Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran
Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek
Pendidikan Islam
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Aida Dwi Rahmawati
NIM: 111 13 042
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
Ing Ngarso Sung Tulodho
(Di depan memberi contoh)
Ing Madya Mangun Karsa
(Di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama)
Tut Wuri Handayani.
(Di belakang memberi daya semangat dan dorongan)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahan untuk:
1. Orang tua tercinta, Ayahanda Kadar dan Ibunda Rahayu Sriwati S.Pd.I. yang selalu membimbing, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupan.
2. Kakak tersayang, Muhammad Syamsul Huda, atas motivasi yang tak ada hentinya.
3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Mufiq, M.Phil. 4. Ketua jurusan PAI, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. 5. Dosen pembimbing akademik, Muh. Saerozi, M.Ag.
6. Sahabat dan teman dekat, Mbak Shol, Nastiti, Beluk, Askin, Ela, Tamara, Anisa AU, Mbak Shin, Ipeh, Tiyus, Vivi, Fiska, Pak Munif, Pak Sutrisno, Pak Khamid dan lainnya yang memberikan motivasi kepada dan membantu menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besar LPM DinamikA dan LDK Fathir Ar Rasyid.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan PAI 2013.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Pendidik dan
Peserta Didik Menurut Abuddin Nata dan Relevansinya dalam Praktek Pendidikan Islam”. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah
Saw., keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia.
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) di Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan
dan masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan
skripsi ini, antara lain:
1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd.
2. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Siti Rukhayati, M.Ag.
3. Mufiq M.Phil selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan
4. Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya
untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan
studi Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.
5. Semua Dosen-dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
dan seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam
menyelesaikan administrasi-administrasi selama perkuliahan.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritk dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis
khususnya, serta para pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, 11 Agustus 2017
Penulis
Aida Dwi Rahmawati NIM: 11113042
ABSTRAK
Rahmawati, Aida Dwi. 2017. Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam. Skripsi. Salatiga: Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. Dosen Pembimbing: Mufiq, M.Phil.
Kata Kunci: Konsep, Abuddin Nata, Relevansi.
Penelitian ini untuk mengetahui konsep pemikiran pendidikan Islam menurut Abuddin Nata, pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan Islam?, 2) Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam?, 3) Apakah relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam praktek Pendidikan Islam?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan. Karena penelitian disini adalah kajian pustaka atau literer, maka penulis dalam mengkaji konsep pemikiran Abuddin Nata dengan bantuan buku-buku tulisan beliau sendiri maupun buku-buku tulisan orang lain yang menceritakan tentang pemikiran pendidikan Islam menurut Abuddin Nata.
DAFTAR ISI
BAB II BIOGRAFI ABUDDIN NATA
E. Corak Pemikiran ... 20
BAB III KONSEP PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM
PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABUDDIN NATA
A. Konsep Pendidikan Islam ...
B. Konsep Pendidik...
C. Konsep Peserta Didik ... 22
23
38
BAB IV RELEVANSI KONSEP PEMIKIRAN ABUDDIN NATA
DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM
A. Konsep Pendidikan Islam ... ....
B. Konsep Pendidik... ....
C. Konsep Peserta Didik ... 50
54
63
B AB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...
B. Saran... 72
73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pembimbing
Lampiran 2 Lembar Konsultasi
Lampiran 3 Nilai SKK
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan di masa sekarang tidak cukup hanya dengan
memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, keimanan dan ketakwaan
saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang
kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat dunia yang akan datang
adalah dunia yang kompetitif (Nata, 2001: 97).
Hakikatnya pendidikan ialah sebuah proses yang ditujukan untuk
membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat
melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.
Tanpa pendidikan, seorang manusia mustahil dapat berkembang secara
baik. Hal tersebut membuat manusia sulit untuk mendapatkan sesuatu
yang berkualitas baik dari diri sendiri, keluarga, dan bangsa.
Hamzah (2011: 15) mengemukakan istilah pendidik adalah
seseorang yang berkemampuan dalam menata dan mengelola kelas secara
sadar serta bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar dan
membimbing peserta didik dan sebagai orang yang memiliki kemampuan
merancang program pembelajaran.
Para pendidik memiliki tanggung jawab yang berat dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Ilmu pengetahuan
adalah amanah Allah Swt. yang harus disampaikan, maka syarat bagi
Selain itu, dalam perspektif pendidikan Islam syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik adalah menguasai ilmu dalam mengajar
anak didiknya dengan cara yang profesional, sabar, dan tercapainya
kebaikan di dunia dan di akhirat (Basri, 2010: 97). Secara teoritis
pelaksanaan tugas para pendidik sangat erat kaitannya dengan kapasitas
dan kemampuannya dalam mendidik. Dalam hal ini kewajiban pendidikan
dikaitkan dengan pelaksanaan perintah Allah Swt dalam Al-Qur‟an dan
perintah Rasulullah Saw. dalam As-Sunnah.
Pendidikan Islam memandang peserta didik berperan sebagai objek
sekaligus subjek dalam prosesnya. Islam mengajarkan bahwa ilmu
datangnya hanya dari Allah Swt, maka seorang peserta didik harus
berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, senantiasa mensucikan
dirinya dan taat kepada perintah-Nya. Akan tetapi, untuk memperoleh
ilmu tersebut, peserta didik juga harus belajar kepada orang yang telah
diberi ilmu, yaitu pendidik. Selain itu, peserta didik harus mengetahui
kewajiban dan tugasnya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Pendidikan agama Islam adalah salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dalam pendidikan Islam, sebagaimana menurut Achmadi
(1987: 10) pendidikan agama Islam adalah usaha yang khusus ditekankan
untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani agar
lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
Islam harus dilaksanakan sejak dini sebelum peserta didik mendapatkan
pengajaran ilmu atau pendidikan yang lainnya.
Sesuai dengan firman Allah Swt. QS. At Tahrim: 6.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Allah Swt. memerintahkan umat-Nya dalam upaya membina peserta
didik harus berdasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam. Penanaman sejak
dini kepada peserta didik dimaksudkan agar perkembangan potensi
fitrahnya dapat optimal, berakhlak mulia dan sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam bukanlah hanya untuk
mewariskan paham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi
tertentu kepada peserta didik. Pendidikan hendaknya menghindari
kebiasaan menggunakan andai-andaian model yang diidealisir yang sering
kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan.
Bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan dengan
masalah-masalah yang ada di sekitarnya, agar didapatkan pemahaman
keagamaan yang bersifat parsial dan segmentatif. Terakhir, diperlukan
pengembangan wawasan emansipatoris dalam proses belajar mengajar
Pemikiran Abuddin Nata memenuhi syarat dan layak untuk dikaji
karena beberapa hal. Di antaranya yaitu, pertama sebagai tokoh pendidikan di Indonesia, beliau selalu melahirkan pemikiran yang
menyesuaikan dengan semangat dan jiwa pendidikan Islam. Hal ini
dibuktikan melalui buku-bukunya antara lain, Ilmu Pendidikan Islam, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Filsafat Pendidikan Islam,Metodologi Studi Islam, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Perspektif Islam tantang Pola Hubungan Guru dan Murid, dan lain sebagainya.
Kedua, latar belakang riwayat hidupnya yang aktif dalam aktivitas dunia pendidikan. Demikian pula dilihat dari segi keahliannya, selain
hanya menuangkan pengetahuan, keilmuan dan pemikirannya melalui
berbagai buku yang ditulisnya. Beliau juga kerap menghasilkan karya
ilmiah, esai, artikel, dan sejumlah ensiklopedi Islam Indonesia.
Ketiga, pola pemikiran Abuddin Nata tidak terlepas dari adanya pengaruh pemikiran-pemikiran besar Islami yang telah ada. Konsep dan
gagasannya terhadap pendidikan Islam khususnya di Indonesia tersebut
sejalan dengan keahlian yang dimilikinya.
Beberapa aspek diatas menyakinkan penulis untuk meneliti tokoh ini
karena telah memenuhi tiga indikator, yaitu integritas tokoh, hasil
karya-karyanya, kontribusi serta pengaruhnya dalam dunia pendidikan Islam.
yang berjudul Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan pokok-pokok
yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan
Islam?
2. Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan
peserta didik?
3. Apakah relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan
peserta didik dalam praktek Pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan
Islam.
2. Mengetahui konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan
peserta didik.
3. Mengetahui relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan
peserta didik dalam praktek pendidikan Islam.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, dalam penelitian ini hasil yang telah diperoleh
diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dan menambah
khasanah pustaka berkaitan dengan pendidikan khususnya konsep
2. Secara praktis, penelitian ini sebagai referensi bagi pengembangan
pendidikan agama Islam dan menambah wawasan bagi praktisi
pendidikan tentang konsep pendidik dan peserta didik dalam pemikiran
Abuddin Nata.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode library research yaitu penelitian yang fokus terhadap kajian ilmiah pada beberapa literatur kepustakaan
yang relevan dengan tema yang diteliti. Tujuan utama dalam penelitian
ini ialah untuk mengembangkan aspek teoritis ataupun aspek praktis
(Sukardi, 2003: 35).
2. Sumber Data
Penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan buku,
jurnal, dan lainnya yang berkaitan dengan konsep pendidikan Islam,
pendidik dan peserta didik menurut Abuddin Nata dan relevansinya
dalam praktek pendidikan Islam.
Hal tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a) Data Primer
Sumber yang berasal langsung dari sumber asli, baik yang
berbentuk dokumen maupun sebagai peninggalan lain. (Winarno,
1978: 125).
2) Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia, Cet. 1, Jakarta, Preda Media. 2003.
3) Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet. 4. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
4) Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, Cet.1. Grasindo, Jakarta, 2001.
5) Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Cet.1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
b) Data Sekunder
Data yang diambil oleh penulis melalui beberapa karya penulis lain
yang relevan dengan subjek kajian. Sumber data ini bersifat
mendukung dan melengkapi sumber dari data primer, diantaranya:
1) Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media. 1992.
2) Mansur, Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
3) Hasan Basri. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Abadi. 2010.
4) Dan referensi lainnya yang relevan.
3. Metode Analisis Data
penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku,
jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Teknik
pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah
literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian
dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan
konsep-konsep dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan
dengan Abuddin Nata. Setelah buku-buku terkumpul kemudian
peneliti menelaah secara sistematis buku-buku yang berhubungan
dengan yang akan diteliti, dari situ peneliti dapat bahan atau informasi
untuk pembuatan skripsi
4. Analisis Data
Penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan untuk menarik
kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung dalam
penelitian ini.
F. Penegasan Istilah
1. Pendidik
Abuddin Nata mengemukakan bahwa konsep pendidik dalam
pendidikan Islam sendiri dirumuskan berdasarkan sudut pandang Islam
yang sesuai dengan ajaran Islam, dan bukan hanya sekedar memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan, dan ketakwaan saja, tetapi
juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia kreatif, inovatif,
mandiri, dan produktif, mengingat dunia yang akan datang adalah dunia
Suparlan (2005: 15) menyimpulkan pendidik ialah tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki tanggung jawab berat
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan kata lain, syarat
yang harus dimiliki oleh para pendidik adalah dapat menguasai ilmunya
dengan cara profesional, sabar, dan tercapainya kebaikannya di dunia
dan di akhirat (Basri, 2010: 97).
2. Peserta Didik
Istilah lain tentang peserta didik dalam pendidikan Islam adalah Al-Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu (Nata, 2001: 51).
Menurut Abuddin Nata, peserta didik adalah amanah Allah SWT yang
harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap
potensinya: cita (pikiran), rasa (hati) dan karsa (fisik-pancaindera)
secara maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun
kebudayaan dan peradaban.
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Islam Pasal 1 Ayat 4, yang dimaksud peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
3. Pendidikan Islam
Menurut Mansur (2004: 57) pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Sementara Hasan Langgulung (1980: 94) menyebutkan bahwa
pendidikan Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk
mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan
memetik hasilnya di akhirat.
G. Kajian Pustaka
1) Skripsi yang ditulis oleh „Ubaidillah berjudul Pendidikan Islam
Humanis Telaah Pemikiran Abuddin Nata tahun 2013 yang membahas tentang pemikiran Abuddin Nata dalam kaitannya tentang pendidikan
Islam yang humanis yaitu pendidikan yang didasarkan pada
pemahaman bahwa manusia memiliki berbagai potensi dalam dirinya
sehingga proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien. Dalam
proses belajar mengajar, Abuddin Nata menggunakan pendekatan
edukatif yaitu tanpa menggunakan cara-cara kekerasan, hukuman fisik,
dan non fisik. Intinya, konsep pendidikan Abuddin Nata berpusat pada
aktivitas peserta didik.
2) Skripsi dengan judul Peran Pendidikan Agama Islam Untuk Mewujudkan Akhlak Yang Ideal (Studi Atas Pemikiran Abuddin Nata)
diketahui bahwa peran pendidikan Agama Islam untuk mewujudkan
akhlak yang ideal menurut pemikiran Abuddin Nata: pendidik dapat
mengembangkan metode pembelajaran sesuai SK dan KD. Menurut
pemikiran Abuddin Nata dengan terbinanya akhlak para remaja berarti
telah memberikan sumbangan yang besar bagi penyiapan masa depan
bangsa yang lebih baik.
3) Skripsi yang berjudul Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam tahun 2010 oleh Siti Lestari membahas tentang pendidik menggunakan perspektif pendidikan Islam. Menurut Hamka,
pendidik yang baik harus memenuhi beberapa karakteristik berupa;
berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta didiknya, memelihara
martabatnya dengan akhlak al-karimah, berpenampilan menarik, berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela,
menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, memberikan ilmu
pengetahuan sesuai dengan tempat dan waktu, sesuai kemampuan
intelektual dan perkembangan jiwa, tidak menjadikan upah atau gaji
sebagai alasan utama, selain itu pendidik dituntut dalam memperbaiki
akhlak peserta didiknya dengan bijaksana, menanamkan keberanian
mempunyai cita-cita dalam hidup, dan menanamkan keberanian budi
dalam diri peserta didik.
4) Pemikiran Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Prof. Achmadi
tahun 2015 yang ditulis oleh Ema Siti Rohyani menjelaskan tentang sisi
menurut pemikiran dari Dr. Acmadi. Dasar pendidikan agama Islam
yaitu tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, dan keseimbangan.
Dan tujuan pendidikan agama Islam terbagi menjad 3, tujuan tertinggi,
tujuan umum dan tujuan khusus. Beberapa pendekatan yang
dipergunakan yaitu pendekatan humanis, rasional kritis, fungsional, dan
kultural. Materi pendidikan agama Islam terbagi menjadi 2 yaitu: yang
bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah seperti Aqidah, Syari‟ah dan
Akhlak. Dan ilmu pengetahuan yang diperoleh seperti: seni, ilmu
intektual, ilmu alam, ilmu terapan dan ilmu praktis.
Berdasarkan beberapa kajian diatas, pada skripsi yang diangkat oleh
penulis lebih membahas tentang konsep pendidik dan peserta didik
menurut Abuddin Nata serta relevansi terhadap pendidikan Islam.
Bagian-bagian itulah yang akan ditelaah kembali tentang teori dan gagasan yang
telah dijelaskan Abuddin Nata melalui berbagai karya-karyanya.
H. Sistematika Penelitian
Bab pertama, memuat tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian,
penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, memaparkan biografi Abuddin Nata yang mencakup
riwayat kehidupan, pendidikan dan karir serta karya-karyanya dan
pemikiran Abuddin Nata dalam dunia pendidikan.
Bab ketiga, akan dianalisa konsep pemikiran Abuddin Nata tentang
Bab keempat, relevansi konsep pemikiran Abuddin Nata dalam
praktek pendidikan Islam.
Bab kelima, merupakan penutup dalam penelitian ini berupa
kesimpulan dan saran-saran untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi
yang membutuhkan.
BAB II
BIOGRAFI ABUDDIN NATA
A. Riwayat Hidup
Abuddin Nata, lahir di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor Jawa Barat, pada 2 Agustus 1954. Ayahnya bernama M.
Nata (Alm.) seorang guru ngaji dan petani kecil. Ibunya, Siti Aisyah
(Alm.) seorang Ibu Rumah Tangga (Nata, 2011: 373).
Beliau memiliki istri bernama Elisah Angriani, berprofesi sebagai
seorang Ibu Rumah Tangga dan Komisaris sebuah perusahaan. Beliau
memiliki satu putera, Elta Diyarsyah, sarjana Teknik Fisika ITB dan kini
sebagai Direktur PT Elco, seorang putri bernama Bunga Yustisia, Sarjana
Komputer Universitas Bina Nusantara yang kini sedang menempuh
pendidikan S2 di IPB. Serta memiliki dua orang cucu, Syafiyah Lathifa
dan Kayla Zahrah (Nata, 2003: 415).
Alamat tempat tinggal saat ini berada di Jalan Akasia RT 002/012
nomor 54 Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten.
B. Riwayat Pendidikan
Pendidikannya dimulai dari Madrasah Diniyah, Jati Pinggir Tanah
Abang, Jakarta Barat pada tahun 1961 hingga tahun 1965. Kemudian pada
tahun 1965-1968 dilanjutkan di Madrasah Wajib Belajar (MWB), Nagrog,
Ciampea, Kabupaten Bogor. Setelah itu, dilanjutkan ke Pendidikan Guru
alamat yang sama dan tamat tahun 1972. Pendidikan selanjutnya
dilanjutkan pada Pendidikan Guru Agama 6 Tahun (PGA 6 TH) sambil
mondok di Pesantren Jauharatun Naqiyah, Cibeber, Serang, Banten dan
selesai pada tahun 1974. Gelar Sarjana Muda (BA) ia peroleh pada tahun
1978, dan Sarjana Lengkap (Drs.) dalam bidang Ilmu Agama Islam dari
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, dengan disertasi berjudul Konsep Pendidikan Ibn Sina. Pada tahun 1999 sampai dengan awal tahun 2000 berkesempatan mengikuti Visiting Post Doctorate Program di Institute of Islamic Studies,
McGill University, Montreal Canada atas biaya Canadian Internasional
Development Agency (CIDA) dengan fokus kajian pada Pemikiran Pendidikan Imam al-Ghazali. (Nata, 2008: 411).
Selama kuliah disela-sela kesibukkannya sebagai mahasiswa,
Abuddin Nata aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komisariat
Mahasiswa, Senat Mahasiswa dan Badan Pembinaan Kegiatan Mahasiswa
(BPKM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI) Orsat Ciputat. Selain itu pernah duduk sebagai
Anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta, Pengurus Islamic Center
Jakarta, Narasumber Ikatan Cendekiawan Kota Tangerang Selatan, dan
berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya. (Nata, 2011: 374)
C. Riwayat Pekerjaan
Abuddin Nata memulai karirnya sebagai pengajar di Majelis Ta‟lim
Dosen Pendidikan Islam pada Perguruan Darul Ma‟arif Cipete, Jakarta
Selatan. Kemudian sebagai Instruktur pada Lembaga Bahasa dan Ilmu
Al-Qur‟an DKI Jakarta. Serta sebagai Peneliti Lepas pada Lembaga Studi
Pembangunan (LSP) Jakarta. Selain itu, sebagai Dosen Tidak Tetap pada
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Mulai tahun 1985 sebagai dosen tetap
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pada tahun 2004, ia melanjutkan karirnya sebagai dosen Program
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Ibn Khaldun Bogor,
Universitas Muhammad Kendari, Sulawesi Tenggara, dan berbagai
perguruan tinggi lainnya. Di antara jabatan yang pernah Abuddin Nata
jabat antara lain, mulai tahun 1987 sebagai Sekretaris Balai Praktikum, dan
sebagai Ketua Jurusan Kependidikan Islam, serta sebagai Pembantu Dekan
Bidang Administrasi Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai tahun 1996-2004 sebagai Pembantu
Rektor Bidang Adminitrasi Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
mulai tahun 2010 hingga sekarang sebagai Dekan Fakultas Dirasat
Islamiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengalaman lain dalam bidang non-akademik adalah sebagai
penceramah dan khatib pada berbagai masjid di Jakarta dan sekitarnya,
pengisi acara dalam mimbar agama dan dialog tentang pendidikan Islam
pada Radio Mustang, TVRI/An-TV, TPI/MNC, dan lainnya. Semasa
Harian Umum Pelita, Harian Umum Republika, Majalah Mimbar Ulama, Majalah Panji Masyarakat, dan berbagai jurnal lainnya. (Nata, 2011: 374).
D. Karya-karya
Sejumlah buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain: Sejarah Agama (1990), Ilmu Kalam (1990), Al-Qur‟an Hadis (Dirasah Islamiyah Islam) (1992), Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf , (Dirasah Islamiya), Metodologi Studi Islam (1997), Akhlak Tasawuf (1996), Filsafat Pendidikan Islam (1995), Pola Hubungan Guru-Murid (2001), Peta Keragamanan Pemikiran Islam di Indonesia (2001), Paradigma Pendidikan Islam (2001), Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (2001),
Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (2002). Manajemen Pendidikan (2003),
Pemikiran Pendidikan Islam Arab Pertengahan (terj.) Islamic Education Thaugh In Midle Ages (2003), Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam (2003), dan sejumlah entri untuk ensiklopedi Islam (1989), Entry Ensiklopedi Islam Indonesia (1993), Entri ensiklopedi Islam (5 jilid) (1996), Entry Ensiklopedi Al-Qur‟an (1997), Pedoman Penulisan Skripsi, Thesis, dan Disertasi (2001), Membangun Pusat Keunggulan Study Islam
(2002), Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (2005), Pembaharuan Tokoh Pendidikan Di Indonesia (2005), dan Buku-buku Agama Islam untuk Sekolah Menengah Lanjutan Atas (1995), Filsafat Pendidikan Islam
(Edisi Baru) (2005), Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran
Guru dan Dosen. Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam
(2001), Sejarah Pendidikan Islam (2004), Sejarah Pendidikan Islam
(2011), Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (2009), Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam
(2012), Filsafat Pendidikan Islam Dan Barat (2012), Para Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia (2005), Ilmu Pendidikan Islam (2010).
Dalam buku Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia (2003), Abuddin Nata mencoba menjelaskan latar belakang dan akar permasalahan yang muncul dalam sistem
pendidikan Islam di Indonesia dan menyajikan solusi alternatifnya melalui
analisa yang mendalam.
Buku Metodologi Studi Islam, Beliau ingin menawarkan kerangka metodologis untuk memahami dan mengkaji Islam agar hasil kajiannya
dapat bernilai operasional dan menggerakkan peradaban yang lebih baik.
Dalam bukunya terdapat tiga tema utama, yakni hakikat dan posisi Islam
sebagai salah satu agama dominan di dunia. Kedua, berbagai metodologi
humaniora modern untuk memahami Islam. Ketiga, model penelitian
agama Islam serta berbagai macam contoh aplikasinya dan juga dibahas
wacana Islamisasi ilmu pengetahuan. Dan diakhiri dengan pokok-pokok
gagasan dari ketiga tema tersebut.
pendekatan normatif perenialis, pendekatan sejarah, pendekatan filsafat,
pendekatan psikologi, pendekatan sosiologi, pendekatan manajemen,
pendekatan Information Technology (IT), pendekatan kebudayaan, pendekatan politik, pendekatan hukum, pendekatan kualitatif, dan
pendekatan kuantitatif.
Dalam bukunya yang lain yaitu Kapita Selekta Pendidikan Islam, untuk mendapatkan pemahaman tentang pengertian pendidikan, dapat
dibedakan dari dua pengertian, yaitu pengertian yang bersifat filosofis dan
pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis.
Buku Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, mengkaji tentang pemikiran Tasawuf Al Ghazali mengenai hakekat
hubungan guru dengan murid dalam pandangan Islam.
Abuddin Nata juga mengkaji tentang ayat-ayat Al Qur‟an yaitu
dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan yang memiliki korelasi dengan konteks pendidikan, ilmu pengetahuan, pembinaan generasi muda,
kerukunan hidup antar agama dan masalah-masalah sosial keagamaan.
Dalam buku ini diketahui bahwa beliau selalu mengkaitkan antara apa
yang ia ingin kaji dengan dasar utama pendidikan Islam yaitu Al Qur‟an.
Pendidikan Islam erat kaitannya dengan strategi pembelajaran,
terdapat berbagai macam strategi yang tersedia. Seringkali hal ini sering
menjadi problem tersendiri bagi pendidik yang kebingungan
menyesuaikan atau menerapkan strategi pembelajaran. Seakan menjawab
Pembelajaran Abuddin Nata ingin membahas tentang pandangan Islam mengenai berbagai strategi pembelajaran dalam pendidikan Islam
termasuk dalam pelaksanaannya.
Buku selanjutnya, Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia yang membahas tentang keragaman paham keislaman yang berkembang saat ini,
mulai dari Islam fundementalis sampai Islam pluralis sejarah,
perkembangan dan cara menyikapinya.
Buku Abuddin Nata lain yang mengkaji tentang pendidikan Islam,
yaitu Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika. Beliau mengkaji tentang pendidikan Islam di era global di tengah-tengah
masyarakat yang multikultural dan multi Iman, cara bersikap dan
bertoleransi dengan agama lain.
Buku kajian lainnya yaitu Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia tentang riwayat hidup, gagasan, dan pemikiran beserta usaha-usaha yang telah dilakukan oleh tokoh pendidikan Islam Indonesia.
Abuddin Nata ingin mengungkapkan bahwa pendidikan Islam Indonesia
tidak terlepas dari kontribusi para tokohnya.
E. Corak Pemikiran
Corak pemikiran Abuddin Nata dapat diidentifikasi melalui berbagai
judul karya atau tulisan-tulisan beliau tentang agama Islam dan ilmu
pendidikan Islam, serta berbagai aktivitasnya di bidang pendidikan.
pendidikan yang dipoles sehingga tercipta konsep yang lebih mutakhir.
Didukung pula dengan latarbelakang pendidikannya selain di sekolah
umum, ia juga menempuh sekolah agama.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa corak pemikiran Abuddin Nata
adalah pendidikan yang berbasis kepada ajaran Islam.
Menurut Abuddin Nata, mengkaji tentang agama Islam dan ilmu
pendidikan Islam adalah salah satu upaya dalam mengembangkan ilmu
pendidikan Islam karena dapat menambah khazanah ilmiah serta
meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia secara
berkesinambungan sesuai dengan tuntutan zaman. Dimuat dalam salah
satu bukunya, berjudul Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, bahwa kondisi mutu pendidikan Islam masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mutu pendidikan lainnya. Ini dikarenakan
pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga
pendidikan Islam tersebut belum dilakukan secara terencana (Nata, 2010:
BAB III
Konsep Pendidikan Islam Menurut Abuddin Nata
Akan dijelaskan pada bab ini, tentang: konsep pendidikan Islam, konsep
pendidik, dan konsep peserta didik. Selanjutnya akan dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
A. Konsep Pendidikan Islam
Arti pendidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Definisi pendidikan Islam telah dikemukakan oleh beberapa ahli
pendidikan. Seperti, H.M. Arifin yang menyebutkan bahwa istilah
pendidikan Islam dalam bahasa arab disebut “Tarbiyah Islamiyah”. Kata
kerja rabba (mendidik) ini sudah digunakan pada zaman nabi Muhammad
SAW. Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi
makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan
kerohanian, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan
dasar manusia (1991: 32). Sedangkan menurut Hasan Langgulung,
pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk
mengisi peranan, memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai Islam yang
hasilnya di akhirat (1980: 94). Definisi pendidikan Islam lainnya disajikan
juga oleh Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam, yaitu
kepribadian muslim (1974: 26).
Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak bagi setiap orang
(education for all), laki-laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Pendidikan Islam memiliki rumusan yang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya
(Nata, 2014: 88).
Sementara itu Abuddin Nata menyebutkan bahwa pendidikan Islam
adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik
yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian
yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (2014: 340). Nilai-nilai
ajaran Islam yang dimaksud olehnya adalah pendidikan Islam dengan
berdasarkan pada Al Qur‟an dan Sunnah, dapat membina manusia menjadi
insan kamil yang tujuan hidupnya tak lain adalah untuk mengabdikan diri
kepada Allah Swt. dengan berpedoman pada Al Qur‟an dan Sunnah.
Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat
menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan
manusia. Pendidikan yang demikian akan dirasakan manfaatnya bagi
Menurut Abuddin Nata, visi dan orientasi pendidikan Islam yang
selama ini diarahkan pada masa lalu dengan cara mentransformasikan
berbagai ilmu keislaman yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan
zaman dan harus mengalami perubahan (2009: 17). Oleh sebab itu,
pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, harus
mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Yaitu
menyiapkan masa depan bangsa agar mampu berkompetensi di era global.
Lebih lanjut, menurut Abuddin dari rumusan pendidikan Islam di atas,
terlihat bahwa tujuan pendidikan Islam di masa sekarang tidak cukup
hanya dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan
dan ketakwaan saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan
manusia yang kreatif, inovatif, mandiri, dan produktif, mengingat dunia
yang akan datang adalah dunia yang kompetitif (2001: 97). Ditambah lagi
dengan diadakannya pemberian bekal berupa nilai-nilai akhlak, untuk
membina hati dan rohani sehingga manusia tersebut dapat menjadi hamba
Allah Swt. yang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat (Nata, 2001:
21).
B. Konsep Pendidik
Pendidik (guru) sebagaimana dalam Undang-undang Republik
Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab 1, Pasal 1,
Ayat 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas
mendidik dikenal dengan dua predikat, yakni pendidik dan guru. Pendidik
(murabbi) adalah orang yang berperan mendidik subjek didik atau melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melakukan tugas mengajar (ta‟lim). Pendidikan mengandung makna
pembinaan kepribadian, memimpin, dan memelihara, sedangkan
pengajaran bermakna sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan
(Daradjat, 1983: 26).
Menurut Tafsir, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik (2008: 74).
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik dan perguruan
tinggi (Suparlan, 2005: 15).
Dilihat dari sisi aktualisasinya, pendidikan merupakan proses interaksi
antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan yang ditentukan. Seorang pendidik, dalam situasi tertentu
dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti media teknologi,
Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang
mulia. Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam
operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar,
memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas
pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat
kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai
motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh
potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis
(Langgulung, 1988: 87).
Menurut Roqib dan Nurfuadi, guru (pendidik) adalah sosok yang
memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang pendidik dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang pendidik secara
profesional yang pantas menjadi figur atau teladan bagi peserta didik
(2009: 23).
Pengertian pendidik (guru), menurut Abuddin Nata ada beberapa
(1997: 61), kata ustaz yang jamaknya asatiz yang berarti teacher (guru),
professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata muddaris berarti teacher (guru), instructor
(pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu‟allim yang juga berarti
teacher (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata
mu‟addib berarti educator atau pendidik atau teacher in Koranic School
pengetahuan dan keterampilan yang diberikan di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lecture atau profesor, di rumah secara pribadi disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instructor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.
Sejalan dengan pernyataan diatas, kedudukan pendidik dalam
pendidikan Islam menempati posisi penting sebagai komponen utama dan
strategis. Menurut Abuddin Nata konsep berkaitan dengan pendidik dalam
pendidikan Islam terbagi menjadi enam konsep yang ia sebutkan dalam
email pada tanggal 8 Desember 2016 yaitu:
“Pertama, pendidik adalah merupakan komponen utama dan strategis dalam pendidikan. Tanpa ada pendidik, kegiatan pendidikan tidak akan berjalan. Teknologi modern misalnya, bisa menggantikan peran pendidik dalam hal transfer of knowledge atau transfer of skill, tapi tidak bisa melakukan tugas mendidik yakni membentuk karakter, kepribadian utama, dan mental yang prima, karena semua itu butuh bimbingan, teladan, latihan, pengarahan dan lainnya yang melibatkan aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan lainnya yang tidak dapat dilakukan oleh high technology. Berbagai komponen pendidikan, seperti konsep kurikulum yang modern, strategi, pendekatan dan metode pembelajaran yang handal; sarana dan prasarana pendidikan serta fasilitas belajar yang lengkap dan modern, serta komponen pendidikan lainnya yang tersedia tidak akan memiliki arti apa-apa, jika tidak terdapat pendidik yang handal dan profesional”.
Pendapat di atas diperjelas dengan pernyataan yang ia tulis dalam
bukunya Manajemen Pendidikan, bahwa dari keseluruhan komponen pendidikan dan pengajaran tersebut pendidik menempati posisi penting
dalam keberlangsungan pendidikan. Menurutnya, jika seorang pendidik
berkualitas baik maka pendidikan akan baik pula, kalau tindakan para
keadaan dunia pendidikan kita. Dan sebaliknya jika tindakan pendidik dari
hari ke hari makin memburuk, maka akan parahlah dunia pendidikan kita.
Jadi, agar dalam upaya mendidik itu berhasil, maka harus mampu
melaksanakan inspiring teaching, yaitu pendidik yang mampu mengilhami para peserta didik (2003: 146). Pendidik yang baik adalah pendidik yang
mengajar dengan hati, membimbing dengan nuraninya, mendidik dengan
keikhlasan dan menginspirasi serta menyampaikan kebenaran dengan rasa
kasih sayang, tidak kalah pentingnya adalah hasratnya untuk
mempersembahkan apapun yang dia karyakan sebagai ibadah terhadap
Tuhan.
Nata menambahkan bahwa seorang pendidik dituntut mampu
meningkatkan pengetahuannya dari waktu ke waktu, sesuai dengan
perkembangan zaman. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
maju dengan pesat juga harus diantisipasi oleh pendidik (2003: 147).
Dengan demikian, seorang pendidik bukan hanya menjalankan tugas
sebagai sumber informasi, namun juga sebagai motivator, inspirator,
dinamisator, fasilitator, katalisator, evaluator, dan sebagainya.
Tanggung jawab menjadi pendidik yang profesional bukan sekedar
hanya dapat mengajar dengan baik, namun juga pendidik yang dapat
mendidik. Maksudnya adalah bahwa selain seorang pendidik mampu
menguasai ilmu yang diajarkan dan mengetahui cara mengajarkannya
dengan baik, seorang pendidik juga harus memiliki akhlak mulia di dalam
sebagai seorang pendidik, tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik. Kondisi ini akan mengakibatkan peserta didik kurang menanggapi
secara seksama, terhadap apa yang akan diajarkan dan dididikkan.
Berkaitan dengan statusnya sebagai tenaga profesional, maka seorang
pendidik harus memenuhi kualifikasi empat kompetensi diantaranya
kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
dan kompetensi sosial (Nata, 2008: 314). Abuddin Nata mengatakan
bahwa konsep pendidik profesional adalah yang sesuai dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sebagai berikut:
“Bahwa konsep pendidik yang profesional sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta berbagai peraturan lainnya, yang mengharuskan guru memiliki kompetensi akademik, kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial sesungguhnya sudah cukup baik. Namun Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang ada sekarang, belum memiliki konsep dan kemampuan yang memadai untuk menghasilkan tenaga guru yang profesional itu. Karena itu, wajar jika saat ini, kebijakan Pemerintah tentang PPG (Program Pendidikan Keguruan) sebagai lembaga yang bertugas menghasilkan tenaga pendidik yang profesional patut disambut baik, dan dikawal aktivitasnya, karena lembaga PPG ini diharapkan dapat melaksanakan fungsi menghasilkan tenaga pendidik profesional yang selama ini belum dapat dilakukan oleh LPTK, seperti Fakultas Tarbiyah atau Fakultas Keguruan lainnya yang berada di berbagai Perguruan Tinggi, baik yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi serta Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Agama RI.”
Berangkat dari bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Abuddin Nata menjelaskan standar pendidik adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku (2008: 226).
Hadirnya kebijakan pemerintah tentang PPG (Program Pendidikan
Keguruan) sebagai lembaga penghasil tenaga pendidik yang profesional
diharapkan dapat menggantikan fungsi LPTK (Lembaga Pendidikan
Tenaga Keguruan) yang belum terlaksana. Pendapat tersebut diperjelas
oleh Abuddin Nata, bahwa selain sebagai seseorang yang memiliki latar
belakang pendidikan keguruan, seorang pendidik juga harus memiliki
keterampilan dalam mengajar, pengalaman, dan pengetahuan yang
memadai tentang peserta didik yang diajarnya. Bagi Abuddin, kemampuan
pendidik sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar (2009:
315).
Dikuasainya kemampuan atau keterampilan secara baik oleh pendidik
dalam proses kegiatan belajar mengajar, menurut Abuddin Nata dapat
berpengaruh pada mutu atau kualitas pendidikan. Salah satu bentuknya
adalah dengan menciptakan kegiatan atau aktivitas secara efektif di dalam
kelas, selengkapnya Abuddin Nata menyampaikan bahwa:
yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam mencerdaskan, memintarkan, membelajarkan, memotivasi, menggerakan imajinasi, menumbuhkan inspirasi, inovasi dan kreativitas peserta didik agar menjadi manusia yang terbina kepribadiannya secara utuh dan seimbang: pikiran (head), hati (heart), dan keterampilannya (hand), menjadi manusia yang mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progressif, yang dilandasi akhlak mulia, kepribadian utama, shalih, dan shalihah, serta siap berkompetisi dan keluar sebagai pemenang (the winner) dalam era-globalisasi saat ini, adalah merupakan hal yang paling utama. Guru-guru yang ada selama ini, apalagi yang sudah akan pensiun, bisa diduga kemampuan profesionalnya sudah agak tertinggal dan perlu di up date lagi. Untuk itu kepada pendidik yang masih berusia muda, harus segera melakukan up dating kompetensi melalui konsep pendidikan pembelajaran sepanjang hayat, atau dengan menerapkan konsep continous improvemen skill (perbaikan mutu secara berkelanjutan).”
Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa peran dan fungsi dari
pendidik yang sangat strategis, bahkan menentukan tercapainya visi, misi,
dan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Atas dasar itu, upaya peningkatan
mutu pendidikan selalu bertitik tolak pada peningkatan mutu pendidik
sebagai tenaga profesional yang andal dan kredibel. Konsep pendidik
dalam Islam dengan visinya yang demikian itu, akan memiliki implikasi
terhadap peningkatan profesionalitas keguruan baik dari segi penguasaan
ilmu, peningkatan model pembelajaran yang efektif, menyenangkan
peserta didik, mencerahkan akal, jiwa dan hati nuraninya, serta senantiasa
mengembangkan ilmunya sepanjang hayat (Nata, 2012: 357).
Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan seorang pendidik dalam
mengembangkan variasi metode, pendekatan, media, alat, teknik, dan gaya
dalam mengajar. Dengan demikian, akan tercipta keadaan belajar mengajar
merangsang timbulnya minat, imajinasi, kreativitas dan etos kerja ilmiah
peserta didik (Nata, 2009: 317). Kemampuan seorang pendidik dalam
menguasi beberapa hal di atas diharapkan melahirkan peserta didik yang
mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progresif.
Kegiatan di dalam kelas yang harus dikuasai oleh pendidik kepada
peserta didik dijelaskan dalam buku Abuddin Nata yang berjudul
Perpsektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, bahwa setiap kali pendidik melakukan kegiatan belajar mengajar, seorang pendidik harus
sukses dalam memimpin proses pembelajaran dan mengantarkan peserta
didik kepada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kemudian agar
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan tertib, seorang pendidik harus
menciptakan keadaan kelas yang mendukung proses tersebut. Dari kedua
hal tersebut dapat disimpulkan untuk menciptakan kelas yang demikian,
pendidik berkaitkan langsung dengan upaya dalam mengendalikan,
menguasai, menertibkan, mengatur, dan menciptakan kondisi kelas yang
tertib, aman, damai, dan serasi sehingga mendorong terlaksananya
kegiatan belajar mengajar yang memadai (2009: 340).
Memperkuat pernyataan di atas, Abuddin Nata menambahkan bahwa
dalam pembelajaran di dalam kelas, seorang pendidik dituntut agar dapat
menguasai berbagai peran, diantaranya sebagai motivator
serta justificator (pembenar) dan sebagainya (2001: 86). Sebagai motivator (pendorong/penggerak) misalnya, seorang pendidik diharapkan dapat memberikan motivasi ke peserta didiknya agar memiliki semangat dan
gairah yang tinggi dalam mengikuti pelajaran yang diadakan olehnya.
Kemampuan untuk mengelola pembelajaran di kelas adalah sebagian
dari beberapa kemampuan yang harus dikuasai oleh pendidik. Hal ini
diperlukan untuk dapat melaksanakan paradigma baru yang menyatakan
bahwa pendidik harus terus memperbaharui kemampuan mengajarnya.
Kegiatan belajar mengajar yang kini bukan lagi berpusat pada pendidik.
Selengkapnya, Abuddin Nata mempertegas dengan pernyataan langsung,
sebagai berikut:
“Era globalisai yang terjadi saat ini telah menimbulkan tantangan (challenging) antara lain berupa timbulnya paradigma baru (new paradigm) dalam kegiatan proses belajar mengajar dari yang semula berpusat pada pendidik (teacher centred) kepada berpusat pada peserta didik (student centred) dengan menerapkan model pembelajaran discovery, inquiry, contextual, quantum, dan sebagainya. Untuk dapat melaksanakan paradigma baru dalam kegiatan belajar mengajar ini, maka para pendidik harus terus meng up date teaching and learning skillnya melalui berbagai pelatihan, magang, atau melakukan uji coba. Bahwa insentif yang diberikan kepada guru berupa tunjangan sertifikasi yang cukup lumayan, seharusnya digunakan oleh para pendidik untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, seperti melakukan penelitian, menulis, menyajikan makalah dalam seminar, membuat modul, diktat, desain, dan berbagai karya akademik yang inovatif lainnya.”
Gagasan Abuddin Nata terhadap adanya paradigma baru pendidikan
dalam proses belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik. Maka,
proses belajar mengajar yang berbasis ke peserta didik. Tanpa penguasaan
terhadap berbagai metode dan pendekatan tersebut, maka tujuan
pembelajaran yang memberdayakan dan mencerdaskan peserta didik tidak
akan terwujud (2009: 23).
Berkenaan dengan penguasaan terhadap ilmu yang akan diajarkan,
Abuddin Nata menjelaskan idenya dalam buku Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru Murid bahwa seorang pendidik selain diharuskan merupakan lulusan lembaga pendidikan namun juga mampu
mengembangkan ilmunya sesuai dengan perkembangan melalui kegiatan
penelitian, baik penelitian lapangan, kepustakaan dan sebagainya (2001:
85).
Membahas tentang tunjangan sertifikasi. Menurut Abuddin Nata,
adanya sertifikasi adalah sebagai penunjang yang dapat digunakan para
pendidik agar memiliki kualifikasi memadai di bidangnya baik isi maupun
metode mengajar. Dalam bukunya yang ia tulis, Abuddin Nata
menjelaskan peran sertifikasi bagi peningkatakan mutu pendidik. Ia pun
mengutip beberapa peraturan seperti yang tercantum dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 61 terdapat
ketentuan sertifikasi yang kemudian diperkuat oleh Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen. Dari ketentuan
tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
perlu dilakukan peningkatan mutu pendidik melalui program sertifikasi,
pendidik dengan kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial (Nata, 2012: 54). Sehingga
dengan demikian, Abuddin Nata mengharapkan pendidik mampu
memberikan layanan pendidikan yang optimal pada peserta didik.
Menurut Abuddin Nata, upaya pendidik untuk meningkatkan
profesionalismenya bukan hanya terbatas pada model pembelajaran yang
akan ia (pendidik) gunakan di kelas nanti melainkan upaya dalam
menghadapi tantangan lain dengan menampilkan dirinya yang sesuai
dengan perkembangan dan tuntunan zaman, seperti yang diungkapkan
langsung, sebagai berikut:
“Bahwa pendidik saat ini menghadapi peserta didik yang semakin menuntut perlakuan yang makin demokratis, adil, bijaksana, manusiawi, egaliter, cepat, tepat, dan memuaskan. Peserta didik saat ini tak ubahnya seperti pelanggan dalam sebuah restoran atau supermarket yang harus diberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction oriented). Jika pelanggan (peserta didik/orang tua siswa) puas, maka pendidik tersebut akan tetap bertahan; di tempat tugasnya (tidak diberhentikan); sebaliknya jika peserta didik, orang tua dan lainnya tidak puas, maka pendidik tersebut terancam kehilangan pekerjaan atau jadi pengangguran. Inilah tantangan profesionalisme pendidik yang harus dijawab dengan cara terus belajar dan berlatih guna meningkatkan mutu profesionalitasnya.”
Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa untuk dapat memenuhi
tuntutan yang datang dari peserta didik maka pendidik harus meningkatkan
kemampuan profesionalnya. Abuddin Nata menjelaskan seorang pendidik
yang profesional harus memiliki pandangan bahwa tugas mendidik adalah
amanah yakni sesuatu yang harus dijaga dan dilaksanakan sebagai
serta tidak tergoda oleh hal-hal yang bersifat materialistik dan hedonistik.
Selain tersebut, tuntutan lain yang diarahkan kepada pendidik adalah
perlakuan untuk bertindak adil. Abuddin Nata berpendapat bahwa seorang
pendidik yang adil adalah seseorang yang memberikan hak kepada yang
memilikinya dengan cara paling efektif atau tidak berbelit-belit (2012:
224).
Abuddin Nata sangat menekankan sikap profesional datang dari
seorang pendidik dalam menghadapi tantangan profesionalisme.
Menurutnya, pendidik harus menyisihkan waktu untuk mencerna
pengalamannya sehari-hari dan memperluas pengetahuannya secara terus
menerus. Sehingga ia menjadi pendidik yang baik, disamping mengajar ia
harus merenung dan membaca (2003: 145).
Dalam bukunya Manajemen Pendidikan, Nata menyebutkan tiga garis besar dari ciri-ciri pendidik profesionalisme, diantaranya: Pertama,
seorang pendidik yang profesional harus menguasai bidang ilmu
pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Menurutnya, seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka seorang pendidik juga
harus terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang
diajarkannya. Kedua, seorang pendidik yang profesional harus memiliki kemampuan dalam menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang
seorang pendidik yang terikat dengan kode etik, akan dijadikan panutan,
contoh dan teladan bagi peserta didiknya (2007: 144).
Bukan hanya hal yang berkaitan dengan kegiatan mengajar saja,
namun juga berpusat kepada kegiatan mendidik. Aspek-aspek seperti
menjadi panutan, contoh, dan teladan yang ada dalam pendidik akan
dipergunakan dalam kegiatan mendidik untuk ditanamkan dalam diri
peserta didik dalam membangun sikap mental, kultur (budaya), berbudi
luhur, watak, dan kepribadian. Pernyataan tersebut diungkapkan langsung
oleh Abuddin Nata, sebagai berikut:
“Di samping mengajar, melatih, membimbing, mengevaluasi dan menilai, seorang pendidik yang terpenting adalah mendidik. Mengajar terkait dengan mengisi otak; melatih dan membimbing terkait dengan memberikan kemampuan melakukan kerja vokasional; sedangkan mendidik adalah membentuk dan membangun sikap mental (character building), menanamkan nilai-nilai luhur dalam jiwa anak dan menumbuhkannya menjadi budaya, kebiasaan, perilaku, jati diri, moral dan sikap mentalnya, yang selanjutnya akan menjadi dasar utama yang mengarahkan dan melandasi berbagai kemampuan intelektual dan vokasionalnya.“
Berdasarkan sudut pandang Abuddin Nata, yang dimaksud
membentuk manusia yang berakhlak dengan sikap mental, berbudi luhur,
bermoral, yaitu membentuk manusia yang dapat berhubungan,
berkomunikasi, beradaptasi, bekerjasama, dan seterusnya dengan
lingkungan sekitarnya. Maka dari itulah perlu adanya penekanan pada
karakter tersebut, dalam buku milik beliau yang berjudul Manajemen Pendidikan dapat diketahui mengenai beberapa hal, antara lain: Pertama,
mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran sehingga keduanya
pendidikan dengan nilai dan idealisme yang berjangka panjang. Ketiga,
metode yang diterapkan tidak bertolak dari pandangan yang melihat
manusia sebagai makhluk yang mulia, bukan hanya potensi intelektual
(akal) tetapi juga potensi emosional. Sehingga potensi yang dimiliki
peserta didik harus ditumbuhkan, dibina, dikembangkan, dan diarahkan
agar berbagai potensi tersebut dapat tumbuh secara alami. Dan keempat,
mengarahkan peserta didik untuk mampu merespon berbagai masalah
aktual yang muncul di masyarakat (2001: 54). Penekanan keempat
karakter tersebut diharapkan dapat membantu pembinaan moral dan
menjadi dasar utama bagi peserta didik dalam proses pendidikan kelak.
Konsep tentang moralitas seorang peserta didik, Abuddin Nata
berpendapat apabila secara moral peserta didik dapat menunjukkan
tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya, itu
artinya ia telah berhasil dalam mencapai tujuan pendidikan. Bagi Abuddin
hal tersebut berlaku sama, apabila secara sosial peserta didik dapat
berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya yaitu dengan tumbuhnya rasa
empati, kepekaan, dan kepedulian sosial untuk membantu sesama. Dan
juga secara kulturan (budaya), apabila peserta didik dapat
menginterprestasikan ajaran agamanya dengan tetap mempertahankan
nilai-nilai luhur sesuai dengan lingkungan sosialnya (2001: 172).
C. Konsep Peserta Didik
Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang
bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk
mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap
(Nurfuadi, 2012: 30).
Peserta didik adalah orang yang menginginkan ilmu, dan menjadi
salah satu sifat Allah Swt. yang berarti Maha Menghendaki (Nata, 2001:
50). Dapat dipahami dari definisi tersebut bahwa seorang peserta didik
dalam pandangan Islam adalah orang yang menghendaki agar
mendapatkan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang baik
untuk bekal hidupnya agar bahagia di dunia dan akhirat dengan jalan
belajar yang sungguh-sungguh.
Abuddin Nata, mengemukakan istilah lain tentang peserta didik dalam
pendidikan sebagai Al-Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu. Artinya, seorang peserta didik adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan,
keterampilan dan pembentukan karakter tertentu (2001: 51). Dapat
diketahui pengertian peserta didik dalam istilah Al-Thalib lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada pendidik. Sebagai Al-Thalib, peserta didik dalam beberapa hal dapat meringkas, mengkritik dan menambahkan informasi yang disampaikan oleh pendidik (guru).
Berkaitan dengan konteks tersebut maka, seorang pendidik dituntut
bersifat terbuka, demokratis, memberi kesempatan dan menciptakan
suasana belajar yang saling mengisi, dan mendorong peserta didik
Konsep peserta didik diatas dipertegas dengan pendapat langsung
menurut Abuddin Nata yang terdiri dalam lima konsep. Penulis mencoba
menjelaskan dengan buku-buku karangan Abuddin Nata dan buku-buku
lain yang terkait.
Konsep pertama akan membahas tentang potensi yang dimiliki oleh
peserta didik. Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia, pada hakikatnya
merupakan kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan
mempertahankan kelestarian kehidupannya, kemampuan rasional, maupun
kemampuan spiritual. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam
mengembangkan dan memperkaya potensi tersebut secara aktif. Hal
tersebut sejalan dengan apa yang coba diterangkan dalam konsep pertama
menurut Abuddin Nata. Sebagai berikut:
“Bahwa peserta didik adalah amanah Allah SWT. yang harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap potensinya: cita (pikiran), rasa (hati) dan karsa (fisik-pancaindera) secara maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun kebudayaan dan peradaban. Peserta didik adalah manusia yang memiliki berbagai keunggulan yang dianugerahkan Tuhan yang amat tinggi nilainya. Berbagai keunggulan yang dimiliki manusia tersebut harus dibina dan diberdayakan, dan bukan dikerdilkan. Potensi yang demikian besar yang dimiliki peserta didik itu memungkinkan dikembangkan dan dilatih sehingga menjadi aktual dan pada gilirannya, ia akan mampu merubah dunia. Inilah yang dapat dilakukan oleh dunia pendidikan terhadap peserta didik.. Manusia unggul inilah yang diharapkan lahir oleh Muhammad Iqbal, melalui kegiatan pendidikan.”
Dari yang disebutkan di atas, Abuddin Nata sependapat dengan
Muhammad Iqbal yang mengatakan bahwa peserta didik adalah amanah