• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran

Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek

Pendidikan Islam

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Aida Dwi Rahmawati

NIM: 111 13 042

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Ing Ngarso Sung Tulodho

(Di depan memberi contoh)

Ing Madya Mangun Karsa

(Di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama)

Tut Wuri Handayani.

(Di belakang memberi daya semangat dan dorongan)

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahan untuk:

1. Orang tua tercinta, Ayahanda Kadar dan Ibunda Rahayu Sriwati S.Pd.I. yang selalu membimbing, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupan.

2. Kakak tersayang, Muhammad Syamsul Huda, atas motivasi yang tak ada hentinya.

3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Mufiq, M.Phil. 4. Ketua jurusan PAI, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. 5. Dosen pembimbing akademik, Muh. Saerozi, M.Ag.

6. Sahabat dan teman dekat, Mbak Shol, Nastiti, Beluk, Askin, Ela, Tamara, Anisa AU, Mbak Shin, Ipeh, Tiyus, Vivi, Fiska, Pak Munif, Pak Sutrisno, Pak Khamid dan lainnya yang memberikan motivasi kepada dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga besar LPM DinamikA dan LDK Fathir Ar Rasyid.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan PAI 2013.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Pendidik dan

Peserta Didik Menurut Abuddin Nata dan Relevansinya dalam Praktek Pendidikan Islam”. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah

Saw., keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk

menyelesaikan Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) di Institut Agama

Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan

dan masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan

skripsi ini, antara lain:

1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd.

2. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Siti Rukhayati, M.Ag.

3. Mufiq M.Phil selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan

(9)

4. Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya

untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan

studi Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

5. Semua Dosen-dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

dan seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam

menyelesaikan administrasi-administrasi selama perkuliahan.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka kritk dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga

hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis

khususnya, serta para pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 11 Agustus 2017

Penulis

Aida Dwi Rahmawati NIM: 11113042

(10)

ABSTRAK

Rahmawati, Aida Dwi. 2017. Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam. Skripsi. Salatiga: Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. Dosen Pembimbing: Mufiq, M.Phil.

Kata Kunci: Konsep, Abuddin Nata, Relevansi.

Penelitian ini untuk mengetahui konsep pemikiran pendidikan Islam menurut Abuddin Nata, pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan Islam?, 2) Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam?, 3) Apakah relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan peserta didik dalam praktek Pendidikan Islam?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan. Karena penelitian disini adalah kajian pustaka atau literer, maka penulis dalam mengkaji konsep pemikiran Abuddin Nata dengan bantuan buku-buku tulisan beliau sendiri maupun buku-buku tulisan orang lain yang menceritakan tentang pemikiran pendidikan Islam menurut Abuddin Nata.

(11)

DAFTAR ISI

BAB II BIOGRAFI ABUDDIN NATA

(12)

E. Corak Pemikiran ... 20

BAB III KONSEP PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABUDDIN NATA

A. Konsep Pendidikan Islam ...

B. Konsep Pendidik...

C. Konsep Peserta Didik ... 22

23

38

BAB IV RELEVANSI KONSEP PEMIKIRAN ABUDDIN NATA

DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Pendidikan Islam ... ....

B. Konsep Pendidik... ....

C. Konsep Peserta Didik ... 50

54

63

B AB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...

B. Saran... 72

73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pembimbing

Lampiran 2 Lembar Konsultasi

Lampiran 3 Nilai SKK

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan di masa sekarang tidak cukup hanya dengan

memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, keimanan dan ketakwaan

saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang

kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat dunia yang akan datang

adalah dunia yang kompetitif (Nata, 2001: 97).

Hakikatnya pendidikan ialah sebuah proses yang ditujukan untuk

membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat

melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.

Tanpa pendidikan, seorang manusia mustahil dapat berkembang secara

baik. Hal tersebut membuat manusia sulit untuk mendapatkan sesuatu

yang berkualitas baik dari diri sendiri, keluarga, dan bangsa.

Hamzah (2011: 15) mengemukakan istilah pendidik adalah

seseorang yang berkemampuan dalam menata dan mengelola kelas secara

sadar serta bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar dan

membimbing peserta didik dan sebagai orang yang memiliki kemampuan

merancang program pembelajaran.

Para pendidik memiliki tanggung jawab yang berat dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Ilmu pengetahuan

adalah amanah Allah Swt. yang harus disampaikan, maka syarat bagi

(15)

Selain itu, dalam perspektif pendidikan Islam syarat-syarat yang harus

dimiliki oleh seorang pendidik adalah menguasai ilmu dalam mengajar

anak didiknya dengan cara yang profesional, sabar, dan tercapainya

kebaikan di dunia dan di akhirat (Basri, 2010: 97). Secara teoritis

pelaksanaan tugas para pendidik sangat erat kaitannya dengan kapasitas

dan kemampuannya dalam mendidik. Dalam hal ini kewajiban pendidikan

dikaitkan dengan pelaksanaan perintah Allah Swt dalam Al-Qur‟an dan

perintah Rasulullah Saw. dalam As-Sunnah.

Pendidikan Islam memandang peserta didik berperan sebagai objek

sekaligus subjek dalam prosesnya. Islam mengajarkan bahwa ilmu

datangnya hanya dari Allah Swt, maka seorang peserta didik harus

berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, senantiasa mensucikan

dirinya dan taat kepada perintah-Nya. Akan tetapi, untuk memperoleh

ilmu tersebut, peserta didik juga harus belajar kepada orang yang telah

diberi ilmu, yaitu pendidik. Selain itu, peserta didik harus mengetahui

kewajiban dan tugasnya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Pendidikan agama Islam adalah salah satu bagian yang tidak

terpisahkan dalam pendidikan Islam, sebagaimana menurut Achmadi

(1987: 10) pendidikan agama Islam adalah usaha yang khusus ditekankan

untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani agar

lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran

(16)

Islam harus dilaksanakan sejak dini sebelum peserta didik mendapatkan

pengajaran ilmu atau pendidikan yang lainnya.

Sesuai dengan firman Allah Swt. QS. At Tahrim: 6.



Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Allah Swt. memerintahkan umat-Nya dalam upaya membina peserta

didik harus berdasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam. Penanaman sejak

dini kepada peserta didik dimaksudkan agar perkembangan potensi

fitrahnya dapat optimal, berakhlak mulia dan sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam bukanlah hanya untuk

mewariskan paham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi

tertentu kepada peserta didik. Pendidikan hendaknya menghindari

kebiasaan menggunakan andai-andaian model yang diidealisir yang sering

kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan.

Bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan dengan

masalah-masalah yang ada di sekitarnya, agar didapatkan pemahaman

keagamaan yang bersifat parsial dan segmentatif. Terakhir, diperlukan

pengembangan wawasan emansipatoris dalam proses belajar mengajar

(17)

Pemikiran Abuddin Nata memenuhi syarat dan layak untuk dikaji

karena beberapa hal. Di antaranya yaitu, pertama sebagai tokoh pendidikan di Indonesia, beliau selalu melahirkan pemikiran yang

menyesuaikan dengan semangat dan jiwa pendidikan Islam. Hal ini

dibuktikan melalui buku-bukunya antara lain, Ilmu Pendidikan Islam, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Filsafat Pendidikan Islam,Metodologi Studi Islam, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Perspektif Islam tantang Pola Hubungan Guru dan Murid, dan lain sebagainya.

Kedua, latar belakang riwayat hidupnya yang aktif dalam aktivitas dunia pendidikan. Demikian pula dilihat dari segi keahliannya, selain

hanya menuangkan pengetahuan, keilmuan dan pemikirannya melalui

berbagai buku yang ditulisnya. Beliau juga kerap menghasilkan karya

ilmiah, esai, artikel, dan sejumlah ensiklopedi Islam Indonesia.

Ketiga, pola pemikiran Abuddin Nata tidak terlepas dari adanya pengaruh pemikiran-pemikiran besar Islami yang telah ada. Konsep dan

gagasannya terhadap pendidikan Islam khususnya di Indonesia tersebut

sejalan dengan keahlian yang dimilikinya.

Beberapa aspek diatas menyakinkan penulis untuk meneliti tokoh ini

karena telah memenuhi tiga indikator, yaitu integritas tokoh, hasil

karya-karyanya, kontribusi serta pengaruhnya dalam dunia pendidikan Islam.

(18)

yang berjudul Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan pokok-pokok

yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan

Islam?

2. Bagaimana konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik?

3. Apakah relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik dalam praktek Pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidikan

Islam.

2. Mengetahui konsep pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik.

3. Mengetahui relevansi pemikiran Abuddin Nata tentang pendidik dan

peserta didik dalam praktek pendidikan Islam.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, dalam penelitian ini hasil yang telah diperoleh

diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dan menambah

khasanah pustaka berkaitan dengan pendidikan khususnya konsep

(19)

2. Secara praktis, penelitian ini sebagai referensi bagi pengembangan

pendidikan agama Islam dan menambah wawasan bagi praktisi

pendidikan tentang konsep pendidik dan peserta didik dalam pemikiran

Abuddin Nata.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan metode library research yaitu penelitian yang fokus terhadap kajian ilmiah pada beberapa literatur kepustakaan

yang relevan dengan tema yang diteliti. Tujuan utama dalam penelitian

ini ialah untuk mengembangkan aspek teoritis ataupun aspek praktis

(Sukardi, 2003: 35).

2. Sumber Data

Penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan buku,

jurnal, dan lainnya yang berkaitan dengan konsep pendidikan Islam,

pendidik dan peserta didik menurut Abuddin Nata dan relevansinya

dalam praktek pendidikan Islam.

Hal tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

a) Data Primer

Sumber yang berasal langsung dari sumber asli, baik yang

berbentuk dokumen maupun sebagai peninggalan lain. (Winarno,

1978: 125).

(20)

2) Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia, Cet. 1, Jakarta, Preda Media. 2003.

3) Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet. 4. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

4) Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, Cet.1. Grasindo, Jakarta, 2001.

5) Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Cet.1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

b) Data Sekunder

Data yang diambil oleh penulis melalui beberapa karya penulis lain

yang relevan dengan subjek kajian. Sumber data ini bersifat

mendukung dan melengkapi sumber dari data primer, diantaranya:

1) Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media. 1992.

2) Mansur, Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.

3) Hasan Basri. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Abadi. 2010.

4) Dan referensi lainnya yang relevan.

3. Metode Analisis Data

(21)

penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku,

jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Teknik

pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah

literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian

dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan

konsep-konsep dari sejumlah data pada buku-buku yang berkaitan

dengan Abuddin Nata. Setelah buku-buku terkumpul kemudian

peneliti menelaah secara sistematis buku-buku yang berhubungan

dengan yang akan diteliti, dari situ peneliti dapat bahan atau informasi

untuk pembuatan skripsi

4. Analisis Data

Penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan untuk menarik

kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung dalam

penelitian ini.

F. Penegasan Istilah

1. Pendidik

Abuddin Nata mengemukakan bahwa konsep pendidik dalam

pendidikan Islam sendiri dirumuskan berdasarkan sudut pandang Islam

yang sesuai dengan ajaran Islam, dan bukan hanya sekedar memberikan

bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan, dan ketakwaan saja, tetapi

juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia kreatif, inovatif,

mandiri, dan produktif, mengingat dunia yang akan datang adalah dunia

(22)

Suparlan (2005: 15) menyimpulkan pendidik ialah tenaga profesional

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki tanggung jawab berat

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan kata lain, syarat

yang harus dimiliki oleh para pendidik adalah dapat menguasai ilmunya

dengan cara profesional, sabar, dan tercapainya kebaikannya di dunia

dan di akhirat (Basri, 2010: 97).

2. Peserta Didik

Istilah lain tentang peserta didik dalam pendidikan Islam adalah Al-Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu (Nata, 2001: 51).

Menurut Abuddin Nata, peserta didik adalah amanah Allah SWT yang

harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap

potensinya: cita (pikiran), rasa (hati) dan karsa (fisik-pancaindera)

secara maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun

kebudayaan dan peradaban.

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Islam Pasal 1 Ayat 4, yang dimaksud peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

(23)

3. Pendidikan Islam

Menurut Mansur (2004: 57) pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Sementara Hasan Langgulung (1980: 94) menyebutkan bahwa

pendidikan Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk

mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan

memetik hasilnya di akhirat.

G. Kajian Pustaka

1) Skripsi yang ditulis oleh „Ubaidillah berjudul Pendidikan Islam

Humanis Telaah Pemikiran Abuddin Nata tahun 2013 yang membahas tentang pemikiran Abuddin Nata dalam kaitannya tentang pendidikan

Islam yang humanis yaitu pendidikan yang didasarkan pada

pemahaman bahwa manusia memiliki berbagai potensi dalam dirinya

sehingga proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien. Dalam

proses belajar mengajar, Abuddin Nata menggunakan pendekatan

edukatif yaitu tanpa menggunakan cara-cara kekerasan, hukuman fisik,

dan non fisik. Intinya, konsep pendidikan Abuddin Nata berpusat pada

aktivitas peserta didik.

2) Skripsi dengan judul Peran Pendidikan Agama Islam Untuk Mewujudkan Akhlak Yang Ideal (Studi Atas Pemikiran Abuddin Nata)

(24)

diketahui bahwa peran pendidikan Agama Islam untuk mewujudkan

akhlak yang ideal menurut pemikiran Abuddin Nata: pendidik dapat

mengembangkan metode pembelajaran sesuai SK dan KD. Menurut

pemikiran Abuddin Nata dengan terbinanya akhlak para remaja berarti

telah memberikan sumbangan yang besar bagi penyiapan masa depan

bangsa yang lebih baik.

3) Skripsi yang berjudul Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam tahun 2010 oleh Siti Lestari membahas tentang pendidik menggunakan perspektif pendidikan Islam. Menurut Hamka,

pendidik yang baik harus memenuhi beberapa karakteristik berupa;

berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta didiknya, memelihara

martabatnya dengan akhlak al-karimah, berpenampilan menarik, berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela,

menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, memberikan ilmu

pengetahuan sesuai dengan tempat dan waktu, sesuai kemampuan

intelektual dan perkembangan jiwa, tidak menjadikan upah atau gaji

sebagai alasan utama, selain itu pendidik dituntut dalam memperbaiki

akhlak peserta didiknya dengan bijaksana, menanamkan keberanian

mempunyai cita-cita dalam hidup, dan menanamkan keberanian budi

dalam diri peserta didik.

4) Pemikiran Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Prof. Achmadi

tahun 2015 yang ditulis oleh Ema Siti Rohyani menjelaskan tentang sisi

(25)

menurut pemikiran dari Dr. Acmadi. Dasar pendidikan agama Islam

yaitu tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, dan keseimbangan.

Dan tujuan pendidikan agama Islam terbagi menjad 3, tujuan tertinggi,

tujuan umum dan tujuan khusus. Beberapa pendekatan yang

dipergunakan yaitu pendekatan humanis, rasional kritis, fungsional, dan

kultural. Materi pendidikan agama Islam terbagi menjadi 2 yaitu: yang

bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah seperti Aqidah, Syari‟ah dan

Akhlak. Dan ilmu pengetahuan yang diperoleh seperti: seni, ilmu

intektual, ilmu alam, ilmu terapan dan ilmu praktis.

Berdasarkan beberapa kajian diatas, pada skripsi yang diangkat oleh

penulis lebih membahas tentang konsep pendidik dan peserta didik

menurut Abuddin Nata serta relevansi terhadap pendidikan Islam.

Bagian-bagian itulah yang akan ditelaah kembali tentang teori dan gagasan yang

telah dijelaskan Abuddin Nata melalui berbagai karya-karyanya.

H. Sistematika Penelitian

Bab pertama, memuat tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian,

penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, memaparkan biografi Abuddin Nata yang mencakup

riwayat kehidupan, pendidikan dan karir serta karya-karyanya dan

pemikiran Abuddin Nata dalam dunia pendidikan.

Bab ketiga, akan dianalisa konsep pemikiran Abuddin Nata tentang

(26)

Bab keempat, relevansi konsep pemikiran Abuddin Nata dalam

praktek pendidikan Islam.

Bab kelima, merupakan penutup dalam penelitian ini berupa

kesimpulan dan saran-saran untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi

yang membutuhkan.

(27)

BAB II

BIOGRAFI ABUDDIN NATA

A. Riwayat Hidup

Abuddin Nata, lahir di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea,

Kabupaten Bogor Jawa Barat, pada 2 Agustus 1954. Ayahnya bernama M.

Nata (Alm.) seorang guru ngaji dan petani kecil. Ibunya, Siti Aisyah

(Alm.) seorang Ibu Rumah Tangga (Nata, 2011: 373).

Beliau memiliki istri bernama Elisah Angriani, berprofesi sebagai

seorang Ibu Rumah Tangga dan Komisaris sebuah perusahaan. Beliau

memiliki satu putera, Elta Diyarsyah, sarjana Teknik Fisika ITB dan kini

sebagai Direktur PT Elco, seorang putri bernama Bunga Yustisia, Sarjana

Komputer Universitas Bina Nusantara yang kini sedang menempuh

pendidikan S2 di IPB. Serta memiliki dua orang cucu, Syafiyah Lathifa

dan Kayla Zahrah (Nata, 2003: 415).

Alamat tempat tinggal saat ini berada di Jalan Akasia RT 002/012

nomor 54 Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten.

B. Riwayat Pendidikan

Pendidikannya dimulai dari Madrasah Diniyah, Jati Pinggir Tanah

Abang, Jakarta Barat pada tahun 1961 hingga tahun 1965. Kemudian pada

tahun 1965-1968 dilanjutkan di Madrasah Wajib Belajar (MWB), Nagrog,

Ciampea, Kabupaten Bogor. Setelah itu, dilanjutkan ke Pendidikan Guru

(28)

alamat yang sama dan tamat tahun 1972. Pendidikan selanjutnya

dilanjutkan pada Pendidikan Guru Agama 6 Tahun (PGA 6 TH) sambil

mondok di Pesantren Jauharatun Naqiyah, Cibeber, Serang, Banten dan

selesai pada tahun 1974. Gelar Sarjana Muda (BA) ia peroleh pada tahun

1978, dan Sarjana Lengkap (Drs.) dalam bidang Ilmu Agama Islam dari

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, dengan disertasi berjudul Konsep Pendidikan Ibn Sina. Pada tahun 1999 sampai dengan awal tahun 2000 berkesempatan mengikuti Visiting Post Doctorate Program di Institute of Islamic Studies,

McGill University, Montreal Canada atas biaya Canadian Internasional

Development Agency (CIDA) dengan fokus kajian pada Pemikiran Pendidikan Imam al-Ghazali. (Nata, 2008: 411).

Selama kuliah disela-sela kesibukkannya sebagai mahasiswa,

Abuddin Nata aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komisariat

Mahasiswa, Senat Mahasiswa dan Badan Pembinaan Kegiatan Mahasiswa

(BPKM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ikatan Cendekiawan Muslim

se-Indonesia (ICMI) Orsat Ciputat. Selain itu pernah duduk sebagai

Anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta, Pengurus Islamic Center

Jakarta, Narasumber Ikatan Cendekiawan Kota Tangerang Selatan, dan

berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya. (Nata, 2011: 374)

C. Riwayat Pekerjaan

Abuddin Nata memulai karirnya sebagai pengajar di Majelis Ta‟lim

(29)

Dosen Pendidikan Islam pada Perguruan Darul Ma‟arif Cipete, Jakarta

Selatan. Kemudian sebagai Instruktur pada Lembaga Bahasa dan Ilmu

Al-Qur‟an DKI Jakarta. Serta sebagai Peneliti Lepas pada Lembaga Studi

Pembangunan (LSP) Jakarta. Selain itu, sebagai Dosen Tidak Tetap pada

Universitas Muhammadiyah Jakarta. Mulai tahun 1985 sebagai dosen tetap

pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Pada tahun 2004, ia melanjutkan karirnya sebagai dosen Program

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Ibn Khaldun Bogor,

Universitas Muhammad Kendari, Sulawesi Tenggara, dan berbagai

perguruan tinggi lainnya. Di antara jabatan yang pernah Abuddin Nata

jabat antara lain, mulai tahun 1987 sebagai Sekretaris Balai Praktikum, dan

sebagai Ketua Jurusan Kependidikan Islam, serta sebagai Pembantu Dekan

Bidang Administrasi Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai tahun 1996-2004 sebagai Pembantu

Rektor Bidang Adminitrasi Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan

mulai tahun 2010 hingga sekarang sebagai Dekan Fakultas Dirasat

Islamiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pengalaman lain dalam bidang non-akademik adalah sebagai

penceramah dan khatib pada berbagai masjid di Jakarta dan sekitarnya,

pengisi acara dalam mimbar agama dan dialog tentang pendidikan Islam

pada Radio Mustang, TVRI/An-TV, TPI/MNC, dan lainnya. Semasa

(30)

Harian Umum Pelita, Harian Umum Republika, Majalah Mimbar Ulama, Majalah Panji Masyarakat, dan berbagai jurnal lainnya. (Nata, 2011: 374).

D. Karya-karya

Sejumlah buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain: Sejarah Agama (1990), Ilmu Kalam (1990), Al-Qur‟an Hadis (Dirasah Islamiyah Islam) (1992), Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf , (Dirasah Islamiya), Metodologi Studi Islam (1997), Akhlak Tasawuf (1996), Filsafat Pendidikan Islam (1995), Pola Hubungan Guru-Murid (2001), Peta Keragamanan Pemikiran Islam di Indonesia (2001), Paradigma Pendidikan Islam (2001), Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (2001),

Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (2002). Manajemen Pendidikan (2003),

Pemikiran Pendidikan Islam Arab Pertengahan (terj.) Islamic Education Thaugh In Midle Ages (2003), Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam (2003), dan sejumlah entri untuk ensiklopedi Islam (1989), Entry Ensiklopedi Islam Indonesia (1993), Entri ensiklopedi Islam (5 jilid) (1996), Entry Ensiklopedi Al-Qur‟an (1997), Pedoman Penulisan Skripsi, Thesis, dan Disertasi (2001), Membangun Pusat Keunggulan Study Islam

(2002), Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (2005), Pembaharuan Tokoh Pendidikan Di Indonesia (2005), dan Buku-buku Agama Islam untuk Sekolah Menengah Lanjutan Atas (1995), Filsafat Pendidikan Islam

(Edisi Baru) (2005), Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran

(31)

Guru dan Dosen. Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam

(2001), Sejarah Pendidikan Islam (2004), Sejarah Pendidikan Islam

(2011), Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (2009), Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam

(2012), Filsafat Pendidikan Islam Dan Barat (2012), Para Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia (2005), Ilmu Pendidikan Islam (2010).

Dalam buku Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia (2003), Abuddin Nata mencoba menjelaskan latar belakang dan akar permasalahan yang muncul dalam sistem

pendidikan Islam di Indonesia dan menyajikan solusi alternatifnya melalui

analisa yang mendalam.

Buku Metodologi Studi Islam, Beliau ingin menawarkan kerangka metodologis untuk memahami dan mengkaji Islam agar hasil kajiannya

dapat bernilai operasional dan menggerakkan peradaban yang lebih baik.

Dalam bukunya terdapat tiga tema utama, yakni hakikat dan posisi Islam

sebagai salah satu agama dominan di dunia. Kedua, berbagai metodologi

humaniora modern untuk memahami Islam. Ketiga, model penelitian

agama Islam serta berbagai macam contoh aplikasinya dan juga dibahas

wacana Islamisasi ilmu pengetahuan. Dan diakhiri dengan pokok-pokok

gagasan dari ketiga tema tersebut.

(32)

pendekatan normatif perenialis, pendekatan sejarah, pendekatan filsafat,

pendekatan psikologi, pendekatan sosiologi, pendekatan manajemen,

pendekatan Information Technology (IT), pendekatan kebudayaan, pendekatan politik, pendekatan hukum, pendekatan kualitatif, dan

pendekatan kuantitatif.

Dalam bukunya yang lain yaitu Kapita Selekta Pendidikan Islam, untuk mendapatkan pemahaman tentang pengertian pendidikan, dapat

dibedakan dari dua pengertian, yaitu pengertian yang bersifat filosofis dan

pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis.

Buku Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, mengkaji tentang pemikiran Tasawuf Al Ghazali mengenai hakekat

hubungan guru dengan murid dalam pandangan Islam.

Abuddin Nata juga mengkaji tentang ayat-ayat Al Qur‟an yaitu

dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan yang memiliki korelasi dengan konteks pendidikan, ilmu pengetahuan, pembinaan generasi muda,

kerukunan hidup antar agama dan masalah-masalah sosial keagamaan.

Dalam buku ini diketahui bahwa beliau selalu mengkaitkan antara apa

yang ia ingin kaji dengan dasar utama pendidikan Islam yaitu Al Qur‟an.

Pendidikan Islam erat kaitannya dengan strategi pembelajaran,

terdapat berbagai macam strategi yang tersedia. Seringkali hal ini sering

menjadi problem tersendiri bagi pendidik yang kebingungan

menyesuaikan atau menerapkan strategi pembelajaran. Seakan menjawab

(33)

Pembelajaran Abuddin Nata ingin membahas tentang pandangan Islam mengenai berbagai strategi pembelajaran dalam pendidikan Islam

termasuk dalam pelaksanaannya.

Buku selanjutnya, Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia yang membahas tentang keragaman paham keislaman yang berkembang saat ini,

mulai dari Islam fundementalis sampai Islam pluralis sejarah,

perkembangan dan cara menyikapinya.

Buku Abuddin Nata lain yang mengkaji tentang pendidikan Islam,

yaitu Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika. Beliau mengkaji tentang pendidikan Islam di era global di tengah-tengah

masyarakat yang multikultural dan multi Iman, cara bersikap dan

bertoleransi dengan agama lain.

Buku kajian lainnya yaitu Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia tentang riwayat hidup, gagasan, dan pemikiran beserta usaha-usaha yang telah dilakukan oleh tokoh pendidikan Islam Indonesia.

Abuddin Nata ingin mengungkapkan bahwa pendidikan Islam Indonesia

tidak terlepas dari kontribusi para tokohnya.

E. Corak Pemikiran

Corak pemikiran Abuddin Nata dapat diidentifikasi melalui berbagai

judul karya atau tulisan-tulisan beliau tentang agama Islam dan ilmu

pendidikan Islam, serta berbagai aktivitasnya di bidang pendidikan.

(34)

pendidikan yang dipoles sehingga tercipta konsep yang lebih mutakhir.

Didukung pula dengan latarbelakang pendidikannya selain di sekolah

umum, ia juga menempuh sekolah agama.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa corak pemikiran Abuddin Nata

adalah pendidikan yang berbasis kepada ajaran Islam.

Menurut Abuddin Nata, mengkaji tentang agama Islam dan ilmu

pendidikan Islam adalah salah satu upaya dalam mengembangkan ilmu

pendidikan Islam karena dapat menambah khazanah ilmiah serta

meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia secara

berkesinambungan sesuai dengan tuntutan zaman. Dimuat dalam salah

satu bukunya, berjudul Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, bahwa kondisi mutu pendidikan Islam masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mutu pendidikan lainnya. Ini dikarenakan

pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga

pendidikan Islam tersebut belum dilakukan secara terencana (Nata, 2010:

(35)

BAB III

Konsep Pendidikan Islam Menurut Abuddin Nata

Akan dijelaskan pada bab ini, tentang: konsep pendidikan Islam, konsep

pendidik, dan konsep peserta didik. Selanjutnya akan dijelaskan secara rinci

sebagai berikut:

A. Konsep Pendidikan Islam

Arti pendidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

Pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Definisi pendidikan Islam telah dikemukakan oleh beberapa ahli

pendidikan. Seperti, H.M. Arifin yang menyebutkan bahwa istilah

pendidikan Islam dalam bahasa arab disebut “Tarbiyah Islamiyah”. Kata

kerja rabba (mendidik) ini sudah digunakan pada zaman nabi Muhammad

SAW. Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi

makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan

kerohanian, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan

dasar manusia (1991: 32). Sedangkan menurut Hasan Langgulung,

pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk

mengisi peranan, memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai Islam yang

(36)

hasilnya di akhirat (1980: 94). Definisi pendidikan Islam lainnya disajikan

juga oleh Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam menuju

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam, yaitu

kepribadian muslim (1974: 26).

Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak bagi setiap orang

(education for all), laki-laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Pendidikan Islam memiliki rumusan yang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya

(Nata, 2014: 88).

Sementara itu Abuddin Nata menyebutkan bahwa pendidikan Islam

adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik

yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian

yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (2014: 340). Nilai-nilai

ajaran Islam yang dimaksud olehnya adalah pendidikan Islam dengan

berdasarkan pada Al Qur‟an dan Sunnah, dapat membina manusia menjadi

insan kamil yang tujuan hidupnya tak lain adalah untuk mengabdikan diri

kepada Allah Swt. dengan berpedoman pada Al Qur‟an dan Sunnah.

Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat

menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan

manusia. Pendidikan yang demikian akan dirasakan manfaatnya bagi

(37)

Menurut Abuddin Nata, visi dan orientasi pendidikan Islam yang

selama ini diarahkan pada masa lalu dengan cara mentransformasikan

berbagai ilmu keislaman yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan

zaman dan harus mengalami perubahan (2009: 17). Oleh sebab itu,

pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, harus

mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Yaitu

menyiapkan masa depan bangsa agar mampu berkompetensi di era global.

Lebih lanjut, menurut Abuddin dari rumusan pendidikan Islam di atas,

terlihat bahwa tujuan pendidikan Islam di masa sekarang tidak cukup

hanya dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan

dan ketakwaan saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan

manusia yang kreatif, inovatif, mandiri, dan produktif, mengingat dunia

yang akan datang adalah dunia yang kompetitif (2001: 97). Ditambah lagi

dengan diadakannya pemberian bekal berupa nilai-nilai akhlak, untuk

membina hati dan rohani sehingga manusia tersebut dapat menjadi hamba

Allah Swt. yang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat (Nata, 2001:

21).

B. Konsep Pendidik

Pendidik (guru) sebagaimana dalam Undang-undang Republik

Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab 1, Pasal 1,

Ayat 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

(38)

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas

mendidik dikenal dengan dua predikat, yakni pendidik dan guru. Pendidik

(murabbi) adalah orang yang berperan mendidik subjek didik atau melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melakukan tugas mengajar (ta‟lim). Pendidikan mengandung makna

pembinaan kepribadian, memimpin, dan memelihara, sedangkan

pengajaran bermakna sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan

(Daradjat, 1983: 26).

Menurut Tafsir, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik (2008: 74).

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan

dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik dan perguruan

tinggi (Suparlan, 2005: 15).

Dilihat dari sisi aktualisasinya, pendidikan merupakan proses interaksi

antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan

pendidikan yang ditentukan. Seorang pendidik, dalam situasi tertentu

dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti media teknologi,

(39)

Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang

mulia. Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam

operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar,

memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,

membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas

pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat

kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai

motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh

potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis

(Langgulung, 1988: 87).

Menurut Roqib dan Nurfuadi, guru (pendidik) adalah sosok yang

memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang pendidik dalam

menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang pendidik secara

profesional yang pantas menjadi figur atau teladan bagi peserta didik

(2009: 23).

Pengertian pendidik (guru), menurut Abuddin Nata ada beberapa

(1997: 61), kata ustaz yang jamaknya asatiz yang berarti teacher (guru),

professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata muddaris berarti teacher (guru), instructor

(pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu‟allim yang juga berarti

teacher (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata

mu‟addib berarti educator atau pendidik atau teacher in Koranic School

(40)

pengetahuan dan keterampilan yang diberikan di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lecture atau profesor, di rumah secara pribadi disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instructor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.

Sejalan dengan pernyataan diatas, kedudukan pendidik dalam

pendidikan Islam menempati posisi penting sebagai komponen utama dan

strategis. Menurut Abuddin Nata konsep berkaitan dengan pendidik dalam

pendidikan Islam terbagi menjadi enam konsep yang ia sebutkan dalam

email pada tanggal 8 Desember 2016 yaitu:

“Pertama, pendidik adalah merupakan komponen utama dan strategis dalam pendidikan. Tanpa ada pendidik, kegiatan pendidikan tidak akan berjalan. Teknologi modern misalnya, bisa menggantikan peran pendidik dalam hal transfer of knowledge atau transfer of skill, tapi tidak bisa melakukan tugas mendidik yakni membentuk karakter, kepribadian utama, dan mental yang prima, karena semua itu butuh bimbingan, teladan, latihan, pengarahan dan lainnya yang melibatkan aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan lainnya yang tidak dapat dilakukan oleh high technology. Berbagai komponen pendidikan, seperti konsep kurikulum yang modern, strategi, pendekatan dan metode pembelajaran yang handal; sarana dan prasarana pendidikan serta fasilitas belajar yang lengkap dan modern, serta komponen pendidikan lainnya yang tersedia tidak akan memiliki arti apa-apa, jika tidak terdapat pendidik yang handal dan profesional”.

Pendapat di atas diperjelas dengan pernyataan yang ia tulis dalam

bukunya Manajemen Pendidikan, bahwa dari keseluruhan komponen pendidikan dan pengajaran tersebut pendidik menempati posisi penting

dalam keberlangsungan pendidikan. Menurutnya, jika seorang pendidik

berkualitas baik maka pendidikan akan baik pula, kalau tindakan para

(41)

keadaan dunia pendidikan kita. Dan sebaliknya jika tindakan pendidik dari

hari ke hari makin memburuk, maka akan parahlah dunia pendidikan kita.

Jadi, agar dalam upaya mendidik itu berhasil, maka harus mampu

melaksanakan inspiring teaching, yaitu pendidik yang mampu mengilhami para peserta didik (2003: 146). Pendidik yang baik adalah pendidik yang

mengajar dengan hati, membimbing dengan nuraninya, mendidik dengan

keikhlasan dan menginspirasi serta menyampaikan kebenaran dengan rasa

kasih sayang, tidak kalah pentingnya adalah hasratnya untuk

mempersembahkan apapun yang dia karyakan sebagai ibadah terhadap

Tuhan.

Nata menambahkan bahwa seorang pendidik dituntut mampu

meningkatkan pengetahuannya dari waktu ke waktu, sesuai dengan

perkembangan zaman. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

maju dengan pesat juga harus diantisipasi oleh pendidik (2003: 147).

Dengan demikian, seorang pendidik bukan hanya menjalankan tugas

sebagai sumber informasi, namun juga sebagai motivator, inspirator,

dinamisator, fasilitator, katalisator, evaluator, dan sebagainya.

Tanggung jawab menjadi pendidik yang profesional bukan sekedar

hanya dapat mengajar dengan baik, namun juga pendidik yang dapat

mendidik. Maksudnya adalah bahwa selain seorang pendidik mampu

menguasai ilmu yang diajarkan dan mengetahui cara mengajarkannya

dengan baik, seorang pendidik juga harus memiliki akhlak mulia di dalam

(42)

sebagai seorang pendidik, tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik. Kondisi ini akan mengakibatkan peserta didik kurang menanggapi

secara seksama, terhadap apa yang akan diajarkan dan dididikkan.

Berkaitan dengan statusnya sebagai tenaga profesional, maka seorang

pendidik harus memenuhi kualifikasi empat kompetensi diantaranya

kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

dan kompetensi sosial (Nata, 2008: 314). Abuddin Nata mengatakan

bahwa konsep pendidik profesional adalah yang sesuai dengan

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sebagai berikut:

“Bahwa konsep pendidik yang profesional sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta berbagai peraturan lainnya, yang mengharuskan guru memiliki kompetensi akademik, kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial sesungguhnya sudah cukup baik. Namun Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang ada sekarang, belum memiliki konsep dan kemampuan yang memadai untuk menghasilkan tenaga guru yang profesional itu. Karena itu, wajar jika saat ini, kebijakan Pemerintah tentang PPG (Program Pendidikan Keguruan) sebagai lembaga yang bertugas menghasilkan tenaga pendidik yang profesional patut disambut baik, dan dikawal aktivitasnya, karena lembaga PPG ini diharapkan dapat melaksanakan fungsi menghasilkan tenaga pendidik profesional yang selama ini belum dapat dilakukan oleh LPTK, seperti Fakultas Tarbiyah atau Fakultas Keguruan lainnya yang berada di berbagai Perguruan Tinggi, baik yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi serta Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Agama RI.”

Berangkat dari bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Abuddin Nata menjelaskan standar pendidik adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental

(43)

kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah

tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik

yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai

ketentuan perundangan yang berlaku (2008: 226).

Hadirnya kebijakan pemerintah tentang PPG (Program Pendidikan

Keguruan) sebagai lembaga penghasil tenaga pendidik yang profesional

diharapkan dapat menggantikan fungsi LPTK (Lembaga Pendidikan

Tenaga Keguruan) yang belum terlaksana. Pendapat tersebut diperjelas

oleh Abuddin Nata, bahwa selain sebagai seseorang yang memiliki latar

belakang pendidikan keguruan, seorang pendidik juga harus memiliki

keterampilan dalam mengajar, pengalaman, dan pengetahuan yang

memadai tentang peserta didik yang diajarnya. Bagi Abuddin, kemampuan

pendidik sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar (2009:

315).

Dikuasainya kemampuan atau keterampilan secara baik oleh pendidik

dalam proses kegiatan belajar mengajar, menurut Abuddin Nata dapat

berpengaruh pada mutu atau kualitas pendidikan. Salah satu bentuknya

adalah dengan menciptakan kegiatan atau aktivitas secara efektif di dalam

kelas, selengkapnya Abuddin Nata menyampaikan bahwa:

(44)

yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam mencerdaskan, memintarkan, membelajarkan, memotivasi, menggerakan imajinasi, menumbuhkan inspirasi, inovasi dan kreativitas peserta didik agar menjadi manusia yang terbina kepribadiannya secara utuh dan seimbang: pikiran (head), hati (heart), dan keterampilannya (hand), menjadi manusia yang mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progressif, yang dilandasi akhlak mulia, kepribadian utama, shalih, dan shalihah, serta siap berkompetisi dan keluar sebagai pemenang (the winner) dalam era-globalisasi saat ini, adalah merupakan hal yang paling utama. Guru-guru yang ada selama ini, apalagi yang sudah akan pensiun, bisa diduga kemampuan profesionalnya sudah agak tertinggal dan perlu di up date lagi. Untuk itu kepada pendidik yang masih berusia muda, harus segera melakukan up dating kompetensi melalui konsep pendidikan pembelajaran sepanjang hayat, atau dengan menerapkan konsep continous improvemen skill (perbaikan mutu secara berkelanjutan).”

Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa peran dan fungsi dari

pendidik yang sangat strategis, bahkan menentukan tercapainya visi, misi,

dan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Atas dasar itu, upaya peningkatan

mutu pendidikan selalu bertitik tolak pada peningkatan mutu pendidik

sebagai tenaga profesional yang andal dan kredibel. Konsep pendidik

dalam Islam dengan visinya yang demikian itu, akan memiliki implikasi

terhadap peningkatan profesionalitas keguruan baik dari segi penguasaan

ilmu, peningkatan model pembelajaran yang efektif, menyenangkan

peserta didik, mencerahkan akal, jiwa dan hati nuraninya, serta senantiasa

mengembangkan ilmunya sepanjang hayat (Nata, 2012: 357).

Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan seorang pendidik dalam

mengembangkan variasi metode, pendekatan, media, alat, teknik, dan gaya

dalam mengajar. Dengan demikian, akan tercipta keadaan belajar mengajar

(45)

merangsang timbulnya minat, imajinasi, kreativitas dan etos kerja ilmiah

peserta didik (Nata, 2009: 317). Kemampuan seorang pendidik dalam

menguasi beberapa hal di atas diharapkan melahirkan peserta didik yang

mandiri, kreatif, inovatif, imajinatif, progresif.

Kegiatan di dalam kelas yang harus dikuasai oleh pendidik kepada

peserta didik dijelaskan dalam buku Abuddin Nata yang berjudul

Perpsektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, bahwa setiap kali pendidik melakukan kegiatan belajar mengajar, seorang pendidik harus

sukses dalam memimpin proses pembelajaran dan mengantarkan peserta

didik kepada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kemudian agar

kegiatan belajar mengajar dapat berjalan tertib, seorang pendidik harus

menciptakan keadaan kelas yang mendukung proses tersebut. Dari kedua

hal tersebut dapat disimpulkan untuk menciptakan kelas yang demikian,

pendidik berkaitkan langsung dengan upaya dalam mengendalikan,

menguasai, menertibkan, mengatur, dan menciptakan kondisi kelas yang

tertib, aman, damai, dan serasi sehingga mendorong terlaksananya

kegiatan belajar mengajar yang memadai (2009: 340).

Memperkuat pernyataan di atas, Abuddin Nata menambahkan bahwa

dalam pembelajaran di dalam kelas, seorang pendidik dituntut agar dapat

menguasai berbagai peran, diantaranya sebagai motivator

(46)

serta justificator (pembenar) dan sebagainya (2001: 86). Sebagai motivator (pendorong/penggerak) misalnya, seorang pendidik diharapkan dapat memberikan motivasi ke peserta didiknya agar memiliki semangat dan

gairah yang tinggi dalam mengikuti pelajaran yang diadakan olehnya.

Kemampuan untuk mengelola pembelajaran di kelas adalah sebagian

dari beberapa kemampuan yang harus dikuasai oleh pendidik. Hal ini

diperlukan untuk dapat melaksanakan paradigma baru yang menyatakan

bahwa pendidik harus terus memperbaharui kemampuan mengajarnya.

Kegiatan belajar mengajar yang kini bukan lagi berpusat pada pendidik.

Selengkapnya, Abuddin Nata mempertegas dengan pernyataan langsung,

sebagai berikut:

“Era globalisai yang terjadi saat ini telah menimbulkan tantangan (challenging) antara lain berupa timbulnya paradigma baru (new paradigm) dalam kegiatan proses belajar mengajar dari yang semula berpusat pada pendidik (teacher centred) kepada berpusat pada peserta didik (student centred) dengan menerapkan model pembelajaran discovery, inquiry, contextual, quantum, dan sebagainya. Untuk dapat melaksanakan paradigma baru dalam kegiatan belajar mengajar ini, maka para pendidik harus terus meng up date teaching and learning skillnya melalui berbagai pelatihan, magang, atau melakukan uji coba. Bahwa insentif yang diberikan kepada guru berupa tunjangan sertifikasi yang cukup lumayan, seharusnya digunakan oleh para pendidik untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, seperti melakukan penelitian, menulis, menyajikan makalah dalam seminar, membuat modul, diktat, desain, dan berbagai karya akademik yang inovatif lainnya.”

Gagasan Abuddin Nata terhadap adanya paradigma baru pendidikan

dalam proses belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik. Maka,

(47)

proses belajar mengajar yang berbasis ke peserta didik. Tanpa penguasaan

terhadap berbagai metode dan pendekatan tersebut, maka tujuan

pembelajaran yang memberdayakan dan mencerdaskan peserta didik tidak

akan terwujud (2009: 23).

Berkenaan dengan penguasaan terhadap ilmu yang akan diajarkan,

Abuddin Nata menjelaskan idenya dalam buku Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru Murid bahwa seorang pendidik selain diharuskan merupakan lulusan lembaga pendidikan namun juga mampu

mengembangkan ilmunya sesuai dengan perkembangan melalui kegiatan

penelitian, baik penelitian lapangan, kepustakaan dan sebagainya (2001:

85).

Membahas tentang tunjangan sertifikasi. Menurut Abuddin Nata,

adanya sertifikasi adalah sebagai penunjang yang dapat digunakan para

pendidik agar memiliki kualifikasi memadai di bidangnya baik isi maupun

metode mengajar. Dalam bukunya yang ia tulis, Abuddin Nata

menjelaskan peran sertifikasi bagi peningkatakan mutu pendidik. Ia pun

mengutip beberapa peraturan seperti yang tercantum dalam

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 61 terdapat

ketentuan sertifikasi yang kemudian diperkuat oleh Undang-undang

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen. Dari ketentuan

tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

perlu dilakukan peningkatan mutu pendidik melalui program sertifikasi,

(48)

pendidik dengan kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial (Nata, 2012: 54). Sehingga

dengan demikian, Abuddin Nata mengharapkan pendidik mampu

memberikan layanan pendidikan yang optimal pada peserta didik.

Menurut Abuddin Nata, upaya pendidik untuk meningkatkan

profesionalismenya bukan hanya terbatas pada model pembelajaran yang

akan ia (pendidik) gunakan di kelas nanti melainkan upaya dalam

menghadapi tantangan lain dengan menampilkan dirinya yang sesuai

dengan perkembangan dan tuntunan zaman, seperti yang diungkapkan

langsung, sebagai berikut:

“Bahwa pendidik saat ini menghadapi peserta didik yang semakin menuntut perlakuan yang makin demokratis, adil, bijaksana, manusiawi, egaliter, cepat, tepat, dan memuaskan. Peserta didik saat ini tak ubahnya seperti pelanggan dalam sebuah restoran atau supermarket yang harus diberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction oriented). Jika pelanggan (peserta didik/orang tua siswa) puas, maka pendidik tersebut akan tetap bertahan; di tempat tugasnya (tidak diberhentikan); sebaliknya jika peserta didik, orang tua dan lainnya tidak puas, maka pendidik tersebut terancam kehilangan pekerjaan atau jadi pengangguran. Inilah tantangan profesionalisme pendidik yang harus dijawab dengan cara terus belajar dan berlatih guna meningkatkan mutu profesionalitasnya.”

Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa untuk dapat memenuhi

tuntutan yang datang dari peserta didik maka pendidik harus meningkatkan

kemampuan profesionalnya. Abuddin Nata menjelaskan seorang pendidik

yang profesional harus memiliki pandangan bahwa tugas mendidik adalah

amanah yakni sesuatu yang harus dijaga dan dilaksanakan sebagai

(49)

serta tidak tergoda oleh hal-hal yang bersifat materialistik dan hedonistik.

Selain tersebut, tuntutan lain yang diarahkan kepada pendidik adalah

perlakuan untuk bertindak adil. Abuddin Nata berpendapat bahwa seorang

pendidik yang adil adalah seseorang yang memberikan hak kepada yang

memilikinya dengan cara paling efektif atau tidak berbelit-belit (2012:

224).

Abuddin Nata sangat menekankan sikap profesional datang dari

seorang pendidik dalam menghadapi tantangan profesionalisme.

Menurutnya, pendidik harus menyisihkan waktu untuk mencerna

pengalamannya sehari-hari dan memperluas pengetahuannya secara terus

menerus. Sehingga ia menjadi pendidik yang baik, disamping mengajar ia

harus merenung dan membaca (2003: 145).

Dalam bukunya Manajemen Pendidikan, Nata menyebutkan tiga garis besar dari ciri-ciri pendidik profesionalisme, diantaranya: Pertama,

seorang pendidik yang profesional harus menguasai bidang ilmu

pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Menurutnya, seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka seorang pendidik juga

harus terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang

diajarkannya. Kedua, seorang pendidik yang profesional harus memiliki kemampuan dalam menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang

(50)

seorang pendidik yang terikat dengan kode etik, akan dijadikan panutan,

contoh dan teladan bagi peserta didiknya (2007: 144).

Bukan hanya hal yang berkaitan dengan kegiatan mengajar saja,

namun juga berpusat kepada kegiatan mendidik. Aspek-aspek seperti

menjadi panutan, contoh, dan teladan yang ada dalam pendidik akan

dipergunakan dalam kegiatan mendidik untuk ditanamkan dalam diri

peserta didik dalam membangun sikap mental, kultur (budaya), berbudi

luhur, watak, dan kepribadian. Pernyataan tersebut diungkapkan langsung

oleh Abuddin Nata, sebagai berikut:

“Di samping mengajar, melatih, membimbing, mengevaluasi dan menilai, seorang pendidik yang terpenting adalah mendidik. Mengajar terkait dengan mengisi otak; melatih dan membimbing terkait dengan memberikan kemampuan melakukan kerja vokasional; sedangkan mendidik adalah membentuk dan membangun sikap mental (character building), menanamkan nilai-nilai luhur dalam jiwa anak dan menumbuhkannya menjadi budaya, kebiasaan, perilaku, jati diri, moral dan sikap mentalnya, yang selanjutnya akan menjadi dasar utama yang mengarahkan dan melandasi berbagai kemampuan intelektual dan vokasionalnya.“

Berdasarkan sudut pandang Abuddin Nata, yang dimaksud

membentuk manusia yang berakhlak dengan sikap mental, berbudi luhur,

bermoral, yaitu membentuk manusia yang dapat berhubungan,

berkomunikasi, beradaptasi, bekerjasama, dan seterusnya dengan

lingkungan sekitarnya. Maka dari itulah perlu adanya penekanan pada

karakter tersebut, dalam buku milik beliau yang berjudul Manajemen Pendidikan dapat diketahui mengenai beberapa hal, antara lain: Pertama,

mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran sehingga keduanya

(51)

pendidikan dengan nilai dan idealisme yang berjangka panjang. Ketiga,

metode yang diterapkan tidak bertolak dari pandangan yang melihat

manusia sebagai makhluk yang mulia, bukan hanya potensi intelektual

(akal) tetapi juga potensi emosional. Sehingga potensi yang dimiliki

peserta didik harus ditumbuhkan, dibina, dikembangkan, dan diarahkan

agar berbagai potensi tersebut dapat tumbuh secara alami. Dan keempat,

mengarahkan peserta didik untuk mampu merespon berbagai masalah

aktual yang muncul di masyarakat (2001: 54). Penekanan keempat

karakter tersebut diharapkan dapat membantu pembinaan moral dan

menjadi dasar utama bagi peserta didik dalam proses pendidikan kelak.

Konsep tentang moralitas seorang peserta didik, Abuddin Nata

berpendapat apabila secara moral peserta didik dapat menunjukkan

tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya, itu

artinya ia telah berhasil dalam mencapai tujuan pendidikan. Bagi Abuddin

hal tersebut berlaku sama, apabila secara sosial peserta didik dapat

berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya yaitu dengan tumbuhnya rasa

empati, kepekaan, dan kepedulian sosial untuk membantu sesama. Dan

juga secara kulturan (budaya), apabila peserta didik dapat

menginterprestasikan ajaran agamanya dengan tetap mempertahankan

nilai-nilai luhur sesuai dengan lingkungan sosialnya (2001: 172).

C. Konsep Peserta Didik

Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis

(52)

Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang

bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk

mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap

(Nurfuadi, 2012: 30).

Peserta didik adalah orang yang menginginkan ilmu, dan menjadi

salah satu sifat Allah Swt. yang berarti Maha Menghendaki (Nata, 2001:

50). Dapat dipahami dari definisi tersebut bahwa seorang peserta didik

dalam pandangan Islam adalah orang yang menghendaki agar

mendapatkan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang baik

untuk bekal hidupnya agar bahagia di dunia dan akhirat dengan jalan

belajar yang sungguh-sungguh.

Abuddin Nata, mengemukakan istilah lain tentang peserta didik dalam

pendidikan sebagai Al-Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu. Artinya, seorang peserta didik adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan,

keterampilan dan pembentukan karakter tertentu (2001: 51). Dapat

diketahui pengertian peserta didik dalam istilah Al-Thalib lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada pendidik. Sebagai Al-Thalib, peserta didik dalam beberapa hal dapat meringkas, mengkritik dan menambahkan informasi yang disampaikan oleh pendidik (guru).

Berkaitan dengan konteks tersebut maka, seorang pendidik dituntut

bersifat terbuka, demokratis, memberi kesempatan dan menciptakan

suasana belajar yang saling mengisi, dan mendorong peserta didik

(53)

Konsep peserta didik diatas dipertegas dengan pendapat langsung

menurut Abuddin Nata yang terdiri dalam lima konsep. Penulis mencoba

menjelaskan dengan buku-buku karangan Abuddin Nata dan buku-buku

lain yang terkait.

Konsep pertama akan membahas tentang potensi yang dimiliki oleh

peserta didik. Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia, pada hakikatnya

merupakan kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan

mempertahankan kelestarian kehidupannya, kemampuan rasional, maupun

kemampuan spiritual. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam

mengembangkan dan memperkaya potensi tersebut secara aktif. Hal

tersebut sejalan dengan apa yang coba diterangkan dalam konsep pertama

menurut Abuddin Nata. Sebagai berikut:

“Bahwa peserta didik adalah amanah Allah SWT. yang harus dipertanggung jawabkan dengan cara membina segenap potensinya: cita (pikiran), rasa (hati) dan karsa (fisik-pancaindera) secara maksimal, sehingga ia menjadi manusia yang siap membangun kebudayaan dan peradaban. Peserta didik adalah manusia yang memiliki berbagai keunggulan yang dianugerahkan Tuhan yang amat tinggi nilainya. Berbagai keunggulan yang dimiliki manusia tersebut harus dibina dan diberdayakan, dan bukan dikerdilkan. Potensi yang demikian besar yang dimiliki peserta didik itu memungkinkan dikembangkan dan dilatih sehingga menjadi aktual dan pada gilirannya, ia akan mampu merubah dunia. Inilah yang dapat dilakukan oleh dunia pendidikan terhadap peserta didik.. Manusia unggul inilah yang diharapkan lahir oleh Muhammad Iqbal, melalui kegiatan pendidikan.”

Dari yang disebutkan di atas, Abuddin Nata sependapat dengan

Muhammad Iqbal yang mengatakan bahwa peserta didik adalah amanah

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pemilu Kepala Daerah ada 3 (tiga) indikasi titik rawan yang perlu di cermati, yaitu: 1) Pada tahap proses pengusulan bakal calon pasangan Kepala Daerah dan Wakil

Hal ini ditunjukan dari hasil korelasi yang berhubungan positif antara intensitas bermain game mobile legend yang menstimulus stuasi perilaku agresif dengan perilaku

Hasil penelitian yang dilakukan kepada 26 pasien dengan diagnosa gastritis di IGD RSUD Dr.Soegiri Lamongan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berpola makan buruk

Jika harga transaksi memberikan bukti terbaik atas nilai wajar pada saat pengakuan awal, maka instrumen keuangan pada awalnya diukur pada harga transaksi dan selisih antara

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi yang dipaparkan diatas penulis memahami bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran pesan atau informasi antara dua orang

Penelitian ini mengukur jumlah gas rumah kaca dari perkebunan kakao dan menguraikan stok (cadangan) karbon dari perkebunan, yaitu jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah,

• Hal inilah yang menyebabkan kebutuhan arus proteksi ICCP spesimen dengan kondisi cacat coating yang sama pada penelitian meningkat seiring dengan naiknya temperatur

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.06/2005 tanggal 9 November 2005 dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor