• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesisir Sundak

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Halaman 42-49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Pesisir Sundak

Kondisi hidrologis Pesisir Sundak di identifikasi berdasarkan kualitas mataair (Gambar 4.). Mata air tersebut disaluran ke penduduk untuk memenuhi kebutuhan domestik dan pariwisata. Berdasarkan informasi penduduk, menunjukan bahwa mata air tersebut dapat dimanfaatkan pada saat musim kemarau dan penghujan. Hal ini menunjukan bahwa kuantitas dari mata air tersebut cukup banyak.

Gambar 4.15 Mata Air di Pesisir Sundak (Sumber: Khoiriyah, 2016)

Kualitas mata air di Pesisir Sundak diidentifikasi berdasarkan nilai DHL dan pH. Nilai DHL mata air tersebut sebesar 3080 μmhos, nilai tersebut termasuk dalam kategori payau. Hal ini karena pengaruh material penyusun dari akuifer tersebut. Pesisir Sundak termasuk dalam bentuklahan solusional dengan material karbonat. Air hujan yang terinfiltrasi melalui rekahan-rekanan dan akhirnya bergabung dengan lorong conduit (Ford dan Williams, 1992). Adanya pengaruh topografi, aliran tersebut muncul sebagai mata air. Proses tersebut mengakibatkan adanya kontak antara air dan batuan, sehingga berpotensi terjadi proses pelarutan. Pelarutan dapat mempengaruhi kualitas air.

Mataair pada bentuklahan karst dapat bersumber dari rekahan-rekahan batuan. Rekahan tersebut merupakan jalan masuknya air yang membentuk drainase vertikal hingga berkembang menjadi sungai bawah tanah. Sumberdaya air pada wilayah ini sangat rentan terhadap pencemaran. Aktivitas yang terjadi pada bagian hulu atau recharge area, akan masuk ke dalam ponor dan muncul sebagai mata air atau sungai bawah tanah.

e. Kondisi Oseanografi Lokasi Penelitian

Gelombang di lautan terbentuk oleh adanya hembusan angin di atas permukaan air laut. Daerah dimana gelombang dibentuk disebut dengan daerah pembangkitan gelombang. Dilihat dari lokasi terjadinya gelombang dibedakan menjadi dua. Gelombang yang terjadi di daerah pembangkitan gelombang disebut ”sea”, sedangkan gelombang yang terjadi di luar daerah pembangkitan gelomang disebut “swell”. Maka dari itu, kecepatan angin merupakan parameter gelombang yang perlu diukur untuk mengetahui karakteristik gelombang. Pengukuan kecepatan angin dalam kajian ini tidak dilakukan di lepas pantai, yaitu hanya di daerah pantai dengan bantuan alat hand anem ometer. Hand anemometer tersebut diletakkan sekitar dua meter dari permukaan tanah. Hal ini untuk mengurangi pengaruh daratan yang dapat mempengaruhi kecepatan angin.

Pengamatan oseanografi dalam kajian ini dilakukan di tiga lokasi, yaitu Pantai Siung, Pantai Ngandong, dan Pantai Sundak. Dilakukan beberapa kali pengukuran kecepatan angin untuk setiap lokasi, sehingga menghasilkan hasil

rata-rata kecepatan di masing-masing lokasi yaitu 1,45 m/s untuk Pantai Siung serta 3,25 m/s untuk Pantai Ngadong dan Sundak. Pantai Ngandong dan Pantai Sundak memiliki nilai kecepatan angin yang sama karena lokasi pantai berdekatan serta pengukuran kecepatan angin dilakukan pada waktu yang hampir sama. McLellan (1968) dalam Hutabarat dan Evans (1985) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara antara kecepatan angin sifat-sifat gelombang yang dihasilkan di lautan. Sifat-sifat tersebut antara lain cepat rambat gelombang (wave speed), periode gelombang, panjang gelombang, serta tinggi gelombang. Hubungan tersebut mengarah pada hubungan yang linier, yaitu semakin tinggi kecepatan angin maka nilai dari sifat-sifat gelombang lainnya juga semakin besar.

Parameter gelombang dilakukan pengukuran langsung di lapangan yaitu periode gelombang (T). Periode gelombang diukur dengan melakukan pengamatan suatu titik yang terbentuk puncak gelombang. Terdapat periode waktu antara terbentuknya suatu puncak gelombang dengan puncak gelombang selanjutya yang berurutan. Periode waktu tersebut yang merupakan periode gelombang. Pengamatan puncak gelombang yang berurutan dilakukan untuk beberapa kali puncak gelombang dalam kurun waktu sekitar satu menit. Nilai periode gelombang merupakan hasil rata-rata dari pengamatan jumlah puncak gelombang selama kurun waktu tersebut. Terdapat tiga nilai periode gelombang (T) yang berbeda dari tiga lokasi pengamatan, yaitu periode gelombang di Pantai Siung sebesar 9,29 s, di Pantai Ngandong sebesar 8,57 s, dan di Pantai Sundak sebesar 10 s.

Keterbatasan alat dan waktu mengakibatkan tidak dapat dilakukannya pengukuran panjang gelombang (L) secara langsung di lapangan. Nilai panjang gelombang diidentifikasi dengan pendekatan rumus empiris, yaitu dengan memperhatikan hubungan antara percepatan grafitasi (g), periode gelombang (T), serta sifat gelombang yang menjalar dalam bentuk lingkaran. Nilai panjang gelombang di Pantai Siung sebesar 134,51 meter, di Pantai Ngandong sebesar 114, 61 meter, dan di Pantai Sundak sebesar 156 meter. Perolehan data yang dilakukan dengan pendekatan rumus empiris juga berlaku untuk parameter tinggi gelombang (H). Data tinggi gelombang didapat dari persamaan yang

memperhatikan hubungan linier antara kecepatan angin dan tinggi gelombang. Semakin tinggi kecepatan angin maka akan didapati tinggi gelombang yang semakin besar. Tinggi gelombang di Pantai Siung yaitu sebesar 0,065 meter, sedangkan untuk Pantai Ngandong dan Sundak sebesar 0,327 meter. Nilai data ketinggian gelombang di Pantai Ngandong dan Sundak sama karena di kedua pantai tersebut data kecepatan anginnya juga sama. Hal ini karena lokasi kedua pantai ini yang bersebelahan dan hanya dibatasi oleh tebing kecil.

Terdapat dua tipe gelombang, yaitu konstruktif dan destruktif. Kedua tipe gelombang tersebut dapat dibedakan hasi hasil perbandingan antara parameter tinggi gelombang (H) dengan panjang gelombang (L). Hasil menunjukkan bahwa perbandingan antara tinggi gelombang dengan panjang gelombang di ketiga pantai kurang dari 0,025. Nilai ini memberi informasi bahwa gelombang di Pantai Siung, Ngandong, dan Sundak masuk pada tipe gelombang konstruktif. Tipe gelombang konstruktif merupakan tipe gelombang yang bersifat membangun, yaitu gelombang yang mampu mengendapkan material pasir di wilayah pesisir. Hasil ini dibenarkan oleh kondisi di lapangan dengan terdapatnya gisik saku pada ketiga pantai tersebut.

Kemiringan sudut gisik (β) merupakan salah satu parameter lain yang dapat diukur secara langsung di lapangan. Parameter ini digunakan untuk mengetahui tipe empasan gelombang yang mengenai pantai. Setiap pantai memiliki sudut kemiringan gisik yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan batuan dasar penyusun pesisir, proses yang mempengaruhi, serta material penutupnya. Pantai Siung memiliki sudut kemiringan 11º, sedangkan Pantai Ngandong dan Pantai Sundak memiliki sudut kemiringan gisik sebesar 8º. Perbedaan kemiringan dari ketiga pantai yang tidak begitu signifikan tersebut ternyata tidak membuat perbedaan tipe empasan gelombang.

Tipe empasan gelombang diketahui dengan mencari nilai B yang dibangun dari hubungan antara tinggi gelombang (H), panjang gelombang (L), dan sudut kemiringan gisik (β). Hasil menunjukkan bahwa nilai B dari ketiga pantai kurang dari 0,09, sehingga gelombang di Pantai Siung, Pantai Ngandong, dan Pantai Sundak masuk pada tipe empasan surging. Tipe empasan surging merupakan tipe

menyentak atau menggelora (Marfai, 2011). Tipe ini ditandai dengan gelombang pecah tepat di tepi pantai. Tipe gelombang ini memiliki karakteristik sempitnya zona surf, sehingga tidak cocok bila dimanfaatkan untuk olahraga surfing. Secara lebih rinci mengenai nilai dari setiap parameter gelombang dari masing-masing pantai terpapar pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3. Data Parameter dan Karakteristik Gelombang

Parameter Gelombang Pantai Siung Pantai Ngandong

Pantai Sundak Arah Angin Barat Laut Barat Laut Barat Laut T (Periode Gelombang)

1. Pengukuran I 10 8,57 10

2. Pengukuran II 8,57 10

Rata-rata periode gelombang (s) 9,29 8,57 10

Panjang Gelombang "L" (m) 134,51 114,61 156,00 Kecepatan Angin "U" (m/s) 1,45 3,25 3,25 Tinggi Gelombang "H" (m) 0,065 0,327 0,327 Cepat Rambat Gelombang "C"

(m/s) 14,49 13,37 15,60

H/L 0,0005 0,0029 0,0021

Tipe Gelombang Konstruktif Konstruktif Konstruktif Sudut Kemiringan Gisik "β" (°) 11 8 8

B (Nilai Tipe Empasan) 0,00048 0,00285 0,00209

Tipe Empasan Surging Surging Surging

Sumber: Pengukuran dan Olah Data Lapangan

f. Kondisi Sosial dan Biota Lokasi Penelitian 1. Pantai sadeng

a) Kondisi biotik di pantai sadeng meliputi aspek flora dan Aspek fauna. Aspek flora yang ada di pantai sadeng yaitu pohon waru dan pohon Ketapang. Aspek fauna yang ada di pantai sadeng yaitu ikan cakalang, baby tuna, ikan layur dan ikan salem.

b) Mata pencaharian responden yang ditemui di pantai sadeng yaitu nelayan, pedagang ikan, dan pedagang makanan. Nelayan yang ada di pantai ini pergi melaut sepanjang tahun dan pada musim puncak mencari ikan

khususnya bulan Juni, Juli, Agustus, dan Oktober. Sedangkan pada bulan Desember hingga Februari, nelayan pergi tidak pergi melaut karena cuaca buruk dan gelombang besar. Faktor cuaca buruk menjadi kendala bagi nelayan untuk pergi melaut. Daerah tangkapan nelayan kurang lebih 30 hingga 50 km dari tepi pantai. Hasil tangkapan mencapai 2 kilogram hingga 2 kuintal pada musim tertentu. Kegiatan nelayan yang dilakukan ketika tidak pergi melaut yaitu memperbaiki peralatan melaut dan berdagang. Nelayan memperoleh pelatihan mengenai pengurusan administrasi untuk kelengkapan melaut. Pedagang yang ada di pantai sadeng dibagi menjadi pedagang ikan yang menjajakan ikan hasil laut dan pedagang makanan yang menjajakan makanan ringan. Pedagang makanan yang menjajakan makanan ringan menempati lahan milik tanah kas desa yang tiap tahunnya diwajibkan membayar uang sewa Rp 1.800.000 . Pedagang ikan menjajakan ikan hasil laut yaitu ikan baby tuna, ikan cakalang, ikan salem, dan ikan layur. Mereka yang menjadi pedagang ikan mempunyai pekerjaan lain yaitu bertani (pertanian lahan kering) setahun sekali.

c) Potensi sumberdaya laut yang ada di pantai sadeng merupakan lahan pendapatan bagi masyarakat sebagai barang utama yang diperdagangkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sekitar.

d) Aktivitas pengunjung di Pantai Sadeng dapat dilihat pada tabel berikut.

Sumber : Data Primer, 2016

Aktivitas Wisata Pantai Sadeng

Jumlah Keterangan

Menikmati Kuliner 5 – 10 Orang

Menikmati Pemandangan 5 - 10 Orang

Berjemur -

Bermain -

Olahraga -

Berjualan > 10 Orang

Mencari Ikan > 10 Orang

Kumpul Keluarga -

Aktivitas pengunjung di Pantai Sadeng di amati pada pukul 10.09 WIB hingga pukul 10.43 WIB. Diketahui bahwa aktivitas wisata tidak beragam. Aktivitas di pantai ini di dominasi oleh kegiatan jual beli ikan hasil tangkapan nelayan pada pagi hari bertempat di lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pantai Sadeng.

e) Fasilitas kepariwisataan yang ada di Pantai Sadeng dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Ketersediaan Sarana Umum di Pantai Sadeng

Sarana Umum Pantai Sadeng

Jumlah Keterangan

Tempat Sampah -

Pos Penjagaan Pantai Ada

Toilet < 10

Pos Polisi/Satpam 1

Tempat Parkir 1

Tempat Penitipan Barang -

Tempat Ibadah -

Tempat Kuliner/Warung/Restoran < 10 Warung

Kios Cinderamata -

Hotel/Penginapan -

Tempat Penyewaan Alat Wisata

Pantai -

Listrik Ada

Telekomunikasi -

Tempat Istirahat/Rest Area Ada Pendopo

Papan Informasi Ada

Informasi Kebencanaan dan EWS 3

SAR, TEOS, dan stasiun pasang surut BIG

Sumber : data primer, 2016

Diketahui bahwa tersedianya sarana umum di Pantai Sadeng secara keseluruhan belum memadai untuk kegiatan wisata. Hal tersebut terjadi karena pengunjung yang datang ke pantai ini hanya bertujuan untuk membeli ikan hasil tangkapan nelayan dan tidak banyak yang melakukan wisata.

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Halaman 42-49)

Dokumen terkait