• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELEVANSI KONSEP PEMIKIRAN ABUDDIN NATA DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM

C. Peserta Didik

Abuddin Nata mengatakan bahwa peserta didik di masa sekarang menghadapi keadaan amat berat dikarenakan pengaruh yang kurang baik dari lingkungan masyarakat. Oleh karenanya, perlu diciptakan pola hubungan, interaksi dan komunikasi yang baik antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya, seperti kepada orang tua, masyarakat, dan juga pendidik yaitu dengan cara membiasakan akhlak, sopan santun, dan tata krama yang baik dari peserta didik ke pendidik atau dari pendidik ke peserta didik, begitu pula seterusnya.

Peserta didik dalam praktek pendidikan Islam adalah manusia yang memiliki berbagai keunggulan yang dianugerahkan Tuhan yang amat tinggi nilainya. Dalam pandangan yang lebih modern, Abuddin menyebutkan bahwa peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan diatas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Yaitu dengan cara melibatkan mereka dalam proses memecahkan masalah saat kegiatan belajar mengajar.

Pada bab sebelumnya yang menelaah tentang konsep peserta didik menurut Abuddin Nata, diantara berkaitan dengan potensi, etika, pola hubungan peserta didik dengan lingkungannya, faktor yang mempengaruhi peserta didik, serta sikap ideal yang harus dimiliki oleh peserta didik.

1. Potensi

Menurut Abuddin Nata peserta didik adalah amanah Allah SWT. yang harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap potensinya secara maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun kebudayaan dan peradaban. Berbagai keunggulan yang dimiliki manusia tersebut harus dibina dan diberdayakan, dan bukan dikerdilkan. Abuddin sangat menekankan peran potensi yang demikian besar dimiliki peserta didik untuk dikembangkan dan dilatih sehingga menjadi aktual hingga saatnya ia akan mampu merubah dunia. Pendapat serupa dikemukakan oleh Nurfuadi (2012: 33), potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik itu perlu dikembangkan melalui proses pendidikan di sekolah, sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seutuhnya. Inilah yang dapat dilakukan oleh dunia pendidikan terhadap peserta didik.

2. Faktor Peserta didik dalam Pendidikan

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses pembentukan yang dalam perjalanannya dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Peserta didik tak ubahnya seperti benih tanaman. Jika benih tanaman tersebut berkualitas unggul, sedangkan tanahnya tidak subur, pupuk dan airnya kurang, maka tanaman tersebut akan tumbuh, tapi tidak maksimal. Sebaliknya, jika tanahnya subur, air dan pupuknya cukup, maka tanaman

tersebut akan tumbuh, tapi juga tidak maksimal. Yang ideal adalah jika bibitnya unggul, tanah, air dan pupuknya juga cukup, maka tanaman tersebut akan tumbuh maksimal. Tugas pendidik dalam hal ini tak ubahnya seperti tanah yang subur, air dan pupuk yang cukup, serta memanfaatkannya secara benar. Serupa, Zakiah Daradjat (1996: 104) mengatakan masalah pemupukan dan pengembangan potensi peserta didik dan persiapan untuk masa depannya harus direncanakan dengan baik. Dalam kegiatan tersebut seorang pendidik, harus memperhatikan dan mempertimbangkan keseluruhan aspek pribadi mereka yang berbeda. Pendidik tidak boleh menekan peserta didik yang pandai, atau mencela peserta didik yang lamban. Sabar dan tabah dalam menghadapi keberagamaan peserta didik menjadi suatu ciri kepribadian pendidik yang ideal.

3. Etika Peserta Didik

Abuddin Nata menganggap keadaan berat yang harus dihadapi oleh peserta didik disebabkan adanya pengaruh dari luar yang kurang baik. Seperti contohnya lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan kurang religius, lingkungan masyarakat yang kasar, keras dan penuh dengan berbagai tindakan menyimpang. Menurutnya, perlu diupayakan adanya sebuah tata tertib atau etika yang ditegakan di sekolah, di rumah, dan di masyarakat dan dilaksanakan dengan pendekatan sistemik dan pendekatan

budaya, serta dikawal, dipantau dan digerakkan oleh orang tua di rumah, tokoh masyarakat, dan pimpinan di sekolah.

Berbicara tentang etika, menurut Amin (1995: 3), etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus ditempuh oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia itu sendiri.

Keberadaan sekolah, keluarga, dan masyarakat, sebagai lembaga pendidikan semestinya dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal. Ketiganya saling terkait dan saling mendukung untuk perkembangan pendidikan, salah satunya adalah tata tertib dan etika. Dimulai dengan pendidikan di rumah yang di dalamnya terdapat orang tua atau seorang ibu sebagai pendidik pertama bagi peserta didik. Di rumah, peserta didik menerima bimbingan kebaikan dari keluarga yang memungkinkannya berjalan di jalan keutamaan sekaligus bisa berperilaku di jalan kejelekan sebagai akibat dari pendidikan keluarga yang salah. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran besar untuk mendidiknya agar tetap dalam jalan yang sehat dan benar. Dalam pandangan Abuddin Nata yang melihat bahwa untuk membiasakan tata tertib dan etika di rumah, orang tua seharusnya meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya dengan meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik. Para orang tua juga seharusnya berupaya menciptakan keadaan rumah tangga yang harmonis, tenang, dan tentram (2001: 224).

Selanjutnya adalah sekolah, Abuddin Nata berpendapat bahwa sekolah yang dalam hal menegakkan tata tertib dan etika peserta didik seharusnya berupaya menciptakan nuansa religius. Pandangan serupa dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2010: 122) bahwa sebagai pelaku utama pendidikan Islam, harus selalu bertakwa kepada Allah Swt. senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, pendidik harus dibekali ilmu yang luas, akhlak terpuji, sehat jasmani rohani, berpenampilan menarik, rapi, dan sopan.

Masyarakat diartikan sebagai suatu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri. Dalam arti ini, masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan; medan kehidupan manusia yang majemuk (plural: suku, agama, kegiatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya). Dan dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah (2012: 178). Sementara itu masyarakat bagi Abuddin Nata yang mengemukakan, bahwa masyarakat seharusnya berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan akhlak sekaligus menegakkan tata tertib. Corak dan ragam pendidikan

yang dialami peserta didik dalam masyarakat meliputi segala bidang, seperti pembentukan kebiasaan, pembentukan pengertian (pemahaman), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

4. Peserta Didik dan Lingkungan sekitarnya

Perkembangan peserta didik memerlukan bimbingan orang tuanya dengan melakukan hal-hal penting seperti: memberi teladan yang baik, membiasakan anak bersikap baik, menyajikan cerita-cerita yang baik, menerangkan segala hal yang baik, membina daya kreatif anak, mengontrol, membimbing, dan mengawasi perilaku anak dengan baik, serta memberikan sanksi yang bernilai pelajaran (Baehaqie, 1992: 16). Perlu diciptakan pola hubungan, interaksi dan komunikasi yang baik antara peserta didik dengan orang tua, pendidik dan masyarakat. Oleh karena itu perlu dibiasakan akhlak, sopan santun dan tata krama yang baik dari peserta didik kepada pendidik, dan dari pendidik ke peserta didik; dari peserta didik kepada orang tua; dan dari orang tua kepada peserta didik; dari peserta didik kepada tokoh masyarakat, dan dari tokoh masyarakat kepada peserta didik.

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta didik yang memiliki beberapa sifat sebagai berikut: menerima dan mematuhi norma, menghargai orang lain (termasuk peserta didik), bijaksana dan hati-hati, serta

bertakwa kepada Allah Swt. (Djamarah, 2005: 36). Jadi, berawal dari sikap pendidik inilah yang diharapkan dapat ditularkan kepada peserta didik. Sebagai mitra dalam kebaikan, pendidik yang baik akan membuat peserta didik pun menjadi baik. Dalam lingkungan masyarakat, peserta didik akan menemukan berbagai kejadian atau peristiwa yang baru, asing, yang baik dan buruk, yang patut ditiru dan tidak pantas ditiru, yang terpuji dan tercela. Keadaan yang dinamis tersebut harus dihadapi oleh peserta didik yaitu dengan cara mengaplikasikan sikap berkaitan dengan sopan santun dan tata krama yang telah ia dapatkan di rumah dan di sekolah. Mempelajari dan mengamalkan semua yang berkaitan dengan pendidikan akhlak dan budi pekerti yang baik menurut agama, undang-undang, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Peserta didik sebagai pokok persoalan dalam pendidikan. Peserta didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu perlu dipahami pula tentang karakter mereka dan bagaimana mengembangkan dan bertindak sesuai dengan karakter tersebut (2000: 51). Dapat disimpulkan bahwa pentingnya upaya dalam memahami dan mengembangkan karakter peserta didik. Artinya lingkungan sekolah, sekolah, dan masyarakat harus

seimbang dan saling bekerja sama dengan baik, sehingga tujuan pendidikan secara utuh dapat dicapai dengan optimal.

5. Sikap Ideal Peserta Didik

Peserta didik juga perlu diberikan wawasan tentang sikap yang ideal sebagai peserta didik; misalnya bahwa belajar atau menuntut ilmu juga ibadah, amanah, dan rahmat dari Tuhan. Dengan cara demikian, ia akan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya dalam menuntut ilmu.

Sebagaimana pendapat Al Ghazali tentang etika peserta didik terhadap seorang pendidik yaitu seorang peserta didik wajib berbuat baik kepada pendidik dalam arti menghormati, memuliakan dengan ucapan dan perbuatan, sebagai balas jasa atas kebaikkan yang diberikan. Dan juga tidak menentang perintah pendidik dan tidak berperilaku sombong terhadap pendidiknya (Al Ghazali: 47). Menurut Abuddin Nata, pola hubungan yang dirumuskan oleh Al Ghazali tersebut tampak masih sangat relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan proses belajar-mengajar di masa sekarang, karena pola tersebut disamping tidak akan membunuh kreativitas pendidik dan peserta didik, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia di kalangan pelajar, sebagaimana hal yang demikian itu menjadi cita-cita dan tujuan pendidikan Islam pada khususnya, dan pendidikan lain pada umumnya.

Bersamaan dengan itu, faktor bimbingan, teladan, pembiasaan, latihan, serta pengawasan dari semua pihak (orang tua, pendidik dan tokoh masyarakat) terhadap peserta didik harus kokoh, konsisten, dan berkelanjutan, dan bukan saling bertabrakan, atau tidak peduli sama sekali. Sikap komunikatif antara semua pihak menjadi faktor penting bagi kelancaran kegiatan belajar mengajar.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa pemikiran Abuddin Nata tentang konsep pendidikan Islam yaitu upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Adapun pemikirannya tentang konsep pendidik yaitu memenuhi kualifikasi kompetensi, berpegang kepada kode etik, memperbaharui kemampuan, menanamkan nilai luhur dan menumbuhkannya menjadi budaya, kebiasaan, perilaku, jati diri, moral dan sikap mental. Sementara konsep peserta didik yaitu dengan segenap potensi diperlukan bimbingan dan pengawasan agar potensi yang dimiliki dapat berkembang secara optimal dengan akhlak yang terbina.

Relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam praktek pendidikan Islam adalah keduanya sangat relevan untuk diaplikasikan karena sesuai tujuan pendidikan Islam, selain mendorong terciptanya akhlak mulia namun juga meningkatkan kreatifitas pendidik dan peserta didik.

B. Saran

Berdasarkan penelitian di atas, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Membangkitkan kembali esensi pendidikan dalam praktek pendidikan Islam, yaitu dengan tidak hanya menekankan unsur pengajaran agama yang identik dengan transfer of knowledge saja tanpa disertai dengan upaya mengintegrasikan dengan problematik nyata yang ada di sekitarnya dan sesuai dengan perkembangan zaman.

2. Hendaknya pendidik dapat menggunakan metode pendidikan yang lebih manusiawi, menyenangkan dan menggairahkan minat belajar peserta didik. Sehingga potensi dan bakat yang dimiliki peserta didik dapat ditemukan dan dikembangkan ke arah yang lebih baik dan optimal.

3. Membangun kesadaran pentingnya kerjasama yang terjalin antara orang tua, pihak sekolah, dan masyarakat sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pendidikan Islam.

Dokumen terkait