruf Amin menilai, Menkes tidak memberikan pernyataan sesuai dengan alasan dan dalil yang tepat sehingga diragukan kebenarannya. Ma’ruf memberikan pernyataan berdasarkan fakta dan data serta bersumber dari Al-quran sehingga sesuai dengan nilai jurnalisme profetik yaitu shidiq, amanah dan fathanah. Secara keseluruhan narasumber kecuali Menteri Kesehatan, Nafsiyah Mboi

Dokumen terkait