KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat illahi rabbi atas rahmat dan hidayah – Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga Tesis yang berjudul “Keragaman Kupu-Kupu (Ordo Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan Hutan Koridor Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan Sekitarnya” telah dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari masukan dan arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih Kepada Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si, dan Dr. Tri Atmowidi, M.Si, selaku komisi pembimbing atas jerih arahan, bimbingan dan dorongan semangat selama proses awal hingga terselesaikannya tesis; Dr. Hermanu Triwidodo, selaku penguji, Dr. Sih Kahono dan Djunijanti Peggie, M.Sc, Ph.D, selaku Staf peneliti di LIPI Cibinong atas bantuannya dalam proses identifikasi; Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, atas perizinan penelitian yang telah diberikan; seluruh Staf Dosen Mayor Biosain Hewan, yang telah memberikan bekal ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan baik; Dr. John Tennet dari Department of Entomology, The Natural History Museum Londondan Dr. Torben Larson dari
Zoologisk Museum The Natural History Museum of Denmark; Dr. Clyde Imada,
Research specialis Departemen of Natural Sciences/Botany, Bishop Museum
Honolulu; Dr. Mamoru Watanabe atas bantuan jurnal, dan Departeman Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.
Disamping itu disampaikan terima kasih pula kepada keluarga besar penulis Bapak Sofyan sekeluarga dan istri penulis, Tati Farida, S.Pd, M.Si atas doa dan dorongan semangat selama proses penulisan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 26 September 1977 dari Bapak Sofyan dan Ibu Maisaroh. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Penulis telah menikah dengan Tati Farida, S.Pd, M.Si pada tanggal 17 Mei 2009.
Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Mojoagung Jombang. Tahun 1997, penulis melanjutkan studi Program Sarjana di Universitas Negeri Malang Jurusan Biologi, matakuliah keahlian lingkungan dan lulus pada Tahun 2002. pada Tahun 2007, penulis berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana di Insitut Pertanian Bogor, Program Studi Biologi Mayor Biosain Hewan dengan mendapatkan beasiswa dari Departeman Agama Republik Indonesia. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan studi lapang dan pernah sebagai koordinator praktikum matakuliah Avertebrata Mahasiswa S1 tahun ajaran 2008-2009.
Penulis merupakan salah satu staf pengajar mata pelajaran biologi di SMPN I Peterongan, SMPN 3 Unggulan Ponpes Darul Ulum Peterongan dan Madrasah Aliyah Perguruan Mu’allimat Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 3 C. Manfaat Penelitian ... 3 D. Bagan Alur Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Kupu-Kupu ... 5 B. Peranan Kupu-Kupu ... 7 C. Keragaman Kupu-Kupu ... 7
D. Asosiasi Kupu-Kupu dengan Tumbuhan Inang (Host plant) ... 9 E. Nektar dan Serbuksari sebagai Sumber Pakan Kupu-Kupu ... 10 F. Keragaman Kupu-Kupu dalam Kaitannya dengan Faktor
Lingkungan ... 11 G. Karakteristik Sisik Sayap Kupu-Kupu ... 11 METODE
A. Waktu dan Lokasi ... 14 B. Metode ... 15 C. Analisis Data ... 20 HASIL
A. Deskripsi Hutan Koridor TNGH-S ... 21 B. Keragaman Kupu-Kupu ... 23
C. Keragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Waktu Pengamatan dan Faktor
Lingkungan ... 30 D. Keragaman Kupu-Kupu dalam Kaitannya dengan Keragaman
Tumbuhan dan Volume Nektar ... 36 E. Karakteristik Kupu-Kupu Berdasarkan Tipe Sisik Sayap ... 43
PEMBAHASAN
A. Keragaman Kupu-Kupu ... 47 B. Keragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Waktu dan Faktor Lingkungan 52 C. Keragaman Kupu-Kupu: Keragaman Tumbuhan, Volume Nektar, dan
Konservasi Kupu-kupu ... 54 D. Karakteristik Sisik Sayap Kupu-Kupu ... 56 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 58 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN ... 45
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rute pengamatan keragaman kupu-kupu ... 15 2. Jumlah famili, spesies, indeks keragaman, dan kemerataan kupu-kupu
di kawasan hutan koridor TNGH-S... 24 3. Kesamaan kupu-kupu antar habitat berdasarkan indeks kesamaan Jaccard dan Sorensen ... 29 4. Nilai estimasi jumlah kupu-kupu yang dikoleksi dari hutan koridor, lahan
pertanian, dan perkebunan teh berdasarkan analisis dengan soft ware
Estimate’s Win. 7.52 ... 29 5. Indeks keragaman kupu-kupu dan rata-rata faktor lingkungan pada kisaran
waktu pengamatan di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh 34 6. Korelasi Pearson antara jumlah spesies, individu, dan indeks keragaman
kupu-kupu dengan faktor lingkungan ... 35 7. Spesies tumbuhan berbunga yang ditemukan di hutan koridor, lahan
pertanian, dan perkebunan teh pada bulan Maret-Agustus 2008 ... 37 8. Tipe sisik sayap kupu-kupu ... 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan alur penelitian ... 4 2. Perbedaan antena kupu-kupu dan ngengat... 5 3 Morfologi dan anatomi probosis kupu-kupu ... 6 4. Bentuk dan warna sisik sayap kupu-kupu spesies Junonia orithya,
sisik sekitar “mata”, basal, tepi, basal dalam, dan bagian dalam “mata” 13 5. Peta lokasi penelitian: “hutan koridor”, lahan pertanian, dan perkebunan
teh di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII ... 14 6. Titik pengambilan sisik sayap kupu-kupu: dasar (basal), tengah (central), dan tepi (border) ... 17 7. Preparasi sisik sayap kupu-kupu: koleksi sisik, pengolesan sisik pada
gelas objek, penutupan preparat, dan dokumentasi sisik ... 19 8. Skematik sisik sayap kupu-kupu... 19 9. Penutupan lahan hutan koridor oleh semak belukar ... 22 10. Jalan yang menghubung Kabupaten Sukabumi dengan Kabupaten Bogor
yang membelah hutan koridor ... 22 11. Jumlah individu dan spesies setiap famili kupu-kupu di kawasan
Hutan koridor TNGH-S ... 25 12. Spesies kupu-kupu masing-masing famili yang dikoleksi dari hutan
koridor: Hypolimnas bolina (Nymphalidae), Graphium sarpedon
Papilionidae), Thaumantis Klugius Zinken (Amathusidae), Delias hyparete (Pieriidae), Arhopala pseudocentaurus (Lycaenidae), Erionota
thrax Linn. (Hesperiidae), dan Abisara savitri Felder & Felder
13. Spesies kupu-kupu yang ditemukan di hutan koridor, lahan pertanian dan perkebunan teh: Ypthima sp. (Nymphalidae), Eurema sp.(Pieridae),
Delias belisama (Pieridae), Zeltus amasa Hewitson(Lycaenidae) spesies dominan, Cirrochroa clagia (Nymphalidae), Euthalia adonia
(Nymphalidae), J. hedonia, Euploea diocletianus (Nymphalidae), dan
Thaumantis klugius Zinken(Amathusidae) merupakan spesies yang
ditemukan dengan frekuensi rendah... 28 14. Jumlah spesies, jumlah individu, dan indeks keragaman
kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan. ... 31 15. Jumlah spesies, jumlah individu, dan indeks keragaman kupu-kupu
berdasarkan bulan pengamatan. ... 33 16. Hubungan antara jumlah spesies dan jumlah individu kupu-kupu dan
faktor lingkungan berdasarkan analisis Principal Component Analysis
(PCA ) ... 35 17. Spesies tumbuhan dominan dan diukur volume nektarnya di hutan
Koridor, di lahan pertanian, dan di perkebunan teh ... 41 18. Volume nektar tumbuhan dominan, dan indeks keragaman spesies
kupu-kupu berdasakan waktu pengamatan ... 42 19. Tipe sisik sayap kupu-kupu bentuk rectangular... 46 20. Tipe sisik sayap kupu-kupu bentuk triangular... 46
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga yang memiliki nilai penting, yaitu sebagai penyerbuk (pollinator) (Amir et al 2003), karena kupu-kupu aktif mengunjungi bunga (Joshi & Arya 2007). Kupu-kupu polinator secara ekologis berperan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem dan memperkaya keragaman hayati. Selain sebagai polinator, kupu-kupu dapat digunakan dalam evaluasi kualitas lingkungan (Kremen 1992; Sreekumar & Balakrishnan 2001) dan indikator perubahan habitat (Pollard 1992). Kupu-kupu sangat bergantung pada keragaman tanaman inang, sehingga memberikan hubungan yang erat antara keragaman kupu-kupu dengan kondisi habitatnya. Kupu-kupu sangat sensitif terhadap perubahan struktur hutan. Terutama Subfamili Satyrinae yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan (Murphy et al.
1990; Kremen 1992; Scoble 1995).
Eksplorasi terhadap keberadaan kupu-kupu meningkat. Hal ini dikarenakan kupu-kupu memiliki warna, corak, dan bentuk sayap yang bervariasi. Sehingga kupu-kupu menjadi komoditas menarik bagi peneliti, kolektor, dan dunia perdagangan (Amir et al. 2003). Akibatnya kelestarian kupu-kupu terancam (Amir et al. 2003).
Keragaman kupu-kupu dipengaruhi oleh penyebaran dan kelimpahan tumbuhan inang (host plant) (Cleary & Genner 2004). Keragaman kupu-kupu makin menurun dengan menurunnya keragaman tumbuhan inang. Menurunnya keragaman tumbuhan inang dapat terjadi karena adanya kerusakan habitat karena aktivitas manusia dalam mengkonversi habitat alami. Selain itu, keragaman kupu- kupu dipengaruhi juga oleh ketinggian (altitude), suhu, kelembaban, intensitas cahaya, cuaca, musim, volume dan nektar tumbuhan (Rizal 2007). Nektar merupakan sumber energi kupu-kupu dewasa (Barth 1991).
Nilai keragaman Lepidoptera (moth) di TNGH-S lebih tinggi dibandingkan di Nusa Barong (Jatim), Meru Betiri (Jatim), dan di Taman Nasional Sabangau (Kalimantan Barat) (Sutrisno 2008). Pada saat ini, kawasan TNGH-S mengalami degradasi sumberdaya alam dan lingkungan yang cukup serius. Degradasi sumberdaya alam dapat dilihat dari berkurangnya penutupan hutan (deforestasi). Dalam kurun waktu tahun 1989 – 2004 diperkirakan telah terjadi deforestasi 25 % atau berkurang 22 ribu hektar dengan laju kerusakan rata- rata 1.3 % per tahun (Dephut 2008). Deforestasi mengancam keberadaan kehidupan di dalamnya, termasuk keberadaan kupu-kupu (Rizal 2007).
Kurniawan et al. (2000) melaporkan, di Gunung Kendeng dan Gunung Botol TNGH-S ditemukan lima famili kupu-kupu. Kupu-kupu Papilio lampsacus dilaporkan telah punah. Kepunahan spesies tersebut kemungkinan disebabkan adanya eksploitasi sumberdaya alam yang tinggi dan kerusakan habitat (Amir et al. 2003; Suharto et al. 2005).
“Hutan koridor” Gunung Kendeng merupakan hutan yang menghubungkan hutan Gunung Halimun dengan hutan Gunung Salak (Gunawan 2004). Hutan koridor memiliki potensi biologis maupun ekologis bagi wilayah di sekelilingnya (Hartono et al. 2007). Hutan koridor TNGH-S relatif alami yang berfungsi sebagai habitat, pergerakan, dan tempat mencari makan satwa liar. Pada saat ini, hutan koridor TNGH-S terfragmentasi karena aktivitas masyarakat, infrastruktur bangunan dan prasarana jalan, lahan pertanian, penebangan liar, dan pembukaan lahan. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di hutan koridor oleh masyarakat sekitar mengakibatkan kerusakan hutan (Gunawan 2004). Cahyadi (2002) melaporkan dalam 11 tahun, hutan koridor mengalami kerusakan sekitar 347 523 ha. Total area hutan tahun 1990 adalah 666 508 ha dan menurun menjadi 318 985 ha di tahun 2001. Lebar hutan koridor tahun 1990 adalah 1.4 km menjadi 0.7 km di tahun 2001. Keberadaan hutan koridor yang cukup sempit tersebut mengalami tekanan sebagai akibat dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat sekitar yang umumnya memiliki kondisi sosial ekonomi yang rendah.
Di bagian utara hutan koridor terdapat perkebunan teh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Cianten dan sebelah selatan terdapat lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan hutan koridor. Meningkatnya aktivitas bertani dan berkebun di sekitar hutan koridor menambah kerusakan habitat.
Sampai saat ini data keragaman kupu-kupu di kawasan hutan koridor TNGH-S belum pernah dilaporkan. Jadi perlu digali lebih lanjut mengenai keragaman kupu-kupu di hutan koridor. Penelitian ini difokuskan pada keragaman dan karakteristik sayap kupu-kupu di kawasan “hutan koridor”, di lahan pertanian, dan perkebunan teh.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mempelajari keragaman spesies kupu-kupu di kawasan “hutan koridor” TNGH-S.
2. Mempelajari hubungan keragaman kupu-kupu dengan waktu pengamatan, volume nektar, dan faktor lingkungan.
3. Mempelajari karakteristik tipe sisik sayap kupu-kupu.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran kondisi “hutan koridor” TNGH-S berdasarkan data keragaman kupu-kupu.
2. Keragaman kupu-kupu yang didapatkan dapat digunakan sebagai dasar dalam usaha konservasi kupu-kupu dan habitatnya.
3. Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi Balai TNGH-S dalam pengelolaan kawasan hutan koridor.
D. Bagan Alur Penelitian
Bagan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan Alur Penelitian
Keragaman Kupu-Kupu Faktor lingkungan
•Intensitas Cahaya •Kelembaban •Suhu •Ketinggian (Altitude ) •Musim Tumbuhan Berbunga • Keragaman • Volume nektar Faktor Biotik • Predator • Penyakit
Karakteristik Sisik Sayap
Rekomendasi (Balai TNGH-S)
• Pengelolaan Kawasan Hutan Koridor
• Dasar dalam tindakan konservasi kupu-kupu maupun hutan koridor.
Analisis
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Kupu-Kupu
Lepidoptera terbagi menjadi dua subordo berdasarkan jumlah lubang genitalnya, yaitu subordo Monotrysia dan Ditrysia. Ciri Monotrysia dicirikan adanya satu lubang pada struktur genital, sedangkan Ditrysia memiliki dua lubang pada struktur genitalnya (Kristensen et al. 2007).
Lepidoptera mencakup kupu-kupu dan ngengat (Triplehorn & Johnson 2005). Kupu-kupu (butterfly) dibedakan dengan ngengat (moth) dalam beberapa hal. Kupu-kupu bersifat diurnal, sedangkan ngengat nokturnal (Braby 2000; Knuttel & Fiedler 2001). Bentuk dan corak warna kupu-kupu menarik (Stavenga
et al. 2004), sedangkan ngengat mempunyai warna coklat, kusam, dan gelap (Amir et al. 2003). Pada saat hinggap, sayap kupu-kupu umumnya menutup, sedangkan ngengat terbuka (Fleming 1983). Antenna kupu-kupu ramping dan membulat di ujung, sedangkan ngengat berbentuk rambut, setaseus atau plumosa
(Gambar 2).
a b
Gambar 2 Perbedaan antena kupu-kupu (a) dan ngengat (b) (Triplehorn & Johnson 2005)
Tubuh kupu-kupu dibedakan menjadi kepala, toraks, dan abdomen (Fleming 1983). Pada bagian kepala terdapat antena, mata, dan alat mulut pengisap (haustellate) dalam bentuk probosis yang berfungsi untuk menghisap nektar (Barth 1991; Busnia 2006). Probosis dibentuk dari galea, yaitu maksila yang terbentuk secara longitudinal, panjang, dan melingkar (Triplehorn & Johnson 2005) (Gambar 3). Probosis akan menggulung di bawah kepala ketika
tidak digunakan (Scoble 1992). Panjang probosis berkorelasi positif terhadap ukuran tubuh (Stang et al. 2006). Pada bagian toraks terdapat dua pasang sayap dan tiga pasang tungkai. Abdomen terdiri dari sepuluh segmen dan segmen terakhir terdapat organ reproduksi (Braby 2000; Sukardi 2007).
Gambar 3 Morfologi dan anatomi probosis kupu-kupu (Smetacek 2000)
Kupu-kupu merupakan hewan poikilotermik (Simanjuntak 2000; Smetacek 2000; Stefanescu et al. 2003) dimana suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Sei-Wong 2003; Saastamoinen & Hanski 2008). Suhu tubuh optimal untuk aktivitas terbang dijaga melalui mekanisme termoregulasi (Kingsolver 1985). Termoregulasi suhu tubuh kupu-kupu dapat dilakukan dengan merentangkan sayapnya pada sinar matahari (basking) ketika udara dingin dan mencari tempat berteduh ketika suhu panas (Grodnitsky 1999; Simanjuntak 2000).
B. Peranan Kupu-kupu
Larva kupu-kupu bersifat herbivor (fitofag) (Simanjuntak 2000; Tudor et al. 2004) dan pada tanaman budidaya dapat sebagai hama (Kalshoven 1981; Triplehorn & Johnson 2005). Spesies kupu-kupu yang berperan sebagai hama, diantaranya Erionota thrax pada tanaman pisang; Papilio dan Graphium pada tanaman jeruk (Suharto et al. 2005), dan beberapa genus Euploea hama pada tanaman Hoya dan Parsonsia (Orr 1992).
Pada saat imago, kupu-kupu dapat berperan sebagai penyerbuk (polinator) (Endress 1994; Boonvanno et al. 2000). Pada saat menghisap nektar bunga, serbuksari (polen) menempel pada bagian kepala, probosis (Athuri et al. 2004), sisik tubuh, dan tungkai (Triplehorn & Johnson 2005). Deposit polen pada probosis dan kepala kupu-kupu berperan penting dalam penyerbukan tanaman (Ramana et al. 2004). Penyerbukan oleh kupu-kupu bersifat tidak sengaja (pollinator incidental) (Scoble 1992) dan kemampuan penyerbukan oleh kupu- kupu terbatas hanya pada beberapa spesies tumbuhan (Triplehorn & Johnson 2005).
Kupu-kupu juga dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Boonvanno et al. 2000; Sreekumar & Balakrishnani 2001; Tati-Subahar et al.
2007; Uehara-Prado & Freitas 2009). Perubahan keragaman kupu-kupu dapat dijadikan sebagai indikasi adanya perubahan kondisi suatu lingkungan (Goldsmith 1992; Cleary & Genner 2004), karena kupu-kupu sensitif terhadap perubahan lingkungan.
C. Keragaman Kupu-Kupu
Di dunia jumlah spesies kupu-kupu hanya sekitar 10% dari sekitar 170 000 spesies anggota Lepidoptera (Peggie & Amier 2006). Pada umumnya, kupu-kupu hidup di hutan hujan tropis dan beberapa spesies dapat beradaptasi pada kondisi panas dan kering (Braby 2000). Kupu-kupu yang ditemukan di wilayah barat Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan), penyebarannya berasal dari daratan Asia, sedangkan kupu-kupu yang terdapat di bagian timur Indonesia
(Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua), penyebarannya berasal dari Benua Australia (Amir et al. 1993; Simanjuntak 2000).
Keragaman kupu-kupu di beberapa kawasan di Indonesia telah dilaporkan. Rizal (2007) melaporkan bahwa di Cagar Alam Rimbo Panti, Padang terdapat tujuh famili, sedangkan di Lubuk Minturun, Padang ditemukan empat famili kupu-kupu. Di Taman Nasional Ujungkulon dilaporkan terdapat tujuh famili kupu-kupu, dimana Nymphalidae ditemukan dominan (New et al. 1987). Suharto
et al. (2005) melaporkan di Hutan Ireng-Ireng Taman Nasional Bromo, Tengger Semeru terdapat delapan famili dan Papilionidae ditemukan dominan. Sari (2008) melaporkan di Kawasan Telaga Warna, Cisarua Bogor terdapat lima famili dan Nymphalidae ditemukan dominan. Panjaitan (2008) melaporkan di Minyambo, Cagar Alam Pegunungan Arfak, Manokwari, Papua Barat terdapat empat famili dan Nymphalidae juga ditemukan dominan.
Di TNGH-S dilaporkan enam famili kupu-kupu, yaitu Hesperiidae, Papilionidae, Satrydae, Lycaenidae, Pieriidae, dan Nymphalidae (Amir et al.
2003). Keragaman kupu-kupu di TNGH-S terancam dengan adanya peningkatan penangkapan di alam baik untuk penelitian, koleksi, dan untuk perdagangan. Peningkatan penangkapan kupu-kupu dapat menyebabkan kepunahan spesies kupu-kupu spesies tertentu (Amir et al. 2003).
Salah satu upaya agar spesies kupu-kupu tidak punah adalah konservasi. Konservasi adalah usaha pengelolaan sumberdaya alam hayati (SDA) dan ekosistemnya dengan berasaskan pelestarian dan pemanfaatannya secara serasi dan seimbang sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat (Widada et al. 2003). Konservasi dapat dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan, memelihara keragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari SDA dan ekosistemnya. Perlindungan sistem penyangga dilakukan dengan menetapkan wilayah yang dilindungi. Di wilayah yang dilindungi pemanfaatannya harus memenuhi ketetapan yang diatur oleh instansi terkait. Pemeliharaan keragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilakukan dengan menjaga keanekaragaman jenis yang meliputi unsur-unsur biotik dan abiotik yang saling
mempengaruhi. Punahnya salah satu unsur tidak dapat diganti dengan unsur lainnya. Pemeliharaan keragaman dapat dilakukan dengan konservasi in-situ dan ex-situ.
D. Asosiasi Kupu-kupu dengan Tumbuhan Inang
Kupu-kupu merupakan herbivor yang tidak bisa hidup optimal tanpa adanya tumbuhan inang (Schoonhoven et al. 1998). Beberapa spesies kupu-kupu adalah pemakan spesialis (specialist feeder) (Pierre 1992; Schoonhoven et al.
1998). Martin dan Pullin (2004) menyatakan, spesialisasi dapat berupa pilihan habitat dan tumbuhan pakan. Spesialisasi kupu-kupu pada tumbuhan inang berkaitan dengan kandungan spesifik kimia tanaman (Schoonhoven et al. 1998). Produksi senyawa kimia oleh tumbuhan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku herbivor. Beberapa senyawa kimia yang berperan dalam interaksi antara serangga dengan tumbuhan, diantaranya alkaloids, terpenoids, steroids, phenolics, glucosinolates, dan cyanogenics (Schoonhoven et al. 1998). Pengetahuan kimia tumbuhan (phytochemistry) merupakan dasar untuk memahami interaksi tumbuhan dengan serangga (Schoonhoven et al. 1998).
Larva kupu-kupu menunjukkan asosiasi yang kuat dengan tumbuhan inangnya (Janz & Nylin 1998). Larva Lepidoptera yang termasuk spesialis atau
monofag adalah Troides helena pada tanaman sirih hutan (Apama corimbosa) (Corbet & Pendlebury 1992), Polytremis lubricans, Potanthus ganda, P. omaha,
P. trachala, Taractrocera ardonia, dan Telicota besta pada tumbuhan herba dan liana (Cleary & Genner 2004). Spesies Polyommatus icarus, P. arygrognomon, P. amandus dan P. semiargus berasosiasi dengan tumbuhan dari famili Fabaceae baik pada fase larva maupun imago (Bakowski & Boron 2005).
Selain bersifat spesialis atau monofag, beberapa kupu-kupu bersifat
polifag atau generalis (Schoonhoven et al. 1998). Kupu-kupu yang bersifat generalis, diantaranya adalah Appias albana, Graphium antiphates, Euploea modesta (Cleary & Genner 2004), Eurema hecabe (Sreekumar & Balakrishnani 2001), Lampides boeticus, Parantica agleoides, dan Spindasis kutu (Cleary & Genner 2004). Kupu-kupu yang bersifat polifag memiliki tingkat kelimpahan
yang tinggi dibandingkan monofag (Sreekumar & Balakrishnani 2001). Kisaran tumbuhan inang merupakan karakteristik kunci dari spesies herbivor (Novotny et al. 2002).
E. Nektar dan Serbuksari sebagai Sumber Pakan Kupu-Kupu
Nektar disekresikan oleh kelenjar nektar tumbuhan. Berdasarkan letaknya, kelenjar nektar dapat berupa kelenjar floral dan ekstrafloral (Fahn 1979). Kelenjar nektar floral terdapat pada bunga, sedangkan extrafloral terdapat pada organ vegetatif lain. Nektar mengandung gula (sukrosa, glukosa dan fruktosa) dan air (Barth 1991; Corbet 2003).
Nektar disekresikan dengan ritme tertentu (Galetto & Bernardello 2004). Sekresi nektar dipengaruhi oleh musim, iklim, dan spesies tumbuhan (Anand et al.
2007). Selain itu, sekresi nektar dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan, dan evaporasi (Corbet 2003). Pengetahuan tentang sekresi nektar diperlukan untuk memahami asosiasi kupu-kupu dengan tumbuhan (Galetto & Bernardello 2004).
Kupu-kupu merupakan penghisap nektar (Comba et al. 1999). Nektar merupakan sumber pakan kupu-kupu (Barth 1991; Comba et al. 1999). Nektar mengandung gula, terutama sukrosa dengan konsentrasi antara 20-25% (Athuri et al. 2004). Volume dan konsentrasi gula pada nektar bervariasi pada berbagai spesies tumbuhan (Vidal et al. 2006).
Kupu-kupu spesialis bersifat selektif atau mengalami spesialisasi yang tinggi terhadap tumbuhan penghasil nektar (Bakowski & Boron 2005).Spesialisasi kupu-kupu sebagai pemakan nektar (nectar-feeding) ditentukan dari bentuk dan panjang probosis (Davies 1988; Hickman et al. 2007). Panjang probosis berkorelasi positif terhadap ukuran tubuh (Stang et al. 2006).
Selain nektar, kupu-kupu memperoleh sumber pakan dari serbuksari (Barth 1991). Kupu Heliconius charitonia dilaporkan sebagai pemakan serbuksari dari tumbuhan Lantana camara (Verbenaceae) dan Psiquria umbrosa
F. Keragaman Kupu-Kupu dalam Kaitannya dengan Faktor Lingkungan
Kehadiran dan kelangsungan hidup suatu organisme dibatasi oleh faktor pembatas (Odum 1971). Demikian juga kupu-kupu, keragamannya dipengaruhi oleh faktor pembatas abiotik dan biotik. Faktor pembatas abiotik yang mempengaruhi keragaman kupu-kupu antara lain suhu, kelembaban, curah hujan, dan intensitas cahaya (Rizal 2007). Sedangkan faktor pembatas biotik yang mempengaruhi keragaman kupu-kupu adalah keragaman vegetasi sebagai sumber pakan (New et al. 1987; Ehrlich & Raven 1964); kualitas dan kuantitas tumbuhan inang (Gilbert & Singer 1975; Boggs & Murphy 1997), predator, dan parasit (Rizal 2007). Predator stadium telur kupu-kupu adalah semut, serangga kecil, dan parasitoid (Simanjuntak 2000). Penyakit yang menyerang kupu-kupu disebabkan oleh virus nuclear polyhedrosis, granulosis dan citoplasmic polyhedrosis serta cendawan entomophagus yang menyerang pada fase pupa (Rod & Ken 1999).
Ketersediaan sumber pakan dan sumber nektar untuk kupu-kupu dewasa dipengaruhi oleh kondisi cuaca (Gilbert & Singer 1975; Boggs & Murphy 1997). Kitahara et al. (2008) di Jepang melaporkan kekayaan spesies tumbuhan herba di suatu habitat berperan penting sebagai sumber nektar spesies kupu-kupu.
G. Karakteristik Sisik Sayap Kupu-Kupu
Sayap merupakan karakter penting spesies kupu-kupu. Banyak spesies kupu-kupu menunjukkan dimorfisme seksual yang mempunyai pola sayap berbeda pada permukaan dorsal dan ventral (Beldade & Brakefield 2002). Sayap kupu-kupu bersifat membraneous dan bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, dan pola. Venasi sayap bersifat spesifik pada suatu spesies (Tofilski 2004) dan merupakan karakter penting dalam klasifikasi kupu-kupu (Fleming 1983; Scoble 1992). Identifikasi famili kupu-kupu berdasarkan venasi sayap memerlukan pengetahuan tentang nama, kedudukan, dan cabang-cabang venasi sayap selain karakter-karakter lainnya (Amir et. a.l. 2003). Ada beberapa notasi untuk mendeskripsikan venasi sayap (Fleming 1983).
Sisik adalah penutup permukaan sayap kupu-kupu yang sangat khas. Sisik kupu-kupu mempunyai panjang sekitar 100 μm dan lebar 50 μm dengan kepadatan bervariasi antara 200-600 mm2 (Rod & Mafhan 1999). Sisik sayap kupu-kupu berbentuk segi empat dan segi tiga (Kusaba & Otaki 2009; Stavenga
et al. 2009), dengan tebal beberapa mikrometer, panjang 200 μm, dan lebar sekitar 75 μm. Bentuk sisik kupu-kupu bervariasi, yaitu piliform, lamellar, dan beberapa bentuk lainnya (Scoble 1992).
Sisik kupu-kupu berperan dalam menentukan warna dan pola di kedua